PERTANGGUNGJAWABAN PELAKU USAHA TERHADAP KONSUMEN DALAM PERJANJIAN BAKU
B. Bentuk dan Isi Kontrak Antara Pelaku Usaha dan Konsumen
Dalam kontrak antara konsumen dengan pihak pelaku usaha, seringkali dijumpai Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) antara pengembang dengan konsumen. Hal ini untuk membuktikan bahwa ada hubungan hukum (hubungan kontraktual) antara pengembang dengan konsumen perumahan. Hubungan hukum yang kedua adanya Akta Jual Beli yang dibuat dan ditandatangani di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) untuk mengalihkan tanah dan rumah dari pengembang kepada konsumen. Selain itu juga menandatangani Perjanjian Kredit Pemilikan Rumah atau Satuan Rumah Susun (Sarusun)/Apartemen apabila
312 Tan Kamello, Op.Cit., hal.10.
313 Abdul Halim Barkatullah, Perlindungan Hukum bagi Konsumen dalam Transaksi E-Commerce Lintas Negara di Indonesia, Pascasarjana FH UII, Yogyakarta, 2009, hal.28.
konsumen membayar rumah yang dibeli dari pelaku usaha dengan menggunakan fasilitas kredit bank.314
Dokumen PPJB merupakan dokumen yang membuktikan adanya hubungan hukum (hubungan kontraktual) antara pengembang dan konsumen, di mana pengembang mengikatkan diri untuk menjual rumah/sarusun dan tanah kepada konsumen, sedangkan konsumen membeli rumah dari pengembang dengan kewajiban membayar harga jualnya dalam bentuk angsuran uang muka
(down payment) dan sisanya diselesaikan dengan fasilitas kredit pemilikan
rumah/apartemen (KPR/KPA). Sedangkan dokumen perjanjian kredit kepemilikan rumah menunjukkan adanya hubungan antara konsumen dengan pemberi KPR/KPA. Di dalamnya, antara lain diatur jumlah pinjaman, jangka waktu pelunasan KPR/KPA, serta besarnya atau sistem perhitungan bunga pinjaman.
Klausula-klausual Perjanjian Baku yang terdapat dalam Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) adalah sebagai berikut:
Tabel 2: Klausula-klausula Perjanjian Baku yang terdapat dalam PPJB315
No Substansi Pengaturan
Keterangan
1. Nama Kontrak Sebutan yang digunakan pengembang terhadap PPJB, musalnya: Perjanjian Pendahuluan, Perjanjian Akan Jual Beli, dan sebagainya.
2. Objek yang
diperjualbelikan
Barang atau objek yang dibeli oleh konsumen (rumah, rumah toko, sarusun/apartemen)
3. Komponen nilai jual
Apa saja yang termasuk dalam nilai jual (harga jual) yang dibayar konsumen (rumah, sarusun/apartemen berikut penyediaan fasilitas-fasilitas seperti: air minum, listrik, pendingin udara/ AC, angkutan lingkungan, dan lain-lain)
314 Yusuf Shofie, 2003,Op.Cit. hal.83-84.
315 Yusuf Shofie, Perjanjian Standar dalam Jual Beli Rumah, Warta Konsumen Nomor 03, Agustus 1998.
4. Cara pembayaran Mekanisme atau tata cara pembayaran nilai jual/ harga jual rumah atau sarusun/apartemen (tunai, angsuran, fasilitas KPR/KPA)
5. Lokasi pembayaran
Tempat di mana konsumen dapat melakukan transaksi pembayaran harga jual/nilai jual (di kantor pengembang, transfer di bank, dan sebagainya).
6. Lamanya penyelesaian
bangunan rumah atau sarusun /apartemen
Waktu yang diperlukan bagi pengembang untuk menyelesaikan bangunan (3 bulan; 3-6 bulan; 6-9 bulan; 9-12 bulan; lebih dari 12 bulan).
7. Masa
pemeliharaan bangunan
Waktu yang diperlukan bagi pengembang untuk melakukan pemeliharaan rumah atau sarusun/ Apartemen setelah serah terima (3 bulan; 3-6 bulan; 6-9 bulan; 9-12 bulan; lebih dari 12 bulan).
8. Tenggang pengajuan komplain
Jangka waktu untuk mengajukan komplain kondisi bangunan setelah serah terima (ada atau tidak; jika ada berapa lama)
9. Penilai mutu Pihak-pihak yang berhak menilai mutu/kondisi bangunan (pengembang, konsumen, appraisal, pemerintah/departemen atau dinas pemerintah daerah setempat).
10. Penyelesaian Komplain
Tindak lanjut pengembang dalam menyelesaikan komplain konsumen setelah serah terima (misal: perbaikan kerusakan, penggantian senilai kerusakan, dan lain-lain).
11. Jaminan bebas sengketa
Jaminan dari pengembang bahwa objek perjanjian bebas dari sengketa dengan pihak lain.
12. Brosur perumahan/ sarusun/ Apartemen
Berbagai bentuk iklan, baik tertulis atau menggunakan media lainnya merupakan bagian dari PPJB atau tidak.
13. Alasan pembatalan
Pemutusan perjanjian baik secara sepihak oleh pengembang atau konsumen atau atas kesepakatan kedua belah pihak dengan berbagai akibatnya.
14. Sanksi bagi pengembang dan konsumen
Sanksi bagi: 1) pengembang bila terlambat menyerahkan bangunan atau kondisi bangunan tidak memenuhi syarat; 2) konsumen bila terlambat melakukan transaksi pembayaran harga jual.
15. Mekanisme penyelesaian sengketa
Tata cara penyelesaian perselisihan antara pengembang dengan konsumen, misal: musyawarah, gugatan di pengadilan, arbitrase dan lain-lain.
pihak saja (pengembang dan konsumen) atau dihadapan notaris.
Menurut Maria Sumardjono, masalah Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB) itu termasuk dalam ruang lingkup hukum perjanjian, sedangkan jual belinya termasuk dalam lingkup hukum tanah nasional yang tunduk pada Undang-undang Pokok Agraria (UUPA).316
Permasalahan yang sering terjadi bahwa harga yang disepakati ternyata tidak diikuti dengan pelayanan yang baik kepada konsumen perumahan, misalnya kualitas bangunan, pelayanan pra jual maupun purna jual, dan sebagainya.
317
Sejumlah ketidakadilan dijumpai dalam klausula-klausula Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). Pertama, akibat keterlambatan pembayaran yang dialami konsumen yang menentukan bahwa konsumen harus membayar penalti (denda) yang tinggi, bahkan menghadapi pembatalan perjanjian. Ada pula selain dikenakan penalti dan pembatalan perjanjian dengan tanpa pengembalian sebagian atau seluruh uang muka yang sudah dibayarkan. Sedangkan apabila pengembang yang terlambat menyelesaikan bangunan atau menyerahkan bangunan, akibat yang dialami hanya sebatas penalti atau bahkan akibatnya sama sekali tidak diatur dalam perjanjian baku tersebut. Kedua, pembatasan tanggung jawab pengembang atas klaim/ tuntutan konsumen. Untuk mengetahui cacat tersembunyi pada bangunan tidak dapat diketahui dalam tenggang waktu yang singkat. Pengembang
316 Maria Sumardjono, Pembangunan Rumah Susun dan Permasalahannya: Ditinjau dari Segi Yuridis, kertas kerja untuk Diskusi Terbatas Development of Indonesian Consumer Protection Act. (Comparative Study & Draft Evaluation), diselenggarakan YLKI di Jakarta, 27 Oktober 1994. 317Ibid.
cenderung mengabaikan terhadap klaim konsumen tentang konstruksi bangunan.318
Dalam keadaan ini, pihak yang lebih kuat kedudukannya (pengembang) menggunakan kedudukannya itu untuk membebankan kewajiban yang berat kepada pihak lainnya, sedangkan ia sendiri sedapat mungkin membatasi atau mengenyampingkan tanggung jawabnya, termasuk pula dalam hal adanya cacat-cacat tersembunyi (hidden defects) pada objek perjanjian.319
Dari sisi pengusaha, yang diwakili oleh pengurus Asosiasi Pengembangan Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (APERSI) yang tidak mau disebutkan namanya menyebutkan bahwa kontrak baku sudah merupakan kontrak yang lazim digunakan oleh pelaku usaha. Terhadap ketentuan yang melanggar UUPK maka harus diuji melalui pengadilan. Terdapat beberapa masalah juga yang dihadapi oleh pelaku usaha seperti sulitnya birokrasi, sulitnya mendapat lahan murah, serta sulitnya perizinan untuk mendirikan perumahan seperti izin lokasi dan Izin Mendirikan Bangunan (IMB), masuknya air dan listrik serta biaya yang harus dibayarkan kepada pemuda setempat. Hal ini mengakibatkan bengkaknya biaya yang harus dikeluarkan sehingga harga rumah meskipun sudah disubsidi tetap tinggi harganya. Di satu sisi pelaku usaha sebagai mitra pemerintah dalam membangun perumahan yang bersubsidi, akan tetapi di sisi lain dibebani dengan kewajiban-kewajiban lain. 320
318 Yusuf Sofie, Op.Cit., hal.99-100. 319 Subekti, 2001, Op.Cit., hal.19.
320 Hasil wawancara dengan 2 (dua) orang pengurus REI yang tidak mau disebutkan namanya pada tanggal 23 Maret 2013.
Demikian pula pengurus Real Estate Indonesia (REI) yang tidak mau disebutkan namanya menyatakan bahwa kontrak baku sudah menjadi kebiasaan yang digunakan dalam dunia usaha. Terhadap komplain yang diajukan oleh konsumen sedapat mungkin berusaha diselesaikan oleh pelaku usaha. Adapun komplain yang diajukan oleh konsumen di antaranya mengenai brosur yang dikeluarkan oleh pelaku usaha yang dinilai menyesatkan. Misalnya mengenai jarak tempuh perumahan dengan pusat kota, perumahan tersebut bebas banjir. Brosur yang digunakan oleh pelaku usaha sebagai iklan yang menyesatkan melanggar hak-hak konsumen untuk memperoleh keterangan yang benar mengenai produk yang diperjualbelikan. Sedangkan, oleh pelaku usaha ini dianggap sebagai trik marketing untuk menarik minat sebanyak mungkin konsumen sepanjang kontrak belum ditandatangani maka iklan tersebut dianggap belum mengikat.321
C. Kemampuan Tawar Yuridis yang Tidak Seimbang dalam Kontrak Baku