• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dampak Pembangunan di Bidang Pertambangan Umum

Setiap kegiatan pembangunan di bidang pertambangan pasti menimbulkan dampak positif maupun dampak negatif. Dampak positif dari kegiatan pembangunan di bidang pertambangan adalah:60

59 H. Salim HS., Op.cit., hal. 52-53. 60 Ibid., hal. 57.

1. memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan ekonomi nasional;

2. meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD);

3. menampung tenaga kerja, terutama masyarakat lingkar tambang; 4. meningkatkan ekonomi masyarakat lingkar tambang;

5. meningkatkan usaha mikro masyarakat lingkar tambang; 6. meningkatkan kualitas SDM masyarakat lingkar tambang; 7. meningkatkan derajat kesehatan masyarakat lingkar tambang.

Dampak negatif dari pembangunan di bidang pertambangan adalah:61 1. kehancuran lingkungan hidup;

2. penderitaan masyarakat adat;

3. menurunnya kualitas hidup penduduk lokal; 4. meningkatnya kekerasan terhadap perempuan; 5. kehancuran ekologi pulau-pulau;

6. terjadinya pelanggaran HAM pada kuasa pertambangan.

Walaupun batubara mempunyai kegunaan yang sangat strategis, namun keberadaan industri pertambangan batubara menimbulkan dampak, baik positif maupun negatif. Dampak positif merupakan pengaruh dari adanya pertambangan batubara terhadap hal-hal yang bersifat praktis (nyata) dan konstruktif (membangun). Dampak positif dari industri pertambangan batubara di Indonesia adalah:62

61 Ibid.

1. membuka daerah terisolasi dengan dibangunnya jalan pertambangan dan pelabuhan;

2. sumber devisa negara;

3. sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD);

4. sumber energi alternatif, untuk masyarakat lokal; 5. menampung tenaga kerja.

Dampak negatif pertambangan batubara merupakan pengaruh yang kurang baik dari adanya industri penambangan batubara. Dampak negatif penambangan batubara di Indonesia yaitu:63

1. sebagian perusahaan pertambangan yang dituding tidak memperhatikan kelestarian lingkungan;

2. penebangan hutan untuk kegiatan pertambangan;

3. limbah kegiatan penambangan yang mencemari lingkungan; 4. areal bekas penambangan yang dibiarkan menganga;

5. membahayakan masyarakat sekitar;

6. sengketa lahan pertambangan dengan masyarakat sekitar;

7. kontribusi bagi masyarakat sekitar yang dirasakan masih kurang;

8. hubungan dan keterlibatan pemerintah daerah dalam kegiatan pertambangan masih kurang.

63 Ibid., hal. 223.

BAB III

KONSEP TEORETIS TERJADINYA KONTRAK KARYA

A. Istilah dan Pengertian Kontrak Karya

Kontrak karya merupakan kontrak yang dikenal di dalam pertambangan umum. Istilah kontrak karya merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu kata work of contract. Dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan, istilah yang lazim digunakan adalah perjanjian karya, tetapi di dalam penjelasannya, istilah yang digunakan adalah kontrak karya. Akan tetapi dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, istilah yang dipergunakan adalah kontrak karya. Dalam hukum Australia, istilah yang digunakan adalah indenture, franchise agreement, state agreement atau government agreement.64

Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah ditentukan pengertian kontrak karya. Kontrak karya adalah:65

“suatu perjanjian antara Pemerintah Republik Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau patungan antara asing dan nasional (dalam

64 http:/www.mynerynews.com/opinion/sony.shtml, “Tidak Aneh Bila Sistem Kontrak

Pertambangan Lebih disenangi PMA (dan PMDN)” oleh Sony Rospita Simanjuntak, diakses pada

tanggal 28 Februari 2011. 65

Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi Nomor 1409.K/201/M.PE/1996 tentang Tata Cara Pengajuan Pemrosesan Pemberian Kuasa

Pertambangan, Izin Prinsip, Kontrak Karya, dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara telah ditentukan pengertian kontrak karya.

rangka PMA) untuk pengusahaan mineral dengan berpedoman kepada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan”.

Dalam defenisi ini, kontrak karya dikonstruksikan sebagai sebuah perjanjian. Subjek perjanjian itu adalah Pemerintah Indonesia dengan perusahaan swasta asing atau joint venture antara peusahaan asing dan perusahaan nasional. Objeknya adalah pengusahaan mineral. Pedoman yang digunakan dalam implementasi kontrak karya adalah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing jo. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan jo. Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Defenisi lain dari kontrak karya, terdapat dalam Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing. Dalam ketentuan itu, disebutkan pengertian kontrak karya. Kontrak karya adalah:66

“perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan perusahaan berbadan hukum Indonesia dalam rangka penanaman modal asing untuk melaksanakan usaha pertambangan bahan galian, tidak termasuk minyak bumi, gas alam, panas bumi, radio aktif, dan batubara”.

66 Pasal 1 angka 1 Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing.

Yang menjadi subjek dalam kontrak karya ini adalah Pemerintah Indonesia dan badan hukum Indonesia. Modal utama dari badan hukum Indonesia itu berasal dari modal asing. Besarnya modal asing itu, maksimal 95%, sementara untuk modal perusahaan mitra nasionalnya adalah minimal 5%. Modal asing yang dimiliki oleh badan hukum Indonesia itu digunakan untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi bahan galian, yang meliputi emas, perak, dan tembaga.67

Ismail Suny mengartikan kontrak karya sebagai berikut:68

“Kerja sama modal asing dalam bentuk kontrak karya (contract of work) terjadi apabila penanaman modal asing membentuk satu badan hukum Indonesia dan badan hukum ini mengadakan kerja sama dengan satu badan hukum yang mempergunakan modal nasional.”

Definisi ini ada kesamaan dengan yang dikemukakan oleh Sri Woelan Aziz. Ia mengartikan kontrak karya adalah:69

“suatu kerja sama di mana pihak asing membentuk suatu badan hukum Indonesia dan badan hukum Indonesia ini bekerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional”.

Defenisi lain kontrak karya menurut Abrar Saleng adalah kontrak antara Pemerintah Republik Indonesia dengan Perusahaan Penanaman Modal Asing (berbentuk badan hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia) yang memuat persyaratan teknis, finansial, dan persyaratan lain untuk melakukan usaha pertambangan bahan galian di Indonesia, kecuali minyak dan gas bumi, batubara dan uranium.70

67

H. Salim HS., Op.cit., hal. 128-129. 68

Dhaniswara K. Harjono, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta: PT Raja Grafindo, 2007), hal. 161.

69 Sri Woelan Aziz, Aspek-Aspek Hukum Ekonomi Pembangunan di Indonesia, (Surabaya: Citra Media, 1996), hal. 62.

Ketiga pandangan di atas melihat bahwa badan hukum asing yang bergerak dalam bidang kontrak karya harus melakukan kerja sama dengan badan hukum Indonesia yang menggunakan modal nasional. Namun, di dalam peraturan perundang-undangan tidak mengharuskan kerja sama dengan badan hukum Indonesia di dalam pelaksanaan kontrak karya. Yang menjadi perbandingannya adalah kontrak karya yang seluruh modalnya yang berasal dari pihak asing, seperti halnya PT Freeport Indonesia. Sumber pembiayaan perusahaan ini 100% dari pihak asing, dan perusahaan ini tidak bekerja sama dengan modal domestik.71

Dengan demikian, defenisi kontrak karya di atas perlu dilengkapi dan disempurnakan sehingga menurut H. Salim HS. yang diartikan dengan kontrak karya adalah:72

“suatu perjanjian yang dibuat antara Pemerintah Indonesia dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau merupakan patungan antara badan hukum asing dengan badan hukum domestik untuk melakukan kegiatan eksplorasi maupun eksploitasi dalam bidang pertambangan umum, sesuai dengan jangka waktu yang disepakati oleh kedua belah pihak”.

Defenisi ini merupakan defenisi yang lengkap karena di dalam kontrak karya tidak hanya mengatur hubungan hukum antara para pihak, namun juga mengatur tentang objek kontrak karya. Dengan demikian, dapat dikemukakan unsur-unsur yang melekat dalam kontrak karya, yaitu:73

1. adanya kontraktual, yaitu perjanjian yang dibuat oleh kedua belah pihak;

71 H. Salim HS., Op.cit., hal. 129. 72 Ibid., hal. 130.

2. adanya subjek hukum, yaitu Pemerintah Indonesia/pemerintah daerah (provinsi/kabupaten/kota) dengan kontraktor asing semata-mata dan/atau gabungan antara pihak asing dengan pihak Indonesia;

3. adanya objek, yaitu eksplorasi dan eksploitasi; 4. dalam bidang pertambangan umum;

5. adanya jangka waktu dalam kontrak.

Dengan adanya keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 1614 Tahun 2004 tentang Pedoman Pemrosesan Permohonan Kontrak Karya dan perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara dalam Rangka Penanaman Modal Asing, maka pemerintah daerah tidak lagi menjadi salah satu pihak dalam kontrak karya, sedangkan para pihaknya adalah Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral dengan badan hukum Indonesia. Sementara itu, kedudukan gubernur dan bupati/walikota hanya menjadi saksi. Sehingga dalam defenisi ini, tidak dicantumkan lagi bahwa gubernur dan bupati/walikota sebagai salah satu pihak dalam kontrak karya.74

Jangka waktu berlakunya kontrak karya tergantung kepada jenis kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan. Jangka waktu berlakunya kegiatan eksploitasi adalah tiga puluh tahun. Jangka waktu itu juga dapat diperpanjang.75