• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bentuk dan Substansi Kontrak Karya

Bentuk kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan penanam modal asing atau patungan antara perusahaan asing dengan perusahaan domestik untuk melakukan kegiatan di bidang pertambangan umum adalah berbentuk tertulis. Substansi kontrak karya tersebut disiapkan oleh Pemerintah Repulbik Indonesia c.q. Departemen Pertambangan dan Energi dengan calon penanam modal.104

Berdasarkan analisis terhadap substansi kontrak karya yang dibuat antara Pemerintah Pusat dengan PT Newmont Nusa Tenggara maka hal-hal yang diatur dalam Kontrak Karya tersebut meliputi hal sebagai berikut.105

1. Tanggal persetujuan dan tempat dibuatnya kontrak karya.

Tanggal persetujuan Kontrak Karya antara Pemerintah Indonesia dengan PT Newmont Nusa Tenggara adalah tanggal 2 Desember 1986 dan tempat dibuatnya kontrak karya di Jakarta.

2. Subjek hukum.

Subjek dalam kontrak ini adalah Pemerintah Republik Indonesia dan penanam modal

3. Definisi (Pasal 1).

104 Ibid., hal. 175.

Dalam pasal ini memuat tentang berbagai defenisi dan pengertian, seperti pengertian perusahaan affiliasi, perusahaan subsidair, pengusahaan, individu asing, mata uang asing, mineral-mineral, penyelidikan umum, eksplorasi, wilayah pertambangan, pemerintah, menteri, rupiah, mineral ikutan, penambangan, pemanfaatan lingkungan hidup, pencemaran, kotoran, dan wilayah proyek. Penggambaran defenisi ini dimaksudkan untuk mempermudah para pihak dalam melakukan penafsiran substansi kontrak dan mempermudah penyelesaian sengketa yang terjadi antara kedua belah pihak.

4. Penunjukan dan tanggung jawab perusahaan (Pasal 2).

Di dalam Pasal 2 ini diatur tentang penunjukan dan tanggung jawab perusahaan PT NNT. PT NNT ditunjuk oleh Pemerintah Indonesia sebagai kontraktor tunggal. Perusahaan akan melaksanakan pekerjaan dan kewajiban-kewajiban yang akan dibebankan kepada perusahaan.

5. Modus operandi (Pasal 3).

Modus operandi ini memuat tentang kedudukan perusahaan, yurisdiksi pengadilan, kewajiban perusahaan untuk menyusun program, mengkontrakkan pekerjaan jasa-jasa teknis, manajemen, dan administrasi yang dinggap perlu.

6. Wilayah kontrak karya (Pasal 4).

Dalam pasal ini diatur luas wilayah kontrak PT NNT. Disamping itu, di dalam pasal ini juga ditentukan wilayah kontrak karya yang tidak termasuk dalam Kontrak Karya PT NNT.

7. Periode penyelidikan umum (Pasal 5).

Periode penyelidikan umum merupakan periode untuk menyelidiki wilayah kontrak karya untuk menetapkan bagian-bagian dari wilayah kontrak karya yang mengandung endapan-endapan mineral yang mungkin ditemukan.106 8. Periode eksplorasi ( Pasal 6).

Periode eksplorasi merupakan periode untuk menyelidiki secara rinci tentang geologi, geofisika, geokimia yang diterapkan dalam pengambilan contoh, pembuatan sumur, pengerukan, dan pengeboran.107

9. Laporan dan deposito jaminan (security deposit) (Pasal 7).

Pasal ini mengatur tentang aset-aset yang dimiliki, pelaporan keuangan yang nantinya akan diaudit, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan finansial. 10. Periode studi kelayakan (feasibility studies report) (Pasal 8).

Studi kelayakan merupakan studi untuk menentukan kelayakan pengembangan secara komersial dari endapan-endapan yang sudah ditemukan.108

11. Periode konstruksi (Pasal 9).

Periode konstruksi merupakan periode untuk membangun berbagai fasilitas yang dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan operasi.109

12. Periode operasi (Pasal 10).

106 Abrar Saleng, Op.cit., hal. 87. 107 Ibid.

108 Ibid., hal. 87. 109 Ibid., hal. 88.

Periode operasi merupakan periode penambangan dan kegiatan pengusahaan lainnya sehubungan dengan suatu wilayah pertambangan, untuk jangka waktu periode operasi wilayah pertambangan tersebut.110

13. Pemasaran (Pasal 11).

Pasal ini mengatur tentang product (produk), price (harga), place (tempat, termasuk juga distribusi, promotion (promosi).111

14. Fasilitas umum dan re-ekspor (Pasal 12).

Pasal ini berisi tentang fasilitas umum yang disediakan oleh Pemerintah demi menunjang proses pertambangan mineral dan termasuk fasilitas umum terhadap mineral yang akan dire-ekspor.

15. Pajak-pajak dan lain-lain kewajiban keuangan perusahaan (Pasal 13).

Pajak yang diatur di dalam pasal ini meliputi pajak penghasilan perorangan, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk wilayah kontrak karya atau wilayah pertambangan dan ruangan di mana perusahaan membangun fasilitas untuk operasi penambangan, serta pajak atas pemindahan hak kepemilikan kendaraan bermotor dan kapal di Indonesia. Kewajiban keuangan lainnya meliputi iuran tetap (land-rent) untuk wilayah kontrak karya atau penambangan, iuran eksploitasi/produksi (royalty) untuk mineral yang diproduksi perusahaan, dan iuran eksploitasi/produksi tambahan terhadap mineral yang diekspor.112

16. Pelaporan, inspeksi, dan rencana kerja (Pasal 14).

110 Ibid., hal. 88.

111

Pasal ini memuat tentang pelaporan dan inspeksi terhadap hal-hal yang termasuk dalam eksplorasi dan eksploitasi, serta rencana kerja kepada Pemerintah.

17. Hak-hak khusus pemerintah (Pasal 15).

Sebagai pihak yang mengizikan pelaksanaan penambangan tersebut, maka Pemerintah diberi hak-hak khusus yang diatur dalam pasal ini.

18. Ketentuan-ketentuan kemudahan (Pasal 18).

Pasal ini berisi kemudahan-kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam rangka pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan.

19. Keadaan memaksa (force majure) (Pasal 19).

Dalam Pasal ini memuat tentang prestasi yang tidak bisa dipenuhi karena sebab-sebab yang berada di luar kekuasaan para pihak (act of God) dan tidak bisa dihindarkan dengan melakukan tindakan yang sepantasnya.113 20. Kelalaian (Pasal 20).

Pasal ini memuat tentang keadaan-keadaan yang mengakibatkan tidak terlaksananya kontrak atau perjanjian, keadaan yang dilaksanakan tetapi tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan, dan keadaan tidak melaksanakan perjanjian.114

21. Penyelesaian sengketa (Pasal 21).

Pilihan cara penyelesaian sengketa antara para pihak diatur di dalam pasal ini, contohnya: arbitrase.

22. Pengakhiran kontrak (Pasal 22).

113 I.G. Rai Widjaya, Merancang Suatu Kontrak (Contract Drafting), (Jakarta: Kesaint Blanc, 2003), hal. 131.

Pasal ini memuat keadaan-keadaan yang dapat mengakibatkan pengakhiran kontrak atau hapusnya perjanjian.

23. Kerja sama para pihak (Pasal 23).

Pasal ini mengatur tentang kerja sama antara para pihak yang termasuk besarnya bagian atau persentase keuntungan yang akan diterima oleh masing-masing pihak.

24. Promosi kepentingan nasional (Pasal 24).

Pasal ini memuat tentang pengutamaan penggunaan hasil produksi dalam negeri, tenaga kerja, dan jasa-jasa Indonesia ataupun melaksanakan penawaran umum terhadap sahamnya.

25. Kerja sama daerah dalam pengadaan prasarana tambahan (Pasal 25).

Pasal ini berisi pengaturan mengenai kerja sama antara para pihak dalam kontrak dengan pemerintah daerah dalam pengadaan prasaran tambahan yang menunjang kegiatan usaha pertambangan.

26. Pengelolaan dan perlindungan lingkungan (Pasal 26).

Pasal ini memuat tentang pengelolaan dan perlindungan lingkungan yang dilakukan akibat pelaksanaan kegiatan pertambangan yang meliputi pengelolaan limbah sehingga tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat di sekitar wilayah tambang.

27. Pengembangan kegiatan usaha setempat (Pasal 27).

Dalam rangka melaksanakan Coorporate Social Responsibility (CSR), hal tersebut merupakan kewajiban untuk memajukan masyarakat setempat. Oleh

karena itu, dalam pasal ini mengatur tentang kegiatan yang dilakukan demi pemgembangan kegiatan usaha setempat.

28. Ketentuan lain-lain (Pasal 28).

Pasal ini mengatur hal-hal lain yang masih belum tercakup atau belum sempat diberi judul tersendiri.115

29. Pengalihan hak (Pasal 29).

Dalam klausula ini dimaksudkan untuk mencegah jangan sampai terjadi penafsiran yang sebaliknya atau keliru terhadap suatu peristiwa yang terjadi sehingga salah satu pihak ditafsirkan telah melepaskan haknya karena tidak melakukan prestasi tepat pada waktunya, atau tidak sesuai, atau kurang tegas.116

30. Pembiayaan (Pasal 30).

Pasal ini berisi tentang pengaturan tentang biaya-biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usaha pertambangan umum.

31. Jangka waktu (kontrak karya) (Pasal 31).

Pasal ini mengatur tentang kapan kontrak tersebut mulai dan berakhir. 32. Pilihan hukum (Pasal 32).

Pasal ini berisi tentang hukum mana yang akan dipilih apabila terjadi sengketa di antara para pihak.

Penentuan substansi kontrak ini ditentukan oleh pemerintah pusat semata-mata, sedangkan pemerintah daerah tidak diikutsertakan dalam perumusan substansi kontrak karya. Ini disebabkan pada saat kontrak karya dibuat pada tahun

115 Ibid., hal.142. 116 Ibid., hal.137.

1986, sistem ketatanegaraan kita bersifat sentralistik yang artinya segala sesuatu hal ditentukan oleh pusat. Namun, sejak tahun 1999, yaitu dengan diundangkannya Undang-Undang nomor 22 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah maka telah terjadi suatu perubahan sistem pemerintahan, dari sentralistik menjadi desentralistik. Pada era otonomi daerah ini, dalam penentuan kontrak karya harus meminta persetujuan dan pendapatan dari daerah. Hal ini dimaksudkan supaya implementasi substansi kontrak karya tidak menimbulkan persoalan, baik dengan pemerintah daerah maupun masyarakat setempat.117