BAB III PERLINDUNGAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP
A. Bentuk Perlindungan Hukum bagi Pekerja yang di PHK
Perlindungan hukum bagi pekerja merupakan ketentuan yang diatur oleh hukum untuk mengatur antara hak dan kewajiban pekerja. Adapun tujuan perlindungan hukum tenaga kerja antara lain dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin kesamaan kesempatan dan perlakuan tanpa diskriminasi serta meningkatkan harkat, martabat dan harga diri tenaga kerja untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera lahir dan bathin.65 Perlindungan hukum merupakan
perlindungan terhadap subjek dan objek hukum yang bertujuan melindungi hak dan kewajiban para pihak serta objek yang menjadi hubungan hukum antar para pihak tersebut.66
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah membawa perubahan mendasar yakni menjadikan sifat hukum perburuhan menjadi ganda yakni sifat privat dan sifat publik. Sifat privat melekat pada prinsip dasar adanya hubungan kerja yang ditandai dengan adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha. Sedangkan sifat publik dari hukum perburuhan dapat dilihat dari
65
Mohd Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, (Jakarta: Sarana Bakti Persada, 2004), hlm. 1.
66
Endang Sri Wahyuni, Aspek Hukum Sertifikasi dan Keterkaitannya Dengan Perlindungan Konsumen, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 2003), hlm.91.
adanya sanksi pidana, sanksi administratif bagi pelanggar ketentuan di bidang perburuhan/ketenagakerjaan dan dapat dilihat dari adanya ikut campur tangan pemerintah dalam menetapkan besarnya standar upah (upah minimum).67
Perjanjian kerja memegang peranan penting dan merupakan sarana untuk mewujudkan hubungan kerja yang baik dalam praktek sehari-hari maka perjanjian kerja pada umumnya hanya berlaku bagi pekerja dan pengusaha yang mengadakan perjanjian kerja. Dengan adanya perjanjian kerja, pengusaha harus mampu memberikan pengarahan/penempatan kerja sehubungan dengan adanya kewajiban mengusahakan pekerjaan atau menyediakan pekerjaan. Walaupun suatu perjanjian kerja baik berbentuk tertulis maupun lisan telah mengikat para pihak namun dalam pelakasanaannya sering berjalan tidak seperti apa yang diharapkan misalnya masalah jam masuk kerja, masalah upah sehingga menimbulkan perselisihan paham mengenai hubungan kerja dan akhirnya terjadilah pemutusan hubungan kerja.
Saat ini masih banyak pekerja yang tidak mengerti akan hak dan kewajibannya sehingga banyak pekerja yang merasa dirugikan oleh pengusaha yang memaksakan kehendaknya pada pihak pekerja dengan mendiktekan perjanjian kerja tersebut pada pekerjanya. Isi dari penyelenggaraan hubungan kerja tidak boleh bertentangan dengan ketentuan dalam undang-undang yang bersifat memaksa ataupun yang bertentangan dengan tata susila yang berlaku dalam masyarakat
67
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Edisi Revisi, (Jakarta, Rajawali Pers, 2003), hlm. 12.
ataupun ketertiban umum. Bila hal tersebut sampai terjadi maka perjanjian kerja tersebut dianggap tidak sah dan batal.
Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang masih menempatkan buruh pada posisi yang kurang menguntungkan, secara bertahap disesuaikan dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa depan yang terus berkembang.68 Guna
mengetahui kedudukan buruh dalam undang-undang ketenagakerjaan maka akan dikemukakan beberapa aspek berkaitan dengan kedudukan buruh tersebut.
Pada Pasal 28 D Ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa:
1. Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.
2. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan mengatur beberapa aspek kedudukan buruh yaitu:
a. Perencanaan tenaga kerja dan informasi ketenagakerjaan (Pasal 7 dan Pasal 8) b. Pelatihan kerja (Pasal 9 s.d Pasal 30)
c. Penempatan tenaga kerja (Pasal 31 s.d Pasal 38) d. Perluasan kesempatan kerja (Pasal 39 s.d Pasal 41) e. Penggunaan tenaga kerja asing (Pasal 42 s.d Pasal 49) f. Hubungan kerja (Pasal 50 s.d Pasal 66}
g. Perlindungan, pengupahan dan kesejahteraan (Pasal 67 s.d Pasal 101) h. Hubungan industrial (Pasal 102 s.d Pasal 149)
68
Mohd Syaufii Syamsuddin, Norma Perlindungan Dalam Hubungan Industrial, Op Cit, hlm. 2.
i. Pemutusan hubungan kerja (Pasal 150 s.d Pasal 172)
j. Pembinaan, pengawasan, penyidikan (Pasal 173 s.d Pasal 181) k. Ketentuan pidana dan sanksi administrartif (Pasal 183 s.d Pasal 190)
Lahirnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan mengatur perjanjian kerja yang dapat dibuat secara perorangan atau dengan serikat pekerja/serikat buruh sehingga turut memberikan peluang adanya ketidakwajiban pengusaha untuk membuat perjanjian kerja perorangan secara tertulis dengan alasan kondisi masyarakat yang beragam yang memungkinkan perjanjian kerja secara lisan.
Pembenaran oleh Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 mengenai perjanjian kerja secara lisan membuat pekerja tidak mengetahui hak dan kewajibannya dalam menjalani hubungan kerja dengan pengusaha berupa syarat-syarat kerja sehingga pekerja tidak dapat menghindari sebuah larangan/tata tertib yang diberlakukan oleh pengusaha yang pada akhirnya dapat mengakibatkan pemutusan hubungan kerja bahkan akibat hukum yang timbul dari putusnya hubungan kerjapun tidak dapat diketahui oleh pekerja tersebut. Perjanjian yang dibuat secara lisan dapat menyulitkan pekerja dalam membuktikan kebenaran dirinya sebagai pekerja yang bekerja pada pengusaha dalam proses penyelesaian perselisihan pemutusan hubungan kerja di Pengadilan Hubungan Industrial.
Ketentuan Pasal 63 ayat (1) Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 yang mewajibkan pengusaha membuat surat pengangkatan bagi pekerja yang perjanjian kerjanya dibuat secara lisan tidaklah efektif dan banyak pengusaha yang tidak menjalankannya bukan hanya karena tidak ada sanksi yang mengaturnya namun juga
karena dengan tidak dibuatnya perjanjian kerja secara tertulis dan surat pengangkatan akan dapat menguntungkan pengusaha yaitu diantaranya tidak jelasnya kapan hubungan kerja kedua belah pihak dimulai seperti perkara Pemutusan Hubungan Kerja antara Harizon Pane, dkk dengan PT. Rivera Village Permai yang tidak mengakui Harizon Pane, dkk adalah pekerja yang bekerja di PT.Rivera Village Permai serta membantah masa kerja dan upah Harizon Pane, dkk hal ini diakibatkan karena tidak adanya perjanjian kerja.
Pada dasarnya semua pihak baik pengusaha, pekerja, pemerintah maupun masyarakat secara langsung atau tidak langsung mempunyai kepentingan atas jalannya perusahaan. Sering terdapat pandangan yang keliru atas perusahaan yaitu pandangan yang menganggap bahwa yang mempunyai kepentingan atas suatu perusahaan hanyalah pengusaha atau pemilik modal yang bersangkutan. Kekeliruan pandangan ini dapat terjadi karena beberapa kemungkinan.
Kemungkinan pertama dapat timbul sebagai akibat sikap pengusaha sendiri yaitu sikap yang terlalu menonjolkan kekuasaan dan haknya atas modal dan mengutamakan keuntungannya sehingga kurang memperhatikan pekerja dan masyarakat. Kemungkinan kedua dapat terjadi sebagai akibat prasangka dari pekerja yang sering menganggap bahwa pengusaha selalu mengambil keuntungan terlalu banyak dan memberi bagian pekerja terlalu sedikit. Pokok pangkal ketidakpuasan umumnya berkisar pada masalah-masalah :
a. Pengupahan b. Jaminan sosial
c. Perilaku penugasan yang kadang-kadang dirasakan kurang sesuai kepribadian d. Daya kerja dan kemampuan kerja yang dirasakan kurang sesuai dengan pekerjaan
yang diemban.
e. Adanya masalah pribadi.
Ditinjau dari aspek perlindungan hukum dari berbagai peraturan perundang- undangan ketenagakerjaan maka diatur perlindungan sejak sebelum adanya hubungan kerja, selama dalam hubungan kerja dan setelah hubungan kerja berakhir. Perlindungan sebelum bekerja misalnya, jaminan bahwa setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama dan tanpa diskriminasi, untuk memperoleh pekerjaan.69
Bentuk perlindungan setelah hubungan kerja yaitu adanya kewajiban pengusaha untuk membayar pesangon apabila pekerja di PHK secara sepihak dan kewajiban pengusaha untuk mengikutsertakan pekerja dalam program jaminan hari tua atau program pensiun pekerja. Perlindungan pekerja dalam hubungan kerja yaitu perlindungan mengenai upah yang harus berdasarkan upah minimum yang ditetapkan pemerintah dan mengikutsertakan pekerja dalam program jamsostek kemudian hak- hak pekerja lainnya seperti hak cuti, hak beribadah pada saat waktu bekerja, hak mendapatkan upah lembur dan hak mendapatkan perlindungan keselamatan dan keamanan dalam melakukan pekerjaan.
Khusus perlindungan setelah hubungan kerja yakni adanya kewajiban pengusaha untuk membayar pesangon apabila pekerja di PHK secara sepihak, Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 pada Pasal 1 angka (25) memberi pengertian
69Ibid
bahwa PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dengan pengusaha. Dalam melakukan PHK pengusaha harus berdasarkan fakta, bukti dan data yang dapat dipertanggungjawabkan.