• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi tumbuhan berguna di cagar alam Yanlappa, Bogor-Jawa Barat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Potensi tumbuhan berguna di cagar alam Yanlappa, Bogor-Jawa Barat"

Copied!
110
0
0

Teks penuh

(1)

NENENG HASANAH

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERRDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(2)

NENENG HASANAH. E 34070036. Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Yanlappa. Bogor-Jawa Barat. Dibimbing oleh SISWOYO dan AGUS HIKMAT.

Cagar Alam (CA) Yanlappa berbatasan langsung dengan pemukiman penduduk, sehingga adanya kemungkinan terjadinya interaksi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi tumbuhan berguna dan pemanfaatan tumbuhan di CA Yanlappa. Metode yang dilakukan dalam penelitian ini meliputi analisis vegetasi, pembuatan herbarium, wawancara, dan studi literatur.

Berdasarkan hasil analisis vegetasi teridentifikasi sekitar 92 spesies dari 40 famili, sebanyak 77 spesies (83.695%) telah diketahui kegunaannya. Sedangkan dari hasil wawancara dengan masyarakat teridentifikasi sekitar 101 spesies dari 46 famili dan masing-masing telah dikelompokkan ke dalam 11 kelompok kegunaan, dimana spesies yang ditemukan sebagian besar berfungsi untuk pangan, obat dan bahan bangunan. Habitus yang paling banyak mendominasi adalah pohon, famili yang paling mendominasi adalah Meliaceae dan Euphorbiaceae untuk hasil analisis vegetasi, Zingiberaceae dan Euphorbiaceae untuk hasil wawancara. Berdasarkan presentase tipe habitatnya, tumbuhan yang paling banyak dimanfaatkan merupakan tumbuhan hasil budidaya (85.149%) dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan dari dalam kawasan CA Yanlappa sekitar 27 spesies. Adanya pemanfaatan tumbuhan yang berasal dari dalam kawasan CA Yanlappa menunjukan bahwa telah terjadi interaksi, yakni interaksi dalam bentuk pemanfaatan tumbuhan. Namun, interaksi tersebut masih relatif rendah sehingga kemungkinan adanya kerusakan kawasan kecil.

(3)

NENENG HASANAH. E 34070036. Potential Alternative Use of Herbs in Yanlappa Nature Reserve, Bogor-Jawa Barat. Under supervision of SISWOYO and AGUS HIKMAT.

Yanlappa Nature Reserve (CA Yanlappa) also directly adjacent to residential areas, which interaction of its is enable. For that, there should be identification of the potential for useful plants and plant utilization in CA Yanlappa. The method performed include the analysis of vegetation in this study, making herbarium, interviews and literature studies.

Based on the results of vegetation analysis showed that they had identified about 92 species from 40 families, 77 species (83.695%) has been known to use. While the results of interviews with the surrounding community has identified about 101 species from 46 families and each has been grouped into 11 groups used, where the species were found most of the work for food, medicines and building materials. Based on the composition of the habitus, which dominates most of the trees, the most dominant family was be the Meliaceae and Euphorbiaceae for the results of vegetation analysis, Zingiberaceae and Euphorbiaceae for the interview. Based on the percentage of habitat type, the most widely used plants are cultivat crops 85.149% and only a small portion of the area used Yanlappa CA 27 spesies. The existence of the utilization of a plant that originat from within CA Yanlappa shows that there have been interaction, interaction in from of plant utilization. However, the interaction was be still relatively low, so that the possibility of damage to CA Yanlappa’s area was be small.

(4)

NENENG HASANAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN

KONSERVASI SUMBERRDAYA HUTAN DAN EKOWISATA

FAKULTAS KEHUTANAN

(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Yanlappa, Bogor-Jawa Barat adalah benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi atau Lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal dan atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan telah dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Agustus 2011

(6)

JudulSkripsi : PotensiTumbuhan di Cagar AlamYanlappa, Bogor-Jawa Barat

Nama : NenengHasanah

NIM : E34070036

Menyetujui,

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. Siswoyo, M.Si Dr. Ir. Agus Hikmat, M. Sc. F

NIP. 19650208 199203 1 003 NIP. 19620918 198903 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor,

Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, MS

NIP. 19580915 198403 1 003

(7)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Yanlapa, Bogor-Jawa Barat”. Skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Deoartemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.

Penulisan skripsi ini, dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum tentang potensi tumbuhan berguna di Cagar Alam Yanlappa seta bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan.

Besar harapan penulis, semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang membutuhkan data tentang potensi tumbuhan berguna di Cagar Alam Yanlappa seta bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan. Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini belum sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan penulisan skripsi ini.

(8)

Penulis dilahirkan pada tanggal 5 Juni 1989 di Lebak, Banten dari pasangan Bapak Raksa dan Ibu Encoh (Hamsah) sebagai anak kelima dari lima bersaudara. Penulis mengawali pendidikan di SDN Mayak II tahun 1995-2001. Selanjutnya di SMP Negeri 2 Jasinga-Bogor tahun 2001-2004, dan pendidikan menengah atas di SMA Negeri I Jasinga-Bogor tahun 2004-2007. Pada tahun 2007 diterima sebagai mahasiswa Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI.

Ketika menjadi siswa menengah atas penulis menjadi Sekretaris Sekbid I OSIS SMA Negeri I Jasinga periode 2005/2006, Ketua Wanita Bidang Kerohanian periode 2005-2006, Bendahara II Ikatan Remaja Jasinga periode 2006/2007. Sementara pada masa kuliah, penulis terdaftar sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) periode 2009/2010, selain itu menjadi anggota Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Raflesia.

(9)

Alhamdulillahirobbilla’lamin, telah terselesaikannya penulisan skripsi yang berjudul “Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Yanlappa, Bogor-Jawa Barat”. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini, penulis mendapatkan bimbingan, bantuan, dukungan, dan tentunya do’a dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Ir. Siswoyo, M. Si. dan Dr. Ir. Agus Hikmat, M. Sc. F. atas bimbingan, arahan, motivasi, petunjuk, dan waktu yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini.

2. Ibu Arinana, S.Hut, M.Si yang telah menguji dan memberikan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.

3. Ibu dan Bapak tercinta, kakak-kakak dan keponakan-keponakan tersayang (Mitha, Risky, Alif, Silva dan Adly) serta seluruh keluarga besar atas do’a yang tulus, dukungan, bantuan moral, spiritual, dan materil, serta kasih sayang dan motivasi dalam menyelesaikan skripsi.

4. Bapak Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc.F, Ibu Maria Ulfah, S.Pt, M.Sc.Agr, Ibu Dr. Ir. Arzyana Sungkar, M.Sc.F atas dukungan, motivasi, arahan, do´a, dan bantuan moral sehingga penulis dapat menyelesaikan studinya di IPB.

5. Abdul Rozak dan kelurga atas kasih sayang, perhatian, bantuan, dukungan, do´a, baik secara spiritual dan moral selama penulis menyelesaikan studinya.

6. Alumni IPB 14 (Bapak Budi, Bunda Mimy, Bunda Wahyu dan semua yang tidak dapat dituliskan namanya satu-satu) atas motivasi, dukungan, arahan, kasih sayang, do´a, bantuan moral, spiritual, dan materil selama penulis menyelesaikan studinya.

(10)

lapang, izin, dan ketersediaan waktunya.

9. Teman-teman tersayang (Asih, Windu, Omen, Bang Jeff, Neina, dan Rona) serta Mbenk dan Saprol atas semua bantuan dalam pengambilan data lapang dan peminjaman kameranya.

10.Sahabat-sahabatku (Asih, Dahlan, Heni, Hireng, Mamat, Mettha, Neina, Nini, Ovhie, Omen, Rahmi, Ririn, Risa, Rona, Tridha, Woro, dan Yunda) kostan putri Hamasah (Neina, Teh Syifa, Putri, Mpo Laras, Mike dan Nawa), keluarga Baluran (Marwa, Rona, Omen, Mba Atin, Fina, Ria dan Age) atas kebersamaan, canda, tawa, duka, motivasi, masukan, arahan dan do´a selama penulis menyelesaikan studinya di IPB.

11.Keluarga Besar Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) dan Kelompok Pemerhati Flora (KPF) Raflesia atas dukungan, ilmu pengetahuan, pengalaman, dan kebersamaannya dalam pendidikan dan penyusunan skripsi.

12.Keluarga besar KSHE 44 (KOAK 44) atas kebersamaan, tawa, canda, dan duka yang dilalui bersama-sama.

13.Kawan, sahabat, dan saudara seperjuangan di Bagian Konservasi Keanekaragaman Tumbuhan Departemen KSHE atas bantuan, kerjasama, motivasi, dan kebersamaannya dengan penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

14.Keluarga besar KSHE atas petunjuk, motivasi, dan saran-sarannya kepada penulis.

15.Mamang dan Bibi di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta Fakultas Kehutanan yang telah memberikan bantuan kepada penulis baik langsung maupun tidak langsung.

16.Semua pihak yang belum disebutkan dalam yang telah membantu, mendukung dan memotivasi penulis.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 2

1.3 Manfaat Penelitian ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Kawasan Konservasi ... 3

2.2 Tumbuhan Berguna Indonesia ... 5

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan ... 10

2.4 Penelitian Kajian Tumbuhan Berguna ... 11

BAB III METODELOGI PENELITIAN ... 13

3.1 Lokasi dan Waktu ... 13

3.2 Alat dan Bahan ... 13

3.3 Metode ... 14

3.4 Analisis Data ... 17

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ... 21

4.1 Letak dan Luas ... 21

4.2 Topografi ... 21

4.3 Iklim ... 21

4.4 Jenis Flora dan Fauna ... 21

4.5 Kondisi Sosial, Ekonomi, dan Budaya Masyarakat ... 22

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

5.1 Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Yanlappa ... 24

5.1.1 Kerapatan ... 24

(12)

5.1.3 Keanekaragaman spesies (H`) ... 29

5.1.4 Perbandingan jumlah dan jenis spesies di CA Yanlappa ... 30

5.1.5 Komposisi habitus ... 31

5.1.6 Komposisi famili ... 32

5.1.7 Klasifikasi kelompok kegunaan ... 33

5.2 Bentuk Pemanfaatan Tumbuhan Berguna oleh Masyarakat ... 34

5.2.1 Karakteristik responden ... 34

5.2.2 Komposisi habitus ... 36

5.2.3 Komposisi famili ... 37

5.2.4 Presentase bagian yang dimanfaatkan ... 39

5.2.5 Klasifikasi kelompok kegunaan ... 40

5.3 Tipe Habitat ... 50

5.4 Bentuk Interaksi Masyarakat dengan Cagar Alam Yanlappa ... 51

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN... 55

6.1 Kesimpulan ... 55

6.2 Saran ... 55

DAFTAR PUSTAKA ... 56

(13)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Penelitian kajian tumbuhan berguna ... 11

2. Jenis dan metode pengumpulan data ... 14

3. Kriteria penentuan interaksi berdasarkan intensitasnya ... 19

4. Skoring ketergantungan masyarakat berdasarkan sumbernya ... 20

5. Jumlah penduduk masyarakat Desa Tapos ... 22

6. Data pendidikan masyarakat Desa Tapos ... 22

7. Mata pencaharian masyarakat Desa Tapos ... 23

8. Kerapatan spesies untuk semua tingkat pertumbuhan ... 24

9. Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi tingkat semai ... 26

10.Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi tingkat pancang ... 26

11.Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi tingkat tumbuhan bawah 27 12.Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi tingkat tiang ... 27

13.Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi tingkat pohon ... 28

14.Keanekaragaman spesies Indeks Sahannon-wiener (H´) ... 29

15.Rekapitulasi data kelompok kegunaan tumbuhan ... 33

16.Kisaran umur responden ... 34

17.Mata pencaharian responden ... 35

18.Komposisi tumbuhan berdasarkan habitus ... 36

19.Daftar spesies tumbuhan yang digunakan sebagai obat ... 40

(14)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Peta lokasi pengamatan ... 13

2. Desain petak contoh untuk analisis vegetasi ... 15

3. Komposisi tumbuhan di CA Yanlappa berdasarkan habitus... 31

4. Komposisi tumbuhan di CA Yanlappa berdasarkan famili... 32

5. Tingkat pendidikan responden ... 35

6. Tumbuhan kunyit yang ditanam di pekarangan ... 37

7. Tumbuhan kunyit yang ditanam di kebun ... 37

8. Komposisi spesies yang dimanfaatkan berdasarkan famili ... 38

9. Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat ... 39

10. Keladi hias ... 42

11. Pohon sig-sag ... 42

12. Tumbuha suji ... 43

13. Tumbuhan pandan ... 43

14. Tumbuhan pangan di pekarangan ... 44

15. Tumbuhan pangan di kebun ... 44

16. Dedaunan untuk pakan ternak ... 45

17. Rumput untuk pakan ... 45

18. Kayu bakar dari ranting pohon ... 47

19. Bambu yang digunakan untuk kayu bakar ... 47

20. Bangunan ”saung” ... 48

21. Bangunan rumah ... 48

22. Rangka rumah ... 48

23. Papan/balok ... 48

24. Proses membuat “bilik” ... 49

25. Proses membuat pagar... 49

26. Budidaya tumbuhan ... 50

27. Tipe habitat... 51

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Daftar spesies tumbuhan yang terdapat di Cagar Alam Yanlappa... 60

2. Daftar INP pada tingkat semai ... 64

3. Daftar INP pada tingkat pancang ... 66

4. Daftar INP pada tingkat tumbuhan bawah ... 69

5. Daftar INP pada tingkat tiang ... 70

6. Daftar INP pada tingkat pohon ... 72

7. Keanekaragaman famili di Cagar Alam Yanlappa ... 74

8. Kelompok kegunaan tumbuhan di Cagar Alam Yanlappa ... 77

9. Keanekaragaman famili yang dimanfaatkan oleh masyarakat ... 83

10.Tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar kawasan ... 87

11.Spesies tumbuhan yang digunakan sebagai pangan ... . 90

(16)

1.1 Latar Belakang

Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh Pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap. Berdasarkan fungsi pokoknya, hutan dibagi ke dalam 3 (tiga) bentuk, yaitu hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan konservasi ini dibagi lagi ke dalam dua bagian, yaitu kawasan hutan suaka alam dan pelestarian alam (Undang-Undang No. 41 tahun 1999).

Menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990, kawasan hutan suaka alam merupakan kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan, yang mencakup kawasan cagar alam dan suaka margasatwa. Kawasan cagar alam adalah kawasan suaka alam yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara alami.

Sejak zaman dulu, masyarakat yang berada di sekitar kawasan hutan biasanya sangat menggantungkan seluruh kebutuhan hidupnya kepada hasil hutan mulai dari sandang, pangan, papan dan kesehatan. Hal ini menunjukan bahwa antara masyarakat dan hutan terdapat hubungan atau interaksi satu sama lain. Masyarakat pada umumnya menggunakan pengetahuan tradisional yang diwariskan secara turun-temurun oleh para leluhurnya dalam mengetahui dan menggunakan sumberdaya yang ada di sekelilingnya.

(17)

(pengobatan herbal) dan para peneliti yang mengkaji mengenai pemanfaatan tumbuhan tersebut.

Cagar Alam (CA) Yanlappa merupakan kawasan konservasi yang ada di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor tepatnya di Desa Tapos. CA Yanlappa merupakan habitat bagi tumbuhan hutan hujan dataran rendah. Kawasan CA Yanlappa merupakan kawasan konservasi yang keberadaannya tidak banyak diketahui, baik dari segi lokasi maupun potensi sumberdaya alam yang ada di dalamnya, selain itu, CA Yanlappa juga merupakan kawasan yang berdekatan dengan pemukiman sehingga kemungkinan adanya interaksi dapat terjadi. Namun, data mengenai potensi tumbuhan berguna di CA Yanlappa dan bentuk pemanfaatan oleh masyarakat sekitar belum banyak diungkap. Sehubungan dengan hal tersebut di atas dan guna mengetahui seberapa besar potensi tumbuhan berguna di kawasan tersebut dan bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar, maka penelitian ini perlu dilakukan.

1.2Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengidentifikasi potensi tumbuhan berguna di CA Yanlappa.

2. Mengidentifikasi bentuk pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di sekitar kawasan CA Yanlappa.

1.3Manfaat

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kawasan Konservasi

Menurut ketentuan Undang-undang No. 5 tahun 1990, berdasarkan fungsi pokoknya, kawasan hutan dibagi ke dalam tiga, yaitu kawasan hutan lindung, konservasi dan produksi. Pemberian nama ini disesuaikan dengan fungsi dari kawasan tersebut. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Kawasan hutan konservasi terdiri dari kawasan hutan suaka alam dan pelestarian alam. Berdasarkan undang-undang No. 5 tahun 1990, kawasan konservasi dibagi ke dalam 3 bagian yakni kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan taman buru.

Kawasan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan hutan pelestarian alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya, dan taman buru adalah kawasan hutan yang ditetapkan sebagai tempat wisata berburu. Kawasan suaka alam sendiri terdiri atas 2 (dua) kawasan, yakni cagar alam dan suaka margasatwa (Undang-undang No. 5 tahun 1990).

2.1.1Cagar alam

(19)

sebagai upaya pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

Menurut Napitu (2007), kriteria yang digunakan untuk penunjukkan dan penetapan suatu daerah sebagai kawasan cagar alam, diantaranya adalah:

1. Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa dan tipe ekosistem; 2. Mewakili formasi biota tertentu dan atau unit-unit penyusunnya;

3. Mempunyai kondisi alam, baik biota maupun fisiknya yang masih asli dan tidak atau belum diganggu manusia;

4. Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis secara alami;

5. Mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi; dan atau

6. Mempunyai komunitas tumbuhan dan atau satwa beserta ekosistemnya yang langka atau yang keberadaannya terancam punah.

Pengelolaan kawasan cagar alam sepenuhnya ditangani oleh Pemerintah, yakni melalui Balai Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA). Suatu kawasan cagar alam dikelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis dan sosial budaya. Rencana pengelolaan cagar alam sekurang-kurangnya memuat tujuan pengelolaan, dan garis besar kegiatan yang menunjang upaya perlindungan, pengawetan dan pemanfaatan kawasan (Napitu 2007).

Upaya pengawetan kawasan cagar alam dilaksanakan dalam bentuk kegiatan:

1. Perlindungan dan pengamanan kawasan 2. Inventarisasi potensi kawasan

3. Penelitian dan pengembangan yang menunjang pengawetan.

(20)

fungsi kawasan cagar alam adalah melakukan perburuan terhadap satwa yang berada di dalam kawasan, memasukan jenis-jenis tumbuhan dan satwa bukan asli ke dalam kawasan, memotong, merusak, mengambil, menebang, dan memusnahkan tumbuhan dan satwa dalam dan dari kawasan, menggali atau membuat lubang pada tanah yang mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa dalam kawasan atau mengubah bentang alam kawasan yang mengusik atau mengganggu kehidupan tumbuhan dan satwa (Napitu 2007).

Larangan juga berlaku terhadap kegiatan yang dianggap sebagai tindakan permulaan yang berakibat pada perubahan keutuhan kawasan, seperti : memotong, memindahkan, merusak atau menghilangkan tanda batas kawasan, atau membawa alat yang lazim digunakan untuk mengambil, mengangkut, menebang, membelah, merusak, berburu, memusnahkan satwa dan tumbuhan ke dan dari dalam kawasan. Kegiatan yang dapat dilakukan di dalam kawasan cagar alam, meliputi kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan, ilmu pengetahuan, pendidikan dan kegiatan lainnya yang menunjang budidaya (Undang-undang No. 5 tahun 1990).

2.2 Tumbuhan Berguna Indonesia

Menurut Purwanto dan Waluyo (1992), tumbuhan berguna di Indonesia berdasarkan pemanfaatannya dibagi ke dalam beberapa bentuk kegunaan, diantaranya adalah : sebagai bahan sandang, pangan, papan dan peralatan rumah tangga, obat, kosmetik, tali-temali dan anyaman, untuk kegiatan sosial dan agama. Selain itu, tumbuhan berguna yang ada di Indonesia juga sering digunakan sebagai tumbuhan hias, aromatik, bahan pewarna dan tanin, serta sebagai penghasil pakan untuk satwaliar ataupun binatang ternak.

2.2.1Potensi tumbuhan berguna di Indonesia

(21)

penyakit. Pemanfaatan tumbuhan berdasarkan komoditas kegunaannya dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua) macam, yaitu pemanfaatan secara primer dan sekunder (Kartikawati 2004).

2.2.2Tumbuhan obat

Tumbuhan obat adalah semua tumbuhan baik yang sudah ataupun belum dibudidayakan, dapat digunakan sebagai tumbuhan obat, berkisar dari yang terlihat dengan mata hingga yang hanya nampak di bawah mikroskop (Hamid et al. 1991). Menurut Suhirman (1990), tanaman obat adalah tanaman yang bagian tanamannya (daun, batang atau akar) mempunyai khasiat sebagai obat dan digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat modern atau tradisional, sedangkan menurut Soedibyo (1990) tanaman obat adalah salah satu dahan utama produk-produk jamu/obat tradisional yaitu obat yang berdasarkan pengalaman turun-temurun dibuat dari bahan atau panduan bahan-bahan tanaman, hewan atau mineral yang belum berupa zat murni.

2.2.3 Tumbuhan hias

Pengusahaan tumbuhan hias mulai berkembang sejalan dengan adanya minat masyarakat akan keindahan tumbuhan tersebut. Tumbuhan hias mencakup semua tumbuhan, baik berbentuk merambat, semak, perdu ataupun pohon yang sengaja ditanam orang sebagai komponen taman, kebun rumah, penghias ruangan, upacara, komponen riasan/busana, atau sebagai komponen karangan bunga (Dwanasuci 2006).

2.2.4 Tumbuhan aromatik

Menurut Agusta (2000), tumbuhan aromatik dapat juga disebut tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan penghasil minyak atsiri memiliki ciri bau dan aroma karena fungsinya yang paling luas dan umum diminati sebagai pengharum, baik sebagai parfum, kosmetik, pengharum ruangan, pemberi rasa pada makanan atau pada produk rumah tangga lainnya.

(22)

tumbuhan yang sangat populer dikenal sebagai tumbuhan penghasil minyak atsiri. Tumbuhan yang berasal dari Famili Myrtaceae yang menghasilkan minyak atsiri yang sangat terkenal adalah kayu putih dan ekaliptus, dari Famili Myrysticaceae adalah pala, dan dari Famili Lauraceae adalah kayu manis.

Menurut Heyne (1987), tumbuhan penghasil minyak atsiri, antara lain dari Famili Poaceae, misalnya akar wangi (Andropogon zizinioides), Lauraceae contohnya kayu manis (Chinnamomum burmanii), Zingibereceae misalnya jahe (Zingiber officinale), Piperaceae misalnya sirih (Piper betle), Santalaceae misalnya cendana (Santalum album), Anonaceae misalnya kenanga (Canangium odoratum) dan sebagainya. Tumbuhan penghasil minyak atsiri bersumber dari daun, batang, bunga, biji, kulit, buah dan akar atau umbi (rhizoma).

2.2.5 Tumbuhan penghasil pangan

Menurut kamus bahasa Indonesia, tumbuhan pangan adalah segala sesuatu yang tumbuh, hidup, berakar, berdaun, dan dapat dikonsumsi oleh manusia jika pada hewan disebut pakan. Contohnya buah-buahan, sayur-sayuran, gandum dan padi. Sastrapradja et al. (1977) diacu dalam Purnawan (2006), membagi tumbuhan pangan berdasarkan kandungannya : (1). tumbuhan mengandung karbohidrat, (2). tumbuhan mengandung protein, (3). tumbuhan mengandung vitamin, dan (4). tumbuhan mengandung lemak.

Tanaman pangan di Indonesia ada yang memiliki daerah penyebaran khususnya hanya terdapat di daerah tertentu karena perbedaan iklim dan ada yang menyeluruh. Demikian pula dengan penggunaannya, selain memenuhi kebutuhan pangan dengan berbagai bentuk, digunakan pula untuk kepentingan lain (Moeljopawiro & Manwan 1992).

2.2.6Tumbuhan penghasil pakan ternak

(23)

(Cajanus cajan), bunga telang (Clitonia ternatae), geger sore (Crotalaria usaramoensis), dan hahapuan (Flemmingia congesta), legume merambat, contohnya centro (Centrosoma pubescens), calopo (Colopogonium muconoides), dan limbah pertanian, seperti jerami padi, daun jagung, daun kacang-kacangan, daun ubi jalar, sorgum, dan pucuk tebu (Siregar 1996).

2.2.7 Tumbuhan penghasil pestisida nabati

Pestisida nabati adalah bahan aktif tunggal atau majemuk yang berasal dari tumbuhan (daun, buah, biji atau akar) berfungsi sebagai penolak, penarik, antifertilitas (pemandul), pembunuh dan bentuk lainnya. dapat untuk mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pestisida nabati bersifat mudah terurai (bio-degradable) di alam sehingga tidak mencemari lingkungan, dan relatif aman bagi manusia dan ternak peliharaan karena residu mudah hilang. Efektivitas tumbuhan sebagai pestisida nabati sangat tergantung dari bahan tumbuhan yang dipakai, karena satu jenis tumbuhan yang sama tetapi berasal dari daerah yang berbeda dapat menghasilkan efek yang berbeda pula, ini dikarenakan sifat bioaktif atau sifat racunnya tergantung pada kondisi tumbuh, umur tanaman dan jenis dari tumbuhan tersebut. Beberapa jenis tanaman yang dapat dijadikan sebagai pestisida diantaranya adalah bawang putih, biji jarak, daun mimba, biji mimba, umbi gadung, jahe, kunyit, dan kencur (Meilin 2009).

2.2.8 Tumbuhan penghasil bahan pewarna dan tanin

Pewarna alami bisa diperoleh dengan cara ekstraksi dari tanaman yang banyak terdapat di sekitar. Bagian tanaman yang merupakan sumber pewarna alami adalah: kayu, kulit kayu, daun, akar, bunga, biji, dan getah. Tumbuhan pewarna alami oleh masyarakat asli Papua digunakan sebagai sumber pewarna untuk mewarnai pakaian, makanan, kosmetik, magis, dan untuk barang kerajinan Wibowo (2003) diacu dalam Harbelubun et al. (2005).

(24)

2.2.9 Tumbuhan untuk upacara adat

Diantara berbagai macam pengetahuan masyarakat tentang tumbuhan yang dimiliki oleh masyarakat, ada yang bersifat magis, spiritual dan ritual. Salah satu diantaranya adalah pemanfaatannya di bidang upacara-upacara. Di berbagai etnis tumbuhan-tumbuhan yang dipakai dalam upacara berbeda-beda menurut pengetahuan masyarakat masing-masing. Dalam upacara-upacara adat yang dilakukan terutama yang berkenaan dengan upacara daur hidup (Kartiwa & Wahyono 1992).

Kartiwa dan Martowikrido (1992) menjelaskan bahwa tumbuhan yang dipakai dalam ritual adat dan keagamaan memiliki ciri-ciri : dilihat dari sifat tumbuhan tertentu, khususnya bunga sering diartikan dengan sifat kewanitaan dan digunakan pada upacara pemberian nama. Dalam acara pernikahan adat Jawa tumbuhan sering diasosiasikan dengan kata-kata yang bernilai baik. Ada beberapa tanaman sering digunakan sebagai bumbu dan pengawet mayat.

2.2.10 Tumbuhan penghasil kayu bakar

Sebagian jenis tumbuhan berkayu dapat dijadikan bahan untuk kayu bakar. Menurut Sutarno (1996) diacu dalam Arafah (2005), jenis pohon yang biasa dijadikan kayu bakar memiliki beberapa kriteria, diantaranya adalah : Mampu beradaptasi pada rentangan kondisi lingkungan yang luas, tahan terhadap kekeringan dan toleran iklim yang lain, pertumbuhan cepat dan volume hasil kayu maksimal tercapai dalam waktu yang singkat, pertumbuhan tajuk baik, siap tumbuh pertunasan baru, kadar air rendah dan mudah dikeringkan, menghasilkan kayu yang padat dan tahan lama ketika dibakar, menghasilkan sedikit asap dan tidak beracun apabila dibakar, menghasilkan kayu yang mudah dibelah dan tidak memercikan api dan cukup aman ketika dibakar.

2.2.11 Tumbuhan penghasil bahan bangunan

(25)

selong, bakau kurap, bayur, bentawas, delimoan, dan gmelina sebagai bahan untuk membuat bangunan.

2.2.12 Tumbuhan penghasil tali, anyaman dan kerajinan

Menurut Wijaya et al. (1989) tumbuhan yang biasa dijadikan untuk anyaman adalah rotan, bambu, pandan, lontar, teki, sagu, gebang, genjer, batang anggrek, dan aren. Tumbuhan di atas biasanya dibuat berbagai macam kerajinan tangan dan ada beberapa yang digunakan untuk upacara adat seperti penarak (Bali), baka (Toraja), tampah (Jawa Tengah), boneka (Bali), dan tikar pandan. Menurut Isdijoso (1992), tumbuhan yang termasuk dalam kelompok sumber bahan sandang, tali-temali, dan anyam-anyaman : kapas (Gossypium hirsutum), kenaf (Hibiscus cannabinus), rosella (Hibiscus sabdariffa), yute (Corchorus capsularis dan C. olitorius), rami (Boehmeria nivea), abaca (Musa textilis) dan agave/sisal (Agave sisalana dan A. cantula).

2.3 Pemanfaatan Tumbuhan

Suatu kawasan konservasi pada umumnya berbatasan dengan pemukiman penduduk, perkebunan warga, lahan pertanian, perikanan, kegiatan perindustrian atau kerajinan rakyat dan sektor lainnya. Pada umumnya masyarakat yang ada di sebuah kawasan hutan sangat bergantung terhadap sumberdaya alam hayati yang ada di sekitarnya, hal ini dibuktikan pada masyarakat zaman dahulu yang menggunakan berbagai macam tumbuhan hutan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari mulai dari sandang, pangan ataupun papan, dan tidak sedikit dari mereka menggunakan tumbuhan tersebut sebagai obat, karena pada zaman dahulu fasilitas kesehatan belum ada.

(26)

2.4 Penelitian Kajian Tumbuhan Berguna

Beberapa penelitian mengenai kajian tumbuhan berguna di berbagai tempat telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Adapun hasil dari beberapa penelitian tersebut tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil penelitian mengenai tumbuhan berguna

No. Nama Peneliti Tahun Lokasi Hasil untuk obat, 12 hias, 3 aromatik, 16 pangan, 21 pakan, 6 pestisida nabati, 22 warna, 2 minuman, 9 adat, 8 kayu bakar dan bangunan, dan 8 anyaman.

2 Nanda Dwanasuci 2006 TN Bali Barat

(wilayah seksi II Buleleng)

Telah teridentifikasi sebanyak 257 spesies dari 71 famili yang telah dikelompokan ke dalam 12 kelompok kegunaan, meliputi tumbuhan penghasil pangan 41, pakan 43, obat 63, kayu bakar 10, anyaman 20, pewarna 6, hias 21 spesies dan kegunaan lain. 111 famili dan 461 spesies, 12 kelompok kegunaan, 210 obat, 154 hias, bahan bangunan 54, pewarna 19, pangan 38 jenis, serat 4 jenis, pestisida 2, aromatik 4, anyaman 3. Gunung Tilu sebanyak 114 spesies dari 60 famili. Tumbuhan yang banyak digunakan adalah berasal dari habitus terna dan bagian daun.

5 Irzal Fakhrozi 2009 TN Bukit Tiga racun, aromatik dan warna 11, adat 13 dan pakan 9 spesies.

6 Sopian Hidayat 2009 Masyarakat

Kampung Adat Dukuh (Garut)

(27)

Tabel 1 Lanjutan

No. Nama Peneliti Tahun Lokasi Hasil

6 Sopian Hidayat 2009 Masyarakat

Kampung Adat Dukuh (Garut)

8 pestisida, 33 pakan, 16 keagamaan, 51 hias, 3 minuman, dan 7 sebagai pewarna.

7 Liana Anggraeni 2010 Masyarakat

(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di CA Yanlappa yaitu pada bulan April sampai Mei 2011.

Sumber : www.bakosurtanal.com

Gambar 1 Lokasi penelitian.

3.2 Bahan dan Alat Penelitian

(29)

3.3 Metode Penelitian 3.3.1Pengumpulan data

3.3.1.1 Jenis data yang dikumpulkan

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini meliputi data potensi tumbuhan berguna di CA Yanlappa, pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat sekitar, dan kondisi umum lokasi penelitian serta sosial, ekonomi dan budaya masyarakat setempat. Jenis dan teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini secara rinci disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Jenis dan metode pengumpulan data

No. Data dan Informasi yang Dikumpulkan Metode Pengumpulan Data

1.  Kondisi Umum Lokasi Penelitian

a. Letak dan luas

b. Topografi

c. Iklim

d. Flora dan fauna

e. Kondisi ekonomi, sosial, budaya

masyarakat sekitar.

 Pemanfaatan tumbuhan berguna oleh

masyarakat.

Penentuan responden dilakukan dengan teknik snowball sampling yaitu menentukan responden kunci (key person). Responden kunci nantinya akan digunakan sebagai penentu responden lainnya. Orang yang dijadikan responden kunci adalah orang yang memiliki pengetahuan luas mengenai nama lokal tumbuhan dan manfaat atau kegunaan tumbuhan tersebut serta memiliki intensitas tinggi dalam pemanfaatan tumbuhan. Responden yang akan diwawancarai pada penelitian ini sebanyak 30 orang.

3.3.2.1.2 Wawancara

(30)

keperluan. Hal-hal yang akan ditanyakan meliputi spesies tumbuhan dan jenis pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat.

3.3.2.2 Potensi tumbuhan di CA Yanlappa 3.3.2.2.1 Analisis vegetasi

Pengambilan data dilakukan dengan analisis vegetasi. Analisis vegetasi dilakukan dengan metode garis berpetak. Metode ini merupakan kombinasi jalur garis berpetak pada unit contoh berbentuk jalur sepanjang 100 m sebanyak 10 jalur dengan arah memotong garis kontur, 1 jalur berisikan 5 petak contoh. Peletakan jalur dilakukan dengan cara systematic sampling with random start, yakni membuat plot pertama secara acak kemudian selanjutnya disusun secara sistematik. Jarak antara jalur satu dengan yang lainnya 50 m.

Data yang dikumpulkan meliputi nama spesies, jumlah individu setiap spesies untuk tingkat pertumbuhan semai, tumbuhan bawah dan pancang, sedangkan untuk tingkat tiang dan pohon dicatat nama spesies, jumlah individu, diameter batang. Tingkat pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah (a) (tinggi < 1,5, diameter < 3 cm) petak berukuran 2 m x 2 m, untuk tingkat pertumbuhan pancang 5 m x 5 m (b)(diameter < 10 cm, tinggi > 1,5 m ), untuk tingkat pertumbuhan tiang 10 m x 10 m (c)(diameter 10-19 cm) dan untuk tingkat pertumbuhan pohon ukuran petaknya adalah 20 m x 20 m (Gambar 2).

10 m

20 m

Gambar 2 Petak pengamatan vegetasi.

Keterangan :

a : 2m x 2 m (semai) b : 5m x 5m (pancang)

c.: 10m x 10m (tiang) d.: 20m x 20 m (pohon)

d

D

d c

c

b

b

a

(31)

3.3.2.2.2 Pembuatan herbarium

Herbarium merupakan koleksi spesimen tumbuhan yang terdiri dari bagian-bagian tumbuhan (ranting lengkap dengan daun, kuncup yang utuh, serta lebih baik kalau ada bunga dan buahnya). Pembuatan herbarium dilakukan untuk memudahkan proses identifikasi spesies tumbuhan yang belum diketahui jenisnya. Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembuatan herbarium ini adalah :

 Mengambil contoh herbarium yang terdiri dari ranting lengkap dengan daunnya, kalau ada bunga dan buahnya diambil.

 Contoh herbarium tadi dipotong dengan menggunakan gunting dengan

panjang kurang lebih 40 cm.

 Kemudian contoh herbarium dimasukan kedalam kertas koran dengan

memberikan label gantung yang berukuran (3 x 5) cm². Label gantung berisi keterangan tentang nomor spesies, tanggal pengambilan, nama lokal, lokasi pengumpulan dan nama pengumpul/kolektor.

 Contoh herbarium yang telah diberi label kemudian dirapikan dan dimasukan

ke dalam lipatan kertas koran untuk kemudian lipatan kertas koran tersebut dimasukan ke dalam plastik.

 Selanjutnya beberapa herbarium disusun di atas sasak yang terbuat dari

bambu dan disemprot dengan alkohol 70% untuk selanjutnya dibawa dan dikeringkan dengan menggunakan oven.

 Herbarium yang sudah kering lengkap dengan keterangan-keterangan yang diperlukan diidentifikasi untuk mendapatkan nama ilmiahnya.

3.3.2.2.3 Studi literatur

(32)

3.3.3 Analisis data

3.3.3.1 Indeks nilai penting

Guna mengetahui Indeks Nilai Penting (INP) suatu spesies dalam suatu tingkat pertumbuhan dilakukan dengan menggunakan rumus di bawah ini.

- Kerapatan (K) (ind/ha)

Jumlah individu suatu spesies K =

Luas seluruh petak contoh

- Frekuensi (F)

Jumlah petak ditemukan suatu spesies F =

Jumlah seluruh petak contoh

- Dominasi (D)

Luas bidang dasar suatu spesies D =

Luas petak contoh

- Kerapatan Relatif (KR)

Kerapatan suatu spesies

KR = x 100% Kerapatan seluruh spesies

- Frekuensi Relatif (FR )

Frekuensi suatu spesies

FR = x 100% Frekuensi seluruh spesies

- Dominansi Relatif (DR)

Dominansi suatu spesies

DR = x 100% Dominansi seluruh spesies

(33)

- Indeks Nilai Penting (INP) untuk tingkat pancang, semai, tumbuhan bawah, liana, dan epifit adalah KR + FR (%).

3.3.3.2 Indeks keanekaragaman spesies (H')

Indeks keanekaragaman spesies dihitung dengan menggunakan Shannon-wienner Index (Krebs 1989), yaitu :

H' = ∑ dimana pi = ni / N

Keterangan :

H' = Indeks keanekaragaman spesies ni = INP setiap spesies pada tingkat tertentu N = Total INP seluruh spesies padatingkat tertentu

3.3.3.3Pengklasifikasian kelompok kegunaan

Tumbuhan memiliki berbagai macam kegunaan. Agar mempermudah dalam penyajian maka dilakukan pengelompokan berdasarkan kelompok kegunaan dengan menyaring dari tiap-tiap kegunaan masing-masing spesies tumbuhan. Klasifikasi kelompok kegunaan tumbuhan menurut Purwanti dan Walujo (1992) diacu dalam Kartikawati (2004), diantaranya adalah : Tumbuhan obat, tumbuhan hias, tumbuhan aromatik, penghasil kayu bakar, penghasil pangan, penghasil pakan ternak, penghasil warna dan tannin, penghasil bahan bangunan, tumbuhan untuk upacara adat, penghasil pestisida nabati, dan penghasil tali-temali dan anyaman.

3.3.3.4 Presentase habitus

Persentase habitus merupakan telaah tentang besarnya suatu jenis habitus yang digunakan terhadap seluruh habitus yang ada. Habitus tersebut meliputi pohon, semak, perdu liana, dan herba. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase habitus, yaitu sebagai berikut :

∑ spesies habitus tertentu

(34)

3.3.3.5Presentase bagian yang dimanfaatkan

Persentase bagian tumbuhan yang digunakan meliputi bagian tumbuhan yang dimanfaatkan mulai dari bagian tumbuhan yang paling atas/daun sampai ke bagian bawah/akar. Untuk menghitung persentase bagian yang digunakan digunakan rumus:

∑ bagian tertentu yang dimanfaatkan

Bagian yang dimanfaatkan = x 100% ∑ Seluruh bagian yang dimanfaatkan

3.3.3.6 Presentase potensi tumbuhan berguna

Berdasarkan hasil analisis vegetasi di hutan dihitung persen potensi tumbuhan berguna, sebagai berikut :

∑ spesies tumbuhan berguna

Potensi tumbuhan berguna = x 100% ∑ Seluruh spesies

3.3.3.7Presentase budidaya tumbuhan

Berdasarkan hasil tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat ditentukan presentase budidaya tumbuhannya dengan menggunakan rumus berikut :

∑ spesies tumbuhan dari budidaya

Presentase budidaya tumbuhan = x 100% ∑ Seluruh spesies yang dimanfaatkan

3.3.3.8Kriteria penetapan tingkat interaksi masyarakat dengan kawasan

Berikut merupakan kriteria untuk menentukan interaksi masyarakat dengan kawasan CA Yanlappa berdasarkan intensitas kunjungan (Tabel 3).

Tabel 3 Kriteria penetapan tingkat interaksi masyarakat

No. Intensitas Tingkat interaksi

1. Setiap hari Sangat tinggi

2. Satu minggu dua kali Tinggi

3. Satu minggu satu kali Sedang

(35)

Sedangkan berdasarkan sumbernya dibagi menjadi 5 kriteria, yaitu : Tabel 4 Kriteria penetapan tingkat interaksi masyarakat

No. Skor Status Keterangan

1. 4 Sangat penting 100% dari kebutuhan pokok dipenuhi dari satu

sumber

2. 3 Kritis Lebih dari 50% kebutuhan pokok dipenuhi dari

satu sumber

3. 2 Penting Antara 15% dan 50 % kebutuhan pokok dipenuhi

dari satu sumber

4. 1 Tidak penting Kurang dari 15% kebutuhan pokok dipenuhi dari

satu sumber

5. 0 Tidak ada 0% kebutuhan pokok dipenuhi dari satu sumber

(36)

BAB IV

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Letak dan Luas

Kawasan Hutan Yanlappa ditetapkan sebagai Cagar Alam berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 137/Kpts/Um/3/1956 tanggal 28-3-1956 seluas 32 Ha. Terletak di Desa Tapos, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor (satu jalur dengan CA Dungus Iwul) (Nandika 1982).

4.2 Topografi

Jenis tanah di wilayah ini terdiri dari latosol dan podsolik merah kuning dengan fisiografi datar sampai berbukit (Nandika 1982). Menurut BKSDA (2010), Topografi CA Yanlappa relatif datar pada ketinggian tempat 1.350 m dpl, dengan jenis tanah pada kawasan ini termasuk podsolik merah kuning yang terbentuk dari batuan infalum masam (dasit), batuan pasir dan endapan kuarsa.

4.3 Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson (1951) wilayah ini tergolong dalam tipe curah hujan A dengan curah hujan rata-rata 2800 mm per tahun. Musim keringnya tidak nyata, sedangkan suhu udara rata-rata harian adalah 28ºC. Bulan basah terjadi pada Oktober - Juni, sedangkan bulan kering terjadi pada bulan Juli - September (Nandika 1982).

4.4 Flora dan Fauna

Vegetasi CA Yanlappa merupakan vegetasi hutan hujan dataran tinggi. Flora yang terdapat di cagar alam ini adalah pahlalar (Dipterocarpus hasseltii), jatake (Bouea gandaria), jaha (Terminalia belirica), sempur (Dillenia obovata), teureup (Artocarpus elasticus), laban (Vitex pubescens), ranji (Dialium indum), dan lain-lain.

(37)

bicolor), kancil (Tragulus javanicus), elang ruyuk (Spilornis cheela), tulung tumpuk (Megalaema javanica), dan paok cacing (Pitta guyana).

4.5 Kondisi Umum Sosial, Ekonomi dan Budaya Masyarakat 4.5.1 Jumlah penduduk

Data mengenai jumlah penduduk di Desa Tapos dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Jumlah penduduk di Desa Tapos

Jumlah Laki-laki 4.056

Jumlah Perempuan 3.625

Jumlah Total 7.681

Jumlah Kepla Keluarga 1.878

Jumlah Penduduk Desa Tapos 90/km/m²

Sumber : Data monografi Desa Tapos tahun 2010.

Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Desa Tapos cukup banyak dan memiliki tingkat kepadatan yang cukup tinggi. Perbandingan jumlah antara laki-laki dan perempuan dapat terlihat di desa ini, dimana jumlah laki-laki di desa tersebut memiliki proporsi yang lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perempuannya.

4.5.2Pendidikan

Berikut merupakan data pendidikan masyarakat Desa Tapos (Tabel 6). Tabel 6 Data pendidikan masyarakat Desa Tapos

No. Tingkat Pendidikan Jumlah (orang)

Laki-laki Perempuan

Sumber : Data monografi Desa Tapos tahun 2010.

(38)

4.5.3Mata pencaharian

Berikut merupakan data mengenai mata pencaharian masyarakat Desa Tapos.

Tabel 7 Mata pencaharian masyarakat Desa Tapos

No. Jenis Pekerjaan Jumlah (orang)

Laki-laki Perempuan

1. Petani 500 30

2. Buruh tani 700 50

3. Buruh migran perempuan 200 80

4. Buruh migran laki-laki - -

5. Pengrajin industri rumah tangga 45 450

6. Pegawai Negeri Sipil 18 4

7. Pedagang keliling 20 28

8. Peternak 72 -

9. Montir 2 -

10. Dokter swasta - -

11. Bidan swasta - -

12. Perawat swasta 1 1

13. Pembantu rumah tangga - 80

14. TNI 1 -

15. POLRI - -

16. Pensiunan 2 2

17. Pengusaha kecil 10 -

18. Dukun kampong terlatih - 8

19. Jasa pengobatan altenatif 5 2

20. Karyawan swasta 50 110

Sumber : Data monografi Desa Tapos tahun 2010.

(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Potensi Tumbuhan Berguna di Cagar Alam Yanlappa

Berdasarkan hasil analisis vegetasi yang telah dilakukan di CA Yanlappa telah ditemukan sebanyak 92 spesies yang terdiri dari 40 famili, dari 92 spesies tersebut sekitar 77 spesies (83.695%) terdiri dari 40 famili sudah diketahui kegunaannya. Spesies yang potensial yang memungkinkan untuk dikembangkan adalah terep/benda (Artocarpus elasticus), mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla), dan laban (Vitex pubescens), karena spesies ini paling banyak manfaatnya. Serta berdasarkan undang-undang spesies meranti (Shorea pinanga) merupakan spesies yang dilindungi. Adapun data tumbuhan yang terdapat di CA Yanlapa dapat dilihat pada Lampiran 1.

5.1.1 Kerapatan

Menurut Fachrul (2008), kerapatan merupakan jumlah individu spesies per luas petak contoh, jika jumlah suatu spesies tumbuhan besar dalam satu petak, itu artinya spesies tersebut memiliki nilai kerapatan yang tinggi dalam petak tersebut. Berdasarkan hasil perhitungan mengenai kerapatan telah didapatkan beberapa spesies tumbuhan yang memiliki nilai kerapatan yang tertinggi untuk semua tingkat pertumbuhan (Tabel 8).

Tabel 8 Kerapatan spesies tumbuhan untuk semua tingkat pertumbuhan

No. Tingkat Nama Spesies Nama Ilmiah Kerapatan

(indv/ha)

1. Semai Kayu Afrika Maesopsis eminii 1.350

Mahoni daun lebar Swietenia macrophylla 950

Pinang Areca catechu 950

2. Tumbuhan

Bawah

Cakar ayam Selaginella doederleinii 7.750

Kekep Rhaphidophora korthalsii 7.300

Pacing daun besar Pollia thyrsiflora 1.550

3. Pancang Taritih Drypetes sumatrana 256

Beringin Sulawesi Ficus subulata 160

Kiperis Aporosa microcalyx 160

4. Tiang Menteng Baccaurea racemosa 20

Rambutan Nephelium lappaceum 10

Meranti Shorea pinanga 10

5. Pohon Laban Vitex pubescens 11

Keranji Diallium indum 9

(40)

Spesies-spesies di atas tersebut memiliki jumlah individu yang tinggi dalam suatu petak sehingga dapat dipastikan bahwa kerapatan spesies-spesies dalam petak tersebut tinggi pula. Menurut Soerianegara dan Indrawan (2008), kerapatan suatu spesies dalam suatu komunitas sangat dipengaruhi oleh adanya persaingan. Persaingan terjadi akibat adanya kebutuhan yang sama, baik antara spesies yang sama (intraspesifik competition) ataupun oleh jenis-jenis yang berbeda (interspesifik competition).

Spesies-spesies yang mempunyai kerapatan yang tinggi dalam suatu komunitas merupakan spesies-spesies yang mampu bertahan dan bersaing dengan spesies lainnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Beberapa spesies memiliki zat allelopathy, yakni zat yang dapat menghambat pertumbuhan spesies lain dan memungkinkan menghambat pertumbuhan anakannya sendiri. Seperti halnya pohon laban (Vitex pubescens) yang memiliki kerapatan yang tinggi pada tingkat pohon. Laban merupakan tumbuhan yang mampu bertahan terhadap api dan tahan bersaing dengan alang-alang (Soerianegara & Indrawan 2008). Data rinci mengenai kerapatan untuk semua tingkat pertumbuhan dapat dilihat pada Lampiran 2-6.

5.1.2 Dominansi

Dominansi adalah tingkat penguasaan spesies-spesies dalam komunitas tumbuhan, indeks nilai penting (INP) adalah salah satu parameter yang dapat memberikan gambaran tentang peranan jenis yang bersangkutan dalam komunitasnya atau pada lokasi penelitian (Sundarapandian & Swamy 2000).

Sehingga semakin tinggi INP suatu spesies tumbuhan dalam suatu komunitas, maka spesies tersebut memiliki tingkat dominansi yang tinggi juga dalam suatu komunitas tersebut. Dari hasil perhitungan INP telah didapatkan daftar spesies yang memiliki nilai INP yang tinggi untuk semua tingkat pertumbuhan. Berikut merupakan lima spesies yang memiliki nilai INP yang tertinggi pada masing-masing tingkat pertumbuhan.

5.1.2.1 Tingkat semai

(41)

Tabel 9 Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat semai

No. Nama Lokal Nama Ilmiah INP (%)

1. Pinang Areca catechu 28,543

2. Kayu afrika Maesopsis eminii 27,583

3. Mahoni daun lebar Swietenia macrophylla 13,474

4. Beringin Sulawesi Ficus subulata 13,389

5. - Palaquium sp. 12,584

Sedangkan spesies yang memiliki nilai INP terendah diantaranya adalah kopi (Coffea robusta), eboni (Diospyros celebica), meranti hutan (Dalbergia rostrtata), kayu galeno (Grewia acuminata), rambutan (Nephelium lappaceum), bayur (Pterospermum javanicum), sampang (Euodia latifolia), dan girang (Leea indica) dengan nilai INP yang sama yakni 1,935%, kemudian bungur (Lagerstroemia speciosa), (Artocarpus sp.), dan (Tarrena sp.) dengan INP 2,500%, sempur batu (Dillenia obovata) INP 3,065%, taritih (Drypetes sumatrana) INP 3,870%, dan kupa landak (Zizyphus horsfieldii) INP 4,195%. Keterangan lebih rinci mengenai INP untuk semua spesies pada tingkat semai dapat dilihat pada Lampiran 2.

5.1.2.2 Tingkat pancang

Berikut merupakan daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pancang. Daftar spesies tersaji pada Tabel 10.

Tabel 10 Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pancang

No. Nama Lokal Nama Ilmiah INP (%)

1. Taritih Drypetes sumatrana 14,585

2. Kiperis Aporosa microcalyx 13,038

3. Sulangkar Leea aequata 9,975

4. Gongseng Glycosmis cochinchinensis 9,838

5. Sampang daun Psychotria sp. 9,615

Sedangkan spesies yang memiliki nilai INP terendah dan tidak mendominasi pada tingkat pancang adalah asahan (Antidesma stipulare), alkesa (Lucumma nervosa), sempur (Dillenia excelsa), laban (Vitex pubescens), kapas daun (Uncaria cf. glabrata), huni (Antidesma bunius), karakan (Lepisathes blumeana),

(42)

(Grewia acuminata) INP 1,823% dan mahoni daun kecil (Swietenia mahagoni) INP 1,892%. Data secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 3.

5.1.2.3 Tingkat tumbuhan bawah

Berikut merupakan daftar spesies yang memiliki nilai INP tetinggi pada tingkat tumbuhan bawah. Daftar spesies tersaji pada Tabel 11.

Tabel 11 Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat tumbuhan bawah

No. Nama Lokal Nama Ilmiah INP (%)

1. Kekep Rhaphidophora korthalsii 62,473

2. Cakar ayam Selaginella doederleinii 61,819

3. Pacing Costus speciosus 14,566

4. Patat Halopegia blumei 10,400

5. Rumput belang Zebrina pendula 10,167

Dari Tabel 11 terlihat bahwa kekep (Rhaphidophora korthalsii) dan cakar ayam (Selaginella doederleinii) memiliki nilai INP yang sangat tinggi dibandingkan dengan spesies lainnya, sehingga dapat dikatakan bahwa spesies-spesies tersebutlah yang paling mendominasi pada tingkat tumbuhan bawah. Hal ini juga terlihat bahwa hampir di semua petak contoh spesies ini dapat ditemukan. Sedangkan untuk spesies yang memiliki nilai INP terendah adalah harendong biasa (Melastoma malabathricum), paku beunyeur (Diplazium esculentum), rane kebo (Angiopteris ceracea), pandan hutan (Pandanus terrestris) dengan nilai INP sama yakni sebesar 1,151%, sri rejeki hutan (Dieffenbachia seguine) dan cangkuang (Pandanus furcatus) INP 1,384%, terong kori (Solanum aculeatissimum) INP 2,534%, bolang (Schismatiglottis calyptrata) INP 3,233%, dan keladi hias (Alocasia sp.) INP 3,452%. Lebih rincinya dapat dilihat pada Lampiran 4.

5.1.2.4 Tingkat tiang

Berikut merupakan daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat tiang. Daftar spesies tersaji pada Tabel 12.

Tabel 12 Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat tiang

No. Nama Lokal Nama Ilmiah INP (%)

1. Menteng Baccaurea racemosa 53,270

2. Meranti Shorea pinanga 31,955

3. Rambutan Nephelium lappaceum 25,044

4. Sampang Euodia latifolia 22,250

(43)

Sedangkan spesies yang memiliki INP terendah adalah kokosan (Lansium aquaeum) INP 4,237%, laban (Vitex pubescens) INP 4,292%, mendarahan (Knema laurina) INP 4,349%, ceuri (Garcinia dioica) INP 4,473%, dan mahoni daun lebar (Swietenia macrophylla) INP 4,529%. Data lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 5.

5.1.2.5 Tingkat pohon

Berikut merupakan daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pohon. Daftar spesies tersaji pada Tabel 13.

Tabel 13 Daftar spesies yang memiliki nilai INP tertinggi pada tingkat pohon

No. Nama Lokal Nama Ilmiah INP (%)

1. Laban Vitex pubescens 34,050

2. Keranji Dialium indum 31,481

3. Terep/benda Artocarpus elasticus 31,312

4. Rambutan Nephelium lappaceum 30,471

5. Karakan Lepisanthes blumeana 10,392

Sedangkan spesies yang memiliki nilai terendah pada tingkat pohon diantaranya adalah kihiur (Eurya acuminata) INP 1,509%, jambu boll (Syzygium malaccensis) INP 1,514%, mendarahan (Knema laurina) INP 1,569%, harendong hutan (Bellucia axinanthera) INP 1,586%, dan kijeret (Terminalia arborea) INP 1,646%. Tingkat dominansi suatu spesies dalam suatu komunitas dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor internal dan eksternal.

Faktor internal, artinya faktor yang ada dalam spesies itu sendiri, seperti zat allelopathy yang dimiliki spesies tertentu sehingga spesies tersebut lebih dominan dibandingkan dengan spesies lain. Sedangkan faktor eksternal, berarti faktor dimana spesies tersebut berdaptasi dengan lingkungannya. Faktor-faktor lingkungan ini diantaranya adalah iklim, geografis, edafis, dan biotik. Spesies yang mampu beradaptasilah yang dapat mendominasi dalam suatu komunitas tersebut (Soerianegara & Indrawan 2008). Data rinci tentang INP tingkat pohon dapat dilihat pada Lampiran 6.

(44)

adaptasi terhadap lingkungan yang rendah sehingga kemampuan untuk bertahan hidup dan memperbanyak jenisnya kecil, kondisi habitat yang tidak sesuai juga dapat mempengaruhi kecilnya jumlah spesies tertentu, dan adanya spesies yang mendominasi sehingga terjadi persaingan dalam hal mempergunakan unsur hara.

5.1.3 Keanekaragaman spesies (H´)

Berdasarkan hasil perhitungan keanekaragaman spesies dengan menggunakan indeks Shannon-Wiener telah didapatkan keanekaragaman spesies untuk semua tingkat pertumbuhan (Tabel 14).

Tabel 14 Keanekaragaman spesies untuk seluruh tingkat pertumbuhan

No. Tingkat Keanekaragaman spesies (H´)

1. Semai 2,991

2. Tumbuhan bawah 2,003

3. Pancang 3,559

4. Tiang 2,928

5. Pohon 3,167

Berdasarkan data pada Tabel 14 terlihat bahwa keanekaragaman spesies untuk semua tingkat pertumbuhan memiliki nilai keanekaragaman yang berbeda-beda. Semai, tumbuhan bawah dan tiang memiliki indeks nilai keanekaragaman spesies yang terbilang sedang, hal ini didasarkan pada pernyataan Fachrul (2008) yang menyatakan bahwa jika H´ < 1, maka keanekaragaman spesiesnya rendah, jika H´ berkisar 1-3 maka keanekaragaman spesiesnya sedang, dan jika H´ > 3 maka keanekaragaman spesies tersebut tergolong tinggi. Sehingga dari pernyataan tersebut dapat juga dikatakan bahwa indeks keanekaragaman spesies tingkat pancang dan pohon tergolong tinggi karena memiliki indeks keanekaragaman spesies lebih dari 3.

(45)

Adanya dominansi dari spesies-spesies berhabitus pohon memungkinkan terhalangnya cahaya matahari yang masuk ke lantai hutan, sehingga hal tersebut bisa mempengaruhi pertumbuhan semai dan tumbuhan bawah tersebut sehingga keanekaragaman spesies pada tingkat semai dan tumbuhan bawah tidak tinggi.

Rendahnya keanekaragaman pada tingkat semai, tumbuhan bawah dan tiang ini dapat menjadi indikator bahwa pada masa yang akan datang kawasan CA Yanlappa tidak memiliki ketersediaan dalam penyediaan plasma nutfah dikarenakan anakan pohon (semai) yang dapat dijadikan sebagai regenerasi pohon-pohon sebelumnya hanya terdapat dalam jumlah yang sedikit. Sehingga kondisi seperti ini dikhawatirkan akan merusak susunan ekosistem sebelumnya.

5.1.4 Perbandingan jumlah dan spesies yang terdapat di kawasan CA Yanlappa

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Erdawati (1986) mengenai analisis vegetasi di CA Yanlappa, telah ditemukan sebanyak 146 spesies dari 51 famili tingkat pancang dan pohon serta 150 spesies dari 65 famili untuk tingkat semai dan tumbuhan bawah. Sedangkan hasil analisis yang telah dilakukan saat ini hanya ditemukan sekitar 92 spesies dari 40 famili untuk tingkat semai, pancang, tumbuhan bawah, tiang dan pohon. Jika dilihat dari spesies yang mendominasi pada penelitian Erdawati (1986) teridentifikasi bahwa spesies yang paling mendominasi adalah terep/benda (Artocarpus elasticus), kijeri (Parinarium corybosum), pahlalar (Dipterocarpa hasseltii), (Eugenia densiflorum) dan keranji (Dialium indum), sedangkan dari hasil penelitian sekarang diketahui bahwa spesies yang mendominasi di kawasan CA Yanlappa adalah rambutan (Nephelium lappaceum), menteng (Baccaura racemosa), laban (Vitex pubescens), meranti (Shorea pinanga), dan keranji (Dialium indum).

(46)

mendominasi pada saat dulu. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan metode, dimana metode yang digunakan Erdawati (1986) adalah dengan cara pembuatan blok di kawasan CA tersebut, sehingga hampir semua kawasan CA terambil contohnya, sedangkan pada penelitian saat ini pengambilan plot contoh hanya dilakukan secara sistematik dan pada lokasi tertentu saja, yakni di sebelah Selatan kawasan tersebut.

5.1.5 Komposisi tumbuhan yang terdapat di Cagar Alam Yanlappa berdasarkan habitusnya

Komposisi tumbuhan berdasarkan habitusnya yang terdapat di CA Yanlappa dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3 Komposisi tumbuhan berdasarkan habitus.

(47)

5.1.6 Komposisi tumbuhan yang terdapat di CA Yanlappa berdasarkan famili

Keanekaragaman tumbuhan yang terdapat di dalam CA Yanlappa ini juga dapat dilihat dari komposisi familinya (Gambar 4).

Gambar 4 Komposisi tumbuhan berdasarkan famili.

(48)

Hasil identifikasi analisis vegetasi yang dilakukan di CA Yanlappa telah didapatkan sekitar 40 famili, spesies dari Famili Meliaceae dan Euphorbiaceae yang paling banyak ditemui di dalam kawasan CA Yanlappa dibandingkan dengan famili lainnya. Hal ini menunjukan bahwa kedua famili tersebutlah yang paling mendominasi di dalam kawasan tersebut. Adanya kesesuaian tempat tumbuh dapat menjadi faktor mendominasinya spesies dari kedua famili tersebut. Spesies dari Famili Meliaceae kebanyakan merupakan spesies penghasil buah-buahan yang sudah banyak dibudidayakan masyarakat, sehingga kemungkinan adanya kemudahan dalam pembudidayaan atau mudah tumbuh inilah yang menyebabkan spesies dari famili ini paling mendominasi di dalam kawasan CA Yanlappa. Data mengenai spesies-spesies beserta familinya dapat dilihat pada Lampiran 7.

5.1.7 Klasifikasi kelompok kegunaan

Berikut merupakan klasifikasi tumbuhan ke dalam 11 kelompok kegunaan (Tabel 15).

Tabel 15 Rekapitulasi kelompok kegunaan tumbuhan

No. Kelompok Kegunaan Tumbuhan

(49)

kawasan CA Yanlappa memiliki potensi tumbuhan yang cukup besar yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sekitar setiap harinya.

Menurut Heyne (1950) diacu dalam Gintings et al. (1990), tidak kurang dari 3.000 jenis tumbuhan di Indonesia baik yang berupa pohon maupun yang bukan pohon dilaporkan dapat dimanfaatkan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, baik sebagai sumber pangan, papan, pakan, bahan industri maupun sumber yang dapat memberikan rasa kesegaran dan kenyamanan. Namun, pemanfaatan tumbuhan tersebut harus disertai dengan pengetahuan mengenai konsep pemanfaatan yang lestari, sehingga sumberdaya yang digunakan tersebut dapat tetap beregenerasi dan dapat memenuhi kebutuhan hidup manusia secara berkelanjutan. Adapun data mengenai daftar spesies pada masing-masing kelompok kegunaan dapat dilihat pada Lampiran 8.

5.2 Bentuk Pemanfaatan Tumbuhan Berguna oleh Masyarakat Sekitar CA Yanlappa

5.2.1 Karakteristik responden 5.2.1.1 Jumlah responden

Responden yang diwawancarai pada penelitian ini berjumlah 30 orang yang terdiri dari 12 orang laki-laki dan 18 perempuan. Hal ini dikarenakan perempuanlah yang paling banyak mengetahui dan memanfaatkan tumbuhan.

5.2.1.2 Umur responden

Kisaran umur responden yang diwawancarai pada penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16 Kisaran umur responden

No. Kisaran Umur (tahun) Jumlah Laki-laki

(orang)

(50)

Gambar 5 Tingkat pendidikan responden.

5.2.1.4 Mata pencaharian

Berikut merupakan mata pencaharian 30 orang responden yang diwawancarai, dimana responden yang memanfaatkan tumbuhan sebagian besar berprofesi sebagai petani.

Tabel 17 Data mata pencaharian responden

No. Mata Pencaharian Jumlah Laki-laki

(orang)

Berdasarkan Tabel 16 terlihat bahwa sebagian besar responden yang sering berinteraksi dengan tumbuhan adalah masyarakat yang masih tergolong produktif, yakni berumur 31-40 tahun sebanyak 11 orang terdiri dari 4 orang laki-laki dan 7 orang perempuan. Kondisi seperti ini didukung pula oleh tingkat pendidikan dan mata pencaharian, dimana responden yang paling banyak berinteraksi dengan tumbuhan tersebut adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah, yakni sekitar 7 orang berpendidikan SD, 1 orang SMA, dan 3 orang tidak sekolah. Sedangkan jika dilihat dari mata pencaharian sebanyak 8 orang responden berprofesi sebagai petani, 1 orang pedagang, 1 orang karyawan, dan 1 orang ibu rumah tangga.

Tingkat pendidikan dan mata pencaharian yang rendah dapat menjadi faktor pemicu terjadinya pemanfaatan sumberdaya, karena dengan pendidikan yang rendah seseorang akan kesulitan mendapatkan lapangan pekerjaan, sehingga untuk

(51)

memenuhi kebutuhan hidupnya mereka akan memanfaatkan segala sumberdaya yang ada di sekelilingnya. Hal ini juga didukung oleh pernyataan Salim (2004) yang mengatakan bahwakerusakan hutan dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, diantaranya adalah bertambahnya jumlah penduduk, berkurangnya tanah pertanian dan sosial ekonomi masyarakat di sekitar hutan, perladangan berpindah-pindah, sempitnya lapangan pekerjaan, dan kurangnya kesadaran masyarakat akan arti pentingnya fungsi hutan dan lain-lain.

5.2.2 Komposisi tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan habitus

Tumbuhan yang digunakan masyarakat sangat beranekaragam, keanekaragaman tersebut terlihat pula pada komposisi habitusnya. Berikut merupakan komposisi tumbuhan berdasarkan habitusnya.

Tabel 18 Keanekaragaman tumbuhan berdasarkan habitus.

Perhitungan komposisi habitus spesies yang dimanfaatkan oleh masyarakat ini dilakukan terhadap 100 spesies saja karena ada 1 spesies yang tidak teridentifikasi habitusnya. Tumbuhan yang banyak dimanfaatkan oleh masyarakat banyak berasal dari habitus pohon, yakni sekitar 40 spesies (40%), semak 23 spesies (23%), herba 16 spesies (16%), perdu 14 spesies (14%), rumput 3 spesies (3%), liana 2 spesies (2%), epifit dan palem masing-masing 1 spesies (1%). Masyarakat banyak menggunakan tumbuhan berhabitus pohon dikarenakan kondisi lingkungan masyarakat sekitar yang sangat mendukung, dimana hampir di setiap sisi, baik di pekarangan ataupun kebun banyak sekali pohon-pohon yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.

No. Habitus Jumlah

1. Pohon 40

2. Semak 23

3. Herba 16

4. Perdu 14

5. Rumput 3

6. Liana 2

7. Epifit 1

(52)

5.2.3 Komposisi spesies tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat berdasarkan famili

Tumbuhan yang digunakan masyarakat sekitar kawasan CA Yanlappa dalam kehidupan sehari-harinya sangat beragam. Keragaman tersebut tidak hanya dari spesiesnya saja melainkan dari komposisi familinya juga. Jumlah famili spesies tumbuhan yang digunakan oleh masyarakat telah teridentifikasi sebanyak 46 famili yang terdiri dari beberapa famili dengan jumlah spesies pada masing-masing famili yang berbeda-beda.

Tumbuhan yang paling banyak digunakan masyarakat berasal dari Famili Zingiberaceae dan Euphorbiaceae. Spesies dari Famili Zingiberaceae paling banyak digunakan karena spesies ini paling mudah dibudidayakan karena tidak memerlukan perawatan dan pemeliharaan yang khusus. Sehingga banyak masyarakat yang menanam spesies dari famili ini di kebun-kebun atau pekarangan rumah mereka. Berikut merupakan gambar tumbuhan Famili Zingiberaceae yang ditanam masyarakat di kebun dan pekarangannya. Data mengenai spesies untuk masing-masing famili dapat dilihat pada Lampiran 9.

(53)

Gambar

Tabel 1  Hasil penelitian mengenai tumbuhan berguna
Tabel 1 Lanjutan
Gambar 1  Lokasi penelitian.
Tabel 2  Jenis dan metode pengumpulan data
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,

Sedangkan kawasan  pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem

Kawasan pelestarian alam mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari

Kawasan Suaka Alam adalah hutan yang dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok.. sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya,

Taman Nasional (TN) merupakan kawasan pelestarian alam yang memiliki tiga fungsi utama, yaitu; perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman

a) Hutan Suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya

Kawasan hutan suaka alam adalah hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya

Kawasan pelestarian alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di darat maupun di perairan yang mempunyai fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,