• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bab III Tinjauan Umum Perjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan

TINJAUAN UMUM TENTANG HUBUNGAN KERJA DALAM HUKUM PERBURUHAN/KETENAGAKERJAAN

2.1.4 Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja

membuat perjanjian maksudnya pihak pekerja maupun pengusaha cakap membuat perjanjian. Seseorang dipandang cakap membuat perjanjian jika yang bersangkutan telah cukup umur. Ketentua hukum ketenagakerjaan memberikan batasan umur minimal 18 tahun (Pasal 1 angka 26 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003). Selain itu seseorang dikatakan cakap membuat perjanjian jika orang tersebut tidak terganggu jiwanya atau waras.39

  Adanya pekerjaan yang diperjanjikan, dalam istilah Pasal 1320 KUHPerdata adalah hal tertentu. Pekerjaan yang diperjanjikan merupakan objek dari perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha, yang akibat hukumnya melahirkan hak dan kewajiban para pihak. Objek perjanjian (pekerjaan) harus halal yakni tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan.

Jenis pekerjaan yang diperjanjikan merupakan salah satu unsur perjanjian kerja yang harus disebutkan secara jelas.

Keempat syarat tersebut bersifat kumulatif artinya harus dipenuhi semuanya baru dapat dikatakan bahwa perjanjian tersebut sah. Syarat kemauan bebas kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan kedua belah pihak dalam membuat perjanjian dalam hukum perdata disebut sebagai syarat subjektif karena menyangkut mengenai orang yang membuat perjanjian, sedangkan syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan dan pekerjaan yang diperjanjikan harus halal disebut sebagai syarat objektif karena menyangkut objek perjanjian. Kalau syarat objektif tidak dipenuhi, maka perjanjian itu batal demi hukum artinya dari semula perjanjian tersebut dianggap tidak pernah ada. Jika yang dipenuhi syarat subjektif, maka akibat hukum dari perjanjian tersebut dapat dibatalkan, pihak-pihak yang tidak memberikan persetujuan secara tidak bebas, demikian juga oleh orang tua atau wali atau pengampu bagi orang yang tidak cakap membuat perjanjian dapat meminta pembatalan perjanjian itu kepada hakim. Dengan demikian perjanjian tersebut mempunyai kekuatan hukum selama belum dibatalkan oleh hakim.40

   

2.1.4 Bentuk dan Jangka Waktu Perjanjian Kerja

 

 

39 Lalu Husni, Op.Cit, hlm. 57-58.

 

40 R.Subekti, Hukum Perjanjian, cet.21, (Jakarta: Intermasa, 2005), hlm. 20.

 

Dalam pembuatan perjanjian kerja yang penting adalah kesepakatan, yang ditunjukan dengan dilakukannya pekerjaan oleh pihak penerima kerja. Hal ini berarti bahwa dalam perjanjian kerja pada umumnya tidak diharuskan adanya bentuk tertentu.41 Pada Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 dinyatakan bahwa perjanjian kerja dapat dibuat dalam bentuk lisan dan/atau tertulis. Bila perjanjian kerja diadakan secara tertulis, maka keperluan untuk pembuatan perjanjian kerja tersebut menjadi tanggung jawab pengusaha.42

Secara normatif bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian.

Namun tidak dapat dipungkiri masih banyak perusahaan-perusahaan yang tidak atau belum membuat perjanjian kerja secara tertulis disebabkan karena ketidakmampuan sumber daya manusia maupun karena kelaziman, sehingga atas dasar kepercayaan membuat perjanjian kerja secara lisan.43

   

Dalam Pasal 54 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang- kurangnya memuat keterangan:44

 

a. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;

 

b. Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;

 

c. Jabatan atau jenis pekerjaan;

 

d. Tempat pekerjaan;

  e. Besarnya upah dan cara pembayaran;

 

f. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja atau buruh;

 

g. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;

     

 

73-74.

41 Tim Pengajar Hukum Perburuhan Fakultas Hukum Universitas Indonesia, OpCit, hlm.

   

42 Ibid.

 

43 Lalu Husni, OpCit, hlm. 59.

 

44 Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU No. 13 tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN. No. 4279, Pasal 54.

 

 

 

h. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;

 

i. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

Jangka waktu perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu bagi hubungan kerja yang dibatasi jangka waktu berlakunya, dan waktu tidak tertentu bagi hubungan kerja yang tidak dibatasi jangka waktu berlakunya atau selesainya pekerjaan tertentu. Pekerjaan kerja yang dibuat untuk waktu tertentu lazimya disebut dengan perjanjian kerja kontrak atau perjanjian kerja tidak tetap. Status pekerjaannya adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tidak tertentu biasanya disebut dengan perjanjian kerja tetap dan status pekerjaannya adalah pekerja tetap.45

 

Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu harus dibuat secara tertulis (Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan).

Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan sehubungan dengan berakhirnya kontrak kerja. Perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak boleh mensyaratkan adanya masa percobaan. Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan, keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Ketentuan yang tidak membolehkan adanya masa percobaan dalam perjanjian kerja untuk waktu tertentu karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. Dalam masa percobaan ini pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku.46

   

Dalam Pasal 59 ayat 1 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Perjanjian Kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu:47

     

45 Lalu Husni, Op.Cit, hlm. 60.

 

46 Ibid, hlm. 60-61.

 

47 Indonesia, Undang-Undang Ketenagakerjaan, UU No. 13 tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN. No. 4279, Pasal 59 ayat (1).

 

a. Pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya;

 

b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun;

 

c. Pekerjaan yang bersifat musiman; atau

  d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

 

Berdasarkan ketentuan tersebut, maka jelaslah bahwa perjanjian kerja untuk waktu tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.