• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. Akibat Hukum dan Berakhirnya Suatu Perjanjian 1.Akibat Hukum Suatu Perjanjian

2. Berakhirnya Suatu Perjanjian

Perincian tentang hapusnya perikatan disebutkan dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yaitu karena pembayaran, penawaran pembayaran tunai diikuti oleh penyimpanan dan penitipan, pembaharuan hutang, perjumpaan utang (kompensasi), percampuran hutang, pembebasan utang, musnahnya barang yang terutang, kebatalan atau pembatalan, berlakunya suatu syarat batal dan lewatnya waktu (daluwarsa).

Menurut Subekti, perincian yang disebutkan dalam Pasal 1381 KUH Perdata tidaklah lengkap karena merupakan hapusnya perikatan akibat lewatnya ketetapan waktu dalam suatu perjanjian. Kecuali itu juga dikatakan bahwa perikatan bisa hapus dengan beberapa cara yang khusus ditetapkan terhadap perikatan, misalnya perjanjian maatshcap atau lastgeving. Dalam hal itu perikatan hapus dengan meninggalnya atau menjadi kurandus seorang anggota maatschap

atau menjadi pailit orang yang memberi perintah.53

53

37

a. Pembayaran

1. Pengertian

Pengertian pembayaran oleh undang-undang adalah pelaksanaan atau pemenuhan tiap perjanjian secara suka rela, artinya tidak dengan paksaan atau eksekusi. Jadi undang-undang tidak hanya merujuk kepada penyerahan uang saja, tetapi juga penyerahan tiap barang menurut perjanjian yang disebut juga pembayaran. Bahkan si pekerja melakukan pekerjaan untuk majikannya dikatakan juga membayar.54

Berakhirnya kontrak karena pembayaran dijabarkan lebih lanjut dalam Pasal 1382 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1403 KUH Perdata. Ada dua pengertian pembayaran, yaitu pengertian secara sempit dan yuridis teknis. Pengertian pembayaran dalam arti sempit, adalah pelunasan utang oleh debitur kepada kreditur. Pembayaran seperti ini dilakukan dalam bentuk uang atau barang. Namun, pengertian pembayaran dalam arti yuridis tidak hanya dalam bentuk uang atau barang, tetapi juga dalam bentuk jasa, seperti jasa dokter bedah, tukang cukur, atau guru privat.55

2. Orang yang berwenang dan berhak untuk melakukan pembayaran56 Orang yang dapat melakukan pembayaran utang, adalah:

a) Debitur yang berkepentingan langsung; b) Penjamin atau borgtocher;

c) Orang ketiga yang bertindak atas nama debitur. Orang yang berhak menerima pembayaran, yaitu: 54 Ibid. Hlm. 133. 55 Salim H.S, Op.Cit., Hlm.165-166. 56 Ibid. Hlm. 166.

38 a) Kreditur;

b) Orang yang menerima kuasa dari kreditur; c) Orang yang telah ditunjuk oleh hakim, dan

d) Orang-orang yang berhak menurut undang-undang (Pasal 1385 KUH Perdata)

Pertanyaannya sekarang adalah bagaimanakah jika debitur melakukan pembayaran kepada orang yang tidak berwenang? Pertanyaan ini dijawab oleh pasal 1387 KUH Perdata, yaitu:

1) Pembayaran yang dianggap tidak sah; 2) Pembayaran dapat dibatalkan;

3) Pembayaran bisa dianggap sah dan berharga jika debitur dapat membuktikan bahwa pembayaran terhadap yang tak berwenang jadi benar-benar telah menolong dan membawa manfaat bagi kreditur.

3. Objek pembayaran

Objek pembayaran ditentukan dalam Pasal 1389 sampai dengan Pasal 1391 KUH Perdata.pasal 1389 KUH Perdata berbunyi: “Tidak seorang kreditur pun dapat dipaksa menerima pembayaran suatu barang lain dari barang yang terutang, meskipun barang yang ditawarkan sama harganya dengan barang yang terutang bahkan lebih tinggi.”

Pada dasarnya yang menjadi objek pembayaran dalam Pasal 1389 KUH Perdata tergantung dari sifat dan isi perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1390 KUH Perdata yang berbunyi: “Seorang debitur tidak dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran dengan angsuran, meskipun utang itu dapat memaksa kreditur untuk menerima pembayaran dengan angsuran, meskipun utang itu dapat dibagi-bagi,” Ketentuan Pasal 1390 KUH Perdata itu tidak memperhatikan secara seksama ketentuan yang

39

terdapat dalam Pasal 1338 KUH Perdata, yang memberikan kebebasan kepada individu untuk membuat perjanjian dengan siapapun. Karena pada saat ini dengan berkembangnya lembaga perbankan, dimungkinkan pembayaran dilakukan secara angsuran disertai bunga.57

4. Tempat pembayaran dilakukan

Pembayaran dilakukan di tempat yang ditentukan di dalam perjanjian. Jika tempat ini tidak ditentukan dan barang yang harus dibayarkan itu suatu barang yang sudah tertentu, pembayaran harus dilakukan di tempat barang itu berada sewaktu perjanjian ditutup. Dalam hal-hal lain, misalnya dalam hal tiada ketentuan tempat dan pembayaran yang berupa uang, pembayaran itu harus dilakukan di tempat tinggal si berpiutang. Jadi, tiap pembayaran yang berupa uang, jika tiada ketentuan lain, harus diantarkan di rumah si berpiutang. Akan tetapi sebagaimana kita lihat dalam praktek, peraturan ini sudah terdesak oleh skebiasaan yaitu pembayarannya itu diambil di rumah si berhutang. Undang-undang hanya mengadakan satu kekecualian, yaitu dalam hal pembayaran suatu hutang wesel, di mana oleh Pasal 137 W.v.K. menyatakan bahwa suatu pembayaran surat wesel harus dimintakan di rumah orang yang berkewajiban membayaranya.58

5. Subrogasi

Subrogasi diatur dalam Pasal 1400 KUH Perdata. Subrogasi artinya, penggantian kedudukan kreditur oleh pihak ketiga dalam perjanjian sebagai akibat pembayaran oleh pihak ketiga atas utang debitur kepada pihak kreditur. Tujuan subrogasi adalah untuk memperkuat posisi pihak ketiga yang telah melunasi

57

Ibid.

58

40

utang-utang debitur dan/atau meminjamkan uang kepada debitur. Yang paling nyata adanya subrogasi adalah beralihnya hak tuntutan dan kedudukan kreditur kepada pihak ketiga (Pasal 1400 KUH Perdata). Peralihan kedudukan ini meliputi segala hak dan tuntutan termasuk hak privilegi.

b. Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan

Suatu cara pembayaran yang harus dilakukan apabila si berpiutang (kreditur) menolak pembayaran utang dari debitur, setelah kreditur menolak pembayaran, debitur dapat memohon kepada Pengadilan Negeri untuk mengesahkan penawaran pembayaran itu yang diikuti dengan penyerahan uang atau barang sebagai tanda pelunasan atas utang debitur kepada Panitera Pengadilan Negeri.

Setelah penawaran pembayaran itu disahkan oleh Pengadilan Negeri, maka barang atau uang yang dibayarkan itu disimpan atau dititipkan kepada Panitera Pengadilan Negeri, dengan demikian hapuslah utang piutang itu.

c. Pembaharuan utang (novasi)

1. Pengertian

Novasi diatur dalam Pasal 1413 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1424 KUH Perdata. Pengertian novasi atau pembaruan utang atau pembaruan prestasi dalam kontrak dapat dijelaskan dengan menunjuk Pasal 1413 KUH Perdata, yaitu suatu perikatan yang bersumber dari kontrak baru yang mengakhiri atau menghapuskan perikatan yang bersumber dari kontrak lama dan pada saat yang bersamaan menimbulkan perikatan baru yang bersumber dari kontrak baru yang menggantikan perikatan yang bersumber dari kontrak lama tersebut.

41

Novasi atau pembaruan utang atau pembaruan prestasi dalam kontrak menurut Pasal 1414 KUH Perdata harus dilakukan oleh pihak-pihak yang cakap untuk melakukan perbuatan hukum kontraktual. Jadi, syarat-syarat sahnya suatu kontrak menurut Pasal 1320 KUH Perdata juga harus dipenuhi untuk terjadinya novasi. Selain itu, keinginan para pihak untuk melakukan novasi atau pembaruan utang atau pembaruan prestasi dalam kontrak menurut Pasal 1415 KUH Perdata juga harus dinyatakan secara tegas dalam kontrak baru.59

a) Adanya perjanjian baru Unsur-unsur novasi :

b) Adanya subjek yang baru c) Adanya hak dan kewajiban, dan d) Adanya prestasi. 60

2. Macam novasi

Menurut Pasal 1413 KUH Perdata, novasi dibedakan menjadi tiga macam, yaitu (1) novasi objektif, (2) novasi subjektif yang pasif, dan (3) novasi subjektif yang aktif. 61

Novasi objektif, yaitu suatu perjanjian yang dibuat antara debitur dan kreditur, di mana perjanjian lama dihapuskan. Ini berkaitan dengan objek perjanjian. Contohnya, A telah membeli kain baju pada B seharga Rp. 200.000,00, tetapi harga barang itu baru dibayar Rp. 100.000,00. Akan tetapi, A membeli kain baju yang lain seharga Rp. 200.000,00 dan harga tersebut belum dibayarnya.

59

Muhammad Syaifuddin, Hukum Kontrak Memahami Kontrak dalam Prespektif Filsafat, Teori, Dogmatik, dan Praktik Hukum, (Bandung: CV. Mandar Maju, 2012), Hlm. 419-420.

60

Salim H.S., Op.Cit. Hlm 169. 61

42

Kemudian antara A dan B membuat perjanjian, yang isinya bahwa utang A sebanyak Rp. 400.000,00 termasuk utang lamanya.

Novasi subjektif yang pasif, yaitu perjanjian yang dibuat antara kreditur dan debitur, namun debiturnya diganti oleh debitur yang baru, sehingga debitur lama dibebaskan. Inti dari novasi subjektif yang pasif adalah penggantian debitur lama dengan debitur baru. Contohnya, A berutang pada B. namun, dalam pelaksanaan pembayaran utangnya A diganti oleh C sebagai debitur baru, sehingga yang berutang akhirnya adalah C kepada B.

Novasi subjektif yang aktif, yaitu penggantian kreditur, di mana kreditur lama dibebaskan dari kontrak, dan kemudian muncul kreditur baru dengan debitur lama inti novasi ini adalah penggantian kreditur. Contohnya, si Ani berutang pada Mina. Namun di dalam pelaksanaan perjanjian ini kedudukan si Mina yang tadinya sebagai kreditur kini diganti si Ali sebagai kreditur. Sehingga perjanjian utang piutang itu tadinya terjadi antara si Ani (debitur) dengan si Ali (kreditur). 3. Orang yang cakap melakukan novasi

Pada dasarnya, orang yang cakap melakukan novasi, baik objektif maupun subjektif adalah orang-orang yang sudah dewasa atau sudah kawin. Ukuran kedewasaan adalah sudah berumur 21 tahun. Orang yang tidak cakap melakukan novasi adalah orang yang di bawah umur, di bawah pengampuan, atau istri. Istri dalam melakukan novasi harus didampingi oleh suaminya. Namun, dalam perkembangannya istri dapat melakukan novasi secara mandiri (SEMA No. 3 tahun 1963 jo. Pasal 31 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974). Kehendak untuk melakukan novasi harus dilakukan dengan sebuah akta. Ketentuan ini tidak

43

bersifat memaksa, oleh karena untuk novasi subjektif yang pasif tidak perlu bantuan debitur (Pasal 1415 KUH Perdata).

4. Akibat novasi

Pasal 1418 KUH Perdata telah menentukan akibat novasi. Salah satu akibat novasi adalah bahwa debitur lama yang telah dibebaskan dari kewajiban oleh kreditur tidak dapat meminta pembayaran kepada debitur lama, sekalipun debitur baru pailit atau debitur baru ternyata orang yang tidak dapat melakukan perbuatan hukum.62

d. Perjumpaan utang (kompensasi)

Jika seseorang yang berhutang, mempunyai suatu piutang pada si berpiutang, sehingga dua orang itu sama-sama berhak untuk menagih piutang satu kepada yang lainnya, maka hutang piutang antara kedua orang itu dapat diperhitungkan untuk suatu jumlah yang sama. Menurut Pasal 1426 perhitungan itu terjadi dengan sendirinya. Artinya, tidak perlu para pihak menuntut diadakannya perhitungan itu. Untuk perhitungan itu juga tidak diperlukan bantuan dari siapapun. Untuk dapat diperhitungkan satu sama lain, kedua piutang itu harus mengenai uang atau mengenai sejumlah barang yang semacam, misalnya beras atau hasil bumi lainnya dari satu kwalitet. Lagi pula kedua piutang itu harus dapat dengan seketika ditetapkan jumlahnya dan seketika dapat ditagih.

Pada umunya undang-undang tidak menghiraukan sebab-sebab yang menimbulkan suatu piutang. Hanya dalam Pasal 1429 KUH Perdata, disebutkan tiga kekecualian piutang-piutang yang tidak boleh diperhitungkan satu sama lain:

1. Jika satu pihak menuntut dikembalikannya barang miliknya dengan secara melawan hak telah diambil oleh pihak lawannya.

62

44

2. Jika satu pihak menuntut dikembalikannya suatu barang yang dititipkan atau dipinjamkan pada pihak lawan itu.

3. Jikalau satu pihak menuntut diberikannya suatu tunjangan nafkah yang telah menjadi haknya.

Jika seorang penanggung hutang ditagih, sedangkan orang yang telah ditanggung (si berhutang) mempunyai suatu piutang pada si penagih, si penanggung hutang itu berhak untuk meminta diadakan perhitungan antara kedua piutang itu. Sebaliknya, Subekti mengatakan jika siberhutang ditagih untuk membayar hutangnya, sedangkan orang yang menanggung hutangnya itu mempunyai piutang terhadap sipenagih itu, maka tak dapat dilakukan kompensasi. Ini sesuai dengan asas yang dianut oleh undang-undang, bahwa perikatan penanggungan hutang itu hanya suatu buntut belaka dari perikatan pokok, yaitu perjanjian pinjaman uang antara si berhutang dan si berpiutang.

e. Pencampuran utang

Pencampuran utang diatur dalam Pasal 1436 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1437 KUH Perdata. Pencampuran utang adalah pencampuran kedudukan sebagai orang yang berutang dengan kedudukan sebagai kreditur menjadi satu (Pasal 1436 KUH Perdata).63

1. Dengan jalan penerusan hak dengan alas hak umum. Misalnya, si kreditur meninggal dunia dan meninggalkan satu-satunya ahli waris, yaitu debitur. Ini berarti bahwa dengan meninggalnya kreditur maka kedudukan debitur menjadi kreditur;

Di dalam NBW (BW baru) negeri Belanda pencampuran utang diatur dalam Pasal 1472 NBW. Ada dua cara terjadinya pencampuran utang, yaitu:

63

45

2. Dengan jalan penerusan hak di bawah alas hak khusus, misalnya pada jual beli atau legaat.

Pada umumnya pencampuran utang terjadi pada bentuk-bentuk debitur menjadi ahli waris dari kreditur.

f. Pembebasan utang

Pembebasan utang diatur dalam Pasal 1438 KUH Perdata sampai dengan 1443 KUH Perdata. Pembebasan utang adalah suatu pernyataan sepihak dari kreditur kepada debitur, bahwa debitur dibebaskan dari perutangan.64

g. Musnahnya barang yang terutang

Ada dua cara terjadinya pembebasan utang, yaitu (1) cuma-cuma, dan (2) prestasi dari pihak debitur. Pembebasan utang dengan cuma-cuma harus dipandang sebagai penghadiahan (HR 16 januari 1899 dan 10 Januari 1902). Sedangkan prestasi dari pihak debitur, artinya sebuah prestasi lain, selain prestasi yang terutang. Pembebasan ini didasarkan pada perjanjian.

Bilamana barang yang menjadi objek dari suatu perikatan musnah, tidak dapat lagi diperdagangkan atau hilang, ini berarti telah terjadi keadaan mamaksa atau force majeure. Pasal 1444 KUH Perdata menyatakan bahwa untuk perikatan sepihak dalam keadaan yang demikian hapuslah perikatannya asal barang itu musnah atau hilang di luar salahnya debitur, dan/atau sebelum ia lalai menyerahkannya.65

Bahkan meskipun si berutang lalai menyerahkan suatu barang, sedangkan ia tidak telah menanggung risiko, perikatan itu juga hapus, jika baginya akan

64

Ibid.

65

46

musnah secara yang sama di tangan si berutang, seandainya sudah diserahkan kepadanya (Pasal 1444 ayat (2) KUH Perdata).

Ketentuan ini sebenarnya berasal dari Pasal 1237 KUH Perdata yang menyatakan bahwa dalam hal adanya perikatan untuk memberikan suatu kebendaan tertentu, semenjak perikatan itu dilahirkan, adalah atas tanggungan kreditur.

Terjadinya peristiwa yang disebutkan dalam Pasal 1444 KUH Perdata tersebut dan si berutang telah dibebaskan dari perikatan oleh si berpiutang, maka si berutang wajib menyerahkan kepada si berpiutang sejak hak yang mungkin dapat ia lakukan terhadap orang-orang pihak ketiga sebagai pemilik barang yang telah dihapus atau hilang itu. Misalnya, si berpiutang itu berhak menuntut uang asuransi terhadap maskapai asuransi.66

h. Kebatalan atau pembatalan

1. Pengertian

Kebatalan atau pembatalan kontrak pada dasarnya adalah satu keadaan yang menimbulkan akibat suatu hubungan hukum perikatan yang bersumber dari kontrak itu dianggap tidak pernah ada. Dengan pembatalan kontrak, maka eksistensi kontrak dengan sendirinya menjadi berakhir atau hapus. Akibat hukum kebatalan kebebasan yang mengakhiri atau menghapus eksistensi kontrak selalu dianggap berlaku surut sejak dibuatnya kontrak oleh para pihak.67

66

I Ketut Oka Setiawan, Op.Cit., Hlm. 154. 67

Muhammad Syaifuddin, Op.Cit., Hlm. 434.

Kebatalan kontrak diatur dalam Pasal 1446 KUH Perdata sampai dengan. Pasal 1456 KUH Perdata. Ada tiga penyebab timbulnya pembatalan kontrak, yaitu:

47

a) Adanya perjanjian yang dibuat oleh orang-orang yang belum dewasa dan di bawah pengampuan;

b) Tidak mengindahkan bentuk perjanjian yang disyaratkan dalam undang-undang;

c) Adanya cacat kehendak. Cacat kehendak (wilsgebreken) adalah kekurangan dalam kehendak atau orang-orang yang melakukan perbuatan yang menghalangi terjadinya persesuaian kehendak dari para pihak dalam perjanjian.68

2. Macam kebatalan

Kebatalan dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu (1) kebatalan mutlak dan (2) kebatalan relatif. Kebatalan mutlak adalah suatu kebatalan yang tidak perlu dituntut secara tegas. Kebatalan mutlak terjadi karena (1) cacat bentuknya, (2) perjanjian itu dilarang undang-undang, (3) bertentangan dengan kesusilaan, dan (4) bertentangan dengan ketertiban umum.

3. Akibat kebatalan

Akibat kebatalan kontrak dapat dilihat dari dua aspek, yaitu (1) orang-orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum , dan (2) cacat kehendak. Akibat kebatalan perikatan bagi orang-orang yang tidak berwenang melakukan perbuatan hukum adalah pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan, seperti sebelum perikatan dibuat (Pasal 1451 KUH Perdata). Dengan pengertian, bahwa segala sesuatu yang telah diberikan atau dibayar kepada orang yang tidak berwenang hanya dapat dituntut kembali :

a) Barang yang bersangkutan masih berada di tangan orang yang tidak berwenang lagi;

b) Orang yang tidak berwenang itu telah mendapat keuntungan dari apa yang telah diberikan atau dibayar;

68

48

c) Apa yang dinikmati telah dipakai bagi kepentingannya.

Akibat kebatalan karena cacat kehendak, yaitu pulihnya barang-barang dan orang-orang yang bersangkutan seperti dalam keadaan semula (Pasal 1452 KUH Perdata).

4. Jangka waktu pembatalan perjanjian

Undang-undang tidak membatasi jangka waktu tuntutan pembatalan perjanjian secara khusus. Namum dalam undang-undang ditentukan jangka waktu yang pendek, yaitu 5 (lima) tahun (Pasal 1454 KUH Perdata). Jangka waktu itu mulai berlaku bagi:

a) Orang yang belum dewasa, sejak hari kedewasaannya; b) Pengampuan, sejak hari pencabutan pengampuan; c) Paksaan, sejak hari paksaan berhenti;

d) Penipuan, sejak diketahuinya penipuan;

e) Pembayaran tak terutang, sejak debitur mengetahui bahwa ia tidak mempunyai utang pada kreditur; dan

f) Tuntutan pembatalan perikatan menjadi gugur, apabila perikatan itu dikuatkan secara tegas atau secara diam-diam oleh orang-orang tersebut di atas (Pasal 1456 KUH Perdata).69

i. Berlakunya syarat batal

Timbul syarat yang membatalkan (door werking ener ontbindende voorwaarde), yaitu ketentuan isi perjanjian yang disetujui kedua belah pihak.70 Syarat batal adalah suatu syarat yang bila dipenuhi akan menghapuskan perjanjian dan membawa segala sesuatu pada keadaan semula, seolah-olah tidak ada suatu perjanjian (Pasal 1265 KUH Perdata). Biasanya syarat batal berlaku pada perjanjian timbal balik (perjanjian jual beli, sewa menyewa, dan lain-lain).71

j. Lewatnya waktu / daluwarsa (verjaring)

69

Ibid. Hlm. 174-175. 70

Titik Triwulan Tutik, Op.Cit.,Hlm. 244. 71

49

Menurut ketentuan Pasal 1946 KUH Perdata, daluwarsa adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk membebaskan diri dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat yang ditentukan oleh undang-undang.

Ketentuan pasal tersebut dapat diketahui dua macam daluwarsa, yaitu: (1) Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang (acquisitive

prescription); dan

(2) Daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebaskan dari tuntutan (extinctive prescription).

1) Daluwarsa untuk memperoleh hak milik atas suatu barang (Acquisitive Prescription)

Ketentuan dalam Pasal 1963 KUH Perdata, kedaluwarsaan untuk memperoleh hak milik atas suatu barang dapat dilakukan jika terpenuhi beberapa unsur-unsur sebagai berikut:

a) Ada itikad baik (Pasal 1965 dan Pasal 1966 KUH Perdata); b) Ada alas hak yang sah;

c) Menguasai barang tersebut terus menerus selama 20 tahun atau 30 tahun tanpa ada yang menggugat.

2) Daluwarsa untuk dibebaskan dari suatu perikatan atau dibebankan dari tuntutan (extenctive prescription)

Sesuai dengan Pasal 1967 KUH Perdata ditentukan bahwa segala tuntutan baik yang bersifat kebendaan maupun yang bersifat perorangan hapus karena daluwarsa itu tidak usah menunjukkan alas hak.

50

a) Terhadap anak yang belum dewasa, orang di bawah pengampunan (curandus);

b) Terhadap seorang istri selama perkawinan;

c) Terhadap piutang yang digantungkan pada suatu syarat selama syarat out

tidak terpenuhi;

d) Terhadap seorang ahli waris yang telah menerima suatu warisan dengan hak istimewa untuk membuat pendaftaran harta peninggalan mengenai piutang-piutangnya terhadap harta peninggalan.72

D.Prestasi dan Wanprestasi Dalam Perjanjian

Dokumen terkait