• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dominasi suatu bentuk pengetahuan atas pengetahuan lainnya dapat terjadi karena pengetahuan tersebut memiliki keunggulan dan kelebihan dibandingkan dengan yang lain. Subyektivitas dan kepentingan merupakan faktor yang berperan sehingga suatu bentuk pengetahuan dianut dan menjadi dominan. Petani di lahan rawa pasang surut telah lama mengusahakan padi lokal dan pengetahuan tersebut berkembang hingga masuknya pengetahuan baru tentang budidaya padi unggul. Pengetahuan baru ini diberikan kepada

para petani dalam rangka program peningkatan produksi padi melalui kegiatan penyuluhan pertanian.

Intervensi pemerintah dalam mengintroduksi benih unggul ini menimbulkan konflik kepentingan antara petani dengan pemerintah. Pada tataran suprastruktur padi bagi masyarakat setempat bukan hanya sebagai komoditas komersial, tetapi juga merupakan komoditas sosial budaya. Oleh karena itu, petani digambarkan sebagai orang yang menanam atau mengusahakan tanaman padi sehingga pantang bagi petani membeli beras untuk makan sehari-hari. Di sisi lain, pemerintah menganggap padi sebagai komoditas strategis dan komersial sehingga perlu dikembangkan dengan pendekatan dan pola agribisnis. Dalam kerangka inilah pemerintah berkepentingan untuk mengembangkan padi unggul untuk meningkatkan produksi padi.

Sistem pertanian padi tradisional yang dikembangkan masyarakat sebelumnya terkait erat hubungannya dengan kondisi dan gejala-gejala alam. Penentuan musim dan awal tanam dilakukan dengan pengamatan dan hubungannya dengan benda-benda langit (seperti posisi bintang karantika dan bintang baur bilah). Melalui pengamatan dan prediksi seperti inilah kegiatan-kegiatan dalam sistem pertanian padi dilakukan sehingga risiko kegagalan panen akibat kekeringan atau kebanjiran dapat dikurangi. Bahkan bagi petani di lahan rawa pasang surut tipe A penentuan tentang awal kemarau merupakan hal yang krusial. Prediksi yang keliru tentang awal kemarau dapat mengakibatkan kerusakan tanaman dan kegagalan panen akibat masuknya air laut ke lahan sawah, sementara padi masih pada fase pengisian buah. Masuknya air laut ke sawah tidak merusak tanaman padi jika tanaman padi sudah berada pada fase pematangan.

Kini dengan masuknya sains dan pertanian modern, praktik-praktik penentuan awal tanam dengan melihat kedudukan atau posisi benda langit sudah mulai ditinggalkan. Sistem peramalan cuaca dan penetapan waktu tanam digunakan untuk penyusunan rencana seperti Rencana Definitif Kelompok (RDK) dan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK). Melalui pembinaan penyuluh pertanian kegiatan penanaman dilakukan secara serentak dengan menyesuaikannya dengan program-program pemerintah lainnya seperti KUT, SLPHT maupun SLPTT. Petani harus menyesuaikan kegiatan tanam di lahannya masing-masing dengan rencana dan kegiatan-kegiatan yang telah

ditentukan tersebut. Dalam konteks keseragaman dan keserentakan waktu tanam penetapan seperti ini memang harus dilakukan dalam suatu kelompok tani. Salah satu manfaatnya adalah dapat mengurangi risiko kegagalan panen akibat serangan hama penyakit karena hamparan yang relatif luas. Di sisi lain, perbedaan agroekosistem di lahan rawa pasang surut yang relatif bervariasi tingkat luapan airnya menjadi kendala tersendiri untuk menerapkan praktik seperti ini. Secara ringkas jika dihadapkan (vis a vis) antara sistem penentuan tanam menggunakan perhitungan bintang atau benda langit dengan penentuan tanam berdasarkan penetapan RDK dan RDKK ini dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.

Tabel 17. Perbandingan antara penentuan tanam dengan sistem perbintangan dan penyusunan RDK dan RDKK

Komponen pembanding

Sistem perbintangan Penetapan RDK dan RDKK

Basis sistem pengetahuan

Pengetahuan tentang kedudukan bintang atau benda langit lainnya

Kegiatan yang disesuaikan dengan program dan kebutuhan kelompok

Prinsip basis utama Komunitas Kelompok tani

Sistem norma yang mengatur

Hubungan antara posisi bintang /benda langit dengan kondisi iklim

Prakiraan cuaca, rekomendasi instansi

Elit yang berperan Tokoh masyarakat Ketua kelompok tani, Penyuluh pertanian

Tujuan Penentuan awal dan

akhir tanam

Perencanan kegiatan dan program sesuai

kebutuhan petani Kepentingan Keberhasilan usahatani Keberhasilan usahatani

dan pelaksanaan program Kondisi saat ini

(resultan)

Penentuan dengan sistem perbintangan sudah mulai ditinggalkan, kecuali oleh sebagian kecil petani tua di LRPS tipe A. Penentuan rencana tanam dan kegiatan lainnya didominasi oleh penetapan melalui RDK dan RDKK yang merupakan bagian dari kegiatan

kelompok tani.

Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009

Pada aras infrastruktur, sains yang dikembangkan dalam paket teknologi pertanian modern lebih mendominasi dalam sistem pertanian padi lokal yang dikembangkan masyarakat setempat. Walaupun petani di lahan rawa pasang surut tidak banyak yang menanam padi unggul, tetapi mereka ternyata justeru menerima dan menerapkan beberapa bagian dari paket teknologi tersebut.

Penggunaan pupuk kimia, kapur pertanian dan pestisida sekarang telah meluas penggunaannya. Sebelumnya petani hanya mengandalkan pada pupuk organik yang diperoleh dari sisa jerami dan gulma yang dibusukkan pada saat pengolahan tanah. Pengetahuan petani tentang pentingnya pupuk organik telah digeser oleh pengetahuan tentang pupuk buatan seperti Urea, SP dan pupuk NPK. Pengalaman mereka dalam mengaplikasikan pupuk anorganik pada pertanian padi lokal ternyata memberikan bukti bahwa hasil padi yang diperoleh dapat meningkat. Bahkan menurut pendapat petani dalam kegiatan FGD di Desa Tinggiran Darat (tipe C), sejak tahun 1985 telah tercipta ketergantungan petani akan pupuk Urea. Ketika terjadi kelangkaan atau keterlambatan penyaluran pupuk Urea, petani menjadi resah dan menganggap usahatani akan gagal tanpa pupuk Urea. Padahal varietas padi lokal tidak terlalu responsif terhadap pemupukan dan hanya sedikit memerlukan pupuk buatan.

Penggunaan pestisida juga semakin mendominasi dalam pertanian padi lokal yang dilakukan petani. Mereka mulai meninggalkan cara-cara lama dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman seperti penggunaan perangkap tikus, gerpyokan tikus, asap untuk mengusir walang sangit dan cara-cara magis. Bahkan kini banyak petani yang menggunakan herbisida untuk mengendalikan gulma terutama untuk mempermudah saat pengolahan tanah. Zni (65 th) tokoh petani di Desa Simpang Nungki, mengemukakan:

“Wayah ini patani katuju mamakai ubat rumput supaya nyaman pabila manajaknya. Ubat-ubat ini nyaman haja mancarinya lawan haraganya kada talalu larang. Pahumaan nang sudah disamprut ini bila pas musim manajak jadi nyaman gawiannya, jadi banyak patani nang manggawi kaya itu.”

[Saat ini petani lebih suka menggunakan herbisida agar mudah saat mengolah tanah. Herbisida ini mudah untuk memperolehnya serta harganya relatif tidak mahal. Sawah yang disemprot dengan herbisida ini akan mempermudah pekerjaan saat mengolah tanah, sehingga banyak petani yang melakukan cara seperti itu]

Pengembangan peralatan pertanian modern di lahan rawa pasang surut untuk mendukung sistem pertanian modern juga diintroduksi melalui program-program bantuan teknik. Petani diperkenalkan dengan peralatan baru seperti traktor tangan (hand tractor), sabit bergerigi, dan mesin perontok gabah (power

thresher). Khusus untuk traktor tangan, penggunaannya di lahan rawa pasang surut masih belum banyak diminati. Kendala teknis sifat fisik lahan rawa pasang surut yang umumnya merupakan lahan sulfat masam sehingga pengolahan

tanah dengan traktor tangan dapat menyebabkan lapisan pirit teroksidasi serta terangkat ke permukaan tanah dan meracuni tanaman padi. Secara sosial ekonomi, penggunaan traktor tangan ini berarti pengeluaran tambahan bagi petani untuk biaya pengolahan tanah. Padahal selama ini pengolahan tanah banyak dilakukan dengan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dan petani tidak perlu mengeluarkan biaya. Kegiatan pengolahan tanah di lahan rawa pasang surut tipe B, C, dan D masih banyak menggunakan peralatan tajak. Khusus untuk di tipe A, selain peralatan tajak petani menggunakan parang untuk membersihkan gulma pada saat pengolahan tanah.

Pada aras struktur, proses dominasi sains terhadap pengetahuan lokal dalam pertanian di lahan rawa pasang surut juga terjadi pada kelembagaan/organisasi sosial petani. Dalam sistem kehidupan sosial masyarakat petani di lahan rawa pasang surut, kelompok handil merupakan bentuk lembaga sosial petani yang terpenting dalam menjaga kelangsungan kegiatan pertanian di wilayah tersebut. Kepala handil sebagai pemimpin dalam kelompok ini bertugas untuk mengkoordinasikan berbagai kegiatan penanaman padi dalam wilayah handil tersebut. Ia juga memiliki kewenangan untuk mendistribusikan atau membagi lahan kepada petani yang ingin berusahatani di wilayah tersebut secara adil.

Seiring dengan program revolusi hijau dan peningkatan produksi padi secara nasional, pemerintah membentuk organisasi petani yang disebut dengan kelompok tani. Kelompok tani merupakan kumpulan petani/peternak/pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota16. Pemerintah melalui Dinas Pertanian melakukan pembinaan dan penyuluhan kepada petani berdasarkan basis kelompok tani. Ini berarti bahwa penyuluhan pertanian dan berbagai kegiatan pembinaan petani lainnya difokuskan pada kegiatan kelompok tani.

Kelompok tani yang berkembang hingga sekarang ternyata lebih mengarah pada kepentingan pemerintah dalam pembinaan dibanding kepentingan petani. Keanggotaan dalam kelompok tani hakikatnya bersifat sukarela dan tidak ada paksaan. Kenyataan yang ada, ternyata secara tidak langsung petani ‘dipaksa’ untuk masuk sebagai anggota kelompok tani.

16 Pengertian kelompok tani menurut Peraturan Menteri Pertanian No.273/Kpts/Ot.160/4/ 2007 tentang Pedoman Pembinan Kelembagan Petani

Seorang petani yang tidak terdaftar sebagai anggota kelompok tani tidak akan memperoleh kesempatan untuk menerima berbagai bantuan dan subsidi dari pemerintah. Kredit usahatani hanya dapat diperoleh jika yang bersangkutan sudah terdaftar sebagai anggota kelompok tani, bahkan kini dengan sistem penyaluran pupuk secara tertutup seorang petani hanya bisa membeli pupuk bersubsidi jika telah menjadi anggota kelompok tani dan masuk dalam daftar RDK dan RDKK17.

Dalam perkembangan saat ini, kelembagaan handil menjadi semakin terdesak oleh eksistensi kelompok tani yang mendapat sokongan dan dukungan dari pemerintah dibandingkan dengan kelembagaan lokal seperti handil. Secara ringkas jika dihadapkan (vis a vis) antara lembaga handil dengan kelompok tani ini dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.

Tabel 18. Perbandingan antara Lembaga handil dengan kelompok tani

Komponen pembanding

Lembaga Handil Kelompok Tani

Basis sistem pengetahuan

Pengetahuan tentang pengelolaan lahan pertanian melalui sistem pengairan handil

Kesatuan sistem pertanian berdasarkan kesamaan (komoditas, hamparan, domisili, dll) Prinsip basis utama Kelompok/komunitas Kelompok

Sistem norma yang mengatur

Aturan handil yang disepakati bersama

Berdasarkan aturan resmi (permentan 273/2007) Elit yang berperan Kepala handil Ketua kelompok tani,

Penyuluh pertanian Tujuan Pengembangan

usahatani dan identitas kelompok

Peningkatan dan pengembangan usaha

Kepentingan Pemeliharaan tata air dan peningkatan kesuburan lahan

Pembinaan petani dan penyaluran kredit,

introduksi paket teknologi/ program pemerintah Kondisi saat ini

(resultan)

Eksistensi lembaga handil telah digantikan dengan kelompok tani yang menjadi salah satu lembaga sosial petani yang mendapat pembinaan pemerintah

Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009

Campur tangan yang besar dari pemerintah dalam pembinaan kelembagaan kelompok tani didorong oleh kepentingan peningkatan produksi yang setiap tahun harus diupayakan demi pemenuhan kebutuhan akan pangan dan prestise daerah18. Hegemoni yang kuat dari pemerintah terhadap kelembagan sosial petani ini pada satu sisi telah melemahkan kemandirian petani. Akibatnya semakin lama petani memiliki tingkat ketergantungan yang semakin tinggi, baik kepada pemerintah maupun pada input luar seperti pupuk dan bahan-bahan kimia pestisida. Proses komunikasi yang terjalin menjadi tidak setara sehingga petani seakan berada dalam posisi yang tidak berdaya sehingga perlu dilakukan upaya-upaya pemberdayaan melalui kegiatan penyuluhan pertanian dengan basis kelompok tani. Kelompok tani menjadi perpanjangan tangan pemerintah baik dalam penerapan teknologi baru maupun sosialisasi berbagai kebijakan di bidang pertanian.

Kelembagaan sosial lainnya yang kini telah hilang eksistensinya adalah lumbung pangan seiring dengan pengembangan padi sebagai komoditas komersial. Sistem jual beli menjadi pilihan yang harus dilakukan petani untuk memenuhi kebutuhan hidup yang semakin meningkat serta semakin banyaknya input atau sarana produksi yang harus dibeli dan perkembangan sistem upah. Keberhasilan usahatani kini diperhitungkan berdasarkan untung rugi dari usaha yang dilakukan. Walaupun sistem lumbung yang dikenal pada masyarakat di lahan rawa pasang surut lebih bersifat individual atau kelompoki kecil, tetapi keberadaannya dahulu dapat menjadi bagian strategi dalam mengatasi kerawanan pangan. Melalui sistem lumbung ini para petani dapat terjamin kebutuhan pangannya maupun modal usaha untuk musim tanam berikutnya. Mereka juga dapat membantu tetangga atau kerabatnya yang kekurangan pangan atau modal dengan pinjaman gabah tanpa bunga (dibayar juga dalam bentuk gabah saat panen berikutnya.

Kini petani lebih menyukai sistem jual beli dan modal usaha disimpan berupa tabungan uang di bank. Bagi petani yang tidak memiliki modal uang cukup dapat meminjamnya dengan pedagang pengumpul padi yang ada di desa atau desa sekitar baik dalam bentuk uang maupun sarana produksi seperti pupuk. Pinjaman ini tentu dengan bunga yang cukup tinggi serta harus dibayar

18 Daerah yang mampu meningkatkan produksi padinya di atas lima persen setahun akan memperoleh penghargaan dari Presiden. Tahun 2008 Kabupaten Barito Kuala memeperoleh penghargaan tersebut karena produksi padinyanya meningkat sebesar 12,88% dari tahun 2007

pada saat panen. Padahal harga gabah pada saat panen selalu berada pada titik terendah dan kondisi ini tentu merugikan bagi petani tersebut. Pola pinjaman antara petani dengan pedagang pengumpul padi ini menjadi hubungan

patront-client dimana petani sebagi client menjadi terikat dan tergantung dengan pedagang pengumpul padi sebagai patront-nya. Bagi pedagang pengumpul tersebut ia memperoleh dua keuntungan, yakni memperoleh bunga dari pinjaman uang atau saprodi dan memperoleh gabah dengan harga murah dari petani tersebut.

Terciptanya pola seperti ini merupakan implikasi dari perkembangan pertanian padi sebagai komoditas komersial yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari sebuah usahatani dan berkembangnya sistem kapital dalam pertanian di pedesaan. Secara ringkas jika dihadapkan (vis a vis) antara sistem lumbung dengan sistem jual beli ini dapat dilihat pada Tabel 19 berikut.

Tabel 19. Perbandingan antara sistem lumbung dengan sistem jual beli

Komponen pembanding

Sistem Lumbung Sistem Jual beli

Basis sistem

pengetahuan Pengetahuan tentang persediaan cadangan pangan dan modal usahatani musim berikutnya

Dana segar dalam bentuk uang untuk kelangsungan hidup dan usaha

Prinsip basis utama Kelompok dan komunitas Individu Sistem norma yang

mengatur

Kebersamaan Tingkat harga dan kekuatan pasar Elit yang berperan Ketua kelompok Pedagang pengumpul

Tujuan Ketersediaan pangan Keuntungan

Kepentingan Keamanan pangan Stabilitas harga Kondisi saat ini

(resultan)

Sistem lumbung sudah memudar, beberapa yang masih ada dikelola dalam kelompok kecil (ikatan keluarga dekat). Kini sistem jual beli mendominasi dalam sistem pertanian padi di wilayah pedesaan LRPS.

Sumber : Hasil pengolahan dan analisis data, 2009

Berbagai bentuk dominasi yang terjadi dalam sistem pertanian di lahan rawa pasang surut ini, baik pada aspek budidaya maupun organisasi dan kelembagaan sosial dapat dilihat pada Tabel 20 berikut.

Tabel 20. Bentuk-bentuk dominasi yang terjadi dalam sistem pertanian padi di lahan rawa pasang surut

Lahan rawa pasang surut Parameter

Tipe A Tipe B Tipe C Tipe D

Teknik budidaya • Penggunaan pupuk kimia (anorganik) terhadap pupuk organik • Penggunaan pestisida

terhadap cara-cara tradisional (mekanis dan ’magis’)

• Penggunaan pupuk kimia (anorganik) terhadap pupuk organik

• Penggunaan pestisida terhadap cara-cara tradisional (mekanis dan ’magis’)

• Penggunaan kapur untuk mengatasi kemasaman terhadap penggunaan garam

• Peralatan pengolahan tanah dengan menggunakan tajak terhadap pengolahan dengan traktor tangan • Penggunaan pupuk kimia

(anorganik) terhadap pupuk organik

• Penggunaan pestisida terhadap cara-cara tradisional (mekanis dan ’magis’)

• Penggunaan kapur untuk mengatasi kemasaman terhadap garam

• Peralatan pengolahan tanah dengan menggunakan tajak terhadap pengolahan dengan traktor tangan • Penggunaan pupuk kimia

(anorganik) terhadap pupuk organik

• Penggunaan pestisida terhadap cara-cara tradisional (mekanis dan ’magis’)

• Penggunaan kapur untuk mengatasi kemasaman terhadap garam Organisasi dan kelembagaan sosial • Peranan penyuluh pertanian lebih dominan dari kepala handil dalam transfer pengetahuan tentang pertanian

• Kelompok tani terhadap kelompok handil

• Kelompok tani terhadap kelompok handil • Sistem penyuluhan

kelompok terhadap kegiatan individu

• Kelompok tani terhadap kelompok handil • Sistem penyuluhan

kelompok terhadap kegiatan individu

Sistem penyuluhan

kelompok terhadap kegiatan individu

Sistem penyuluhan

kelompok terhadap kegiatan individu

Kurang berkembangnya sistem pertanian padi unggul di lahan rawa pasang surut tipe A, C dan D memiliki pola dan penyebab yang berbeda. Bagi petani di lahan rawa pasang surut tipe A, petani hanya menanam padi lokal karena memang secara teknis hingga saat ini padi unggul belum bisa ditaman di wilayah ini. Kondisi genangan air yang dalam saat pasang tidak memungkinkan tanaman padi unggul dapat tumbuh dengan baik. Sebaliknya bagi petani di lahan rawa pasang surut tipe C dan D, mengusahakan padi unggul memerlukan biaya produksi yang relatif besar. Di sisi lain, pemasaran gabah dari padi unggul ini sulit dan harga jualnya lebih rendah dibandingkan dengan padi lokal.

Gambaran di atas memperlihatkan bahwa penolakan petani di lahan rawa pasang surut tipe C dan D lebih kuat dibandingkan dengan petani di lahan rawa pasang surut tipe A. Petani di lahan rawa pasang surut tipe C dan D sudah memiliki pengalaman tentang kesulitan dan kegagalan dalam mengusahakan padi unggul. Pengalaman inilah yang membentuk sikap resisten mereka terhadap padi unggul. Walaupun demikian, mereka juga tidak menolak sepenuhnya terhadap modernisasi pertanian. Penggunaan pupuk kimia, pestisida dan peralatan modern tetap mereka gunakan pada usahatani padi lokal. Bahkan penggunaan kapur pertanian mendominasi dalam upaya mengatasi kemasaman tanah, terutama di lahan rawa pasang surut tipe B, C dan D.

Dominasi yang terjadi dalam penggunaan peralatan pengolahan tanah (tajak) terhadap penggunaan traktor tangan yang terjadi di tipe C dan D lebih disebabkan karena pengetahuan lokal masyarakat tentang adanya bahan yang dapat merusak pertumbuhan tanaman (pirit). Peralatan pengolah tanah tajak terbukti dapat mencegah terbongkarnya lapisan pirit yang dapat meracuni tanaman. Sebaliknya dominasi sains dalam hal penggunaan pupuk kimia dan pestisida atas penggunaan bahan-bahan organik karena melalui program penyuluhan pertanian serta bantuan dan subsidi pemerintah. Pada tahap awal pengenalan bahan-bahan kimia ini petani memperoleh bantuan dan subsisdi dengan tujuan untuk meningkatkan produksi padi. Kemudahan memperoleh, kepraktisan dan cepat memperlihatkan hasil membuat pengetahuan dan teknologi penggunaan bahan kimia ini juga cepat diterima masyarakat. Bahkan kini mereka sudah sangat tergantung dengan penggunaan bahan-bahan kimia tersebut.

Meluasnya penggunaan bahan-bahan kimia ini justeru menjadi ‘bumerang’ bagi pemerintah sendiri. Adanya bahaya dan potensi kerusakan lingkungan akibat penggunaan bahan-bahan kimia ini membuat pemerintah melakukan program pengurangan bahan-bahan kimia ini, terutama pestisida. Pelaksanaan program SLPHT merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pestisida ini. Kemudahan memperoleh, harga yang relatif murah serta kepraktisannya membuat petani sulit untuk kembali kepada cara-cara dahulu yang pernah mereka lakukan (mekanis dan botanis).

Pada aspek organisasi dan kelembagaan sosial, dominasi kelompok tani atas handil merupakan gejala utama yang terjadi di lahan rawa pasang surut. Proses ini didorong oleh masuknya program pemerintah dalam rangka pembangunan pertanian, pembinaan petani dan penyebaran teknologi pertanian. Dominasi kelompok tani atas kelompok handil di lahan rawa pasang surut tipe B, C dan D lebih kuat daripada di tipe A. Hal ini karena pada lahan rawa pasang surut tipe A, program-program pembangunan pertanian dan penyebaran teknologi pertanian modern relatif kurang dibandingkan dengan yang ada di tipe B, C, dan D. Program-program pemerintah seperti SLPHT, SLPTT dan lainnya lebih banyak dilakukan di tipe B, C, dan D.

Dokumen terkait