Dari arti katanya, digital adalah hasil teknologi yang mengubah sinyal menjadi kombinasi urutan bilangan 0 dan 1 (disebut juga dengan biner) untuk proses pertukaran informasi yang mudah, cepat dan akurat (Febrian, Jack, 2004). Sementara dalam Online Dictionary for Library and Information
Science oleh Joan M. Reitz juga menggunakan pengertian yang sama untuk kata 'digital' tersebut. Dengan merujuk pada pengertian tersebut maka materi digital adalah seluruh materi dalam bentuk kombinasi urutan bilangan 0 dan 1 yang untuk mengubahnya menjadi informasi berharga harus menggunakan suatu peralatan tertentu dan perlengkapan tertentu.
Dari berbagai bentuk koleksi perpustakaan atau pusat informasi, bentuk digital ini merupakan bentuk yang paling baru sebagai suatu bentuk sumber informasi. Karakteristiknya yang begitu mudah digandakan dan dikirimkan melalui media terhubung kabel atau nirkabel membuat bentuk digital menjadi pilihan dalam kebutuhan penyebaran informasi yang cepat.
Victor Pankratius dalam bukunya menjelaskan tentang produk digital sebagai berikut:
A digital product is a bundle of properties or features which are consituted by artifacts that are digitized or produced electronically. In addition, the bundle may have other properties which are intangible and not directly consituted by artifacts. Digital product can be reproduced without loss in purely digital form (e.g using computer network, CD's, Tape, etc.). A digital product serves a specific purpose (i.e. it has core benefit), is intended to be tradable or exchangable good, and can satisfy a want or need.
Dari penjelasan tersebut terlihat bahwa produk digital atau juga disebut sebagai materi digital adalah yang didigitalkan atau memang diciptakan dalam bentuk digital. Walaupun terdapat perbedaan antara sumber yang benar-benar tercipta dalam bentuk digital atau alih-media dari bentuk lain, keduanya dinyatakan sebagai bentuk digital. Dengan demikian berbagai bentuk hasil pemindaian dalam berbagai bentuk, termasuk PDF (Portable Document
Format) dapat dinyatakan sebagai bentuk digital tanpa melihat bagaimana hubungannya dengan sumber informasi bentuk lain yang tersedia.
Dalam perkembangan ilmu perpustakaan dan informasi, bentuk digital menjadi tantangan utama pada abad informasi ini. Karakteristiknya yang mudah dibuat, mudah disebarkan, dan siapa saja mulai dapat memiliki peralatan dan perlengkapan untuk membuat dan membaca sumber dalam bentuk digital membuat informasi dalam bentuk digital meluap dan mengakibatkan ledakan informasi. Perkembanganya yang begitu cepat bukan berarti seluruh informasi yang ada adalah informasi yang berguna bagi setiap orang, tapi informasi itu kadang hanya berguna bagi sebagian orang atau bahkan tidak berguna (iklan atau berita bohong). Dalam hal ini perpustakaan dan institusi pengelolaan informasi lain sebagai lembaga yang melakukan pengelolaan informasi bertanggung jawab dalam menyediakan informasi atau memberikan akses pada informasi yang sesuai dengan kebutuhan pengguna atau dalam cakupan pengguna institusi tersebut.
Sebagai contoh, sebuah instansi bisa memiliki sebuah jejaring intranet yang berisi dokumen atau sumber informasi pribadi instansi tersebut. Jejaring intranet ini terdiri dari berbagai banyak halaman yang masing-masing memiliki kekhususan dalam memuat sumber informasinya. Dari suatu ruangan yang terhubung dengan jaringan tersebut, orang yang membutuhkan informasi dalam ruangan itu dapat mengakses informasi dari berbagai halaman dalam jaringan tersebut. Yang menjadi permasalahan kemudian, dalam sebuah jejaring intranet yang besar dan memiliki ratusan bahkan ribuan halaman tersebut, pekerja informasi harus mampu menentukan suatu metode yang dapat menemukan dokumen seperti yang diinginkan pengguna.
Bentuk digital memang memiliki karakteristik yang begitu dinamis karena kemampuanya dikirimkan dan disebarkan dengan cepat, tapi juga dapat ditata seperti koleksi cetak pada umumnya. Dalam sebuah jaringan intranet selalu terdapat halaman-halaman dengan alamat yang membedakan suatu lokasi tertentu dengan lokasi lain dalam suatu jaringan. Walaupun secara fisik sebuah data tersimpan dalam dua perangkat keras yang berbeda, jika sumber
informasi yang ada dalam perangkat tersebut termasuk dalam suatu alamat tertentu maka bentuk tersebut terdapat dalam satu tempat yang sama.
Marilyn Deega dan Simon Tanner dalam Digital Futures, Strategies for the Information Age menyebutkan bentuk digital dikelompokan menjadi dua macam, yaitu bentuk kelompok teks dan kelompok hiperteks, multimedia dan gambar digital. Perbedaan karaktersitisk tersebut secara singkat dijelaskan sebagai berikut:
1. Teks Digital. Merupakan salah satu bentuk digital berbentuk tulisan murni. Bentuk ini merupakan bentuk digital pertama yang berhasil diciptakan. Dengan menggunakan bilangan biner, sebuah huruf ditandai dengan sebuah tabel relasi standar. Setiap nilai dalam satuan byte yang terdiri dari 8 bit membentuk angka yang merujuk pada satu huruf dalam sebuah tabel konversi. Tabel konversi yang biasa digunakan adalah tabel ASCII, American
Standard Code for Information Interchange.
2. Hypertext, multimedia dan gambar. Jenis ini adalah jenis bentuk digital yang lebih rumit dari sekedar sebuah tabel ASCII. Hypertext dan gambar membutuhkan tabel atau aplikasi yang lebih besar dibanding teks digital untuk menampilkan informasi yang dapat diterjemahkan atau dilihat.
2.3.1. Deskripsi Bentuk Digital
Deskripsi bentuk digital pada umumnya bertujuan untuk memberikan keterangan singkat dan jelas tentang kandungan informasi yang ada dalam suatu bentuk digital. Sejak bentuk digital mulai dikenal, sudah ada standar deskripsi yang terus disempurnakan dengan dasar deskripsi bibliografi secara umum.
Dalam perkembangannya deskripsi bentuk digital ini dianggap kurang sesuai jika terus dikembangkan berdasarkan bentuk tercetak seperti selama ini dilakukan, karena itu timbul berbagai metadata yang bertujuan untuk
membantu mengorganisir bentuk digital agar lebih mudah dalam temu kembali sumber bentuk digital. Dengan dorongan itu muncul standar-standar deskripsi sumber bentuk digital yang mencoba memberikan hasil temu kembali maksimal.
Permasalahan yang timbul biasanya seputar menentukan bentuk digital itu sebagai bentuk yang terpisah dari bentuk tercetak atau bentuk non-digital atau merupakan pelengkap dari bentuk non-digital sumber informasi tersebut. Misalnya, apakah sebuah foto monalisa akan disebutkan dengan pengarang lukisan tersebut, atau disebutkan dengan pencipta dari bentuk digital tersebut, dalam hal ini pengambil gambar.
Permasalahan lain yang juga timbul dari bentuk digital adalah bahwa memungkinkan untuk bentuk digital ditanamkan metadata yang mendeskripsikan sumber informasi tersebut, sehingga perlu suatu bentuk pendeskripsian yang memungkinkan metadata dituliskan dalam suatu sumber informasi. Setelah tercipta sistem yang demikian, kemudian deskripsi tersebut harus dapat dimengerti suatu sistem agar sistem temu kembali dapat mengidentifikasi setiap bagian dalam deskripsi sumber informasi tersebut dan menampilkanya pada pencari informasi.