• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fenomena Hikikomori Dalam Kehidupan Kaum Muda Perkotaan Di Jepang Dewasa Ini = Gendai No Nihon No Daitoshi No Wakamono No Seikatsu Ni Okeru Hikikomori No Genshoo

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Fenomena Hikikomori Dalam Kehidupan Kaum Muda Perkotaan Di Jepang Dewasa Ini = Gendai No Nihon No Daitoshi No Wakamono No Seikatsu Ni Okeru Hikikomori No Genshoo"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

FENOMENA HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN KAUM MUDA PERKOTAAN DI JEPANG DEWASA INI

GENDAI NO NIHON NO DAITOSHI NO WAKAMONO NO SEIKATSU NI OKERU HIKIKOMORI NO GENSHOO

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti ujian Sarjana dalam bidang

Ilmu Sastra Jepang:

Oleh :

LASTRI PEBRIYATI SITUMORANG

NIM : 030708031

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

MEDAN

(2)

FENOMENA HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN KAUM MUDA PERKOTAAN DI JEPANG DEWASA INI

GENDAI NO NIHON NO DAITOSHI NO WAKAMONO NO SEIKATSU NI OKERU HIKIKOMORI NO GENSHOO

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti ujian Sarjana dalam bidang

Ilmu Sastra Jepang:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Nandi S.

Prof. Drs. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D NIP. 131763366 NIP. 131422712

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

MEDAN

(3)

FENOMENA HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN KAUM MUDA PERKOTAAN DI JEPANG DEWASA INI

GENDAI NO NIHON NO DAITOSHI NO WAKAMONO NO SEIKATSU NI OKERU HIKIKOMORI NO GENSHOO

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra Jepang:

Oleh :

LASTRI PEBRIYATI SITUMORANG

NIM : 030708031

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG

MEDAN

(4)

FENOMENA HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN KAUM MUDA PERKOTAAN DI JEPANG DEWASA INI

GENDAI NO NIHON NO DAITOSHI NO WAKAMONO NO SEIKATSU NI OKERU HIKIKOMORI NO GENSHOO

SKRIPSI

Skripsi ini diajukan kepada Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu persyaratan mengikuti ujian Sarjana dalam bidang Ilmu Sastra

Jepang:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Nandi S.

Prof. Drs. Hamzon Situmorang.Ms,Ph.D NIP. 131763366 NIP. 131422712

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS SASTRA

DEPARTEMEN SASTRA JEPANG

(5)

Disetujui Oleh :

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara

Medan

Program Studi S-1 Sastra Jepang Ketua Program Studi

Prof. Drs. Hamzon Situmorang. MS, Ph.D NIP. 131422712

(6)

PENGESAHAN

Diterima Oleh :

Panitia Ujian Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Ujian Sarjana Sastra dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang pada Fakultas Sastra Jepang

Pada :

Tanggal :

Hari :

Fakultas Sastra

Universitas Sumatera Utara Dekan

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur enulis panjatkan ke hadirat Allah yang Maha Kuasa yaitu Tuhan Yesusu Kristus, karena kasih, berkat adan anugrah-Nya penulis dapat menyelesaikan skipsi ini yang berjudul ” FENOMENA HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN KAUM MUDA PERKOTAAN DI JEPANG DEWASA INI”

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyusunan skripsi ini, maka sepantasnyalah penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara

2. Bapak Prof. Drs. Hamzon Situmorang. MS, Ph.D selaku ketua Departemen Sastra Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara yang juga sebagai Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pemikirannya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.

3. Bapak Drs. Nandi S., selaku Dosen Pembimbing I yang telah sedemikian besar memberikan waktu dan pemikirannya untuk membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini hingga selesai.

4. Seluruh Dosen Departemen Sastra Universitas Sumatera Utara yang telah membagikan ilmunya sejak penulis memasuki perkuliahan hingga selesai.

(8)

6. Buat seluruh teman-teman di kampus yang selalu setia dan tidak bosan-bosannya memberikan motivasi dan semangat kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

(9)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Perumusan Masalah……….... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan……….. 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori……… 6

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian……… 9

1.6 Metode Penelitian………10

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP HIKIKOMORI 2.1 Defenisi Hikikomori………..12

2.2 Penyebab Terjadinya Hikikomori………...…....13

2.3 Contoh –Contoh Kejadian Hikikomori………20

2.4 Jangka Waktu Hikikomori...24

2.5 Pelaku Hikikomori...25

2.6 Kehidupan Kaum Muda Perkotaan di Jepang...29

2.6.1 Masyarakat yang Tertutup, Amoral dan Kehilangan Tatanan Hidup...34

(10)

BAB III DAMPAK DAN PENANGANAN HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG

3.1 Dampak Hikikomori

3.1.1 Diri Sendiri (Kaum muda)...38

3.1.2 Keluarga...39

3.1.3 Masyarakat...40

3.1.4 Negara ...41

3.2 Penanganan Hikikomori...43

BAB IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan...51

4.2 Saran...54

(11)

Proposal Skripsi

DAMPAK HIKIKOMORI TERHADAP KEHIDUPAN SOSIAL

MASYARAKAT JEPANG DEWASA INI

Oleh:

Lastri Pebriyati Situmorang

NIM

:

030708031

PROGRAM STUDI

: SASTRA JEPANG

FAKULTAS :

SASTRA

Poposal skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan mengikuti ujian skripsi dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Nandi S. Drs. Hamzon Situmorang.Ms,Ph.D NIP. 031763366 NIP. 131422712

Ketua Program Studi Sastra Jepang

(12)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

(13)

Selain pendidikan, Jepang juga memiliki sistem perekonomian yang baik. Hal ini dapat kita lihat dari tidak adanya kesenjangan sosial yang terlalu mencolok di dalam masyarakatnya. Jepang adalah negara maju dan kaya dimana hanya ada dua kelas ekonomi, kelas atas dan kelas menengah, tidak terdapat kelas bawah di dalam masyarakatnya. Dan suatu hal yang tidak dapat disangkal bahwa Jepang merupakan surga bagi pencari kerja karena memang perekonomian mereka telah mengalami kemajuan yang luar biasa berkat ekspansi industri global perusahaan-perusahaan Jepang, dan hal inilah yang mendatangkan kemakmuran yang luar biasa bagi para buruh dan penduduk di Jepang.

Masyarakat Jepang terkenal dengan orang-orangnya yang pekerja keras. Banyak dari mereka yang lebih mementingkan pekerjaan daripada keluarga mereka sendiri. Di siaran televisi, koran ataupun majalah Jepang sering diberitakan orang meninggal karena kelelahan dalam bekerja. Dan hal ini bukan merupakan hal yang mengejutkan, hal ini dianggap suatu hal yang biasa di Jepang. Tetapi orang muda sekarang, memiliki sifat yang bertolak belakang. Osamu Nakano (2001 : indomedia.com), mengatakan "Orang muda lebih suka bersenang-senang daripada bersakit-sakit, rekreasi daripada kerja keras, konsumtif daripada produktif, dan apresiatif daripada kreatif". Karena bagi kebanyakan orang muda Jepang, masa kerja keras, bersakit-sakit, produktif, dan kreatif tampaknya sudah lewat. Mereka yang dikenal dengan sebutan next generation atau Gen-X itu barangkali menganggap sudah selayaknya mereka menikmati kemakmuran negara.

(14)

(2001:indomedia.com). Pemikiran seperti ini mengandung banyak risiko, banyak generasi muda zaman sekarang yang berpikir, karena telah terbiasa hidup enak jadi tidak mempunyai keberanian dan keinginan untuk hidup mandiri. Masahiro Yamada (2001 : indomedia.com), 10 juta warga Jepang berusia 20 - 34 tahun masih hidup nebeng orang tuanya. Terungkap pula, 80% wanita muda dan 60% pria muda memilih hidup lajang.

Salah satu kelebihan Jepang lainnya adalah budaya disiplin yang terus diterapkan sampai sekarang. Dan dunia luar juga sudah mengenal Jepang dengan gaya hidup seperti itu. Oleh karena itu banyak negara-negara di dunia yang meniru sifat disiplin dari masyarakat Jepang. Karena kedisiplinan merupakan salah satu faktor penting yang mendukung kemajuan masyarakat Jepang. Jika sikap kedisiplinan ini hilang dari kaum muda Jepang, maka hal ini akan memberikan dampak buruk bagi kemajuan bangsa Jepang itu sendiri. Hilangnya sikap kedisiplinan pada kaum muda Jepang merupakan salah satu gejala awal dari Hikikomori.

Hikikomori merupakan suatu penyimpangan sosial yang terjadi pada kaum

muda perkotaan di Jepang yang saat ini menjadi suatu fenomena di Jepang. Menurut Janti dalam Manabu (2006:189), secara singkat Hikikomori dapat didefinisiskan sebagai seseorang yang menutup diri dan mengurung diri dari lingkungan sekitarnya. Hikikomori merupakan suatu masalah sosial yang besar terutama bagi bangsa Jepang karena bila kita melihat jumlah penduduk Jepang, sebagian besar terdiri atas kaum lanjut usia, sehingga Jepang disebut juga sebagai koreika shakai atau masyarakat yang didominasi oleh kaum lanjut usia.

(15)

penurunan jumlah kelahiran. Karena banyak kaum muda di Jepang yang enggan melakukan ikatan pernikahan. Kalaupun mereka mau menikah, banyak dari mereka yang tidak ingin mempunyai anak. Sehingga pertumbuhan penduduk di Jepang sering digambarkan seperti pyramid terbalik, dimana kaum lanjut usia semakin lama semakin banyak dan kaum muda semakin lama semakin sedikit. Oleh karena itu, perlu dilihat bagaimana keadaan generasi muda yang merupakan harapan bangsa pada umumnya yang disebut generasi mapan. Ternyata ada kecenderungan penyimpangan yang dikenal sebagai Hikikomori pada generasi muda di Jepang dewasa ini.

Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan hikikomori dilihat sebagai fenomena yang ada di Jepang (http://vickery.dk/hikikomori/):

1) Komori : bagian kata hikikomori memiliki arti religius dan tradisional yang mengindikasikan bahwa pengasingan telah berakar dalam sejarah dan adat istiadat

masyarakat Jepang.

2) Sekentei : rasa malu terhadap masyarakat dan kecenderungan untuk menutupi masalah keluarga jelas lebih kuat di Jepang dibanding negara lain.

3) Sistem sekolah : tekanan untuk sukses, metode mengajar yang tidak kreatif dan tidak dapat dikritik, sekolah yang kaku, dan adalah alasan spesifik di Jepang untuk mengasingkan diri.

4) Sistem keluarga : struktur keluarga, hubungan ibu, anak dan tradisi dimana orang dewasa muda dapat terus tetap tinggal dengan orang tua adalah keadaan

spesifik yang mendukung terjadinyahikikomori.

(16)

memiliki kemampuan untuk menjadi mandiri dapat menjadi alasan terjadinya

pengasingan diri.

Faktor-faktor di atas dapat menjelaskan mengapa hikikomori muncul dalam bentuk yang ekstrim dan hanya terjadi di Jepang dan secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hikikomori tidak dapat ditemukan dalam skala yang sama di negara lain dan tampaknya ini merupakan suatu hal yang unik di Jepang.

Untuk mengetahui lebih jauh tentang Hikokomori ini penulis akan mencoba membahasnya melalui skripsi yang berjudul : ”FENOMENA HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN KAUM MUDA PERKOTAAN DI JEPANG DEWASA INI”

1.2 Perumusan Masalah

Fenomena Hikikomori dalam kehidupan kaum muda di Jepang dewasa ini, merupakan suatu topik yang menarik ketika kita sedang membicarakan tentang Jepang. Hikikomori merupakan suatu penyimpangan sosial yang terjadi pada kaum muda perkotaan di Jepang yang saat ini menjadi suatu fenomena di Jepang. Hikikomori adalah suatu keadaan lebih dari enam bulan mengurung diri di

rumahnya sendiri, tidak berpartisipasi dalam masyarakat seperti pekerjaan dan sekolah, tidak ada hubungan akrab dengan orang lain selain keluarga. Dan hal ini merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara Jepang saat ini. Jika hal ini terus berlanjut, maka dikhawatirkan akan berdampak buruk terhadap generasi muda di Jepang dan bagi pemerintah.

(17)

1. Bagaimanakan latar belakang terjadinya Hikikomori?

2. Bagaimanakah dampak yang ditimbulkan oleh Hikikomori terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang di perkotaan?

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah dikemukakan di atas sebelumnya, maka penulis menganggap perlu adanya pembatasan ruang lingkup dalam pembahasan. Hal ini dilakukan agar masalah tidak menjadi terlalu luas sehingga penulis dapat lebih terfokus dan terarah dalam pembahasan terhadap masalah.

Kita mengetahui bahwa setiap manusia memiliki masalah, terlebih kaum muda yang masih mencari jati diri. Di Jepang banyak kaum muda mengalami masalah sosial yang salah satunya dikenal dengan Hikikomori. Penulis akan mencoba membahas masalah Hikikomori dalam kehidupan kaum muda dan dampak yang ditimbulkannya terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang. Untuk mendukung pembahasan ini, penulis juga akan membahas tentang kehidupan kaum muda, latar belakang terjadinya Hikikomori serta gejala-gejala dan penyebab terjadinya Hikikomori di Jepang terlebih terhadap kaum muda.

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori 1.4.1 Tinjauan Pustaka

Salah satu masalah sosial yang sedang dihadapi Jepang saat ini adalah Hikikomori. Hikikomori biasanya dialami oleh kaum muda di Jepang.

(18)

menunjukkan bahwa ciri yang menyolok dari pemuda Jepang adalah bahwa meskipun ketidakpuasan yang ekstrim terasa di hampir semua segi kehidupan sosial dan nasional, pengucapan dari ketidakpuasan ini tetap bersifat abstrak dan tidak tepat. Kaum muda telah kehilangan keprihatinan yang teguh terhadap hubungan dengan individu dan organisasi di sekitar mereka yang dahulu merupakan ciri pemuda Jepang. Sikap masa bodoh ini dapat dilihat sebagai segi lain dari kecenderungan untuk menutup diri bila berhadapan dengan kenyataan-kenyataan dalam masyarakat.

Robert M. Z. Lawang (organisasi.org), mendefenisikan perilaku menyimpang adalah semua tindakan yang menyimpang dari norma yang berlaku dalam sistem sosial dan menimbulkan usaha dari mereka yang berwenang dalam sistem itu untuk memperbaiki perilaku menyimpang. Sedangkan menurut W.Van Der Zanden (organisasi.org), perilaku menyimpang yaitu perilaku yang bagi sebagian orang dianggap sebagai sesuatu yang tercela dan di luar batas toleransi.

Menurut Janti dalam Manabu (2006:189), Hikikomori sendiri bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan dimana seseorang mengurung atau mengasingkan diri selama enam bulan atau lebih. Selanjutnya dalam wikipedia.org, didefenisikan Hikikomori adalah individu yang keberatan untuk meninggalkan rumah orang tua mereka dan mengisolasikan diri mereka menjauh dari masyarakat dengan tinggal di dalam rumah selama satu periode tertentu yang lebih dari enam bulan. Rasa curiga yang berlebihan, sikap tak percaya terhadap orang lain, dan budaya anti sosial mendominasi sebagian besar diri kaum hikikomori. Mereka enggan untuk berhubungan dengan dunia luar dan menolak

(19)

lingkungan menghinggapi kaum hikikomori. Bagi mereka, tayangan media adalah prioritas utama dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu mereka lebih memilih hidup atau tinggal bersama orang tua mereka hingga usia akhir 20-an atau 30-an karena mereka merasa nyaman akibat semua disediakan oleh orang tua mereka, walaupun mereka tidak bekerja. Hal ini merupakan suatu hal yang bersifat negatif karena orang tua terus terbebani dan si anak tidak dapat hidup mandiri. Bila keadaan ini terus berlanjut, maka akan muncul berbagai macam masalah yang mengancam generasi muda Jepang.

1.4.2 Kerangka Teori

Kerangka teori menurut Koenjtaraningrat (1976:1) berfungsi sebagai pendorong proses berfikir deduktif yang bergerak dari bentuk abstrak ke dalam bentuk yang nyata. Dalam penelitian suatu kebudayaan masyarakat diperlukan satu atau lebih teori pendekatan yang sesuai dengan objek dan tujuan dari penelitian ini. Dalam hal ini, penulis menggunakan teori pendekatan psikologi sosial juga teori sosiologi untuk meneliti tentang masalah Hikikomori.

(20)

muda di Jepang dalam menghadapi masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Sedangkan Singewood dalam Faruk (1994:1), mendefinisikan sosiologi sebagai studi yang ilmiah dan objektif mengenai manusia dan masyarakat, studi mengenai lembaga-lembaga dan proses-proses sosial. Selain itu, sosiologi berusaha menjawab pertanyaan mengenai bagaimana masyarakat dimungkinkan, bagaimana cara kerjanya dan mengapa manusia itu bertahan hidup.

Jadi Penulis menggunakan teori psikologi sosial dan teori sosiologi untuk menjawab hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya hikikomori dan dampak yang ditimbulkan oleh hikikomori terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang, karena perilaku individu pelaku hikikomori merupakan gejala psikologi sosial yang terjadi di masyarakat.

1.5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Sesuai dengan pokok permasalahan sebagaimana yang telah dikemukakan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini, sebagai berikut :

1.5.1 Tujuan Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, penulis memiliki tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui latar belakang terjadinya Hikikomori?

2. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan oleh Hikikomori terhadap kehidupan sosial masyarakat Jepang terutama di perkotaan?

1.5.2 Manfaat Penelitian

(21)

pihak-pihak tertentu, antara lain :

1. Bagi peneliti sendiri diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan tentang Hikikomori.

2. Bagi para pembaca, khususnya para pembelajar bahasa Jepang diharapkan dapat menambah informasi tentang masalah sosial yang dihadapi kaum muda di Jepang yaitu Hikikomori.

3. Bagi para pembaca, penelitian ini juga dapat dijadikan sumber ide dan tambahan informasi bagi peneliti selanjutnya yang ingin meneliti Hikikomori lebih jauh.

1.6 Metode Penelitian

Metode adalah alat untuk mencapai tujuan dari suatu kegiatan. Dalam melakukan penelitian, sangant diperlukan metode-metode untuk menunjang keberhasilan tulisan yang akan disampaikan penulis kepada para pembaca. Untuk itu, dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan metode deskriptif. Menurut Koentjaraningrat (1976:30), penelitian yang bersifat deskriptif yaitu memberikan gambaran yang secermat mungkin mengenai suatu individu, keadaan, gejala, atau kelompok tertentu. Oleh karena itu, data-data yang diperoleh dikumpulkan, disusun, diklasifikasikan, sekaligus dikaji dan kemudian diinterpretasikan dengan tetap mengacu pada sumber data dan informasi yang ada. Dalam mengumpulkan data-data penelitian ini, penulis menggunakan teknik studi kepustakaan, dengan mengambil acuan dari berbagai buku yang berkaitan dengan masyarakat, psikologis dan lain-lain.

(22)
(23)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP HIKIKOMORI

2.1 Definisi Hikikomori

Bila dilihat dari asal katanya, hikikomori terdiri atas kata hiki dan komori. Hiki atau hiku berarti ’menarik’, sedangkan komori atau komoru berarti ’menutup diri atau mengurung diri’. Jadi secara singkat hikikomori dapat didefinisikan sebagai ’seseorang yang menutup diri dan mengurung diri dari lingkungan sekitarnya’ (Janti, 2006:189).

Istilah hikikomori ditemukan oleh psikolog Jepang yang bernama Saito Tamaki dalam Manabu (2006:189), yang didefinisikan sebagai berikut.

’Keadaan lebih dari enam bulan mengurung diri di rumahnya sendiri, tidak berpartisipasi dalam masyarakat seperti pekerjaan dan sekolah, tidak ada hubungan akrab dengan orang lain selain keluarga.’

Kemudian The Japanese Ministry of Health, Labour and Welfare mendefinisikan hikikomori sebagai seorang individu yang menolak meninggalkan rumah orang tuanya dan mengasingkan diri dari anggota keluarga selama lebih dari enam bulan. (www.wikipedia.com)

Tingkat keparahan dari fenomena ini bermacam-macam tergantung individu tersebut, beberapa pemuda bahkan mengasingkan diri selama beberapa tahun, dan pada beberapa kasus bahkan sampai berpuluh-puluh tahun. Pada umumnya hikikomori dimulai saat memasuki masa sekolah sehingga timbul istilah yang disebut penolakan sekolah atau tookoo kyohi di Jepang.

(24)

masalah sosial di Jepang, dimana remaja dan dewasa muda (umumnya laki-laki) mulai mencari isolasi sosial, menjauhkan diri dari kontak dengan orang lain sebisa mungkin dan bersembunyi di kamar atau rumahnya. (www.blogspot.com)

2.2 Penyebab Terjadinya Hikikomori

Berbagai hal dapat menjadi penyebab hikikomori, namun pada tahap remaja, jika seorang anak masih bersekolah, ada gejala yang dapat dilihat sebelum mereka melakukan hikikomori, antara lain sebagai berikut.

a. Hikikomori terjadi tidak secara drastis, melainkan secara bertahap sebelum akhirnya pelaku mengunci pintu kamar sama sekali.

b. Pelaku hikikomori sebelumnya sering berpenampilan tidak bahagia, kehilangan kawan, merasa tidak aman, malu dan berdiam diri.

c. Kadang-kadang mereka menjadi bahan ejekan dari kawan-kawan di sekolah, yang jika keadaan sudah memuncak, hal ejekan itu menjadi pemicu pengurungan dirinya.

Bila pelaku hikikomori masih bersekolah, biasanya ia melakukan tookoo kyohi terlebih dulu. Hal ini terutama disebabkan tekanan yang dialaminya dari

(25)

terisolasi seorang anak dari keluarga, karena mereka tidak tahu bagaimana berkomunikasi dengan anak-anaknya dan bagaimana berkomunikasi dan menyelesaikan masalahnya dengan orang lain.

Kurangnya interaksi para pelaku hikikomori dengan masyarakat di sekitarnya menyebabkan mereka kehilangan kemampuan untuk bersosialisasi. Kebiasaan mereka untuk mengurung diri dengan membaca manga, menonton televisi, atau bermain komputer, menyebabkan mereka tidak memiliki contoh lain dalam bergaul, selain dari apa yang mereka lihat atau baca.

Penyebab terjadinya hikikomori dapat dari luar ataupun dari dalam pelaku hikikomori sendiri. Seperti yang terlihat dalam bagan (hal 16), berbagai penyebab

perilaku hikikomori, sebagian penyebabnya adalah antara lain tingginya harapan orang tua, yang dalam hal ini diwakili oleh para ibu yang berlaku terhadap kesuksesan putra-putri mereka, sehingga si anak diatur sedemikian rupa agar dapat memanfaatkan waktunya seefektif mungkin.

(26)

kehidupan, hakuhodo di tokyo) dalam www.nytimes.com (2006:6). Jika seorang anak tidak mengikuti pola untuk sampai ke perguruan tinggi yang elit dan perusahaan yang bonafid, banyak orang tua yang menganggap bahwa ini merupakan suatu kegagalan dari putra putri mereka.

Pengaruh media massa, baik cetak maupun audio visual, seperti games dalam playstation dan acara TV, memberi dampak pada kepribadian anak. Kesendirian anak sebagai anak tunggal atau dari sebuah keluarga kecil yang merupakan keluarga batih (kaku kazoku) memungkinkan anak memiliki kamar sendiri, sehingga mereka terbiasa untuk menyendiri di kamar mereka, walaupun tujuan awal orang tua memberi kamar sendiri agar mereka dapat tenang belajar. Penyebab-penyebab tersebut dikatakan sebagai penyebab dari luar diri pelaku hikikomori. Sementara itu, ketergantungan anak terhadap orang tua

mengakibatkan ijime, tookoo kyohi, depresi, atau kehilangan orientasi tentang apa yang akan mereka lakukan setelah energi mereka terfokus pada kelulusan masuk perguruan tinggi dan juga kurangnya komunikasi dengan orang lain. Penyebab-penyebab tersebut dapat dikatakan sebagai Penyebab-penyebab dari dalam diri pelaku hikikomori itu sendiri.

Hikikomori dalam bahasa Inggris disebut dengan social withdrawal

(27)
(28)

Penyebab Umum dari hikikomori :

Dikenal sebagai suatu masalah sosial yang sering diperbincangkan di Jepang, hikikomori memiliki sejumlah faktor penyebab. Orang dewasa muda dapat merasa tertekan oleh kehidupan sosial modern di Jepang, atau merasa tidak dapat memenuhi peran sosial mereka, yaitu peran perseorangan dan peran dalam kelompok, dimana kedua-duanya diperlukan dalam mengatasi tuntutan sehari-hari yang rumit dari kedewasaan.

Hal yang paling penting mengenai hikikomori adalah masalah tranformasi dari kehidupan orang muda ke kehidupan dewasa, yang penuh rasa tanggung jawab dan ekspektansi. Hal ini mengindikasikan bahwa lingkungan kapitalis yang maju seperti di Jepang modern, gagal untuk memenuhi tercukupinya ritual transformasi yang berarti untuk membentuk beberapa tipe pemuda yang sensitif memasuki aturan kedewasaan di dalam masyarakat.

Seperti pada umumnya negara kapitalis, Jepang menuntut banyak tekanan pada orang dewasa untuk menjadi sukses dan mempertahankan status sosial mereka. Tradisi sosial yang kuat mempengaruhi kelakukan sosial yang kompleks, hirarki yang kaku, dan sebagai hasilnya, berpotensi untuk mengintimidasi berbagai macam ekspektasi sosial, tanggung jawab dan tugas dalam kehidupan sosial di Jepang, akibatnya adalah tekanan terhadap orang dewasa muda tersebut.

Ada 3 faktor utama penyebab hikikomori:

a. Masalah yang berhubungan dengan generasi mapan (family affluence, the child’s room, dan media visibility).

(29)

seorang anak yang sudah dewasa di rumahnya, secara tidak terbatas. Pelaku hikikomori adalah individu yang disebut dengan generasi mapan. Generasi

mapan tidak perlu bersusah payah mencari nafkah untuk kelangsungan hidupnya. Seorang anak memiliki kesempatan yang luas untuk tinggal di rumah setelah melakukan kewajibannya, yaitu bersekolah. Seorang anak diusahakan oleh orang tuanya untuk dapat memiliki kamar sendiri, dengan harapan, agar si anak dapat belajar dengan tenang. Selain itu, si anak juga dapat memiliki televisi sendiri di kamarnya. Dengan memiliki kamar dan televisi ataupun fasilitas komputer, si anak memiliki kebebasan, kapan pun mau menonton televisi. Apabila mengalami kejenuhan setelah menghadapi pelajaran yang berat, seorang anak dapat pula bermain game atau internet di komputer mereka.

Keluarga dengan pendapatan lebih rendah biasanya tidak mengalami hikikomori sebab mereka dipaksa untuk bekerja di luar rumah jika mereka

tidak dapat menyelesaikan sekolah, untuk itu, pengasingan dapat segera dicegah.

b. Masalah yang berhubungan dengan keluarga (mother-son, hitorikko, parental expectations, ambiguity of male role).

(30)

dan mengerjakan pekerjaan rumah, makan, hingga belajar tembahan. Tujuan seorang ibu adalah baik, yaitu agar si anak dapat mempergunakan waktunya seefektif mungkin dan terfokus pada pelajarannya di saekolah, di samping agar anak memiliki kemampuan dalam persaingan dalam dunia pekerjaan nantinya. Sebuah dekade yang mengindikasikan keadaan ekonomi yang rendah

dan penurunan pasar tenaga kerja di Jepang membuat sistem yang telah ada membutuhkan pendidikan sekolah yang kompetitif, untuk pekerjaan elit menjadi tidak bermakna. Ketika orang tua di Jepang pada generasi sekarang masih menikmati lowongan kerja yang dimilikinya pada perusahaan multi nasional, calon pekerja di Jepang tidak lagi menikmati jaminan seperti itu pada pasar kerja sekarang. Pemuda Jepang melihat, bahwa sistem yang dipergunakan untuk kakek dan orang tua mereka tidak dapat berfungsi lagi, dan untuk beberapa orang, kekosongan tujuan hidup membuat mereka sangat rawan untuk mengalami pengunduran diri dari sosial seperti hikikomori.

Namun tidak semua tujuan seorang ibu ini memiliki pengaruh yang baik terhadap anak, sebab bila si anak tidak mampu, harapan orang tuanya akan menjadi suatu tekanan yang berat terhadap pribadi si anak itu sendiri. Tekanan inilah yang menyebabkan seorang anak mengundurkan diri dari kehidupan sosialnya, dan orang tua merespon perilaku anak-anak mereka dengan tetap melayani kebutuhan hidup mereka sehingga menyebabkan anak menjadi lebih terasing.

(31)

Ijime sering terjadi pada seorang anak yang dianggap berbeda dari

anak-anak lain di dalam kelas. Bila seorang anak mendapat perlakuan seperti itu dari kawan-kawannya, belum tentu si anak dapat melaporkan hal tersebut kepada orang tua atau gurunya. Komunikasi dengan oarang-orang sekitarnya dapat terhambat karena si anak merasa ada sesuatu yang terjadi pada dirinya dan ia tidak mengetahui apa hal tersebut. Akhirnya si anak akan melakukan tookoo kyohi karena ia tidak merasa nyaman dan tidak diterima lagi di sekolah.

Si anak merasa lebih nyaman bila tinggal di rumah dan berada dalam kamarnya sendiri. Ada kalanya bila rasa percaya dirinya kembali, ia akan mau pergi sekolah kembali. Tapi bila tidak, ia akan melakukan hikikomori. Ujian-ujian yang cukup berat di sekolah juga menimbulkan rasa tertekan pada si anak. Ia harus dapat menguasai pelajaran yang diberikan di sekolah. Bila tidak dapat, maka ia akan diberikan pelajaran tambahan oleh ibunya, yaitu dengan memasukkannya ke juku.

2.3 Contoh – Contoh Kejadian Hikikomori

Seorang psikiater mengatakan bahwa sekitar satu juta penduduk Jepang menderita hikikomori yang berarti sekitar 1% dari seluruh populasi. Walaupun beberapa ahli lainnya lebih konservatif dalam memprediksi, yaitu antar 100.000 – 320.000 penderita. Hal ini cukup mengejutkan mengingat konsekuensi yang akan terjadi.

Di bawah ini terdapat beberapa contoh kejadian hikikomori yang dialami oleh beberapa pemuda di Jepang :

(32)

menceritakan sedikit pengalamannnya. 2,5 tahun menjadi seorang hikikomori merupakan saat yang paling penting dalam hidupnya. Ketika Yuji Sunaga menolak sekolah, guru, keluarga, orang tua, dan tetangga, tidak ada yang dapat memahaminya. Dia memiliki tekanan yang sangat besar sehingga tidak bisa pergi ke sekolah. Selama masa itu dia bertanya pada dirinya sendiri siapa dia. Dia bertanya pada dirinya sendiri mengapa dia harus pergi ke sekolah dan mengapa dia tidak pergi ke sekolah. Jadi saat itu sangat penting bagi Yuji Sunaga. Sekarang Yuji Sunaga dapat berfikir seperti itu, namun ketika dia melakukan hikikomori itu sangat berat untuk dilalui. Tampaknya untuk sebagian orang yang mengalami hikikomori, waktu yang dihabiskan dalam pengasingan dapat menjadi jalan bagi seseorang untuk menemukan jati dirinya, dan merupakan suatu proses yang penting untuk mengembangkan kepribadian. Walaupun ini hanya terjadi di beberapa kasus, memikirkan diri sendiri selama 2 tahun atau lebih, dan pada titik tertentu seseorang harus tahu bahwa hal tersebut telah menjadi kondisi dimana seseorang tidak dapat lagi berkembang secara positif. Semua orang memiliki kebutuhan untuk menyendiri, untuk mundur atau sembuh, khususnya ketika dunia luar penuh dengan tekanan dan stress. Namun dalam kasus hikikomori waktu untuk penyembuhan ini sering menjadi kondisi mental yang kritis dimana dunia luar semakin sulit untuk dihadapi.

(33)

makan nasi dan makanan lain yang dimasak oleh ibunya, menonton acara televisi dan mendengar lagu-lagu rock seperti Radiohead dan Nirvana. Setiap hari dihabiskan dengan cara yang sama.

Setelah 4 tahun lamanya akhirnya dia keluar dari rumah orang tuanya untuk bergabung dengan sebuah program pelatihan kerja yang disebut New Start. Dia tampak cemas dengan wajah yang serius, tenang dan rambut yang tertatat rapi serta serta memiliki intensitas seperti angka yang baru saja masuk ke perguruan tinggi. Takeshi mengatakan bahwa para musisi-musisi yang sering ia dengarkan terutama Radiohead, telah benar-benar membantunya dan meyakinkan dirinya untuk meninggalkan ruangan itu dan tidak akan pernah kembali ke masa itu lagi.

3. Kasus lainnya adalah seoang anak yang bernama Shuichi yang memiliki kasus yang hampir sama dengan Takeshi. Ia hanya menyebutkan nama depannya saja jika ia memperkenalkan diri dengan orang lain dengan tujuan untuk melindungi privasinya. Dia berusia 20 tahun, berpakaian jeans yang pendek dengan tubuh yang kurus dan sebuah kaos berlambangkan Rod Steward yang memiliki impian menjadi seorang gitaris. Tahun 2003 yang lalu dia dikeluarkan dari perguruan tinggi dan mengalami beberapa tahun penderitaan sebelum seorang konselor membujuknya untuk bergabung dengan New Start. 4. Kasus lainnya dialami oleh seorang anak yang selama bertahun-tahun

(34)

pengasingan.

5. Kisah lainnya adalah seorang anak tamatan teknik mesin bernama Hiroshi yang tanpa sebab yang jelas kepada orang tuanya, berhenti menghadiri sekolah 2 tahun yang lalu. Dia pergi ke luar sekali-sekali tanpa ada yang tahu kemana perginya, tampaknya seringkali pada saat Kawakami (seorang konselor) datang berkunjung ke rumahnya. Walaupun secara stereotipe seorang hikikomori adalah seorang laki-laki yang tidak pernah meninggalkan kamarnya, mengurung diri dan keluar sekali sehari atau seminggu sekali ke toko 2 jam di Jepang. Di situ seorang hikikomori membeli makanan untuk sarapan, makan siang dan makan malam, yang membuat dia tidak bergantung pada ibunya untuk memasak makanan dan tidak harus menghadapi keramaian di tempat makan umum. Dan untuk seorang hikikomori yang cenderung memilih waktu yang berlawanan dari normal, yaitu bangun pada siang hari dan tidur pada saat fajar, dan toko 24 jam adalah pilihan yang paling aman untuk memenuhi kebutuhan mereka, karena kasirnya tidak pernah berbasa-basi.

Toko 24 jam adalah salah satu hal yang memfasilitasi kehidupan hikikomori selain fasilitas yang diberikan orang tua di rumah. Fasilitas yang diberikan orang tua menyebabkan hikikomori hanya menonton televisi dan bermain komputer seharian, yang merupakan kegiatan utama dari penderita hikikomori dalam mengisi hari-harinya. Hikikomori seperti binatang malam,

setelah mendapat cukup makan mereka segera pulang sebelum fajar menyingsing dan masyarakat sekitarnya memulai aktifitas.

(35)

berbicara kepada orang tuanya, walaupun kamarnya hanya 15 kaki dari dapur, Takeshi hanya makan bersama 2 kali dalam 2 tahun terakhir.

Takeshi, Shuici, dan YS, menderita suatu problem yang disebut dengan hikikomori, yang dapat diterjemahkan sebagai suatu bentuk penarikan diri dan mengacu pada seseorang yang mengurung diri di dalam kamarnya selama 6 bulan atau lebih tanpa berhubungan sosial dengan dunia luar. Beberapa hikikomori muncul secara tiba-tiba, misalnya dapat muncul dalam suatu toko tertentu, seperti Takeshi yang sekali sebulan bepergian untuk membeli cd.

Pada beberapa kasus lainnya pelaku hikikomori, sering berperilaku selain berdiam diri di kamar, menonton siaran televiri dan bermain internet, tetapi mereka juga melakukan tindakan aneh lainnya seperti mandi selama beberapa jam sehari dan menggunakan sarung tangan seperti seorang astronot menghindari kuman, perilaku lainnya adalah seorang hikikomori menggosok dinding kamar mandinya selama berjam-jam sehari. Hal ini juga salah satu hal yang sangat merugikan keluarga karena tagihan air bisa mencapai 10 kali lipat dari biaya normal.

2.4 Jangka Waktu Hikikomori

Lamanya atau jangka waksu seseorang melakukan hikikomori berkaitan dengan definisi hikikomori, yaitu enam bulan atau lebih. Diagram berikut memperlihatkan persentase jumlah pelaku hikikomori yang melakukan hikikomori dalam jangka waktu tertentu, mulai dari satu tahun.

(36)

yang melakukannya sampai saat ini, atau, sebaliknya, mungkin ada yang sudah bersosialisasi lagi dengan lingkungan sekitar mereka.

Dapat dikatakan jika seseorang melakukan hikikomori lebih dari 10 tahun, dan bila orang tersebut saat ini berusia sekitar 30 tahun, berarti orang tersebut sudah melakukan hikikomori sejak usia 19-20 tahun. Bila mereka diminta untuk kembali hidup bernasyarakat, dapat dibayangkan kesulitan-kesulitan yang akan dihadapi dalam berinteraksi.

2.5 Pelaku Hikikomori

Setelah para pelaku hikikomori mulai tebuka untuk melakukan konsultasi melalui media internet, mulailah terlihat identitas para pelaku hikikomori ini. Dari empat ribu kasus yang diketahui, bila dilakukan pengelompokan, akan tampak sebagai berikut :

a. Berdasarkan jenis kelamin

(37)

Jumlah pria pelaku hikikomori yang melakukan konsultasi melalui internet lebih banyak daripada wanita. Hal ini menurut Saito Tamaki disebabkan kurang terbukanya pria kurang dalam mengutarakan masalah yang dihadapinya secara langsung sehingga mereka lebih suka memanfaatkan komputer mereka dan berkonsultasi melalui internet. Laki-laki mulai tertekan pada saat memasuki sekolah menengah pertama dan kesuksesan mereka baru dapat ditunjukkan beberapa tahun kemudian, sehingga hikikomori merupakan suatu bentuk perlawanan terhadap tekanan tersebut. Sementara itu, wanita yang secara umum memang lebih suka berbicara, merasa lebih baik langsung mendiskusikan masalahnya tanpa melalui internet.

b. Berdasarkan usia

(38)

berusia 20-24 tahun (31%). Adapun jumlah pelaku hikikomori yang berusia 35 tahun ke atas hanya 9%. Tentunya persentase ini masih akan terus berubah, terutama bila para pelaku hikikomori yang mau membuka diri bertambah dan mau mencoba untuk mencari pertolongan untuk dirinya.

(39)

c. Berdasarkan pendidikan

(40)

2.6 Kehidupan Kaum Muda Perkotaan Di Jepang

Di dalam keluarga Jepang terdapat beberapa kekhasan di dalam menjalani kehidupan sehari-hari, misalnya ketika anak bangun tidur, bapak sudah berangkat ke tempat kerja. Kemudian anak makan pagi yang telah dimasak ibunya dan pergi ke sekolah. Setelah anak pergi ke sekolah, ibu pergi bekerja sebagai tenaga paruh waktu. Pada saat anak pulang ke rumah sore hari, tak ada seorang pun di rumah. Sambil nonton TV, anak ini makan malam yang sudah disiapkan ibunya dan dia pergi ke tempat kursus atau juku. Alternatif lainnya, dia pergi ke juku sebelum makan malam. Pada saat dia makan malam, ibunya belum pulang. Sebelum ibu dan bapaknya pulang, anak-anak sudah tidur. Sekarang ini, keluarga yang demikian dapat ditemui hampir di seluruh daerah di Jepang. Sangat jarang terlihat bapak, ibu, dan anak-anak dapat meluangkan waktu bersama sebagai keluarga.

Sering kita melihat pemandangan yang aneh pada anak-anak yang sedang bermain. Misalnya, teman-teman anak ini datang ke rumahnya untuk bermain, namun mereka tidak bermain secara bersama-sama. Yang seorang bermain TV game sendiri, sementara anak-anak lainnya membaca buku, biasanya”manga”, sedang yang lainnya bermain mainan anak-anak. Mereka bermain di satu tempat tapi tidak melakukannya bersama-sama, seolah-olah mereka tidak tahu bagaimana caranya bermain bersama. Mungkin ini dikarenakan mereka diberi terlalu banyak permainan. Perilaku mereka merupakan gambaran tentang masyarakat Jepang dewasa ini yang kurang bersosialisasi dengan lingkungan sekitar mereka.

(41)

mereka sendiri. Orang yang biasanya memasak untuk bujangan benalu (biasanya laki-laki dewasa), mencuci pakaiannya, menyapu ruangannya adalah ibunya. Laki-laki benalu seperti ini biasanya tidak ingin melakukan apa-apa. Karena mereka dapat hidup dengan cara yang demikian, mereka tidak ingin hidup terpisah dari orang tuanya, bahkan mereka tidak ingin menikah. Beberapa dari mereka tidak ingin berinteraksi dengan masyarakatnya sama sekali. Mereka disebut ”hikikomori” atau pertapa. Menurut suatu riset yang dibuat oleh Organisasi Orang tua Jepang dari pelaku Hikikomori kebanyakan adalah laki-laki dewasa(83,7% dari 340 orang) dan kaum muda (rata-rata 28.1 tahun). Riset ini menunjukkan bahwa sepertiga (31.5%) dari jumlah keseluruhan, melakukan hikikomori selama lebih dari 10 tahun.

Kaum muda dewasa ini semakin banyak yang dalam kondisi NEET ( Not in Education, Employment, or Training), ”Tanpa pendidikan, pekerjan dan

training”. Oleh karena mereka tidak ingin belajar atau tidak ingin bekerja atau tidak ingin diberi pelatihan, maka mereka disebut NEET (Genda dan Manugama ;10). Di antara kaum muda yang menjadi benalu atau ”hikikomori” juga ditemukan bahwa mereka juga disebut NEET. Gejala NEET ini juga terlihat di negara-negara Eropa seperti Inggris, hanya sepertinya penyebabnya berbeda. Penyebab utama di Inggris adalah karena sistem kelas-kelas sosial, sedanngkan di Jepang adalah ”Kahogo” atau proteksi orang tua yang berlebihan.

(42)

sebab mereka tergantung pada orang tua mereka, yang rela membantu dan melindungi mereka. Mengapa orang tua rela melakukan hal itu, meskipun tahu bahwa mereka bukan kanak-kanak lagi? Alasannya adalah karena mereka kaya sehingga mampu mendidik anak-anak mereka sendiri. Alasan lainnya adalah karena kedua orang tua dan anak-anak mereka berbagi cinta pasif atau ”amae”.

Masyarakat Jepang hidup dalam budaya tanpa relasi atau relasi tidak langsung. Oleh karena itu, jika seseorang menyaksikan seorang anak muda mengganggu seorang laki-laki dewasa atau gadis di pinggir jalan atau di stasiun kereta api, dia tidak berani menegur anak muda itu, mungkin karena takut anak muda itu akan marah bila diperingatkan dan kadang bahkan akan membunuhnya. Oleh karena itu, kebanyakan mereka pura-pura tidak menyaksikan peristiwa itu.

(43)

terisolir dari orang lain. Oleh karena itu, kebanyakan kaum laki-laki dan perempuan muda tidak ingin cepat-cepat menikah atau bahkan tidak ingin menikah sama sekali. Tingkat pilihan untuk tidak menikah ini meningkat sangat drastis. Kecenderungan ini dipicu oleh suatu budaya yang tidak memaksakan seseorang yang tidak menikah untuk menikah. Kebudayaan ini agak berbeda dari sebelumnya. Beberapa dekade yang lalu, masih memiliki budaya yang memaksa seseorang untuk menikah. Di daerah perkotaan ada banyak wanita dewasa yang masih bujang dan tidak ingin menikah karena mereka bekerja dan dapat hidup mandiri.

Sebaliknya, di daerah pedesaan dengan pertanian menjadi industri utama, dan vitalisnya bergantung pada kerja keras dan kerjasama istri, gejala ”yumebusoku” atau kekurangan perempuan telah menjadi masalah yang mengkhawatirkan. Banyak lelaki dewasa usia 40 atau bahkan 50 tahun yang masih membujang. Sebagai akibatnya banyak lelaki bujangan menikah dengan wanita Cina atau Filipina. Menurut data statistik dari Kementrian Kesehatan, Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan, tingkat pernikahan internasional adalah 5% di tahun 2003. Angka ini bertambah dengan sangat cepat (Yoshimichi, 2006:180).

(44)

Salah satu alasan yang menyebabkan hal ini terjadi adalah karena banyak wanita yang menikah tidak ingin mempunyai anak.

Ada beberapa alasan mengapa banyak wanita yang menikah tidak ingin punya anak. Menurut hasil survei yang dilakukan oleh Kodomo Mirai Zaidan (Yayasan Masa Depan Anak), setengah (48,8%) dari ibu-ibu muda merasa bahwa mereka ditinggalkan masyarakat dan bahkan mereka terisolasi karena harus membesarkan anaka-anak mereka sendiri. Mereka tidak dapat minta bantuan, baik kepada keluarga, saudara-saudara, termasuk suaminya sendiri, juga para tetangganya. Kira-kira delapan puluh persen (80,2%) dari ibu-ibu muda ini berpikiran bahwa mereka ini tidak berada dalam lingkungan kondusif yang membuat mereka rela melahirkan dan membesarkan anak-anak. Mereka merasa bahwa lingkungannya tidak meyenangkan. Misalnya, para penumpang kereta api akan memandangi dengan jengkel anak-anak mereka yang menangis. Mereka juga khawatir bahwa lingkungannya tidak aman bagi anak-anak mereka, dan masa depan mereka dipenuhi dengan kecemasan. Kira-kira sepertiga (36,4%) dari bapak-bapak dan ibu-ibu muda ini merasakan suatu beban ekonomi yang berat untuk membesarkan anak-anak mereka. Tampaknya, karena faktor inilah para pasangan muda tidak ingin mempunyai anak.

(45)

2.6.1 Masyarakat yang Tertutup, Amoral dan Kehilangan Tatanan Hidup Suatu fakta menunjukkan bahwa masyarakat Jepang dewasa ini telah kehilangan batasan-batasan masyarakat, yang dahulu merupakan suatu keterpaksaan, sebelum adanya pertumbuhan ekonomi yang cepat. Moralitas masyarakat saat ini merupakan hasil perubahan rasa penilaian yang selalu menekankan pada keuntungan ekonomi daripada kelayakan sosial. Dengan kata lain, masyarakat Jepang saat ini telah kehilangan tatanan dan diisi dengan amoralitas yang seringkali meyebabkan perilaku yang tak bermoral. Karena kurangnya batasan masyarakat dan moralitas sosial, masyarakat cenderung berperilaku bebas dan tidak peduli terhadap orang lain. Kurangnya batasan masyarakat dan moralitas sosial ini dapat diamati secara nyata di daerah urban dan dengan sedikit perbedaan, di daerah semi urban. Hanya di daerah pedesaan, yang orang mudanya telah pindah ke kota untuk mencari pekerjaan, sehingga akibatnya orang-orang tua hidup sendiri dengan komunitasnya, batasan ini masih sangat kuat. Janti dalam Manabu (2006:181), mengatakan ”Orang-orang tua di daerah menderita akibat fenomena yang disebut ”kasoka” (kekurangan penduduk), yang dimulai sejak dimulainya pertumbuhan ekonomi yang sangat cepat”.

(46)

melihat diri mereka sendiri terpuruk. Perasaan negatif ini juga datang dari kepasifan budaya Jepang. Kepasifan ini merupakan suatu kebalikan dari negara Jepang yang telah tertata dengan ketatnya. Oleh karena itu, masyarakat Jepang dapat juga diartikan sebaliknya, sebagai suatu masyarakat yang kehilangan tatanan dan pada saat yang sama, sebagai masyarakat timbul rasa terkungkung, kecemasan tersamar dan ketidakpercayaan akan masa depan (Janti, 2006:181).

2.6.2 Ciri Ciri Khas Pemuda Jepang

Menurut kaum muda Jepang tempat tertinggi atau hal yang paling penting dalam kehidupan mereka diberikan kepada pekerjaan yang layak, uang dan jabatan. Hanya sebagian kecil dari kaum muda Jepang yang menganggap bahwa kesungguhan dan kasih sayang antara diri sendiri dan orang lain adalah hal yang terpenting.

Salah satu sifat dari masyarakat Jepang adalah sifat yang tertutup. Oleh karena itu kebanyakan dari mereka tidak mempunyai teman dekat yang bisa diajak bicara tentang semua hal termasuk masalah-masalah pribadi. Mereka percaya bahwa pada dasarnya manusia memiliki sifat yang buruk. Oleh karena itu mereka memiliki hubungan yang kurang baik dengan tetangga bahkan keluarga mereka sendiri. Secara relatif mereka juga kurang memiliki semangat membantu yang positif terhadap sesama.

(47)

Angka ketidakpuasaan dalam masyarakat Jepang juga sangat tinggi. Di sekolah ketidakpuasaan kaum muda dilihat dari sikap para guru yang otomatis memberikan keputusan mengenai kemampuan muridnya hanya dengan hasil-hasil ujian tertulis yang kebanyakan adalah hafalan. Mereka beranggapan bahwa, ”Dunia pendidikan hanya ingin menghasilkan orang-orang menurut cetakan tertentu dan bertindak menurut perintah saja.” (Hisao Naka:33) Dalam dunia pekerjaan, ketidakpuasan disebabkan oleh upah yang rendah, sikap perusahaan yang mementingkan diri sendiri, kurangnya masa libur, pekerjaan yang rutin, dan organisasi yang mekanistis. Lebih luas lagi dapat dilihat dari masyarakat yang tidak puas dengan tekanan berat yang diberikan oleh pemerintah akan perkembangan industri yang cenderung membuat orang tidak bahagia. Pemerintah kadang-kadang mengambil jalan yang bertentangan dengan jalan yang dikehendaki oleh rakyat.

(48)
(49)

BAB III

DAMPAK DAN PENANGANAN HIKIKOMORI DALAM KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT JEPANG

3.1 Dampak Hikikomori

3.1.1 Diri Sendiri (Kaum muda)

Kontak sosial yang rendah dan pengasingan yang berlama-lama berakibat pada mental penderita hikikomori, yang perlahan-lahan kehilangan kemampuan bersosialisasi, peranan sosial dan terlebih lagi pentingnya berinteraksi dengan dunia luar. Mereka tenggelam dalam dunia fantasi, seperti manga, anime, dan video games yang menjadi satu-satunya acuan mereka. Oleh karena stimulus

interpersonal yang kurang, hikikomori sering mengalami stagnasi atau terhentinya kegiatan rutin seiring waktu, tidur seharian dan tetap terbangun pada malam hari dan mengendap-endap ke dapur untuk makan, saat anggota keluarga yang lain sedang tidur. Pada kasus yang ekstrim hikikomori akhirnya meninggalkan perhatiannya dari buku dan televisi dan hanya memandangi langit-langit selama berjam-jam.

(50)

media massa sejak 1998. Sebagai hasilnya beberapa bekas penderita hikikomori merasa takut jika orang lain mengetahui masa lalunya, rasa tidak aman di tengah orang lain, khususnya orang asing, dan tidak tahu bagaimana harusnya mereka bertindak. Kenyataan bahwa mereka juga tidak punya pengalaman kerja membuat segala sesuatu selain pekerjaan kasar sulit untuk didapatkan.

3.1.2 Keluarga

Memiliki penderita hikikomori dalam keluarga sering dianggap memalukan. Hal ini biasanya hanya diketahui sebagai masalah internal keluarga, dan banyak orang tua yang menunggu lama untuk mulai mencari pertolongan orang lain. Di Jepang, pendidikan anak-anak secara tradisional dilakukan oleh ibu. Seorang ayah dapat meninggalkan masalah hikikomori pada ibu. Para ayah hanya berharap bahwa anak tersebut akhirnya dapat menyelesaikan masalahnya sendiri dan kembali pada kehidupan normal bersama orang tua. Orang tua tidak begitu mengerti apa yang harus dilakukan pada penderita hikikomori dan hanya menunggu karena tidak punya pilihan lain. Pendekatan agresif yang dilakukan orang tua yaitu dengan memaksa anak kembali ke masyarakat biasanya tidak dilakukan dan mungkin hanya akan dilakukan setelah sekian lama menunggu.

(51)

masyarakat luar, yang pada akhirnya menunda orang tua untuk mencari pertolongan dari luar untuk anak mereka.

Dampak lain yang harus dialami oleh pihak keluarga adalah meningkatnya pengeluaran ekonomi keluarga, karena seorang penderita hikikomori biasanya kehidupannya tergantung dengan orang tuanya. Orang tua yang menyediakan segala sesuatu kebutuhan hidup pelaku hikikomori.

3.1.3 Masyarakat

(52)

3 orang meninggal. (http://althouse.blogspot.com/2006/01hikikomori.html)

Kejadian-kejadian seperti di atas sangat meresahkan masyarakat. Karena terjadi secara tiba-tiba tanpa tahu apa yang menyebabkan pelaku hikikomori melakukan kejahatan tersebut.

3.1.4 Negara

Jepang merupakan salah satu negara maju di Asia, yang memiliki sistem pendidikan dan perekonomian yang baik. Jepang juga terkenal dengan kedisiplinan masyarakatnya yang bahkan banyak ditiru oleh negara-negara lain. Jika hikikomori muncul, dan terus menerus berkembang terhadap kaum muda Jepang maka masalah hikikomori ini tidak hanya berdampak buruk terhadap pelaku, keluarga dan masyarakat, tetapi akan dapat berdampak negatif terhadap negara Jepang yang saat ini sedang berjuang untuk meningkatkan angka kelahiran di Jepang karena saat ini Jepang mengalami masalah krisis pemuda. Generasi muda adalah penerus suatu bangsa. Jika generasi muda hancur maka kemungkinan besar negara itu akan ikut hancur.

(53)

mempunyai banyak anak, maka masalah-masalah baru akan muncul, seperti tidak dapat bekerja, ditinggalkan oleh masyarakat dan hanya terisolasi untuk mengurus anak dan keluarganya.

Efek lain yang ditemukan dari hikikomori adalah meningkatnya angka bunuh diri di kalangan kaum muda, dan sebagian besar dari kaum muda yang melakukan bunuh diri adalah penderita hikikomori. Hal ini dipicu oleh rasa sangat kesepian, kesulitan ekonomi, merasa terasing di tengah masyarakat, merasa tidak aman, patah hati, kekerasan dalam rumah tangga, dan rasa terasing dari kehidupan modern Jepang saat ini. Jika penderita hikikomori dibiarkan terus menerus dan tidak segera diberikan penanganan, maka bukan hal yang tidak mungkin mereka akan melakukan bunuh diri secara berkelompok. Karena saat ini Jepang merupakan negara yang mempunyai persentase penggunaan internet terbesar di Asia Pasifik. Dan kegiatan yang banyak dilakukan oleh para penderita hikikomori adalah bermain internet, dimana di dalamya terdapat situs-situs yang dapat membantu seseorang melakukan bunuh diri sendiri ataupun secara berkelompok. Jika banyak kaum muda melakukan bunuh diri, maka ini juga sangat merugikan negara, karena mereka akan kehilangan generasi muda penerus bangsa.

.Jika generasi muda semakin lama semakin sedikit dan sebagian besar dari mereka mengalami masalah yang disebut dengan hikikomori, bagaimana mereka dapat memajukan dan membangun bangsa mereka sendiri.

3.2 Penanganan Hikikomori

(54)

dunia barat. Para ahli Jepang menyarankan menunggu sampai hikikomori muncul kembali, sedangkan para dokter barat menyarankan untuk memaksa penderita hikikomori kembali ke masyarakat dengan paksa kalau perlu.

Ada banyak dokter dan klinik spesialisasi dalam menangani hikikomori, namun masih banyak hikikomori dan orang tuanya merasa kurang didukung dalam masalahnya dalam tingkat institusional dan merasa komunitas umum merespon lambat terhadap krisis hikikomori. Dalam beberapa tahun terakhir usaha mendukung penderita hikikomori berkembang pesat di Jepang, dengan gayanya sendiri mengatasi hikikomori. Walaupun dengan perbedaan ini, beberapa cakupan utama pada pengobatan.

1. Pendekatan Psikologis

Bantuan secara psikologis membantu anak-anak hikikomori mengerti apa yang terjadi pada diri mereka. Standart pelayanan pendekatan psikologis untuk hikikomori pada anak muda adalah mengatasi kondisi ini sebagai gangguan

mental atau kebiasaan lalu memasukkan anak tersebut ke Rumah Sakit untuk mendapatkan konseling, observasi dan terapi obat-obatan menggunakan prosedur institusional standart.

2. Pendekatan sosialisasi yaitu melihat masalah hikikomori sebagai masalah sosial daripada gangguan mental. Daripada memasukkannya ke Rumah Sakit, hikikomori dipindahkan dari lingkungan semula ke lingkungan baru yang

(55)

3. Pelaku hikikomori biasanya dapat dengan bebas mengekspresikan dirinya karena merasa kultur Jepang tidak menyediakan frame tersebut. Dalam waktu singkat, cara yang paling mungkin untuk mengobatinya adalah untuk memberi pelaku hikikomori kesempatan mengenal dunia di luar Jepang, untuk suatu jangka waktu tertentu.

Selain pengobatan di atas, ada usaha yang dilakukan pemerintah dalam kaitannya dengan masalah ketenagakerjaan dan produktivitas. Jepang melakukan berbagai strategi sehubungan dengan berkurangnya jumlah penduduk, diantaranya adalah memaksimalkan kemampuan individu. Diupayakan agar penurunan jumlah penduduk tidak diikuti oleh penurunan suplai tenaga kerja, misalnya dengan meningkatkan produktivitas dan lebih memberdayakan perempuan dan orang-orang paruh baya dan lanjut usia, karena banyak perempuan yang berpendidikan tinggi namun belum cukup diberdayakan. Orang-orang yang sudah masuk usia pensiun pun banyak yang, masih produktif dan berkeinginan untuk bekerja kembali sehingga angka harapan hidup semakin tinggi. Namun, kebanyakan dari mereka mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan. Selain itu, juga dengan menggunakan tenaga kerja asing, misalnya melalui program magang.

(56)

program ”Job Cafe” di seluruh perfektur (provinsi), yang memiliki aktivitas antara lain konseling, memperkenalkan pekerjaan, dan sebagainya. Selanjutnya para peserta juga akan dilatih agar tumbuh hasrat dan kesempatan untuk bekerja sehingga dapat mandiri.

Institusi-institusi yang mulai bermunculan untuk membantu masalah hikikomori dapat diketegorikan sebagai berikut :

a. Lembaga pemerintah, yaitu dari pemerintah setempat yang mencoba membantu membuka ruang-ruang konsultasi bagi para pelaku hikikomori. Contohnya adalah walikota di Kota Tanabe Provinsi Wakayama, kota yang berpenduduk sekitar 70.000. Sejak bulan Desember tahun 2000 lalu walikota membuat suatu ruang konsultasi yang berpusat di kantor walikota. Setelah tiga tahun oya no kai (perkumpulan orang tua) mengajukan permohonan pendirian ruang konsultasi ke kantor walikota di kota Tanabe, akhirnya rencana itu mendapat persetujuan. Penanggung jawabnya adalah Mera Nobuko yang telah hampir 20 tahun berkecimpung dalam masalah kesehatan lansia dan anak di kantor walikota Tanabe.

Menurut Mera dalam Manabu (2006:197), lembaga-lembaga yang sekarang ada dan aktif, baik pemerintah maupun swasta, adalah sebagai berikut:

Lembaga Konsutasi Umum Lembaga Konsultasi Swasta Pusat kesejahteraan dan kesehatan

mental

Lembaga penyembuhan medis

(57)

Pusat konsultasi anak Perkumpulan orang tua Pusat konsultasi pendidikan Group yang bergerak sendiri

Keberadaan lembaga-lembaga tersebut di atas dianggap masih belum cukup menangani kasus-kasus hikikomori. Oleh sebab itu, kantor walikota yang dianggap merupakan kantor pemerintah daerah yang terdekat dengan masyarakat mencoba membuka ruang konsultasi bagi kasus hikikomori yang disebut jaringan hikikomori (hikikomori network)

Jaringan hikikomori yang ada di kota Tanabe ini merupakan satu-satunya contoh lembaga di seluruh Jepang yang menjalin kerjasama lembaga pemerintah dengan swasta dalam menangani kasus hikikomori. Selama ini sudah dilaporkan sekitar 100 kasus hikikomori, 70% diantaranya dilaporkan oleh orang tua pelaku hikikomori.

Di kota Tanabe, bersamaan dengan dibuatnya ruang konsultasi, juga dibentuk kepanitiaan, yaitu Panitia Penanganan Hikikomori (Hikikomori Kentoo Iinkai), yang tidak hanya mengerjakan masalah administrasi, tetapi juga memilih

anggotanya dari masyarakat luas. Untuk menangani kasus hikikomori, diperlukan pengetahuan dan cara-cara yang menyeluruh, baik dari ahli-ahli medis, kesejahteraan, pendidikan dan sebagainya.

(58)

dengan keluarga pelaku hikikomori tersebut. Bila ternyata ada kelainan mental atau kelainan pertumbuhan keluarga, keluarga yang anggota keluarganya mengalami hikikomori diarahkan untuk datang ke pusat kesehatan dan lembaga penyembuhan medis, di samping korporasi kesejahteraan sosial.

Setelah keluarga pelaku hikikomori mengikuti wawancara, pelaku hikikomori diwawancarai. Bila ternyata ia tidak dapat datang pada saat wawancara, bagian pendidikan dan kesejahteraan akan mengusahakan kunjungan ke rumahnya untuk dapat mewawancarainya. Setelah itu, sama seperti yang telah dilakukan terhadap keluarga, bila ada kelainan mental dan kelainan pertumbuhan, ia akan diarahkan untuk datang ke pusat kesehatan dan lembaga penyembuhan medis serta korporasi kesejahteraan sosial. Setelah itu, langkah berikutnya adalah daycare dan ibasho, yaitu tempat berkumpul sesama pelaku hikikomori. Di

daycare, anak diusahakan untuk dapat kembali ke masyarakat seperti semula,

kemudian sambil mendengarkan keinginan pelaku hikikomori, pelaku hikikomori diarahkan ke ibasho, sambil mereka mulai berani untuk bersosialisasi kembali. Bila pelaku hikikomori berusia di bawah usia siswa SMU, ia dapat juga diarahkan ke pusat konsultasi anak atau pusat konsultasi pendidikan.

(59)

terhadap pelaku hikikomori dan orang tua pelaku hikikomori. Terhadap pelaku hikikomori disediakan ibasho, yang disebut free space, yang dibantu oleh para

sukarelawan, baik secara gratis maupun membayar. Kemudian untuk keluarga, agar perasaannya menjadi lebih ringan, dibuatlah oya no kai (perkumpulan orang tua).

Penanganan dari lingkungan sekitar juga sangat penting, seperti; a. Keluarga

Orang tua dari seorang penderita hikikomori sebaiknya segera meminta pertolongan untuk penyembuhan anak-anak mereka. Banyak keluarga menutup-nutupi jika ada salah satu anggota mereka yang menderita hikikomori. Hal ini sudah dianggap sebagai suatu kecacatan, sehingga banyak orang tua yang menutupi bahwa anak mereka adalah pelaku hikikomori, agar mereka tidak malu.

Hal lain yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah jangan terlalu memanjakan anak, hal ini dapat dimulai dengan tidak meninggalkan makanan di depan pintu kamar, tetapi biasakan untuk makan bersama di meja makan, dan jika anak tidak mau, biarkan saja begitu. Begitu juga dalam hal keuangan, jangan menyediakan uang jika ia tidak keluar dari kamar dan memintanya sendiri.

b. Sekolah

(60)

sekolah.

c. Teman

Seorang teman juga dapat membantu penyembuhan seorang penderita hikikomori. Karena pada dasarnya seorang penderita hikikomori adalah

seorang yang kesepian yang membutuhkan seorang teman untuk bercerita tentang permasalahannya. Jadi seorang teman, dapat membantu penyembuhan hikikomori dengan melakukan pendekatan terhadap penderita hikikomori atau

paling tidak jangan menjauhi penderita hikikomori.

Dengan terus meningkatnya pengetahuan, tingginya pendapatan, Jepang terus maju dan unggul dalam perkembangan teknologi. Namun agaknya Jepang harus membayar mahal atas semua itu. Selalu ada yang harus menjadi korban dalam percepatan industri. Di tengah-tengah kemajuan teknologi yang dicapai. Jepang harus merelakan sebagian generasi mudanya kehilangan akal sehat. Jepang terpaksa harus menyisakan banyak keprihatinan karena kehilangan banyak sisi-sisi potensial dalam hubungan sosial kemasyarakatannya. Ini merupakan suatu kondisi yang timpang. Karena memang seringkali terjadi selisih jalan antara teknologi dan sosial-budaya.

(61)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Dari pemaparan di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Hikikomori adalah keadaan lebih dari enam bulan mengurung diri di rumahnya sendiri, tidak berpartisipasi dalam masyarakat seperti pekerjaan dan sekolah, tidak ada hubungan akrab dengan orang lain selain keluarga. 2. Faktor penyebab utama hikikomori, adalah :

a. Masalah yang berhubungan dengan generasi mapan (family affluence, the child’s room, dan media visibility). Orang tua yang tergolong masyarakat

kelas menengah selalu memenuhi kebutuhan anaknya, secara tidak terbatas. Anak diberikan kamar sendiri dan dilengkapi dengan berbagai fasilitas, seperti televisi, video games dan komputer, sehingga seorang anak memiliki kehidupannya sendiri di dalam kamarnya.

b. Masalah yang berhubungan dengan keluarga (mother-son, hitorikko, parental expectations, ambiguity of male role). Orang tua terlalu

menggantungkan harapannya terhadap anak, sehingga anak merasa tertekan. Tekanan inilah yang menyebabkan seorang anak mengundurkan diri dari kehidupan sosialnya, dan orang tua merespon perilaku anak-anak mereka dengan cara yang salah sehingga menyebabkan anak menjadi lebih terasing.

(62)

gogatsu byo, depression). Ijime sering terjadi pada seorang anak yang

dianggap berbeda dari anak-anak lain di dalam kelas. Si anak akan melakukan tookoo kyohi karena ia tidak merasa nyaman dan tidak diterima lagi di sekolah dan pada akhirnya akan melakukan hikikomori.

3. Dampak Hikikomori terhadap, a. Diri Sendiri (Kaum muda)

Kontak sosial yang rendah dan pengasingan yang bertahun-tahun berakibat pada mental penderita hikikomori, yang perlahan-lahan kehilangan kemampuan bersosialisasi. Kenyataan bahwa mereka juga tidak punya pengalaman kerja membuat kesulitan untuk mendapat pekerjaan, selain pekerjaan kasar.

b. Keluarga

Memiliki penderita hikikomori dalam keluarga sering dianggap suatu hal yang memalukan. Sehingga banyak keluarga menutup-nutupi keadaan anak-anak mereka dari masyarakat luar, yang pada akhirnya menunda orang tua untuk mencari pertolongan dari luar untuk anak mereka. Dampak lainnya adalah meningkatnya pengeluaran ekonomi keluarga, karena kehidupan hikikomori biasanya tergantung dengan orang tuanya.

c. Masyarakat

Hikikomori adalah orang-orang yang tidak mau bersosialisasi dengan orang lain dan termasuk kelompok yang tertutup, sehingga tindakan yang mereka lakukan tidak terduga oleh orang lain. Mereka dapat melakukan kejahatan secara tiba-tiba, dan hal ini sangat meresahkan masyarakat.

(63)

Munculnya hikikomori akan dapat berdampak negatif terhadap negara Jepang yang saat ini sedang berjuang untuk meningkatkan angka kelahiran di Jepang karena saat ini Jepang mengalami masalah krisis pemuda. Jika generasi muda hancur maka kemungkinan besar negara itu akan ikut hancur.

4.2 Saran

1. Orang tua sebaiknya jangan terlalu memanjakan anak-anaknya dan juga tidak memaksakan kehendak terhadap anak-anaknya, karena akan membuat anak tertekan dan hal ini merupakan awal gejala terjadinya hikikomori.

2. Orang tua sebaiknya tidak merasa malu mempunyai anak seorang hikikomori dan segera meminta bantuan untuk penyembuhan anak-anak penderita hikikomori melalui konseling, observasi, maupun terapi obat-obatan.

(64)

DAFTAR PUSTAKA

Faruk. 1994. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Offset

Hudaniah & Tri Dayaksisi. 2003. Psikologi Sosial. Malang : Universitas

Muhammadiyah Malang Press

Janti Ilma Sawindra, 2006. Manabu: Manabu Institute

Koentjaraningrat. 1976. Metode Penelitian Masyarakat. Yogyakarta :

Gajahmada University Press

Naka Hisao, 1983. Kaum Muda Jepang Dalam Masa Perubahan: Gadjah

Mada University Press

Sarwono, W.S. 1987. Teori-teori Psikologi Sosial. Jakarta ; Rajawali Press

http://www.indomedia.com/intisari/2001/sept/warna_tokyo.htm

http://organisasi.org/macam-jenis-pengertian-penyimpangan-sosial-individual-dan-kolektif-pelajaran-sosiologi-ips

http://en.wikipedia.org/wiki/Hikikomori

http://althouse.blogspot.com/2006/01hikikomori.html

Referensi

Dokumen terkait

masyarakat Jepang yang menganggap binatang peliharaan sebagai bagian dari. keluarga

Masalah sosial dalam lingkungan kaum muda Jepang turut mempengaruhi pilihan mereka menjadi freeter, diantaranya adanya ketakutan tersendiri ketika gagal bersain

Karakteristik utama dalam pola pengasuhan anak di Jepang antara lain adalah (1) besarnya peran ibu, (2) ayah tidak terlalu banyak terlibat dalam mengasuh

Jepang merupakan negara maju di kawasan Asia. Tetapi, dibalik semua itu Jepang memiliki kebudayaan dan tradisi yang kuat. Kebudayaan dan tradisi tersebut sebagian besar

Peran pemerintah dalam menciptakan disiplin pada masyarakat Jepang adalah membangun infrastruktur dan membuat peraturan, peran sekolah adalah mengajarkan anak-anak disiplin sejak

Dari gambar 2.5., yang merupakan hasil penilitian tahunan yang didapat dari Menteri Ekonomi dan Industri Jepang, dapat dilihat bahwa jumlah penjualan.. kosmetik pria terus

Dalam masyarakat Jepang banzai sering diucapkan dalam memenangkan turnamen olahraga dengan bersorak sebanyak tiga kali, untuk menigkatkan rasa persatuan.Banzai tidak

Mobil-mobil tersebut kemudian menarik hati para otaku sehingga mereka mulai mengikuti menghias mobil-mobil mereka menjadi itasha meski kebanyakan mereka tidak menggunakan