• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode yang digunakan untuk merumuskan bentuk pengelolaan areal NKT yaitu survey ke lokasi NKT, analisis dokumen NKT, dan wawancara mendalam kepada pengelola.

Analisis Data Keanekaragaman tumbuhan

Pengukuran dan indeks keanekaragaman hayati didasarkan atas jumlah spesies atau kelimpahan relatif (Burley & Gauld 1995) dalam plot-plot contoh (Pielou 1995). Jumlah spesies ini yang ditransformasikan ke dalam indek-indeks keanekaragaman, yaitu kelimpahan spesies, kekayaan spesies, dan kemerataan spesies. Semakin tinggi nilai indeks mencerminkan semakin tinggi keanekaragaman spesies (Boontawee et al. 1995). Selain itu juga dilihat spesies dominan yang terdapat dalam areal penelitian dengan melihat nilai kerapatannya. Kelimpahan Spesies

Keanekaragaman spesies tumbuhan dapat dihitung dengan menggunakan Indeks Keanekaragaman Shannon-Wiener (H’). Menurut Magurran (1988) penghitungan indeks ini dengan rumus:

16 Keterangan :

’ = Indeks keragaman Shannon-Wiener = Jumlah individu spesies

N = Jumlah individu seluruh spesies S = Jumlah spesies

Kekayaan Spesies

Kekayaan spesies tumbuhan diukur dengan menggunakan Indeks Margaleff. Menurut Kusuma (2007), Indeks Margaleff merupakan ukuran keanekaragaman yang lebih responsive dan sensitive terhadap perubahan jumlah spesies. Indeks Margaleff menggunakan persamaan sebagai berikut:

Dmg Keterangan:

Dmg = Indeks Kekayaan Margaleff S = Jumlah Spesies

N = Jumlah individu Kemerataan Spesies

Tingkat kemerataan ditunjukkan oleh indeks kemerataan spesies (Evenness). Indeks kemerataan ini menunjukkan penyebaran individu di dalam spesies. Menurut Ludwig dan Reynolds (1988) indeks ini dapat dihitung dengan rumus:

ln S Keterangan :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon S = Jumlah spesies

E = Indeks kemerataan spesies (Evenness) Kerapatan spesies

erapatan umlah individu setiap spesiesluas seluruh petak (ind ha Keanekaragaman Satwaliar

Keanekaragaman spesies mamalia, burung, dan kupu-kupu dianalisis dengan melihat jumlah jenis dan jumlah individu di setiap tututan lahan.

17 Keanekaragaman potensi manfaat spesies tumbuhan

Identifikasi potensi manfaat spesies tumbuhan yaitu menggunakan kriteria spesies tumbuhan sebagai pangan, papan, obat, pakan ternak, kayu bakar, zat warna, tanaman hias, pestisida nabati, lainnya (getah/damar, aromatik).

Bentuk pengelolaan areal NKT

Analisis secara deskriptif dengan membandingkan bentuk pengelolaan areal NKT di setiap lokasi penelitian.

Pengayaan spesies tumbuhan

Kegiatan pengelolaan yang sudah ada dapat ditunjang dengan melakukan pengayaan jenis tumbuhan. Spesies tumbuhan yang digunakan adalah spesies tumbuhan yang ditemukan pada saat pengambilan data vegetasi dan disesuaikan dengan keberadaan satwaliar yang ada dan hasil wawancara persepsi masyarakat di sekitar perkebunan terhadap dampak secara ekologi adanya perkebunan kelapa sawit. Kriteria yang digunakan yaitu : (1) Fast growing species, (2) Tajuk cukup rindang dan kompak, (3) Berupa tanaman lokal dan tanaman budidaya, (4) Merupakan tumbuhan pakan atau tempat berlindung satwaliar (mamalia, burung, dan kupu-kupu), dan (5) Perakaran kuat.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Manfaat Areal NKT terhadap Konservasi Keanekaragaman Hayati Areal NKT yang ditemukan mempunyai keanekaragaman spesies tumbuhan dan satwaliar yang berbeda-beda. Beranekaragamnya spesies tumbuhan memungkinkan spesies yang ditemukan juga beranekaragam dengan bentuk pemanfaatan yang berbeda-beda. Keanekaragaman ditunjukkan dengan nilai indeks keanekaragaman, kemerataan spesies, dan kerapatan spesies.

Keanekaragaman spesies tumbuhan

Nilai indeks keanekaragaman dapat digunakan untuk menggambarkan keadaan lingkungan berdasarkan kondisi biologinya (Putri dan Allo 2009). Tabel 3 menunjukkan nilai keanekaragaman tumbuhan di lokasi penelitian.

Tabel 3 Nilai keanekaragaman dan kemerataan tumbuhan di lokasi penelitian Lokasi Tipe habitat Nilai Keanekaragaman ’ Dmg E S 1 NKT 2,508 16,836 0,19 129 HS 1,472 5,668 0,94 41 2 NKT 3,65 12,13 0,90 58 HS 3,01 7,66 0,39 42 3 NKT 2,45 4,20 0,71 32 HS 2,24 12,02 0,50 85 4 NKT 1,86 3,72 0,56 28 HS 1,80 9,80 0,42 71

18

Nilai kekayaan (Dmg) dan kelimpahan ( ’ di areal NKT lokasi 1 dan 2 lebih tinggi dibandingkan dengan areal hutan sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa areal NKT di lokasi 1 dan 2 memiliki keseimbangan komunitas lebih baik dibandingkan dengan areal hutan sekunder, namun pada areal NKT lokasi 3 dan 4 belum menunjukkan keseimbangan yang baik karena nilai Dmg pada kedua areal tersebut lebih rendah dibandingkan dengan areal hutan sekunder. Suatu komunitas bisa dikatakan stabil apabila setiap spesies memiliki peran di dalam suatu komunitas tersebut. Dengan tingginya nilai keanekaragaman yang tinggi, maka menunjukkan keseimbangan komunitas yang tinggi dan stabil. Antoko et al. (2006) dan Fachrul (2007) menyatakan bahwa semakin tinggi nilai keanekaragaman spesies di suatu habitat, maka keseimbangan komunitasnya juga akan semakin tinggi dan stabil.

Hasil identifikasi indeks kemerataan spesies menunjukkan semua areal tidak merata karena tidak ada nilai E=1. Menurut Wijana (2014) jika nilai kekayaan spesies (Dmg) suatu ekosistem lebih tinggi dibandingkan dengan nilai kemeratannya (E), maka keanekaragaman spesies pada ekosistem tersebut dipengaruhi oleh nilai kekayaan spesies, bukan dari nilai kemerataan. Dendang dan Handayani (2015) menegaskan bahwa rendahnya nilai indeks kemerataan (E) menunjukkan semakin tinggi komposisi spesies. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kemerataan di areal NKT lokasi 1 paling rendah, mengindikasikan bahwa nilai keanekaragamannya paling tinggi.

Struktur tumbuhan pada suatu komunitas juga dilihat berdasarkan nilai kerapatan. Tingginya nilai kerapatan suatu spesies menunjukkan dominasi spesies tersebut (Tabel 4).

Tabel 4 Kerapatan spesies tumbuhan tertinggi di lokasi penelitian Tingkat

pertumbuhan Habitat Lokasi Nama spesies

Kerapatan (individu/ha) Semai dan tumbuhan bawah NKT 1 Ottochloa nodosa 24150 2 Jasminum insigne 1700 3 Axonopus compressus 36500 4 Ottochloa nodosa 62000 HS 1 Asystasia gangetica 39150 2 Dicranopteris linearis 5400 3 Pennisetum purpureum 32350 4 Paspalum conjugatum 36500 Pancang NKT 1 Ixonanthes icosandra 25 2 Xanthophyllum amoenuem 63 3 Macaranga gigantea 25 4 Terminalia catappa 6 HS 1 Hevea brasiliensis 159 2 Teijsmanniodendron sp 63 3 Helicia sp 69

4 Helicia sp, Vatica nitens 69

Tiang NKT 1 Semua species 1

2 Pouteria malaccensis 8

19 Tabel 4 Kerapatan spesies tumbuhan tertinggi di lokasi penelitian (lanjutan) Tingkat

pertumbuhan Habitat Lokasi Nama spesies

Kerapatan (individu/ha) 4 - 0 HS 1 Hevea brasiliensis 36 2 Guioa diplopetala 44 3 Elaeocarpus acmocarpus 4 4 Syzygium sp 31 Pohon NKT 1 Pternandra caerulescens 3 2 Pouteria malaccensis 6 3 - 0 4 - 0 HS 1 Hevea brasiliensis 56 2 Artocarpus kemando 3 3 Macaranga hullettii 3 4 Vatica nitens 2

Kerapatan menyatakan jumlah individu suatu spesies di dalam suatu unit areal/ruang. Iswandono (2007) menyatakan bahwa tingkat kerapatan suatu spesies dalam komunitas menentukan struktur komunitas yang bersangkutan. Nilai kerapatan suatu spesies tumbuhan tidak menentukan keanekaragaman satwaliar yang ditemukan. Hal ini karena keberadaan satwaliar ditentukan oleh jumlah spesies tumbuhan yang dimanfaatkan satwaliar sebagai pohon pakan atau tempat tinggalnya di dalam suatu ekosistem.

Keanekaragaman spesies mamalia

Keanekaragaman spesies mamalia dilihat berdasarkan setiap tutupan lahan yang ada, yaitu ada kebun sawit muda, kebun sawit tua, areal hutan sekunder di sekitar perkebunan, dan areal NKT. Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa spesies mamalia paling banyak ditemukan pada areal hutan sekunder dan NKT lokasi 1 (Tabel 5).

Tabel 5 Keanekaragaman spesies mamalia di perkebunan sawit besar

Lokasi Tipe Habitat

Sawit Tua Sawit Muda NKT Hutan Sekunder

1 2 0 6 7

2 4 0 2 2

3 2 4 2 4

4 2 1 2 3

Tabel 5 menunjukkan perbandingan jumlah spesies mamalia yang ditemukan di areal perkebunan sawit (sawit tua, sawit muda, NKT) dengan hutan sekunder. Spesies yang ditemukan di areal NKT lebih beragam dibandingkan dengan kebun sawit, namun sama dengan hutan sekunder. Hal ini menunjukkan bahwa areal NKT lebih efektif dimanfaatkan oleh spesies mamalia, khususnya mamalia besar. Beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh mamalia yaitu Ficus variegata dan Pternandra caerulescens (Gambar 4). Menurut

20

Subagyo (2002) dan Zairina et al. (2015), spesies tumbuhan tersebut merupakan pakan alami primata seperti monyet ekor panjang dan lutung.

(a) (b)

Gambar 4 Spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh mamalia sebagai pohon pakan : (a) Ficus variegata, (b) Pternandra caerulescens

Tingginya keanekaragaman spesies mamalia di areal NKT dan hutan sekunder berkaitan dengan keanekaragaman vegetasi yang ada. Hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis MacArthur dan MacArthur (1961) yang menyatakan bahwa peningkatan jumlah habitat yang berbeda dapat menyebabkan terjadinya peningkatan keragaman spesies. Salah satu alasan heterogenitas habitat dapat meningkatkan keragaman spesies adalah bahwa semakin beragam habitat, maka habitat tersebut semakin mampu mendukung populasi spesies yang berbeda (Cramer dan Willig 2005). Penyebab rendahnya keanekaragaman hayati di areal perkebunan sawit diduga karena sifat pola tanamnya yang monokultur dan tidak adanya komponen utama vegetasi hutan yang meliputi pepohonan hutan, liana dan anggrek epifit (Danielsen et al. 2009), sehingga keanekaragaman spesies mamalia di kebun sawit lebih rendah dibandingkan dengan areal berhutan seperti NKT dan hutan sekunder.

Spesies mamalia yang ditemukan pada areal kebun sawit berupa mamalia kecil seperti bajing (Callosciurus notatus), sedangkan pada areal NKT lokasi 1 dan hutan sekunder ditemukan mamalia primata seperti monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang ditemukan dengan memanfaatkan spesies tumbuhan Endospermum diadenum (Gambar 5). Areal NKT yang ada di lokasi 1 dan lokasi 2 merupakan sisa areal yang tidak dibuka untuk areal perkebunan sawit untuk mendukung keanekaragaman hayati. Menurut Laurance (2008), fragmen dari areal hutan tersebut dapat mempertahankan konektivitas pada skala lanskap sebagai stepping-stone antar areal hutan yang kontinyu.

21

(a) (b)

Gambar 5 Bentuk pemanfaatan vegetasi oleh mamalia : (a) bajing (Callosciurus notatus) dan (b) monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)

Keanekaragaman spesies burung

Spesies burung yang ditemukan pada setiap tutupan lahan di setiap lokasi berbeda beda (Tabel 6). Keanekaragaman spesies burung tertinggi ditemukan di areal NKT dan hutan sekunder.

Tabel 6 Keanekaragaman spesies burung di perkebunan sawit

Lokasi Tipe Habitat

Sawit Tua Sawit Muda NKT Hutan Sekunder

1 13 14 16 16

2 15 13 15 23

3 10 16 16 8

4 13 14 17 27

Spesies burung yang ditemukan pada areal NKT lebih rendah dibandingkan dengan areal hutan sekunder, namun lebih tinggi dibandingkan dengan areal kebun sawit. Hal ini menunjukkan bahwa areal NKT cukup efektif menjadi habitat bagi spesies burung, sehingga menunjukkan bahwa keberadaan areal NKT sangat dibutuhkan oleh beberapa spesies burung karena terdapat vegetasi yang beragam untuk dimanfaatkan. Beberapa spesies tumbuhan yang dimanfaatkan oleh burung yaitu sesendok (Endospermum diadenum) dan akasia (Acacia mangium) (Gambar 6).

Vegetasi hutan sekunder lokasi 1 di dominasi oleh karet (Hevea brasiliensis), namun sudah di tumbuhi oleh vegetasi lainnya sehingga tutupan tajuknya menyerupai hutan sekunder. Menurut Ayat (2011), struktur yang menyerupai hutan sekunder tersebut memungkinkan berbagai spesies burung bersarang di dalamnya ataupun hanya sekedar mendatangi untuk mencari makan. Dickson et al. (1979) dan Adil et al. (2010) menyatakan bahwa sifat-sifat vegetasi yang mendukung kehidupan burung adalah keanekaragaman spesies, struktur, kerapatan populasi, dan kerapatan tajuk-tajuknya.

22

(a) (b)

Gambar 6 Bentuk pemanfaatan vegetasi oleh spesies burung : (a) Psittacula longicauda dan (b) Aegithina tiphia

Dempster (1975) menyatakan bahwa keanekaragaman satwa dipengaruhi oleh komposisi spesies tumbuhan yang ada, yang menyediakan bahan makanan bagi satwa. Hilangnya pohon hutan dan tumbuhan semak, hilang pula tempat bersarang, berlindung dan mencari makan berbagai jenis burung. Hal ini mengakibatkan perubahan komunitas dan penurunan jenis burung di dalamnya, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya kepunahan lokal berbagai jenis burung (Ayat 2011). Hal ini menunjukkan bahwa vegetasi sangat berpengaruh terhadap keberadaan spesies burung di perkebunan kelapa sawit.

Keanekaragaman spesies kupu-kupu

Keberadaan kupu-kupu (Lepidoptera) pada suatu kawasan dapat dipandang sebagai suatu hal yang sangat penting, hal ini berkaitan dengan fungsinya sebagai boindikator kelestarian lingkungan, karena satwa ini tidak dapat hidup pada lingkungan tercemar (Holloway et al. 1987). Selain itu lepidoptera juga berperan dalam membantu proses penyerbukan berbagai jenis tanaman berbunga (Borror et al. 1996). Spesies kupu-kupu paling banyak ditemukan di areal hutan sekunder (Tabel 7).

Tabel 7 Keanekaragaman spesies kupu-kupu di perkebunan sawit

Lokasi Tipe habitat

Sawit Tua Sawit Muda NKT Hutan sekunder

1 8 19 13 14

2 7 9 10 21

3 17 11 18 11

4 27 16 14 21

Spesies kupu-kupu paling banyak ditemukan di areal hutan sekunder dan sawit tua. Hal ini karena spesies kupu-kupu lebih menyukai kondisi tutupan lahan yang lebih terbuka dengan komposisi tumbuhan bawah yang beragam sebagai tempat mencari pakan dan sebagai tumbuhan inang untuk larva kupu-kupu. Terdapat tiga famili yang ditemukan pada semua lokasi, yaitu Nymphalidae, Papilionidae, dan Pteridae. Famili Nymphalidae cenderung bersifat polifag (mempunyai jenis makanan lebih dari satu macam) (Lestari et al. 2015).

23 Tingginya keanekaragaman kupu-kupu berkaitan dengan vegetasi jenis pakan. Menurut Vane et al. (1984) vegetasi yang merupakan pakan ulat dari famili Nymphalidae antara lain berasal dari famili Arecaceae dan Moraceae. Beberapa spesies tumbuhan di yang dimanfaatkan oleh kupu-kupu yaitu Asystasia gangetica dan Mikania sp (Gambar 7). Menurut Suryanto (2014) spesies Leea indica merupakan salah satu spesies tumbuhan pakan bagi kupu-kupu dewasa. Kupu-kupu merupakan satwa yang sangat tergantung pada keberadaan tanaman pakan, sehingga jumlah dan jenis pakan akan berpengaruh pada kemampuan reproduksi kupu-kupu (Dennis et al. 2004). Corbert dan Pendleburry (1956) menyatakan bahwa famili Nymphalidae umumnya mempunyai penyebaran yang luas, menyukai tempat tempat terang, daerah kebun dan hutan, dan beberapa menyukai tempat berbau busuk.

(a) (b)

Gambar 7 Bentuk pemanfaatan vegetasi oleh spesies kupu-kupu : (a) Mycalesis horsfieldii, (b) Graphium sarpedon

Potensi Manfaat Spesies Tumbuhan di Areal NKT

Ditemukan sebanyak 172 spesies yang memiliki potensi kegunaan cukup tinggi di areal NKT (Lampiran 7). Potensi manfaat spesies tumbuhan yang mendominasi yaitu sebagai obat, bahan bangunan dan pangan (Tabel 8).

Tabel 8 Potensi manfaat spesies tumbuhan di areal NKT

No Kegunaan Lokasi Jumlah

spesies 1 2 3 4 1 Pangan 21 10 13 13 47 2 Papan 39 24 3 4 58 3 Obat 67 23 13 13 98 4 Pakan ternak 9 5 10 11 14 5 Kayu bakar 7 3 2 2 13 6 Zat warna 4 1 1 0 5 7 Tanaman hias 11 4 4 5 12 8 Pestisida nabati 4 4 3 3 8

24

1. Tumbuhan pangan

Pemanfaatan tumbuhan pangan di areal NKT belum dilakukan oleh masyarakat, namun ada areal NKT yang digunakan oleh pegawai yang tinggal di dalam areal perusahaan untuk menanam beberapa spesies tumbuhan yang digunakan untuk sayur, seperti singkong, kangkung, bayam, dan sawi. Mereka memanfaatkan areal NKT tersebut karena belum dilakukan kegiatan pengelolaan oleh perusahaan, sehingga masyarakat masih bisa melakukan penanaman. Terdapat 47 spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan pangan di seluruh areal NKT, namun spesies tersebut belum dimanfaatkan oleh masyarakat.

Beberapa spesies tumbuhan yang memiliki potensi sebagai tumbuhan pangan yaitu Garcinia parvifolia yang umumnya disebut sebagai buah kandis yang dimanfaatkan buahnya (Syamsudin et al. 2007). Selain itu juga terdapat spesies lokal Papua yang berpotensi sebagai tumbuhan penghasil buah, yaitu matoa (Pometia pinnata) (Sembori dan Tanjung 2009).

2. Tumbuhan papan, bahan bangunan, dan furniture

Beberapa spesies tumbuhan yang memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan bangunan yaitu akasia (Acacia mangium) dan terap (Artocarpus elasticus). Spsesies A. mangium merupakan spesies tumbuhan invasif yang cepat tumbuh namun memiliki kegunaan untuk bahan bangunan, sedangkan A. elasticus adalah spesies dari famili Moraceae yang biasa digunakan oleh masyarakat lokal di kawasan konservasi PT. Wira Karya Sakti, Sungai Tapa, Jambi sebagai dinding rumah (Rahayu et al. 2007).

3. Tumbuhan Obat

Beberapa contoh spesies tummbuhan obat yang memiliki kegunaan tinggi untuk obat yaitu Fibraurea tinctoria yang berfungsi sebagai antidiabetes (Rahayu et al. 2006), Litsea elliptica yang digunakan sebagai obat anoreksia dan Garcinia parvifolia yang memiliki manfaat sebagai antimalaria (Syamsudin et al. 2007). Ketiga spesies tersebut ditemukan di areal NKT lokasi 1. Selain spesies tersebut juga terdapat spesies tumbuhan bawah yang berpotensi sebagai obat, Chromolaena odorata yang berpotensi sebagai obat dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Merapi (Suharti 2015).

4. Pakan Ternak

Spesies tumbuhan yang berpotensi sebagai tumbuhan pakan ternak paling banyak dari spesies tumbuhan bawah seperti Clidemia hirta, Ageratum conyzoides, dan Mikania sp. Ernawati dan Ngawit (2015) mengatakan bahwa spesies tersebut merupakan hijauan pakan untuk ternak.

5. Kayu bakar

Semua spesies tumbuhan berkayu atau berbentuk pohon pada dasarnya dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar. Namun demikian, beberapa lokal, seperti masyarakat lokal sekitar PT. Wira Karya Sakti, Sungai Tapa – Jambi, mempunyai kriteria tertentu dalam memilih kayu, antara lain kayunya kering, awet atau tidak cepat habis, dan energi panas yang dihasilkan cukup tinggi. Beberapa spesies tumbuhan untuk kayu bakar utama antara lain keranji (Dialium sp), arang-arang (Diospyros sp), kempas (Koompassia malaccensis), Lithocarpus sp, dan

25 Nephelium sp (Rahayu et al. 2007). Semua spesies tersebut juga ditemukan di areal NKT.

6. Zat warna

Beberapa spesies yang berpotensi menghasilkan zat warna yaitu salam (Syzygium polyanthum), (Terminalia catappa), sedangkan spesies tumbuhan yang memiliki potensi sebagai tumbuhan aromatik yaitu mahang (Macaranga conifera), gaharu (Aquilaria malaccensis).

7. Tanaman hias

Beberapa spesies tumbuhan yang memiliki potensi untuk dijadikan tanaman hias yaitu kantong semar (Nepenthes ampullaria, Nepenthes gracilis), sri rejeki (Aglaonema commutatum), dan kelakai (Stenochlaena palustris). Tumbuhan tersebut dapat digunakan sebagai tanaman hias karena memiliki bentuk daun dan bunga yang menarik.

8. Pestisida nabati

Pada umumnya, pestisida nabati diartikan sebagai suatu pestisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Pestisida nabati dimasukkan ke dalam kelompok pestisida biokimia karena mengandung biotoksin. Pestisida biokimia adalah bahan yang terjadi secara alami dapat mengendalikan hama dengan mekanisme non toksik. Beberapa spesies yang memiliki potensi sebagai pestisida nabati yaitu bandotan (Ageratum conyzoides), akasia (Acacia mangium), balik angin (Mallotus paniculatus), rumput tulang (Eleusine indica), dan paku resam (Dicranopteris linearis). Menurut Asmaliyah et al. (2010), spesies tumbuhan tersebut sangat efektif digunakan sebagai pestisida nabati karena dapat mengusir hama seperti hama kepik pada pertanian, hama gudang, hama wereng.

9. Lainnya (getah/damar, aromatik)

Spesies tumbuhan yang memiliki potensi sebagai penghasil damar dan tumbuhan aromatik yaitu mahang (Macaranga sp) dan gaharu (Aquilaria malaccensis), karet (Hevea brasiliensis), matoa (Pometia pinnata), dan merwawan (Hopea dryobalanoides). Saudagar et al. (2015) menyebutkan bahwa spesies tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat Suku Anak Dalam (SAD).

Pemanfaatan Ruang Areal NKT untuk Satwaliar Lokasi 1

Keanekaragaman satwaliar di areal NKT lokasi 1 memanfaatkan vegetasi yang berbeda-beda dengan strata yang berbeda pula (Gambar 8). Spesies mamalia yang terlihat banyak melakukan aktivitas di areal NKT lokasi 1 yaitu bajing (Callosciurus notatus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), dan lutung kelabu (Presbytis cristata). Spesies burung paruh bengkok dan burung pemakan buah/serangga juga sering terlihat melakukan aktivitas di areal NKT lokasi 1.

26

Gambar 8 Pemanfaatan areal NKT lokasi 1 : (a) Bajing (Callosciurus notatus), (b) betet ekor panjang (Psittacula longicauda), (c) lutung kelabu (Presbytis

cristata), (d) Junonia orithya

Spesies mamalia kecil seperti bajing memanfaatkan seluruh strata vegetasi karena pohon pakan dari spesies ini tersebar dari strata bawah sampai atas. Bajing memanfaatkan buah-buahan dan biji-bijian seperti karet (Hevea brasiliensis) dan beberapa spesies Ficus sp. Bajing kelompok frugivora+insectivora (pemakan buah-buahan dan serangga, terutama semut) (Payne et al. 2000). Selain bajing, beberapa spesies burung juga memanfaatkan vegetasi sebagai sumber pakan, seperti betet ekor panjang yang memanfaatkan spesies pulai (Alstonia scholaris) sebagai tempat bertengger. Burung betet ekor panjang termasuk ke dalam spesies burung pemakan buah, biji-bijian, dan serangga (frugivora). Beberapa spesies tumbuhan pakan untuk burung frugivora antara lain luwingan (Ficus variegata), leak (Leea indica), dan nangka-nangkaan (Artocarpus sp). Widodo (2006) menyatakan bahwa spesies-spesies tersebut merupakan pakan alami burung paruh bengkok.

Terdapat 6 spesies mamalia yang ditemukan di areal NKT lokasi 1, tiga diantaranya adalah spesies primata, contohnya lutung kelabu. Lutung kelabu memanfaatkan strata B dan C untuk beraktivitas. Menurut Tobing (1999), penggunaan ketinggian oleh primata sangat tergantung dengan sumber pakan dan kesesuaian sarana dalam melakukan aktivitas, namun pada umumnya penggunaan ketinggian sering pada ketinggian sedang. Selain lutung kelabu, juga ditemukan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) yang memanfaatkan strata vegetasi B-D. Kartono (2015) menyatakan bahwa spesies primata seperti Macaca fascicularis adalah mamalia spesialis yang memiliki ketergantungan terhadap kondisi habitat. Berbeda dengan burung dan mamalia, spesies kupu-kupu lebih banyak memanfaatkan strata paling bawah karena kupu-kupu memanfaatkan spesies tumbuhan bawah.

27 Lokasi 2

Satwaliar yang ditemukan di areal NKT lokasi 2 memanfaatkan areal NKT sesuai dengan kebutuhan aktivitasnya (Gambar 9). Aktivitas burung yang terlihat di areal NKT lokasi 2 yaitu mencari pakan, bertengger, dan terbang, sedangkan aktivitas mamalia yang tertangkap kamera trap yaitu sedang berjalan mencari pakan. Spesies kupu-kupu paling banyak di temukan di bagian luar areal NKT yang memanfaatkan beberapa spesies tumbuhan bawah.

Gambar 9 Pemanfaatan areal NKT lokasi 2: (a) Ypthima horsfieldii,(b) jingjing batu (Hemipus hirundinaceus), elang ular bido (Spilornis cheela), tekukur biasa

(Streptopelia chinensis)

Spesies tumbuhan yang berada di areal NKT dimanfaatkan oleh satwaliar pada berbagao strata. Spesies burung merupakan satwaliar yang paling banyak ditemukan, selain kupu-kupu dan mamalia. Spesies burung yang ditemukan paling banyak adalah pemakan serangga dan biji-bijan, seperti jingjing batu dan tekukur biasa. Selain itu juga ditemukan spesies burung predator, yaitu elang ular bido dan elang brontok (Spizaetus cirrhatus). Jingjing batu disebut sebagai exploiter species, karena jenis ini menyukai daerah pinggir hutan. Jenis ini sering mengunjungi tepi hutan sehingga bisa mendapatkan sinar matahari yang lebih banyak bila dibandingkan dengan di dalam hutan (Dewi 2005). Spesies kupu-kupu yang di dominasi oleh famili Nymphalidae memanfaatkan tumbuhan bawah sebagai tumbuhan pakan atau inang.

28

Lokasi 3 dan 4

Areal NKT lokasi 3 dan 4 paling banyak dimanfaatkan oleh spesies burung dan kupu-kupu (Gambar 10). Spesies burung memanfaatkan spesies tumbuhan untuk bertengger atau mencari pakan, seperti serangga dan buah, sedangkan spesies kupu-kupu banyak ditemukan pada saat terbang dan hinggap.

Gambar 10 Pemanfaatan areal NKT di lokasi 3 dan 4 oleh satwaliar: (a) Papilio memnon, (b) Mycalesis horsfieldii, (c) Leptosia nina, (d) Neptis hylas, (e) kareo padi (Amaurornis phoenicurus), (f) bubut alang-alang (Centropus bengalensis),

(g) Cinenen kelabu (Orthotomus ruficeps)

Spesies burung yang ditemukan pada areal NKT lokasi 3 dan 4 merupakan spesies burung pemakan biji-bijian dan serangga. Terdapat 15 spesies burung frugivora yang memanfaatkan strata vegetasi B dan C. Penggunaan strata vegetasi oleh burung memiliki hubungan dengan ketersediaan pakan dan ruang pada strata tersebut. Pada strata vegetasi III dan IV, pakan burung (buah, bunga, serangga) terdapat dalam jumlah melimpah, sehingga banyak jenis burung yang memanfaatkan strata tersebut. Selain itu, strata vegetasi C dan D merupakan strata vegetasi yang memiliki ruang lebih banyak yang dapat digunakan oleh burung, seperti adanya batang dan cabang yang tertutup tajuk (Dewi et al. 2007).

Keanekaragaman spesies kupu-kupu paling tinggi di lokasi 4 dengan jumlah 18 spesies. Hal ini disebabkan oleh tipe vegetasi yang ada di areal NKT lokasi 4 yang didominasi oleh semak, perdu, dan tumbuhan bawah. Vegetasi merupakan sumber pakan dan tempat bernaung bagi spesies kupu-kupu. Hal itu sesuai dengan pendapat Koh dan Sodhi (2004) yang menyatakan bahwa jumlah spesies kupu-kupu dipengaruhi tutupan kanopi pohon dan intensitas cahaya matahari. Terbukanya kanopi di lokasi 4 menyebabkan areal NKT banyak ditumbuhi oleh

29 tumbuhan bawah dan tumbuhan berbunga sebagai pakan dan tumbuhan inang kupu-kupu.

Bentuk Pengelolaan Areal NKT

Berdasarkan hasil penelitian, lokasi 1 dan 2 memiliki tipe NKT 1 (NKT 1.2, NKT1.3), sedangkan pada lokasi 3 dan 4 memiliki tipe NKT 4 (NKT 4.1) (Tabel 9).

Tabel 9 Tipe, fungsi, dan kriteria areal NKT di lokasi penelitian Tipe* Fungsi areal

NKT

Kriteria* Lokasi Tahun

penetapan 1 Kawasan yang mempunyai keanekaragaman hayati yang penting

1.Spesies yang terancam, langka, atau hampir punah 2.Spesies endemik

Dokumen terkait