• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk Pemanfaatan Tumbuhan Berguna oleh Masyarakat

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5.2 Bentuk Pemanfaatan Tumbuhan Berguna oleh Masyarakat

5.2.1 Karakteristik responden 5.2.1.1 Jumlah responden

Responden yang diwawancarai pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan 18 perempuan. Hal ini dikarenakan perempuanlah yang paling banyak mengetahui dan memanfaatkan tumbuhan.

5.2.1.2 Umur responden

Kisaran umur responden yang diwawancarai pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Kisaran umur responden

No. Kisaran Umur (tahun) Jumlah Laki-laki

(orang) Jumlah Perempuan (orang) 1. <20 1 0 2. 20-30 1 9 3. 31-40 4 7 4. 41-50 5 1 5. 51-60 1 1 5.2.1.3 Pendidikan

Berikut merupakan tingkat pendidikan responden yang diwawancarai di Desa Tapos, dimana sebagian besar responden yang memanfaatkan tumbuhan merupakan responden yang tingkat pendidikannya masih rendah (Gambar 5).

Gambar 5 Tingkat pendidikan responden.

5.2.1.4 Mata pencaharian

Berikut merupakan mata pencaharian 30 orang responden yang diwawancarai, dimana responden yang memanfaatkan tumbuhan sebagian besar berprofesi sebagai petani.

Tabel 17 Data mata pencaharian responden

No. Mata Pencaharian Jumlah Laki-laki

(orang) Jumlah Perempuan (orang) 1. Petani 7 13 2. Penjual/Pedagang 0 3 3. Pemotong kayu 2 - 4. Pembuat arang 1 - 5. Karyawan 2 -

6. Ibu rumah tangga - 2

Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa sebagian besar responden yang sering berinteraksi dengan tumbuhan adalah masyarakat yang masih tergolong produktif, yakni berumur 31-40 tahun sebanyak 11 orang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Kondisi seperti ini didukung pula oleh tingkat pendidikan dan mata pencaharian, dimana responden yang paling banyak berinteraksi dengan tumbuhan tersebut adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yakni sekitar 7 orang berpendidikan SD, 1 orang SMA, dan 3 orang tidak sekolah. Sedangkan jika dilihat dari mata pencaharian sebanyak 8 orang responden berprofesi sebagai petani, 1 orang pedagang, 1 orang karyawan, dan 1 orang ibu rumah tangga.

Tingkat pendidikan dan mata pencaharian yang rendah dapat menjadi faktor pemicu terjadinya pemanfaatan sumberdaya, karena dengan pendidikan yang rendah seseorang akan kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan, sehingga untuk

SD 60% SMA/Seder ajat 7% Tidak sekolah 33%

memenuhi kebutuhan hidupnya mereka akan memanfaatkan segala sumberdaya yang ada di sekelilingnya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Salim (2004) yang mengatakan bahwakerusakan hutan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah bertambahnya jumlah penduduk, berkurangnya tanah pertanian dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, perladangan berpindah- pindah, sempitnya lapangan pekerjaan, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya fungsi hutan dan lain-lain.

5.2.2 Komposisi tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan habitus

Tumbuhan yang digunakan masyarakat sangat beranekaragam, keanekaragaman tersebut terlihat pula pada komposisi habitusnya. Berikut merupakan komposisi tumbuhan berdasarkan habitusnya.

Tabel 18 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus.

Perhitungan komposisi habitus spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat ini dilakukan terhadap 100 spesies saja karena ada 1 spesies yang tidak teridentifikasi habitusnya. Tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat banyak berasal dari habitus pohon, yakni sekitar 40 spesies (40%), semak 23 spesies (23%), herba 16 spesies (16%), perdu 14 spesies (14%), rumput 3 spesies (3%), liana 2 spesies (2%), epifit dan palem masing-masing 1 spesies (1%). Masyarakat banyak menggunakan tumbuhan berhabitus pohon dikarenakan kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang sangat mendukung, dimana hampir di setiap sisi, baik di pekarangan ataupun kebun banyak sekali pohon-pohon yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

No. Habitus Jumlah

1. Pohon 40 2. Semak 23 3. Herba 16 4. Perdu 14 5. Rumput 3 6. Liana 2 7. Epifit 1 8. Palem 1

5.2.3 Komposisi spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan famili

Tumbuhan yang digunakan masyarakat sekitar kawasan CA Yanlappa dalam kehidupan sehari-harinya sangat beragam. Keragaman tersebut tidak hanya dari spesiesnya saja melainkan dari komposisi familinya juga. Jumlah famili spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat telah teridentifikasi sebanyak 46 famili yang terdiri dari beberapa famili dengan jumlah spesies pada masing- masing famili yang berbeda-beda.

Tumbuhan yang paling banyak digunakan masyarakat berasal dari Famili Zingiberaceae dan Euphorbiaceae. Spesies dari Famili Zingiberaceae paling banyak digunakan karena spesies ini paling mudah dibudidayakan karena tidak memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang khusus. Sehingga banyak masyarakat yang menanam spesies dari famili ini di kebun-kebun atau pekarangan rumah mereka. Berikut merupakan gambar tumbuhan Famili Zingiberaceae yang ditanam masyarakat di kebun dan pekarangannya. Data mengenai spesies untuk masing-masing famili dapat dilihat pada Lampiran 9.

Gambar 8 Komposisi tumbuhan berdasarkan famili. 8 7 5 5 4 4 4 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 Zingiberaceae Euphorbiaceae Meliaceae Araceae Liliaceae Papilionaceae Verbenaceae Mimosaceae Acanthaceae Poaceae Rubiaceae Myrtaceae Asteraceae Malvaceae Rutaceae Solanaceae Anacardiaceae Arecaceae Amaryllidaceae Sapindaceae Portulakaceae Theaceae Sapotaceae Melastomataceae Leeaceae Caryophyllaceae Clussiaceae Polygonaceae Dioscoreaceae Oxalidaceae Aspleniaceae Balsaminaceae Nyctaginaceae Annonaceae Bombacaceae Bromeliaceae Musaceae Ebenaceae Menispermaceae Fabaceae Gnetaceae Pandanaceae Limnocharitaceae Cucurbitaceae Caricaceae Apocynaceae Jumlah spesies F a m ili

5.2.4 Presentase bagian yang dimanfaatkan

Data mengenai presentase bagian spesies tumbuhan yang digunakan masyarakat tersaji pada Gambar 9.

Gambar 9 Presentase bagian yang dimanfaatkan.

Berdasarkan Gambar 9 terlihat bahwa sebagian besar masyarakat menggunakan tumbuhan pada bagian buah sebesar (30%). Penggunaan tumbuhan bagian buahnya ini terdapat pada spesies-spesies yang dipergunakan sebagai pangan oleh masyarakat Desa Tapos pada sehari-harinya. Kemudian masyarakat juga menggunakan tumbuhan pada bagian daun (21%) biasanya untuk lalapan, pakan ternak dan obat, herba (20%) biasanya banyak digunakan untuk tanaman hias, batang kayu (15%) untuk bahan bangunan, kayu bakar dan pembuatan arang, rimpang (7%) biasanya berasal dari Famili Zingiberaceae digunakan untuk obat, aroma, dan pewarna makanan, tangkai (2%) biasa digunakan untuk pakan ternak, ranting (3%) biasa digunakan untuk kayu bakar, bunga dan akar (1%) biasa digunakan untuk obat.

Penggunaan tumbuhan pada bagian buah dan daun tidak terlalu menjadi masalah dalam kaitannya dengan kerusakan hutan dan memiliki potensi pengelolaan secara lestari yang tinggi, karena buah dan daun merupakan bagian tumbuhan yang dapat beregenerasi dengan cepat. Sedangkan pemanfaatan bagian tumbuhan dalam bentuk batang/kayu dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan dan kelangkaan spesies tertentu yang digunakan, sehingga jika tumbuhan yang

Buah 30% Daun 21% Rimpang 7% Akar 1% Bunga 1% Batang/kayu 15% Tangkai 2% Herba 20% Ranting 3%

dimanfaatkan tersebut berasal dari kawasan konservasi diperlukan adanya pengawasan dan pengaturan dalam pemanfaatannya.

5.2.5 Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan berdasarkan pemanfaatan oleh masyarakat

Berdasarkan hasil wawancara dengan 30 orang responden telah didapatkan sekitar 101 spesies yang terdiri dari 46 famili yang digunakan masyarakat pada kehidupan sehari-harinya. Dari 101 spesies tersebut 2 spesies yang terdiri dari 2 famili merupakan tumbuhan yang sulit untuk ditemui, yakni kemang (Mangifera caesia) dan alkesa (Lucumma nervosa). Data rinci mengenai tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 10.

5.2.5.1 Tumbuhan obat

Tumbuhan obat merupakan tumbuhan yang bagian tumbuhannya (daun, batang atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat modern atau tradisional (Suhirman 1990). Sedangkan menurut Hamid et al. (1991) tumbuhan obat adalah semua tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai tumbuhan obat, berkisar dari yang terlihat dengan mata hingga yang hanya nampak di bawah mikroskop. Berdasarkan hasil wawancara telah ditemukan sebanyak 25 spesies dari 14 famili yang berkhasiat sebagai obat. Daftar spesies-spesies tersebut dan pengunanya dapat dilihat pada Tabel 19.

Tabel 19 Spesies tumbuhan obat yang dimanfaatkan

No. Nama lokal Nama ilmiah Pengguna

laki-laki (%)

Pengguna perempuan

(%)

1. Kunyit Curcuma domestica 3,33 10,00

2. Kencur Kaempferia galangal 3,33 3,33

3. Dadap serep Erythrina subumbrans 6,67 3,33

4. Lempuyang Zingiber aromaticum 10,00 20,00

5. Honje Nicolalia speciosa 3,33 3,33

6. Rosela Hibiscus sabdariffa - 3,33

7. Kacapiring Gardenia jasminoides 6,67 3,33

8. Sambiloto Andrographis paniculata 3,33 -

9. Antawali Tinospora crispa - 6,67

10. Sarira Acronychia laurifolia 3,33 13,33

11. Lengkuas Languas galangal - 3,33

12. Parahulu Amomum aculeatum - 3,33

13. Kicaang Xerospermum noronhianum - 3,33

14. Singugu Clerodendron serratum - 3,33

15. Cangkudu Morinda citrifolia - 3,33

Tabel 19 Lanjutan

No. Nama lokal Nama ilmiah Pengguna

laki-laki (%)

Pengguna perempuan

(%)

17. Kihareng Diospyros pseudoebenum 3,33 -

18. Bajogol - - 3,33

19. Sereh Cymbopogon nardus 3,33 -

20. Jambu biji Psidium guajava 3,33 -

21. Pacing Costus speciosus 6,67 -

22. Jeruk nipis Citrus aurantifolia - 3,33

23. Kejibeling Seriocalyx crispus - 3,33

24. Sembung Blumea balsamifera - 3,33

25. Suji Pleomele angustifolia - 6,67

Berdasarkan Tabel 19 dapat dilihat bahwa lempuyang, kunyit dan sarira merupakan tumbuhan obat yang paling banyak dimanfaatkan oleh masyarakat kaum laki-laki maupun perempuan. Menurut hasil wawancara tumbuhan lempuyang biasanya digunakan masyarakat untuk jamu bagi para ibu setelah melahirkan, begitupula dengan kunyit, kunyit dipercaya dapat menghilangkan bau

anyir” setelah melahirkan. Kunyit dan lempuyang biasanya ditumbuk halus dan dicampur dengan beberapa jenis tumbuhan lain sperti kencur dan beberapa jenis dedaunan, seperti daun sarira dan sembung. Hasil dari tumbukan ini kemudian dimakan sebagai lauk bagi para ibu yang melahirkan. Seperti sama halnya dengan daun kacapiring dan daun suji, daun muda tumbuhan sarira juga dipercaya dapat menurunkan panas dalam pada anak-anak. Sedangkan laki-laki lebih banyak memanfaatkan tumbuhan tersebut sebagai jamu untuk sakit badan.

5.2.5.2 Tumbuhan hias

Tumbuhan hias yang berada di Desa Tapos umumnya hanya digemari oleh para kaum perempuan saja, karena yang lebih sering berinteraksi dengan segala bentuk keperluan rumah adalah perempuan. Jumlah tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat sebagai hiasan di Desa Tapos sebanyak 20 spesies dari 11 famili. Adapun tumbuhan yang biasa digunakan oleh masyarakat desa Tapos sebagai hiasan terlihat pada Tabel 20.

Tabel 20 Tumbuhan digunakan sebagai hiasan

No. Nama local Nama ilmiah Famili

1 Kadaka Asplenium nidus Aspleniaceae

2 Pacar air Impatiens balsamina Balsaminaceae

3 Bunga pukul empat Mirabilis jalapa Nyctaginaceae

4 Lidah mertua Sanmsevieria laurentii Liliaceae

5 Andong Cordyline fruticosa Liliaceae

6 Keladi hias merah Caladium bicolor Araceae

7 Kejibeling Seriocalyx crispus Acanthaceae

8 Kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis Malvaceae

9 Jarak pagar Jatropa curcas Euphorbiaceae

10 Gandarusa Gandarusa vulgaris Acanthaceae

12 Keladi hias putih Alocasia sp. Araceae

13 Euphorbia Euphorbia milii Euphorbiaceae

14 Tapak liman Elephantopus scaber Compositaceae

15 Pohon sig-sag Pedilanthus tithymaloides Euphorbiaceae

16 Puring Codiaeum veriegatum Euphorbiaceae

17 Suji Pleomele angustifolia Ruscaceae

18 Bunga bahagia Diffenbachia maculate Araceae

19 Bunga bahagia albino Diffenbachia sp Araceae

20 Tumbuhan teh-tehan Acalypha siamensis Euphorbiaceae

21 Portulaka Portulaka grandiflora Portulacaceae

Tumbuhan dari berbagai macam spesies tersebut ditanami masyarakat untuk menghiasi pekarangan rumah dan ada beberapa spesies yang sekaligus dijadikan sebagai pagar, seperti jarak pagar (Jatropa curcas) dan tumbuhan teh-tehan (Acalypha siamensis). Berikut merupakan beberapa gambar tumbuhan hias yang ada di Desa Tapos.

5.2.5.3 Tumbuhan aromatik

Tumbuhan aromatik dapat juga disebut tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri bau dan aroma karena fungsinya yang paling luas dan umum diminati sebagai pengharum, baik sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pemberi rasa pada makanan atau pada produk rumah tangga lainnya (Agusta 2000). Penggunaan tumbuhan sebagai aromatik di Desa Tapos hanya sekedar untuk pewangi dalam pembuatan makanan saja dan sebagian dipergunakan oleh para perempuan dalam memasak, seperti pembuatan kue, sayur, nasi uduk, dan bubur kacang.

Berdasarkan hasil wawancara telah didapatkan informasi bahwa tumbuhan yang biasa dipergunakan masyarakat sebagai aromatik, diantaranya adalah daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius), sereh (Cymbopogon nardus), daun suji (Pleomele angustifolia), jahe (Zingiber officinale), dan daun salam (Syzygium polyanthum). Tumbuh-tumbuhan tersebut dipilih sebagai pemberi aroma pada makanan karena tumbuhan-tumbuhan tersebut memiliki aroma yang khas dan enak. Menurut Heyne (1987), salah satu famili yang spesiesnya merupakan penghasil minyak atsiri yang sudah umum adalah dari Famili Zingiberaceae. Berikut merupakan beberapa gambar yang digunakan masyarakat sebagai aroma makanan.

5.2.5.4 Tumbuhan penghasil pangan

Secara keseluruhan tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Desa Tapos hampir sebagian besar digunakan sebagai pangan. Tumbuhan yang dipergunakan oleh masyarakat sebagai bahan pangan berdasarkan hasil wawancara ditemukan sekitar 44 spesies dari 28 famili. Adapun data secara rinci mengenai spesies-spesies yang digunakan sebagai pangan oleh masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 11. Tumbuhan yang digunakan sebagai bahan pangan berasal dari berbagai sumber, baik dari hutan, kebun, sawah, pekarangan ataupun langsung membelinya di pasar. Namun, dikarenakan sebagian besar masyarakat Desa Tapos berprofesi sebagai petani, sehingga tumbuhan yang digunakan sebagai pangan umumnya berasal dari hasil budidaya yang dilakukan di kebun, sawah ataupun pekarangan, tapi ada juga beberapa spesies tumbuhan yang diambil langsung dari hutan. Berikut merupakan foto-foto tumbuhan penghasil pangan yang dibudidayakan masyarakat di kebun dan sekitar rumahnya.

Gambar 14 Tumbuhan pangan di Gambar 15 Tumbuhan pangan di pekarangan rumah kebun.

5.2.5.5 Tumbuhan penghasil pakan ternak

Tumbuhan yang biasanya digunakan untuk pakan ternak adalah dari jenis rumput-rumputan seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum), rumput raja (King grass), dan rumput benggala (Brachiaria decumbens) (Siregar 1996). Tumbuhan yang digunakan masyarakat untuk memberi makan ternaknya adalah rumput jampang (Eleusine indica), jukut ibun (Drymaria hirsuta), cacabean (Polygonum hydropiper), sulangkar (Leea aequata), pisang (Musa paradisiaca), harendong biasa (Melastoma malabathricum), puspa (Schima walichii), laban (Vitex pubescens), dan akasia (Acacia mangium). Bagian tumbuhan yang

diberikan pada hewan ternak adalah bagian daun dan tangkainya, sedangkan untuk jenis rerumputan adalah semua bagian tumbuhan diberikan. Tumbuhan yang diberikan kepada ternak sebagai pakan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 16 Dedaunan untuk pakan. Gambar 17 Rumput untuk pakan.

5.2.5.6 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. dapat untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang (Meilin 2009). Berdasarkan hasil wawancara didapatkan hasil bahwa dari 30 orang responden yang diwawancarai belum pernah menggunakan tumbuhan sebagai pembasmi hama alami. Hal ini dikarenakan lemahnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat mengenai tumbuh-tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai pestisida nabati.

Ketidaktahuan masyarakat tersebut sangat berhubungan erat dengan lemahnya sistem informasi di daerah tersebut. Salah satu bentuk kendala dalam penyampaian informasi adalah tidak adanya jaringan atau gardu listrik. Masyarakat Desa Tapos sangat mengharapkan betul adanya informasi-informasi yang akurat terutama di bidang pembasmian hama yang alami dengan mengingat bahwa sebagian besar lahan di sekitar cagar alam merupakan lahan pertanian yang berbatasan langsung dengan kawasan cagar alam tersebut. Sehingga dengan

adanya pestisida yang alami atau ramah lingkungan dapat menghindari lingkungan dari pencemaran dan hutan tetap terjaga karena masyarakat dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dari hasil pertanian tanpa harus merusak hutan.

5.2.5.7 Tumbuhan penghasil warna dan tanin

Tumbuhan di sekitar kita tidak hanya bermanfaat untuk obat, pangan, bahan bangunan dan sebagainya. Tidak sedikit tumbuhan merupakan penghasil zat warna dan tannin alami. Zat warna dan tannin tersebut berasal dari bagian tanaman, seperti kayu, kulit kayu, daun, akar, bunga, biji, dan getah (Wibowo 2003) diacu dalam Harbelubun et al. 2005). Tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat sebagai pewarna dan tannin hanya sekedar untuk pewarna makanan dalam pembuatan kue saja.

Adapun spesies yang digunakan masyarakat sebagai pewarna makanan hanya ditemukan dua spesies saja, yakni kunyit (Curcuma domestica) dan suji (Pleomele angustifolia). Spesies tumbuhan tersebut dipilih karena memiliki warna yang menarik dan terang. Kunyit (Curcuma domestica) merupakan spesies penghasil warna kuning terang, spesies ini biasa digunakan untuk mewarnai nasi tumpeng, nasi goreng dan makanan olahan dari singkong. Sedangkan daun suji (Pleomele angustifolia) menghasilkan warna hijau dan biasa digunakan untuk membuat kue. Selain memiliki warna yang menarik, daun suji juga memiliki aroma yang khas dan wangi.

5.2.5.8 Tumbuhan upacara adat

Di berbagai etnis tumbuhan-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda- beda menurut pengetahuan masyarakat masing-masing. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup

(Kartiwa & Wahyono 1992). Desa Tapos merupakan desa yang berbentuk semi modern sehingga tidak memiliki kebudayaan yang khas yang mencirikan masyarakatnya. Seperti sama halnya dengan tumbuhan penghasil pestisida, tumbuhan yang biasa digunakan untuk upacara adat di daerah ini pun tidak ditemui dan masyarakat tidak menggunakannya.

5.2.5.9 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Berdasarkan hasil wawancara terhadap 30 orang responden didapatkan informasi bahwa hampir semua responden memanfaatkan tumbuhan sebagai kayu

bakar dan 1 orang responden memanfaatkan kayu untuk membuat arang. Kayu bakar tersebut ada yang diambil dari hutan, baik cagar alam maupun perum perhutani dan ada juga yang berasal dari kebun milik masyarakat. Menurut Sutarno (1996) diacu dalam Arafah (2005), salah satu kriteria jenis tumbuhan yang biasanya dijadikan kayu bakar adalah jenis yang memiliki kadar air rendah sehingga mudah dibakar. Tujuan pengambilan tumbuhan sebagai kayu bakar oleh masyarakat berbeda-beda, dari 30 orang responden ada 2 orang responden yang mengambil kayu bakar untuk dijual. Sedangkan sisanya mengambil kayu bakar untuk keperluan masak sehari-hari.

Tumbuhan yang biasanya digunakan masyarakat untuk kayu bakar adalah akasia (Acacia mangium), puspa (Schima walichii), dan bambu (Schizostachyum zollingeri). Ketiga spesies ini paling banyak dipilih masyarakat untuk kayu bakar karena ketiga spesies tersebut paling mendominasi di daerah tersebut sehingga tidak sulit untuk mendapatkannya. Kebanyakan masyarakat memperoleh kayu bakar di sekitar Perum Perhutani. Kayu bakar yang dijual dihargai sekitar Rp. 3.000 untuk dua ikat kayu bakar atau “satu pikul”. Sedangkan arang biasanya dijual per karung. Berikut merupakan gambar-gambar kayu bakar yang digunakan masyarakat.

Gambar 18 Kayu bakar dari ranting. Gambar 19 Bambu untuk kayu bakar.

5.2.5.10 Tumbuhan sebagai bahan bangunan

Sama seperti tumbuhan untuk kayu bakar, tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan pun sangat banyak. Berikut merupakan gambar-gambar bangunan yang sebagian besar menggunakan kayu sebagai bahan bangunanya.

Gambar 20 Bangunan “saung” Gambar 21 Bangunan rumah. Selain digunakan untuk keperluan pribadi, ada beberapa masyarakat yang menggunakan tumbuhan sebagai bahan bangunan untuk keperluan bisnis atau komersial. Hasil wawancara kepada 30 orang responden terdapat 2 orang responden yang sengaja menanam tumbuhan-tumbuhan hutan untuk membuat papan dan bahan bangunan lain. Spesies-spesies tumbuhan yang biasanya digunakan untuk bahan bangunan diantaranya adalah akasia (Acacia mangium), puspa (Schima walichii), albisia (Paraseriathes falcataria), mahoni (Swietenia mahagoni), laban (Vitex pubescens), kemang (Mangifera caesia), gmelina (Gmelina arborea), mindi (Melia azedarach), pulai (Alstonia scholaris), angsana (Pterocarpus indicus), kiray, genggeng, dan rangda kaya. Berikut merupakan gambar-gambar yang bahan bangunan yang siap untuk dijual.

Gambar 22 Rangka rumah. Gambar 23 Kumpulan papan/balok.

Bahan bangunan ini nantinya akan dijual kepada para pembelinya. Selain dari hasil penanaman di kebun mereka sendiri, kayu-kayu yang digunakan untuk

bahan bangunan pun didapatkan dari hutan, yakni perum perhutani, tapi tidak menutup kemungkinan bahwa masyarakat pernah mengambilnya dari cagar alam dengan mengingat bahwa pemukiman penduduknya sangat berdekatan dengan kawasan cagar alam.

5.2.5.11 Tumbuhan sebagai tali, anyaman dan kerajinan

Tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai tali, anyaman dan kerajinan dapat kita jumpai dalam jumlah yang banyak, namun menurut Wijaya et al. (1989) tumbuhan yang biasa dijadikan untuk anyaman adalah rotan, bambu, pandan, lontar, teki, sagu, gebang, genjer, batang anggrek, dan aren. Walaupun di sekitar lingkungan masyarakat Desa Tapos banyak dijumpai tumbuhan yang dapat dijadikan tali, anyaman dan kerajinan, seperti genjer, pandan dan rotan, tapi mereka lebih banyak menggunakan bambu (Schizostachyum zollingeri) untuk tali, anyaman dan kerajinan. Beberapa produk kerajinan rumah tangga yang berbahan dasar bambu (Schizostachyum zollingeri) adalah bakul, ayakan kecil, ayakan besar, asepan, dan nyiru. Berikut merupakan gambar pembuatan produk dari bambu.

Gambar 24 Proses membuat “bilik”. Gambar 25 Penebangan bambu untuk

pagar.

Produk lain dari bambu ini adalah “bilik”. Bilik ini dibuat dari batang bambu yang dipukul-pukul, kemudian diiris tipis-tipis memanjang, setelah itu irisan bambu tersebut dianyam menjadi satu lembaran yang memiliki pola. Bilik ini biasanya digunakan masyarakat untuk bangunan rumah, yakni berfungsi sebagai dinding. Selain untuk bilik bambu juga sering digunakan untuk pagar rumah atau

kebun. Sedangkan daun kiray dianyam untuk dibuat atap pada rumah dan kandang ternak.

Dokumen terkait