• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKIBAT HUKUM DALAM PEMBUATAN AKTA NOTARIIL TANPA KEHADIRAN SAKS

1. Berakhirnya Suatu Akad

Para ulama fiqih menyatakan bahwa suatu akad dapat berkahir apabila: 1. Berakhirnya masa berlaku akad itu, apabila akad itu memiliki tenggang waktu 2. Dibatalkan oleh pihak-pihak oleh yang berakad, apabila akad itu sifatnya tidak

dibatalkan mengikat.

3. Dalam akad yang bersifat mengikat, suatu akad bisa dianggap berakhir jika: (akad beli itu fasad, seperti terdapat unsur-unsur tipuan salah satu rukunnya atau syaratnya tidak terpenuhi, (b) berlakunya syarat, khiyar aib, atau khiyar rukyah

(c) akad itu tidak dilaksanakan oleh salah satu pihak; dan (d) tercapainya tujuan akad itu secara sempurna.

4. salah satu pihak yang berakad meninggal dunia. Dalam hubungan ini para ulama fiqih menyatakan bahwa tidak semua akad otomatik berakhir dengan wafatnya salah satu pihak yang melangsungkan akad, diantaranya adalah akad sewa- menyewa, ar-rahn, al-kafalah, asy-syirkah, al-wakalah, dan almuzara’ah. Akad juga akan berkahir tergantung pada persetujuan orang lain apabila tidak mendapat persetujuan dari pemilik modal.

Suatu akad dipandang berakhir apabila tercapai tujuannya. Dalam akad jual beli misalnya, akad dipandang telah berakhir apabila barang telah berpindah milik kepada pembeli dan harganya telah menjadi milik penjual. Dalam akta gadai dan pertanggungan(kafalah), akad dipandang telah berakhir apabila utang telah dibayar.

Kecuali telah tercapainya tujuannya, akad dipandang berakhir juga apabila terjadifasakhatau telah berakhir waktunya.

Fasakhterjadi dengan sebab-sebab, sebagai berikut:

a. Fasakh karena adanya hal-hal yang tidak dibenarkan syara’, seperti yang disebutkan dalam akad rusak. Misalnya, jual beli barang yang tidak memenuhi syarat kejelasan.

b. Dengan sebab adanyakhiyar, baikkhiyar rukyat, syarat atau majelis.

c. Salah satu pihak dengan persetujuan pihak lain membatalkan karena merasa menyesal atas akad yang baru saja dilakukan. Fasakh dengan cara ini disebut

iqalah. Dalam hubungan ini hadis Nabi riwayat Abu Daud mengajarkan bahwa barang siapa mengabulkan, permintaan pembatalan orang yang menyesal atas akad jual beli yang dilakukan, Allah akan menghilangkan kesukarannya pada harta Kiamat kelak.

d. Karena kewajiban yang ditimbulkan, oleh adanya akad tidak terpenuhi oleh pihak- pihak khiyar, pihak bersangkutan. Misalnya dalam khiyar pembayaran penjual mengatakan bahwa ia menjual barangnya kepada pembeli, dengan tempo seminggu harganya tidak dibayar, akad jual beli menjadi batal. Apabila pembeli dalam waktu yanng ditentukan itu membayar, akad berlangsung. Akan tetapi apabila ia tidak membayar akad menjadi rusak (batal).

e. Karena habis waktunya, seperti dalam akad sewa-menyewa berjangka waktu tertentu dan tidak dapat diperpanjang.

Berdasarkan uraian diatas, maka akibat hukum dalam pembuatan akad dalam hukum islam apabila tidak memenuhi rukun (salah satu rukunnya adalah saksi) dan syarat-syaratnya, maka akad tersebut tidak berlaku atau tidak mengikat para pihak.

Disamping itu juga kedudukan saksi di dalam hukum islam terdiri dari dua orang laki-laki muslim dan adil, apabila tidak ada dua orang laki-laki maka saksi dari dua orang perempuan sama dengan kesaksian satu orang laki-laki. Sehingga kesaksian wajib dipenuhi dalam pembuatan akad, hal tersebut menurut Imam Malik dan Imam Syafi’i berdasarkan surah Al-Baqarah 282.

B. Menurut Undang-Undang Nomor 30 tahun 2004 jo Nomor 2 tahun 2014 tentang Undang-Undang Jabatan Notaris

Akta Notaris batal atau batal demi hukum atau mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan terjadi karena tidak dipenuhi nya syarat- syarat yang sudah ditentukan menurut hukum, tanpa perlu adanya tindakan hukum tertentu dari yang bersangkutan yang berkepentingan. Sehingga bersifat pasif. Oleh karena itu, kebatalan bersifat pasif artinya tanpa ada tindakan aktif atau upaya apapun para pihak yang terlibat dalam suatu perjanjian, maka akan batal atau batal demi hukum karena secara serta merta ada syarat-syarat yang tidak dipenuhi.111

Akta Notaris yang mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan dapat terjadi jika tidak memenuhi ketentuan karena :

1) Tidak berwenangnya pejabat umum yang bersangkutan, atau 2) Tidak mampunya pejabat umum yang bersangkutan, atau 3) Cacat dalam bentuknya.112

111Habib Adjie,Kebatalan dan Pembatalan Akta Notaris, (Surabaya, 2010) hal. 67 112Pasal 1869 BW

Ketentuan-ketentuan tersebut di bawah ini dicantumkan secara tegas dalam pasal-pasal tertentu dalam UUJN yang menyebutkan jika dilanggar oleh Notaris, sehingga akta Notaris mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta di bawah tangan, yaitu :

1) Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (1) huruf i, yaitu tidak membacakan akta di hadapan penghadap dengan dihadiri oleh paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan ditandatangani pada saat itu juga oleh penghadap, saksi dan Notaris.113 2) Melanggar ketentuan Pasal 16 ayat (7) dan ayat (8), yaitu jika Notaris pada

akhir akta tidak mencantumkan kalimat bahwa para penghadap menghendaki agar akta tidak dibacakan karena penghadap membaca sendiri, mengetahui, dan memahami isi akta.

3) Melanggar ketentuan Pasal 41 dengan menunjuk kepada Pasal 39 dan Pasal 40, yaitu tidak dipenuhi ketentuan-ketentuan :

a) Pasal 39 bahwa :

(1) Penghadap paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum.114(2)

(2) Penghadap harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan kepadanya oleh 2 (dua) orang saksi pengenal yang berumur paling sedikit 18 113Penandatanganan para pihak, saksi dan Notaris merupakan suatu kewajiban. Khusus untuk

para pihak yang tidak dapat membubuhkan tanda tangannya karena cacat fisik tangannya atau tidak dapat membaca-menulis, maka Notaris wajib menuliskan pada akhir akta keadaan tersebut.

114Ketentuan Pasal 39 ayat (1) UUJN ini telah memberikan batasan umur dewasa bertindak

secara umum, tapi disisi lain telah memutarbalikan prinsip mengenai syarat subjektif sahnya perjanjian, yaitu jika melanggar syarat subjektif perjanjian dapat dibatalkan, dengan ketentuan pasal tersebut dengan sendirinya jika syarat subjektif dilanggar, akta Notaris menjadi mempunyai kekuatan pembuktian sebagai akta dibawah tangan.

tahun atau telah menikah dan cakap melakukan perbuatan hukum atau diperkenalkan oleh 2 (dua) penghadap lainnya.

b) Pasal 40 menjelaskan bahwa setiap akta dibacakan oleh Notaris dengan dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi paling sedikit berumur 18 tahun atau telah menikah, cakap melakukan perbuatan hukum, mengerti bahasa yang digunakan dalam akta dan dapat membubuhkan tanda tangan dan paraf serta tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah dalam garis lurus ke atas atau ke bawah tanpa pembatasan derajat dan garis ke samping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak.

4) Melanggar ketentuan Pasal 52, yaitu membuat akta untuk diri sendiri, istri/suami, atau orang lain yang mempunyai hubungan kekeluargaan dengan Notaris, baik karena perkawinan maupun hubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah dan/atau ke atas tanpa pembatasan derajat, serta dalam garis ke samping sampai dengan derajat ketiga, serta menjadi pihak untuk diri sendiri, maupun dalam suatu kedudukan ataupun dengan perantaraan kuasa.

Berdasarkan uraian diatas setiap akta yang dibacakan oleh Notaris harus paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan saksi yang dimaksud harus memenuhi syarat- syarat yaitu sudah berumur 18 tahun, cakap, mengerti bahasa yang digunakan, dapat membubuhkan tanda tangan, tidak mempunyai hubungan perkawinan atau hubungan darah baik dalam garis lurus keatas atau kebawah tanpa pembatasan derajat dan garis

kesamping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak serta saksi harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap. Apabila hal tersebut tidak terpenuhi maka akta yang dibuat memiliki kekuatan pembuktian sebagai surat dibawah tangan.

Berdasarkan uraian diatas sehingga didapat perbandingan saksi dan akta menurut Hukum Islam dan Undang-Undang Jabatan Notaris yaitu:

Tabel 1

No Uraian Menurut Hukum Islam Menurut Undang-Undang Jabatan

Notaris

1. Dasar

Hukum Saksi

QS.Al-Baqarah ayat 282 Pasal 39-41 Undang-Undang Jabatan Notaris

2. Dasar

Hukum Perjanjian

QS.Al-Maidah Ayat 1 Pasal 1320 KUHperdata

3. Pengertian Saksi

Orang yang memberikan keterangan yang benar tentang apa yang dilihat, dialami, disaksikan dan apa yang didengar tentang suatu peristiwa tertentu yang disengketakan di depan sidang pengadilan dengan kata khusus yakni dimulai dengan sumpah terlebih dahulu.

Orang ketiga yang ikut atau turut serta dalam pembuatan terjadinya akta dengan membubuhkan tanda

tangan mereka, memberikan

kesaksian tentang kebenaran adanya, dilakukan, dan dipenuhinya formalitas-formalitas yang diharuskan oleh undang-undang, yang disebutkan dalam akta itu dan yang disaksikan oleh para saksi itu.

4. Syarat- syarat saksi

saksi dalam Hukum Islam adalah Islam, laki-laki, dewasa/baligh dan berakal, adil, dapat berbicara, baik ingatan dan teliti. Saksi dalam Islam dua orang

Saksi setiap Akta yang dibacakan oleh Notaris harus dihadiri paling sedikit 2 (dua) orang saksi dan saksi yang dimaksud harus memenuhi syarat-syarat yaitu sudah berumur 18 tahun, cakap,

laki-laki. Jika tidak ada dua orang laki-laki maka boleh satu orang laki-laki dan dua orang perempuan.

mengerti bahasa yang digunakan,

dapat membubuhkan tanda

tangan, tidak mempunyai

hubungan perkawinan atau

hubungan darah baik dalam garis lurus keatas atau kebawah tanpa pembatasan derajat dan garis kesamping sampai dengan derajat ketiga dengan Notaris atau para pihak serta saksi harus dikenal oleh Notaris atau diperkenalkan diterangkan tentang identitas dan kewenangannya kepada Notaris oleh penghadap.

BAB V

Dokumen terkait