• Tidak ada hasil yang ditemukan

BERDASARKAN CITRA SATELIT IKONOS TAHUN 2003 (Studi Kasus di DAS Ciliwung Hulu, Sub DAS Ciesek,

Kabupaten Bogor)

NURDIN SULISTIYONO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

Judul : Penilaian Ekonomi Berbagai Pola Penggunaan Lahan Berdasarkan Citra Satelit Ikonos Tahun 2003 (Studi Kasus di Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor)

Nama : Nurdin Sulistiyono

NIM : E 051020041

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Dudung Darusman, M.A. Ketua

Dr. Ir. Lilik Budi Prasetyo, M.Sc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Rinekso Soekmadi, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, M.S.

ABSTRACT

The type of land uses in sub-watershed of Ciesek which is located in the upstream of Ciliwung watershed affects the downstream area. The land use types in the upstream give a negative externality to the downstream area. Land use types which are not in accordance with regional land use allocation plan may give a higher economical benefit. On the other hand, the environmental functions can be disturbed. A higher resolution satellite image, Ikonos of the year of 2003, was used to identify the land use types.

This study aims to obtain information on land use types with remote sensing analysis using ikonos satellite image and to assess the economical value of sub- watershed of Ciesek, Ciliwung Hulu Watershed. The concept of economical valuation which was used to assess the economical value of protected area is the concept of total economical value. The methods are market price valuation, travelling cost, substitution cost and continget valuation methods. Productivity approach was used as the method of cultivation area valuation.

The research shows that the land use types of Ciesek sub-watershed are not in accordance with the allocated types. The total economical value of the protected area is 5,068,626,150.83 rupiahs/year or 7,741,539.89 rupiahs/ha/year. The economical value of the wet land agriculture is 3,729,747 rupiahs/ha/year, dry land agriculture is 7,905,698.23 rupiahs/ha/year. Mixed garden has the economical value of 3,435,982.91 rupiahs/ha/year while the common house types has the value of 554,653,679.65 rupiahs/ha/year and villa types give the value of 1,288,702,928.87 rupiahs/ha/year.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu bentuk ekosistem yang secara umum terdiri dari wilayah hulu dan hilir. Wilayah hulu DAS didominasi oleh kegiatan pertanian lahan kering dan hutan sedangkan di wilayah hilir didominasi oleh pertanian lahan basah sawah dan pemukiman. Sistem Pengelolaan DAS harus dilakukan terintegrasi antara wilayah hulu dan hilir, dalam pengertian berbagai kegiatan pengelolaan di wilayah hulu dan hilir harus berjalan saling menunjang dan dapat dikoordinasikan. Sistim pengelolaan DAS di Indonesia masih banyak yang tidak memperhatikan hubungan keterkaitan daerah hulu-hilir sehingga banyak dijumpai DAS-DAS terutama dibagian hulu yang keadaannya kritis atau rusak.

DAS Ciliwung merupakan DAS yang tergolong kritis. Pada dasarnya, DAS Ciliwung mempunyai karakteristik yang hampir sama dengan DAS kritis lainnya. Walaupun demikian, ada beberapa hal yang menyebabkan DAS Ciliwung mendapat sorotan yang lebih banyak dibandingkan DAS-DAS lainnya, antara lain karena : (a) Wilayah Hilir DAS Ciliwung mencakup daerah ibukota negara (DKI Jakarta) yang sangat kaya akan asset-asset nasional dan pemukiman penduduk, (b) Kerusakan wilayah hulu DAS Ciliwung tidak semata-mata akibat kegiatan pertanian, tetapi juga oleh tumbuhnya pemukiman dan prasarana lainnya yang tidak berwawasan lingkungan, dan (c) wilayah hulu DAS Ciliwung merupakan kawasan wisata yang terus berkembang, hingga membutuhkan perencanaan yang dapat mengakomodasi tuntutan perkembangan tersebut.

Mengingat betapa pentingnya keberadaan DAS Ciliwung Hulu sebagai daerah penyangga, pemerintah telah mengeluarkan beberapa kebijakan berkaitan dengan rencana penggunaan lahan di daerah Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Bopuncur). Melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur dikategorikan sebagai kawasan tertentu yang memerlukan penanganan khusus dan merupakan kawasan yang mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya

harus diprioritaskan. Kemudian pada tahun 1999, pemerintah melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 114 Tahun 1999 tentang Penataan Ruang Bopunjur ditetapkan dengan fungsi utama kawasan sebagai kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kemudian pada tingkat Pemerintahan Daerah, Pemda Kabupaten Bogor juga telah menetapkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) pada tahun 2000 yang mengatur tentang peruntukan penggunaan lahan yang penyusunannya telah disesuaikan dengan kaidah-kaidah lingkungan untuk seluruh wilayah Kabupaten Bogor termasuk Sub DAS Ciesek yang merupakan bagian dari DAS Ciliwung Hulu.

Permasalahan yang timbul berkaitan dengan penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu khususnya Sub DAS Ciesek adalah apakah pola penggunaan lahan yang ada sekarang telah sesuai dengan RTRW yang telah ditetapkan. Dengan bantuan citra satelit Ikonos yang merupakan citra satelit dengan resolusi tinggi diharapkan dapat membantu pengidentifikasian pola penggunaan lahan yang ada sekarang dengan lebih teliti. Permasalahan lain yang muncul adalah bahwasannya pola penggunaan lahan di daerah hulu mempunyai eksternalitas negatif terhadap daerah hilir, misalnya dengan adanya dampak banjir dan erosi yang bisa terjadi di daerah hilir. Adanya dampak negatif ini tidak cukup dicegah dengan cara meminta masyarakat di daerah hulu untuk merubah pola penggunaan lahannya yang tidak sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang telah ditentukan pemerintah. Untuk itu perlu dipikirkan suatu mekanisme pemberian kompensasi bagi masyarakat yang tinggal di daerah kawasan lindung di hulu DAS agar bersedia merubah pola penggunaan lahannya agar sesuai dengan kaidah- kaidah lingkungan.

Berkaitan dengan mekanisme kompensasi kepada masyarakat dalam

mengkonservasi lahan, konsep Purchase of Development Right (PDR) telah

dikembangkan di negara-negara bagian di wilayah barat Amerika Serikat. Ide dari konsep PDR ini adalah untuk memberikan kompensasi kepada masyarakat petani yang bersedia mengkonservasi lahannya dengan cara tetap mempertahankan lahannya sebagai lahan pertanian dan tidak menjual lahannya untuk pemukiman.

Berangkat dari ide PDR di atas, agar fungsi-fungsi lingkungan yang sangat penting bagi daerah hilir dapat kembali dipulihkan, maka penggunaan lahan di daerah hulu yang ada sekarang harus dikembalikan kepada penggunaan lahan yang sesuai dengan kepentingan lingkungan seperti yang telah direncanakan dalam RTRW. Mengingat dengan perubahan tersebut dapat menyebabkan pendapatan atau pola kesejahteraan masyarakat bisa berkurang, maka perlu adanya mekanisme kompensasi atas perubahan penggunaan lahan yang ada di daerah hulu. Hal ini penting agar dampak negatif dari kegiatan pola penggunaan lahan di daerah hulu ini dapat dikurangi sementara disisi lain dapat meningkatkan pola kesejahteraan masyarakat yang tinggal di daerah hulu. Permasalahannya berapa kompensasi yang sebaiknya diberikan kepada masyarakat di daerah hulu. Kompensasi yang sebaiknya diberikan adalah sebesar nilai ekonomi yang hilang akibat perubahan pola penggunaan lahan yang terjadi di daerah hulu. Untuk itu sebagai langkah awal penyediaan informasi nilai ekonomi berbagai pola penggunaan lahan yang ada menjadi sangat penting.

Penelitian ini berusaha memberikan informasi tentang berbagai pola penggunaan lahan dengan bantuan teknik penginderaan jauh menggunakan citra satelit Ikonos, nilai ekonominya serta besarnya nilai kompensasi yang sebaiknya diberikan kepada masyarakat akibat merubah pola penggunaan lahannya di kawasan lindung di Sub DAS Ciesek. Diharapkan informasi ini bisa menjadi salah satu referensi bagi pihak-pihak yang terkait dalam melakukan kebijakan pengelolaan DAS di kawasan DAS Ciliwung Hulu, khususnya Sub DAS Ciesek.

Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam kegiatan pengelolaan Sub DAS Ciesek di DAS Ciliwung Hulu, memuat beberapa permasalahan, yakni :

1. Terjadi konflik kepentingan antara masyarakat dengan pihak Pemerintah

Daerah Kabupaten Bogor. Secara geografis fungsi Sub DAS Ciesek yang terletak di DAS Ciliwung bagian hulu memiliki fungsi penting sebagai kawasan yang melindungi daerah hilir, akan tetapi sekarang ini telah terjadi proses pergeseran penggunaan lahan. Sebagian wilayah yang diperuntukkan sebagai kawasan lindung di Sub DAS Ciesek telah beralih fungsi sebagai

kawasan budidaya. Secara ekonomi pemanfaatan lahan dalam kawasan lindung sebagai kawasan budidaya mungkin mempunyai nilai ekonomi yang lebih tinggi tapi berbahaya dari segi lingkungan.

2. Salah satu upaya penyelesaian konflik yang terjadi adalah dengan mengetahui

nilai ekonomi dari berbagai pola penggunaan lahan yang ada. Hal ini dirasa penting untuk dapat mengetahui besarnya nilai kompensasi yang sewajarnya diberikan kepada masyarakat akibat merubah pola penggunaan lahannya.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari kegiatan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut :

1. Menentukan pola penggunaan lahan di Sub DAS Ciesek berdasarkan citra

satelit Ikonos tahun 2003.

2. Membandingkan pola penggunaan lahan dengan RTRW Kabupaten Bogor

untuk Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu.

3. Menentukan besarnya nilai ekonomi pada berbagai pola pengunaan lahan di

Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu.

4. Menentukan besarnya nilai kompensasi yang sebaiknya diberikan kepada

masyarakat akibat merubah pola penggunaan lahannya pada kawasan lindung.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini berguna untuk masukan dan input bagi peneliti, instansi terkait dan ilmu pengetahuan.

1. Bagi peneliti, penelitian ini sebagai media untuk menerapkan salah satu teknik

penilaian ekonomi lingkungan dengan bantuan GIS dan Remote Sensing untuk

mendeteksi pola pengunaan lahan di Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu. 2. Bagi instansi terkait, penelitian ini berguna sebagai bahan informasi tentang

besarnya nilai ekonomi pada berbagai pola penggunaan lahan dan besarnya nilai kompensasi yang sebaiknya diberikan kepada masyarakat akibat merubah pola penggunaan lahannya di kawasan lindung di Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu. Informasi ini diharapkan bisa menjadi salah satu dasar dalam upaya penyelesaian konflik lingkungan yang terjadi di Sub DAS Ciesek.

5 Kerangka Pemikiran

Persoalan yang dihadapi dalam upaya pelestarian dan perlindungan hutan alam di hulu DAS adalah masih kurangnya dukungan dari masyarakat dan instansi terkait. Untuk mendapatkan dukungan dari masyarakat, pengelola harus dapat meyakinkan bahwa berhasilnya upaya pelestarian kawasan ini akan memberikan keuntungan, baik secara ekonomis, sosial budaya maupun ekologis. Sebaliknya jika upaya pelestarian terhadap kawasan ini gagal maka akan menimbulkan kerugian berupa berkurangnya nilai keanekaragaman hayati dan rusaknya sistem pendukung kehidupan yang berperan dalam pembangunan berkelanjutan.

Belum adanya informasi nilai ekonomis berbagai pola penggunaan lahan di DAS Ciliwung Hulu khususnya Sub DAS Ciesek menyebabkan berbagai pihak terkait kurang menghargai arti pentingnya kawasan ini sehingga bisa mendorong terjadinya perubahan penggunaan lahan dari kawasan lindung yang berfungsi sebagai kawasan resapan air ke penggunaan lain seperti pertanian dan pemukiman. Dengan adanya informasi mengenai besarnya nilai ekonomi berbagai pola penggunaan lahan yang ada dapat digunakan untuk menentukan besarnya kompensasi yang selayaknya diberikan kepada masyarakat akibat

merubah pola penggunaan lahannya di kawasan lindung. Melalui sistem insentif

dan disinsentif bagi semua pihak yang terlibat diharapkan fungsi ekologis dari kawasan lindung dapat diperbaiki dan dilain pihak juga bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Sub DAS Ciesek.

Sub DAS Ciesek, DAS Ciliwung Hulu, Kabupaten Bogor

POLA PENGUNAAN LAHAN

6 Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Pertanian Lahan Basah Kawasan Pemukiman Tanaman Tahunan Pertanian Lahan Kering Kawasan Lindung Kawasan Budidaya Citra Satelit Ikonos Th 2003

Analisis Citra Satelit

Nilai Ekonomi Sekarang

Kompensasi Ekonomi Akibat Perubahan Penggunaan Lahan Peruntukan Penggunaan Lahan

Sesuai RTRW Th 2000 Kondisi Penggunaan Lahan saat ini

Nilai Ekonomi RTRW

Informasi :

Nilai Kompensasi Kepada Masyarakat Hulu

Pengambilan Kebijakan dalam Pengelolaan DAS

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Upaya Pengembalian Penggunaan Lahan Sesuai

Peruntukannya Daerah Kritis Terdegradasi Pemanfaatan Kawasan Lindung Sebagai Kawasan Budidaya Konflik Kepentingan antara Masyarakat dan PEMDA

Pembayaran Jasa Lingkungan Mekanisme Transfer Benefit Hulu-Hilir

TINJAUAN PUSTAKA

Nilai Kawasan

Nilai (value) merupakan persepsi seseorang adalah harga yang diberikan

oleh seseorang terhadap sesuatu pada suatu tempat dan waktu tertentu. Kegunaan, kepuasan dan kesenangan merupakan istilah-istilah lain yang diterima dan berkonotasi nilai atau harga. Ukuran harga ditentukan oleh waktu, barang, atau uang yang akan dikorbankan seseorang untuk memiliki atau menggunakan barang

atau jasa yang diinginkannya. Penilaian (valuation) adalah kegiatan yang

berkaitan dengan pembangunan konsep dan metodologi untuk menduga nilai barang dan jasa (Davis and Johnson, 1987)

Penilaian peranan ekosistem, termasuk kawasan konservasi, bagi kesejahteraan manusia merupakan pekerjaan yang sangat kompleks, mencakup berbagai faktor yang berkaitan dengan nilai sosial dan politik. Menurut Munasinghe dan McNeely (1994), nilai suatu kawasan konservasi sangat tergantung pada aturan-aturan manajemen yang berlaku. Dengan kata lain, nilai tersebut ditentukan tidak hanya oleh faktor-faktor biolgi dan ekonomi tetapi juga oleh kelembagaan yang dibangun untuk mengelola sumberdaya kawasan konservasi tersebut.

Pearce et al. (1989), mengelompokkan nilai sumber daya hutan (SDH)

dalam tiga macam nilai yaitu:

• Nilai Penggunaan Langsung, adalah manfaat yang langsung diambil dari

SDH. Sebagai contoh manfaat penggunaan sumber daya hutan sebagai input untuk proses produksi atau sebagai barang konsumsi.

• Nilai Penggunaan Tidak Langsung, yaitu nilai yang secara tidak langsung

dirasakan manfaatnya, dapat berupa hal yang mendukung nilai guna langsung.

• Nilai Non Penggunaan, yaitu semua manfaat yang dihasilkan bukan dari hasil

Sedangkan Barbier (1991) dalam Bishop (1999) mengelompokkan tipe- tipe nilai guna hutan sebagai berikut :

Tabel 1. Tipe-tipe Nilai Guna Hutan

Nilai Guna Nilai Bukan

Guna

Nilai Langsung Nilai Tidak

Langsung Nilai Pilihan

Nilai Keberadaan • Hasil kayu (kayu bulat, kayu bakar • Perlindungan Daerah Aliran Sungai • Penggunaan langsung dan tidak langsung di masa yang akan datang • Biodiversitas (hidupan liar) • Hasil non kayu (sumber pangan, tanaman obat, bahan genetik)

• Siklus nutrisi • Budaya,

tradisi • Habitat manusia • Pengurangan polusi udara • Nilai intrinsik • Bentang lahan • Pengatur iklim mikro • Nilai warisan • Penyerapan carbon

Nilai ekonomi total (NET) merupakan penjumlahan dari nilai guna langsung, nilai guna tidak langsung dan nilai non guna, dengan formulasi sebagai berikut (Pearce, 1992) :

NET = Nilai Guna Langsung + Nilai Guna Tidak Langsung + Nilai Pilihan + Nilai Keberadaan

Nilai pilihan, mengacu kepada nilai penggunaan langsung dan tidak langsung yang berpotensi dihasilkan di masa yang akan datang. Hal ini meliputi manfaat- manfaat sumber daya alam yang “disimpan atau dipertahankan” untuk kepentingan yang akan datang (sumber daya hutan yang disishkan untuk pemanenan yang akan datang), apabila terdapat ketidakpastian akan ketersediaan

SDH tersebut, untuk pemanfaatan yang akan datang. Contoh lainnya adalah sumber daya genetik dari hutan tropis untuk kepentingan masa depan.

Sedangkan, nilai bukan guna meliputi manfaat yang tidak dapat diukur yang diturunkan dari keberadaan hutan di luar nilai guna langsung dan tidak langsung. Nilai bukan guna terdiri atas nilai keberadaan dan nilai warisan. Nilai keberadaan adalah nilai kepedulian seseorang akan keberadaan suatu SDH berupa nilai yang diberikan oleh masyarakat kepada kawasan hutan atas manfaat spiritual, estetika dan kultural. Nilai warisan adalah nilai yang diberikan masyarakat yang hidup saat ini terhadap SDH, agar tetap utuh untuk diberikan kepada generasi akan datang. Nilai-nilai ini tidak terefleksi dalam harga pasar (Bishop, 1999).

Akan tetapi, Pearce dan Moran (1994) mengingatkan bahwa nilai total tersebut tidak benar-benar total karena : (1) tidak mencakup keseluruhan nilai, kecuali nilai ekonomi, (2) banyak ahli ekologi menyatakan bahwa nilai ekonomi total belum mencakup semua nilai ekonomi karena ada beberapa fungsi ekologis dasar yang bersifat sinergis sehingga nilainya lebih besar dari nilai fungsi secara tunggal. Sebelum itu, Manan (1985) menyatakan bahwa dari sudut rimbawan hutan mempunyai fungsi serbaguna, paling tidak sebagai penghasil kayu, pengaturan tata air, tempat berlindung dan tumbuh kehidupan liar, penghasil pakan dan tempat wisata. Namun demikian sangat sulit menetapkan batas-batas fungsi tersebut secara tegas karena adanya interaksi antara fungsi tersebut.

Penentuan nilai ekonomi sumberdaya alam merupakan hal yang sangat penting sebagai bahan pertimbangan dalam megalokasikan sumberdaya alam yang

semakin langka (Kramer et.al, 1994). Menurut Munasinghe (1994) penilaian

kontribusi fungsi ekosistem bagi kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang sangat kompleks, mencakup faktor-faktor nilai sosial dan politik. Sebagai contoh, nilai kawasan konservasi sangat ditentukan oleh aturan-aturan manajemen yang berlaku untuk areal tersebut. Dengan kata lain, nilai tersebut tidak hanya ditentukan oleh faktor-faktor fisik, biotik, dan ekonomi tetapi juga oleh kelembagaan yang dibangun untuk mengelola sumberdaya tersebut.

Metode Penilaian Sumberdaya Alam

Pada umumnya metode penentuan nilai ekonomi sumberdaya dapat dilakukan melalui dua pendekatan yang mencakup beberapa teknik yaitu : pendekatan langsung dan pendekatan tidak langsung (Pearce dan Moran, 1994). Pendekatan langsung mencakup teknik-teknik yang mengupayakan untuk mendapatkan penilaian secara langsung dengan menggunakan percobaan dan survey. Teknik survey (kuisioner) terdiri atas dua tipe yaitu perolehan ranking (contingent ranking methode) dan perolehan nilai, meliputi keinginan untuk

membayar (Willingness to pay) atau ketersediaan untuk menerima kompensasi

(Willingness to accept).

Konsep dasar bagi semua teknik penilaian ekonomi adalah kesediaan membayar dari individu untuk sumberdaya alam atau jasa lingkungan yang diperolehnya (Pearce dan Moran, 1994;Munasinghe, 1993; Hufschmidt, 1983) atau kesediaan untuk menerima kompensasi akibat adanya kerusakan lingkungan di sekitarnya (Pearce and Moran, 1994; Hufschmidt, 1983).

Valuasi ekonomi manfaat lingkungan dan sumberdaya alam sangat diperlukan bagi pengambilan kebijakan dan analisis ekonomi suatu aktivitas proyek. Dalam valuasi dampak faktor yang perlu diperhatikan adalah determinasi dampak fisik dan valuasi dampak dalam aspek moneter. Penilaian dampak secara moneter didasarkan pada penilaian ahli akan dampak fisik dan keterkaitannya, karena dampak dapat menyebabkan perubahan produktivitas maupun perubahan kualitas lingkungan. Para ahli ekonomi telah mengembangkan metode valuasi untuk mengukur keuntungan dari pengelolaan lingkungan terutama yang tidak mempunyai nilai pasar. Penilaian ini bisa menggunakan nilai dari pasar pengganti.

Beberapa ahli ekonomi telah mengembangkan dan mengaplikasikan beberapa metode penilaian manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan moneter. Beberapa metode mencoba untuk menggambarkan permintaan

konsumen, sebagai contoh kesediaan membayar konsumen (willingness to pay-

WTP) terhadap manfaat hutan yang tidak memiliki harga pasar dalam satuan

moneter, atau kesediaan menerima konsumen (willingness to accept – WTA)

terhadap kompensasi yang diberikan kepada konsumen untuk manfaat yang hilang

dalam satuan moneter. Terdapat lima metode perhitungan ekonomi untuk manfaat yang diperoleh dari sumber daya alam dan lingkungan (Bishop, 1999):

(i) Penilaian berdasarkan harga pasar, termasuk pendugaan manfaat dari

kegiatan produksi dan konsumsi dalam kehidupan sehari-hari.

(ii) Pendekatan harga pengganti, termasuk metode biaya perjalanan, hedonic

price, dan pendekatan barang pengganti.

(iii) Pendekatan fungsi produksi, dengan fokus pada hubungan biofisik antara

fungsi hutan dan kegiatan pasar.

(iv) Pendekatan preferensi, termasuk metode penilaian kontingensi

(v) Pendekatan berdasarkan biaya, termasuk di dalamnya adalah biaya

penggantian dan pengeluaran defensif.

Para ahli telah mengembangkan teknik dan cara valuasi dampak untuk mengukur manfaat lingkungan yang tidak mempunyai pasar atau harga yang jelas. Teknik dan cara yang beragam memerlukan pendekatan yang jelas agar tidak

terjadi penghitungan ulang (double counting). Pendekatan yang dapat digunakan

antara lain adalah CVM (contingent valuation method) yang didasarkan kepada

pasar yang dibuat atau pasar hipotetik. Pada pendekatan ini, responden akan ditanya seberapa besar mereka berkeinginan untuk membayar jasa dan barang lingkungan untuk kenyamanan (misalnya untuk tidak terjadi banjir). Konsep dasar dalam valuasi manfaat dan biaya dampak lingkungan adalah didasarkan

kepada kemauan membayar (willingness to pay) dari masyarakat untuk barang

dan jasa lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan harga sebenarnya maupun harga bayangan sehingga distorsi yang disebabkan kebijakan pemerintah dan ketidaksempurnaan pasar dapat diminimalkan.

Metode yang juga umum digunakan dalam melihat manfaat perlindungan DAS adalah perubahan produktivitas. Pendekatan ini didasarkan kepada interaksi dan perubahan dalam input/output dalam sistem produksi yang dipengaruhi oleh keberadaan program perlindungan DAS. Ini dapat digunakan untuk mengukur pengaruh erosi terhadap sistem usahatani, atau sedimentasi di waduk. Dalam hal ini ada beberapa pendekatan analisis biaya yang juga dapat dilakukan. Misalnya seberapa besar manfaat yang diperoleh dengan membiayai pencegahan dampak

(pendekatan pengeluaran preventif) dan biaya ganti dari jasa lingkungan (misalnya penggunaan pupuk akibat kehilangan hara dalam erosi tanah).

Setiap teknik dan cara valuasi ini memerlukan persyaratan terutama data, biaya dan waktu serta tingkat akseptibilitas yang berbeda bagi pengambilan kebijakan. Tantangan yang dihadapi adalah bagaimana menggunakan valuasi secara akurat dan efektif biaya sehingga teknik valuasi berkembang menjadi seni dan ilmu.

Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Agustono (1996) menyebutkan besarnya nilai ekonomi total hutan mangrove di Muara Cimanuk Indramayu sebesar Rp. 117.290.000.000/th atau Rp. 14.618.218/ha/th yang terdiri dari penerimaan masyarakat sebesar Rp. 39.490.000.000/th atau 4.921.762/th/ha dan surplus konsumen sebesar Rp. 77.800.000.000/th atau Rp. 9.696.456/th/ha.

Selanjutnya penelitian Wildayana (1999) dilakukan untuk melihat parameter sumberdaya lahan kering yang terintegrasi meliputi seluruh fungsi- fungsi valuasi ekonomi konversi hutan sekunder ke usaha tani lahan kering di

Dokumen terkait