• Tidak ada hasil yang ditemukan

BENTUK UPAYA HUKUM ANAK SEBAGAI KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA (KDRT)

39

kekerasan terhadap anak di indonesia tidak pernah menunjukkan angka menurun. Kecenderungannya selalu meningkat, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Angka pastinya sulit diperoleh karena banyak kasus kekerasan yang tidak dilaporkan, terutama apabila kekerasan tersebut terjadi di rumah tangga. Banyak masyarakat menganggap, kekerasan di rumah tangga adalah urusan domestik, sehingga tidak selayaknya orang luar, aparat hukum sekali pun ikut campur tangan, dan pertanyaannya bagaimana upaya hukum yang dapat dilakukan oleh anak sebagai korban kekerasan dalam rumah tangga.

3.1 Mediasi

Bagi anak yang dinyatakan belum dewasa atau berusia 18 (delapan belas) tahun dinyatakan tidak dapat melindungi dirinya sendiri. Untuk menyampaikan keluhan mereka akibat mendapatkan perlakuan penyiksaan fisik maupun psikis dari lingkup keluarga mereka maka ada pendampingan terhadap anak tersebut seperti kasus pada david.

Menurut Pasal 33 ayat (1) UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu :

39

http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/83-kekerasan

“Dalam hal orang tua anak tidak cakap melakukan perbuatan hukum, atau/tidak diketahui tempat tinggal atau/keberadaannya maka seseorang atau/badan hukum memenuhi persyaratan dapat ditunjuk sebagai wali dari anak yang bersangkutan”

Permasalahan david dapat diberikan upaya mediasi melalui crisis center atau PPA yang ada di Polrestabes disetiap daerah. dan bagi pihak LSM hanya sebagai penengah atau mediator diantara si korban dan tersangaka dan adanya pendampingan juga untuk david dikarenakan takut adanya trauma.

Upaya hukum juga dapat dilakukan dengan cara mediasi antara orang tua, keluarga dan anak tersebut yang dinyatakan sebagai korban KDRT. Mediasi yaitu cara penyelesaian dengan melibatkan pihak ketiga atau mediator yang sifatnya pasif atau komunikasi dua arah dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki berbagai kepentingan yang sama atau berbeda. 40

Upaya mediasi terhadap anak dapat didampingi oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) seperti crisis center dan juga dapat didampingi oleh tokoh masyarakat terkecil RT setempat.

Menurut pasal 59 UU No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak yaitu : “Pemerintah dan Lembaga Negara lainnya berkewajiban dan tanggung jawab untuk memberikan perlindungan khusus kepada anak dalam situasi darurat yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, anak tereksploitasi secara ekonomi dan atau/seksual anak, anak yang menjadi korban penyalahgunaan

40

narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban kekerasan baik fisik dan atau/mental anak yang menyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran”

3.2 Banding

dalam kasus David putusan dari hakim kurang sesuai prsedur undang-undang di Negara Indonesia dan tidak sesuai dengan undang-undang-undang-undang perlindungan anak yang berlaku seharusanya dalam Pasal 80 sebagai berikut

“setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/ atau denda paling banyak Rp 72.000.000 (tujuh puluh dua juta rupiah).”

Jika upaya hukum yang dilakukan dengan cara mediasi tidak dapat menyelesaikan perkara tersebut maka adanya upaya hukum lainnya setelah perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan maka upaya hukum yang dapat dilakukan sama halnya dengan upaya hukum yang dilakukan oleh orang dewasa. Upaya hukum tersebut adalah Upaya hukum banding yaitu :

Menurut KUHAP pasal 233 ayat (1) sebagai berikut :

“Banding yaitu banding dapat diajukan ke pengadilan tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu pada penuntut umum, seorang yang dikalahkan untuk mengajukan permohonan banding ke pengadilan tinggi”

Menurut Ibu Mariyani Ketua CCCM upaya hukum yang dapat dilakukan dari LSM CCCM dengan adanya pencegahan, sosialisasi kepada masyarakat, adanya penanganan dan penyadaran untuk orang tua serta

pendampingan terhadap anak sebagai korban, jika adanya kasus yang sampai ke pengadilan pihak LSM CCCM akan mengusahakan pengacara untuk pendampingan para korban.

3.3 Kebijakan Pencegahan dan Penanganan Anak Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Upaya pencegahan dan penanganan kekerasan terhadap anak khususnya bagi anak korban kekerasan dalam rumah tangga dalam kasus David tidaklah sederhana, karena tidak mungkin dilakukan secara sektoral namun perlu melalui tim koordinasi. Koordinasi ini diperlukan untuk memperkuat jaringan serta penguatan dukungan dari berbagai pihak sehingga penanganan kekerasan terhadap anak dapat dilakukan secara tepat dan menyeluruh.

Penanganan masalah anak korban kekerasan tidak dapat diselesaikan tanpa melibatkan peran serta masyarakat secara keseluruhan baik pada korban maupun pada keluarganya. Di samping kemampuan pemerintah terbatas, maka sumber pemecahan masalah dimiliki oleh masyarakat termasuk didalamnya pers, dunia usaha, CCCM/LSM beserta jaringannya, tokoh masyarakat dan lain-lainnya. Untuk itu penumbuhan dan perluasan partisipasi masyarakat perlu digerakkan dan diberdayakan.

Dalam pelaksanaannya perlu dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :41

41

2. Pengembangan sistem informasi. Ini berkaitan dengan upaya preventif, kuratif dan rehabilitasi dengan rincian kegiatan antara lain :

a. Pendataan dan pemetaan masalah untuk melihat besaran permasalahan

b. Penyuluhan, merupakan kegiatan pemberian informasi baik kepada korban maupun lingkungan setempat (orang tua, keluarga, tokoh masyarakat dan sebagainya) mengenai upaya pencegahan terhadap tindak kekerasan dan dampaknya bagi korban, situasi yang mendukung, mekanisme penanganan dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh masyarakat

c. Advokasi, merupakan upaya pembelian dan perlindungan sosial yang dilakukan terhadap korban, dengan melakukan kegiatan seperti pendampingan sosial, pengembangan jaringan kerja dan kampanye sosial tentang penyadaran mengenai Undang-undang dan produk hukum lainnya.

Salah satu kasus yang cukup memilukan adalah kasus David 6 (enam) tahun, anak yang disiksa ibu tirinya Mudjiati 32 (tiga puluh dua) tahun. Selama dalam persidangan sejumlah tetangga korban mengaku menyaksikan bagaimana David disiksa, dipukul dengan sabuk dan mereka juga mendengar tangisan korban, namun mereka mengaku tidak bisa berbuat apa-apa. Anggapan masalah anak merupakan urusan rumah tangga membuat warga sekitar enggan ikut campur dan ini membuat banyak kasus kekerasan

pada anak tidak dapat terungkap ke permukaan, ini menunjukkan partisipasi masyarakat dalam perlindungan anak sangat rendah.

Seharusnya peran aktif masyarakat dapat diperkuat melalui RT/RW maupun melalui organisasi masa, bukan hanya tindakan kuratif tetapi juga berupa pencegahan. Salah satu akar permasalahan kekerasan terhadap anak adalah adanya interprestasi yang keliru terhadap ajaran agama dan faktor budaya setempat dan ini harus diluruskan agar tidak merugikan anak.

Untuk kasus David, Pengadilan Negeri Surabaya dengan putusannya Nomor : 2637/Pid.B/2010/PN.SBY, telah menjatuhkan putusan dan menyatakan bahwa terdakwa Mudjiati telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak kekejaman dan kekerasan yang mengakibatkan luka berat terhadap anaknya, dan karenanya menjatuhkan pidana kepada terdakwa Mudjiati dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) bulan. Karena berdasarkan keterangan para saksi, terdakwa dan hasil dari visit et repertum terdapat fakta yang saling bersesuaian bahwa luka-luka yang dialami oleh korban di kepala, dada, punggung, perut, lengan, tangan, paha, betis, akibat pukulan yang dilakukan oleh terdakwa Mudjiati yang terbukti adalah ibu tiri dari korban itu sendiri.

Dalam kasus David tidak ada upaya hukum banding maupun upaya hukum lainnya padahal sesuai dengan kejadian perkara dan keterangan dari Mudjiati dalam surat dakwaan bahwa pada tanggal 22 Juli 2010 David yang berumur 6 (enam) tahun sering pulang terlambat dari sekolah dan tidak mau menulis dan saat terdakwa Mudjiati menjemput saksi David sekitar jam

11.30 Wib hingga sampai jam 12.00 Wib tetapi tidak bertemu dengan David dan sekitar jam 13.30 Wib David pulang dan Mudjiati merasa jengkel dan marah setelah mengetahui perbuatan David tersebut sehingga untuk melampiaskan amarahnya maka Mudjiati langsung menyuruh masuk ke dalam rumah dan terdakwa Mudjiati langsung melakukan pemukulan terhadap korban David. Karena adanya pemaafan dari si korban untuk terdakwa Mudjiati ibunya sendiri, maka putusan yang diberikan hakim Majelis kepada Mudjiati tidak sesuai dengan undang-undang yang berlaku.

Untuk korban KDRT pemeliharaan diberikan kepada pihak salah satu orang tua korban, saudara atau diberikan kepada pihak LSM untuk diberikan pendampingan sementara di selter (rumah aman bagi korban kekerasan) daerah tempat tinggal korban.

BAB IV PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Pelaksanaan perlindungan dan penanganan dapat dilakukan anak korban KDRT seperti kasus David tetapi tidaklah sederhana karena tidak mungkin dilakukan secara sektoral umum perlu melalui suatu tim koordinasi. Penanganan masalah anak korban KDRT tidak dapat diselesaikan tanpa melibatkan peran serta masyarakat secara keseluruhan baik pada korban maupun pada keluarganya.

2. Usaha perlindungan anak adalah setiap anggota masyarakat sesuai dengan kemampuannya dengan berbagai macam usaha dalam situasi dan kondisi tertentu. Setiap warga Negara ikut bertanggung jawab terhadap dilaksanakannya perlindungan anak demi kesejahteraan anak. Kebahagiaan anak merupakan kebahagiaan bersama, kebahagiaan yang dilindungi adalah kebahagiaan yang melindungi. Tidak ada keresahan pada anak, karena perlindungan anak dilaksanakan dengan baik, anak menjadi sejahtera, Kesejahteraan anak mempunyai pengaruh positif terhadap orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara. Perlindungan anak bermanfaat bagi anak dan orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan Negara, Koordinasi kerjasama kegiatan perlindungan anak perlu dilakukan dalam rangka mencegah ketidakseimbangan kegiatan perlindungan anak secara keseluruhan.

3. Upaya hukum juga dapat dilakukan dengan cara mediasi antara orang tua, keluarga dan anak yang dinyatakan sebagai korban KDRT, jika upaya hukum yang dilakukan dengan cara mediasi tidak dapat menyelesaikan perkara tersebut maka adanya upaya hukum lainnya setelah perkara sudah dilimpahkan ke pengadilan maka upaya hukum yang dapat dilakukan sama halnya dengan upaya hukum yang dilakukan oleh orang dewasa. Upaya hukumpun dibagi menjadi 5 (lima) sesuai dengan KUHP sebagai berikut :

1. Upaya hukum banding, 2. Upaya hukum kasasi,

3. Upaya hukum kasasi demi kepentingan hukum, 4. Upaya hukum peninjauan kembali,

5. Upaya hukum grasi.

4.2 Saran

Berdasarkan isi kesimpulan di atas penulis menambahkan saran sebagai berikut:

1. Untuk pihak kepolisian perlu adanya kepekaan dalam mengemban tugas dalam kasus kekerasan terhadap anak, dan jangan menunggu adanya korban jatuh hingga tidak berdaya baru diadakan penanganan.

2. Untuk pihak LSM perlu adanya kerjasama dengan pihak masyarakat dalam bersosialisasi tentang bahayanya kekerasan terhadap anak sesuai dengan undang-undang yang berlaku di Negara kita, dan perlu

pendekatan terhadap korban hingga masa kembalinya kedalam lingkup orangtuanya.

3. Untuk pemerintah supaya lebih peduli terhadap kasus kekerasan yang menimpa anak-anak dengan cara adanya tempat rehabilitasi bagi korban KDRT sperti selter (rumah aman).

4. Bagi orang tua anak agar lebih mengutamakan dalam mendidik anak dan tidak harus dengan cara kekerasan fisik sehingga anak dapat mengalami psikis trauma mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

BUKU :

Chazawi Adami, Kejahatan Terhadap Tubuh Dan Nyawa, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2001

Dellyana Shanty, Wanita Dan Anak Di Mata Hukum, Liberty, Yogyakarta, 2004.

Gosita Arief, Masalah Perlindungan Anak cetakan ke II, Akademika Presindo, Jakarta, 1989.

Gultom Maidin, Perlindungan Hukum Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia, PT. Refika Aditama, Bandung, 2008.

Hamzah Andi, Hukum Acara Pidana Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2001 Kansil, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1989.

Mulyadi Lilik, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoritis, dan Permasalahannya , PT. Alumni, Bandung, 2007.

Soekanto Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 1986.

Soeroso Hadiati Moerti, Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam Perspektif Yuridis Viktimologis, Sinar Grafika, Jakarta, 2010.

Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, CV. Mandar Maju, Bandung, 2009.

UNDANG-UNDANG:

Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Penerbit Pressindo, Jakarta.

Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974, Tentang Perkawinan.

Undang-undang Nomor 4 tahun 1979, Tentang Kesejahteraan Anak, Fokusmedia, Bandung, 2010.

Undang-undang Nomor 1, Tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Penerbit Wacana Intelektual, Jakarta.

Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981, Tentang Kitab Undang-unda133 ng Hukum Acara Pidana. Penerbit Wacana Intelektual, Jakarta.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak. Asa Mandiri, Jakarta 2006.

Undang-undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Asa Mandiri, Jakarta 2006.

LAIN-LAIN :

Berita harian Surya, senin 08 November 2010

Peter Salim dan Yeni Salim, Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer, Jakarta: Modern English Pres, 1997.

Yan Pramadya Puspa, Kamus Hukum, Aneka Ilmu, Semarang, 1977.

Eli Susiyanti, Tesis, Perlindungan Hukum Bagi Anak Suatu Tinjauan Yuridis, Universitas Indonesia, 2006, h. 122

Wawancara dengan Ibu Evi Wulandari Crisis Center Cahaya Mentari, hari senin, tanggal 21 pebruari 2011, pukul 13:00 wib.

Wawancara dengan Ibu Mariyani Crisis Center Cahaya Mentari, hari kamis, tanggal 17 maret 2011, pukul 11:15 wib

Wawancara dengan Ibu.Iptu Yayuk Polrestabes , tanggal 23 Maret 2011, hari: rabu, pukul: 10.45 wib.

WEBSITE :

Addthis, http://www.kpai.go.id/publikasi-mainmenu-33/artikel/83-kekerasan -terhadap-anak-mengapa.html, diakses pada hari Kamis tanggal:13 Januari 2011 pukul :12:17 wib

Winda, http://www.upaya hukumgrasi.org/voy/media/.com, Diakses pada hari minggu, Tanggal, 13 September 2009, pkl.11:13 WIB

Bertha, Http://Pedulihukum.Blogspot.Com/2009/2/negoisasimediasi.html. Hari Sabtu, tanggal: 12 maret 2011 pukul:19.26 wib,

Seto Mulyadi, http://girjay.blog.friendster.com/2007/04/anak-sebagai-obyek-kekerasan/#ftnref17, Hari Senin, tanggal 20 September 2010, Pukul: 11.00 Wib.

Dokumen terkait