• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Rasa merupakan faktor penting yang dipertimbangkan dalam penerimaan masyarakat terhadap produk-produk pertanian. Kemanisan atau keasaman buah jeruk merupakan salah satu rasa yang biasa dijadikan ukuran dalam penentukan mutu dan kematangan buah. Keasaman seringkali menyebabkan ketidak puasan konsumen terhadap mutu buah jeruk. Selain itu keasaman dan kemanisan buah jeruk sangat berkaitan juga dengan penerimaan konsumen terhadap buah jeruk. Berdasarkan hal itu dapat dipastikan bahwa keasaman dan kemanisan buah jeruk merupakan hal penting yang harus diperhatikan dalam bidang industri buah jeruk maupun pengolahannya. Begitu juga untuk buah jeruk yang umum dipakai adalah tingkat keasamannya, namun masih ada yang meninjau dari ukuran, kandungan jus, dan kemanisan (Santoso 2005).

Pengukuran keasaman buah jeruk umumnya dilakukan dengan pengukuran pH atau total asam. Sementara kemanisan umumnya ditentukan oleh kandungan gula pada buah jeruk dan pengukurannya bisa dilakukan dengan menggunakan refraktometer. Landaniya (2008) menyatakan bahwa hampir 85 persen dari total padatan terlarut jus jeruk adalah gula. Asam organik dan gula bervariasi menurut spesies, varietas, dan juga kondisi lingkungan dan hortikultura seperti iklim, batang bawah, dan irigasi (Albertini et al. 2006). Kedua parameter tersebut saling berpengaruh, sehingga jika ditinjau gabungannya maka nilai rasio kemanisan terhadap keasaman menjadi suatu parameter yang bisa mewakili keduanya. Indek perbandingan TPT terhadap keasaman menandakan indek mutu buah yang biasa dipakai (Landaniya 2008; Bermeja dan Cano 2012).

Pengukuran kemanisan, keasaman atau rasio kemanisan terhadap keasaman buah jeruk dapat dilakukan dengan cara organoleptik. Namun demikian keasaman maupun kemanisan merupakan parameter yang bisa bersifat subjektif karena berhubungan dengan tingkat sensorik lidah seseorang yang menimbulkan sensasi pada saat proses pengkonsumsian jeruk. Standar kesukaan akan rasa kemanisan dan keasaman tersebut akan berbeda untuk masyarakat yang berbeda. Hal ini disebabkan perbedaan tentang persepsi rasa asam atau manis yang terkait dengan kebiasaan dan kesukaan konsumen.

Penilaian yang jelas adalah dengan mengukur asam organik. Nilai asam ini adalah indeks yang berguna dalam produk buah. Beberapa asam organik dapat digunakan sebagai indikator kematangan, aktivitas bakteri dan ketuaan (Karadeniz 2004).

Buah yang belum matang biasanya kasar, sangat asam atau tart, dan memiliki tekstur internal yang keras (Ladaniya 2008). Namun untuk menguji konsistensi presepsi kematangan perlu dilakukan uji penerimaan dari masyarakat atau panelis. Sehingga kondisi tersebut menjadi nilai yang konsisten dan terkuantisasi.

Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2012 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika dan Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia, FMIPA IPB. Buah diambil dari perkebunan petani di Samarang dan Leuwigoong, Kabupaten Garut.

Sistem Pengukuran

Pengukuran dari semua parameter dilakukan ketika buah masih dalam kondisi segar. Pada uji pengkelasan berdasarkan organoleptik dipakai sebanyak 14 sampel. Hasil pengkelasan ini dilanjutkan dengan menguji kelistrikan pada 62 sampel buah yang digunakan.

Sistem Pengukuran pH dan Rasio Kemanisan atau Keasaman Buah Jeruk Keasaman jeruk diukur dengan menggunakan pH meter (YSI Ecosense pH 100, Xilem Inc, USA). Total padatan terlarut (TPT) diukur dengan menggunakan Digital GMK-701R dengan jakauan 0 sampai 40 % Brix. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan rasio TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen sebagai parameter indikator untuk rasio kemanisan atau keasaman buah jeruk.

Sistem Pengukuran Parameter Kelistrikan

Bersamaan pengukuran kelistrikan maka dilakukan pengukuran berat buah jeruk. Berat buah semuanya diukur dengan menggunakan timbangan elektronik (Sartorius ED 822, Goettingen, Jerman). Berat buah ini dipakai untuk mengkonpensasi parameter pengukuran listrik. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Zachariah dan Erickson (1965) pada penentuan kematangan buah alpukat berdasarkan parameter kelistrikan. Parameter listrik dari buah jeruk diukur dengan menggunakan LCR meter (3532-50 LCR HiTESTER, Hioki, Tokyo, Jepang). Kajian sifat listriknya berdasarkan pada hasil pengukuran kelistrikan untuk kondisi sinyal berupa arus bolak-balik dan amplitudonya kecil. Buah ditempatkan di antara dua buah plat elektroda dan diperlakukan sebagai bahan dielektrik. Parameter-parameter listrik ini adalah impedansi listrik, resistansi, reaktansi, kapasitansi, dan induktansi. Jeruk berperan sebagai bahan dielektrik dan ditempatkan di antara dua elektroda plat konduktif dari bahan tembaga (Soltani et al. 2010; Ragni et al. 2006; Massah et al. 2011). Tegangan sinyal limit sebesar 1 volt (rms) dengan sistem level arus (CC) 0.5 mA (vozary & Benkő 2010).

Pendugaan Kategori Kualitas Berdasarkan Kelistrikan dan Organoleptik Batasan mutu jeruk keprok pada SNI 3165 tahun 2009 adalah buah termasuk matang jika minimal TPT bernilai 8% Brix. Selain itu kelas terbagi atas tiga yaitu mutu super, kelas A dan kelas B. Selain itu ada kode yang standar ukuran diameter yaitu kode-1 berdiamater lebih dari 7.0 cm, kode-2 antara 6.1-7.0 cm, kode-3 antara 5.1-6.0 cm dan kode-4 berdiameter 4.0 – 5.0 cm. Berdasarkan pada hasil bab 5 yaitu adanya korelasi yang bagus antara parameter kelitrikan dengan nilai pH dan nilai rasio TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen. Maka pada penelitian ini untuk acuan pengelompokkan kualitas didasarkan pada kedua parameter tersebut.

Secara teknis, 14 buah jeruk yang terdiri dari beberapa tingkat keasaman maupun rasio TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen dilakukan uji organoleptik terhadap 20 orang panelis (Suryati et al. 2008). Dari sampel tersebut diukur pula parameter - parameter listriknya.

Untuk pengelompokkan rasa buah jeruk secara organoleptik dibagi atas empat rasa yaitu : asam, asam agak manis, manis agak asam, dan manis. Uji organoleptik dilakukan dengan uji skoring terhadap rasa yaitu 1 untuk asam, 2 untuk asam agak manis, 3 untuk manis agak asam, dan 4 untuk manis . Dalam penjaringan sensitivitas panelis, maka dilakukan pelatihan terhadap panelis untuk merasakan berbagai rasa buah Jeruk Keprok Garut. Pada pelatihan ini panelis bisa melihat warna dan ukuran buah serta merasakan tingkat kemanisannya. Setelah semua panelis bisa membedakan rasa tersebut secara konsisten maka dilakukan uji organoleptik terhadap sampel jeruk yang tidak mereka ketahui warna dan ukurannya. Hal ini dilakukan dengan cara panelis hanya merasakan jeruk yang sudah diperas dalam bentuk jus dan tersimpan dalam wadah gelas dengan telah diberi label terlebih dahulu.

Setelah dilakukan uji organoleptik secara skoring, maka selanjutnya ditentukan grading atau pengelompokkan berdasarkan skoring dari panelis tersebut dengan terlebih dahulu membangun persamaan regresi liniernya dahulu (Suryati et al. 2008). Nilai skoring ini dikorelasikan secara regresi linier dengan nilai pH dan rasio TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen dari buah jeruk. Setelah didapat nilai batasan grading maka dilanjutkan dengan pengujian terhadap sampel yang lainnya sebanyak 62 buah. Setelah uji organoleptik dilakukan, maka dilanjutkan dengan uji beda nyata antara hasil pengukuran alat pH meter -Refraktometer dan hasil estimasi pengukuran listrik dengan menggunakan uji t.

Hasil dan Pembahasan

Pada pengkelasan buah jeruk dilakukan berdasarkan dua buah parameter fisiko kimia yang memiliki korelasi yang kuat dengan parameter kelistrikan, yaitu keasaman dan rasio kemanisan terhadap keasaman atau kemanisan relatifnya. Tingkat keasaman ditentukan berdasarkan nilai pH. Tingkat relatif kemanisan atau relatif keasaman ditentukan berdasarkan parameter TSS per konsentrasi ion hidrogen dari buah Jeruk Keprok Garut.

Pengkelasan Berdasarkan Nilai Keasaman (pH) Buah Jeruk Keprok Garut Tingkat keasaman ditentukan berdasarkan nilai pH. Nilai pH ini merupakan salah satu indikator yang umum dalam penentuan tingkat keasaman. Selain itu pengukuran pH mudah dilakukan dengan menggunakan alat pH meter atau kertas indikator lakmus. Pada bab 5 telah disinggung bahwa parameter pH memiliki korelasi dengan parameter-parameter kelistrikan secara serempak. Pendekatan regresi berganda telah dilakukan dan didapat korelasi yang terbaik yaitu korelasi pada frekuensi 1 MHz. Maka pada bagian ini, frekuensi tersebut akan dijadikan referensi untuk penentuan grading atau pengkelasan berdasarkan sifat listrik yang terkait dengan tingkat keasaman buah.

Proses pengkelasan dilakukan dengan cara organoleptik yang dilakukan pada dua puluh panelis. Hasil organoleptik dibuat dalam skoring dan

dikorelasikan dengan nilai pH dari buah jeruk tersebut. Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 6.1 dan Tabel 6.1. berdasarkan Gambar 6.1 tersebut didapat korelasi regresi linier antara nilai skoring rata-rata dari panelis dan nilai pH pengukuran langsung dengan pH meter.

Hasil skoring terhadap sampel dengan 4 tingkat rasa menunjukkan bahwa buah Jeruk Keprok Garut yang diuji dari 14 sampel tersebut menunjukkan hanya tiga kategori. Dari semua sampel yang diuji tidak ada yang menunjukkan nilai manis. Hal ini juga menjadi ciri khas Jeruk Keprok Garut yang terkenal di masyarakat Garut dengan rasa “manis-asam menyegarkan”.

Dengan mengacu hasil grafik skoring pada Gambar 6.1 tadi maka bisa dilakukan pendekatan dengan regresi linier yang didapat yaitu: y = 0.9733 x –

1.5688. Dengan y adalah untuk nilai skor dari panelis dan x adalah nilai pH dari alat. Korelasi linier ini cukup bagus dengan nilai koefisien deterministik sebesar R² = 0.8692. Nilai koefisien deterministik tersebut dirasakan cukup menurut Suryati et al. (2008). Dengan mengacu pada persamaan dan Gambar 6.1 tersebut dapat diartikan bahwa panelis merespon dengan skor semakin besar untuk sampel yang pH semakin besar. Ini berarti bahwa panelis menyatakan buah yang lebih asam akan memiliki pH yang lebih kecil atau sebaliknya. Hal ini sangat logis karena semakin besar pH maka keasaman semakin berkurang. Dengan skor nilai asam adalah terkecil yaitu 1 dan skor yang manis agak asam atau asamnya sedikit diberikan skor 3 maka jelas semakin kurang asam dari jus jeruk maka semakin besar nilai skoring hasil respon panelis tersebut.

Gambar 6.1 Hubungan pengujian nilai keasaman dengan pH meter dan respon panelis

Tabel 6.1 Nilai pH dan organoleptik panelis terhadap rasa buah Jeruk Keprok Garut

Sampel pH Organoleptik Sampel pH Organoleptik

1 2.35 1.0 ± 0 8 4.05 2.67 ± 0.49 2 2.45 1.0 ± 0 9 3.95 2.13 ± 0.52 3 3.25 1.27 ± 0.46 10 4.45 2.8 ± 0.56 4 4.05 2.4 ± 0.51 11 3.65 1.87 ± 0.64 5 3.85 2.2 ± 0.77 12 4.15 2.73 ± 0.46 6 4.15 2.4 ± 0.63 13 4.05 2.53 ± 0.74 7 4.45 2.8 ± 0.41 14 4.25 2.2 ± 0.68 y = 0.9733x - 1.5688 R² = 0.8692 0.00 1.00 2.00 3.00 2.00 3.00 4.00 5.00 S ko ri n g pa n el is

Dalam pengelompokkan sampel maka dilakukan batasan skoring dengan batasan nilai antara 1, 2, dan 3. Batasan tersebut ada dua yaitu nilai 1.5 dan nilai 2.5. Selain itu nilai ini bisa dikembangkan menjadi tiga dengan memanfaatkan persamaan regresi linier saja tanpa memperhatikan nilai responden dari panelis. Nilai ketiga bisa menjadi 3.5.

Berdasarkan batasan skoring tadi dan persamaan regresi linier hasil organoleptik maka dapat ditentukan nilai batas pengelompokkan nilai pH yaitu batasan pertama 3.1529 dan batasan kedua 4.1804. Dan jika dikembangkan ke batasan ke tiga menjadi 5.2078. Sehingga dapat ditentukan pengkelasan yang terjadi pada buah Jeruk Keprok Garut sebagai berikut

 Kelas A : rasa “manis asam” yaitu manis tetapi masih ada sedikit rasa

asamnya, nilai pH antara 4.18 sampai 5.20.

 Kelas B : rasa “asam manis “, yaitu asam tetapi ada rasa manis sedikit,

nilai pH antara 3.15 sampai 4.18.  Kelas C : rasa “asam”,

nilai pH lebih kecil dari 3.15.

Hasil pengkelasan ini dilanjutkan dengan melakukan pengujian validasi terhadap nilai pH hasil prediksi dari regresi berganda parameter kelistrikan. Pengujian validasi dilakukan pada 62 sampel buah jeruk. Hasil pengkelasan ini diperlihatkan pada Tabel 6.2. Dari tabel tersebut didapat nilai akurasi yang cukup tinggi yaitu 93.55%. Hal ini hampir relevan dengan koefisien determinstik yang tinggi untuk regresi berganda dari parameter kelistrikan yaitu 0.936 dan standar errornya 0.1225. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengkelasan dari nilai nilai prediksi keasaman berdasarkan parameter kelistrikan cukup baik dan cocok dengan hasil dari pengkelasan organoleptik. Selain itu pada nilai pendugaan ini dilakukan uji t berpasangan. Dari uji t tersebut dihasilkan bahwa metode prediksi dengan parameter listrik tidak berbeda nyata dengan hasil metode pengukuran alat pH meter. Selain itu hasil uji statistik dengan menggunakan uji t diperoleh bahwa dari kedua kelompok data tersebut tidak berbeda nyata.

Tabel 6.2 Hasil akurasi pengkelasan untuk buah Jeruk Keprok Garut berdasarkan nilai pH prediksi

Keterangan

Organoleptik Alat: pH meter Prediksi parameter

Xwgt, Rwgt, Zwgt Prediksi parameter Lwgt, Rwgt, Cwgt Jumlah Sampel 62 62 62 Terdeteksi tepat 62 58 58 Akurasi (%) 100 93.55 93.55

Pengkelasan Berdasarkan Nilai Rasio Kemanisan Terhadap Keasaman Buah Jeruk Keprok Garut

Tingkat relatif kemanisan atau relatif keasaman ditentukan berdasarkan nilai ln{TPT/[H+]}. Nilai ln{TPT/[H+]} ini merupakan salah satu indikator yang setara dengan rasio TPT terhadap keasaman. Nilai logaritmik diambil sesuai dengan hasil regresi berganda yang didapatkan pada bab 5. Sebelumnya telah disinggung bahwa parameter ln{TPT/[H+]} memiliki korelasi linier dengan

parameter-parameter logaritmik kelistrikan secara serempak yang jauh lebih bagus (R2 =0.929) dan nilai error yang jauh lebih kecil (SE = 0.326) daripada nilai regresi linier berganda pada parameter langsung TPT/[H+] dengan parameter kelistrikan (R2=0.7655, SE =42113.7). Pendekatan regresi berganda tersebut telah dilakukan pada bab 5 dan didapat korelasi yang terbaik untuk frekuensi 1 MHz. Maka pada bagian ini pula, frekuensi tersebut akan dijadikan referensi untuk penentuan grading atau pengkelasan berdasarkan sifat listrik yang terkait dengan relatif kemanisan atau keasaman buah.

Proses pengkelasan dilakukan dengan cara organoleptik yang dilakukan pada dua puluh panelis seperti pada bagian sebelumnya. Hasil organoleptik dibuat dalam skoring dan dikorelasikan dengan nilai ln{TPT/[H+]} dari buah jeruk tersebut. Hasilnya diperlihatkan pada Gambar 6.2 dan Tabel 6.3. berdasarkan Gambar 6.2 tersebut didapat korelasi regresi linier antara nilai skoring rata-rata dari panelis dan nilai ln{TPT/[H+]} pengukuran langsung dengan pH meter dan refraktometer.

Hasil skoring terhadap sampel dengan 4 tingkat rasa menunjukkan bahwa buah Jeruk Keprok Garut yang diuji dari 14 sampel tersebut menunjukkan hanya tiga kategori. Dari semua sampel yang diuji tidak ada yang menunjukkan nilai manis sama seperti dijelaskan sebelumnnya.

Dengan mengacu hasil grafik skoring pada Gambar 6.2 tadi maka bisa didapat pendekatan regresi linier yaitu y = 0.3808x-1.9789 dengan y adalah nilai skor dan x adalah nilai ln{TPT/[H+]}. Korelasinya cukup bagus yaitu ditandai dengan nilai koefisien deterministik sebesar 0.906. Menurut Suryati et al. (2008) koefisien deterministik 0.7668 juga sudah cukup untuk uji organoleptik. Persamaan tersebut menunjukkan bahwa panelis merespon dengan skor semakin besar untuk sampel yang rasio TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen semakin besar. Hal ini sangat logis karena semakin besar ln{TPT/[H+]} maka nilau relatif kemanisan semakin bertambah dan relatif keasaman yang berkurang. Dengan skor nilai dari asam sampai ke manis yang meningkat yaitu 1 sampai skor 4 maka jelas semakin besar relatif kemanisan maka semakin besar nilai skoring hasil respon panelis tersebut.

Dalam pengelompokkan sampel maka dilakukan batasan skoring dengan batasan nilai 1.5 dan nilai 2.5 seperti yang dilakukan untuk pH. Selain itu nilai ini bisa dikembangkan menjadi tiga dengan memanfaatkan persamaan regresi linier saja tanpa memperhatikan nilai responden dari panelis. Berdasarkan batasan skoring tadi maka dapat ditentukan nilai batas pengelompokkan nilai ln{TPT/[H+]} yaitu batasan pertama 9.1358 dan batasan kedua 11.7618. Dan jika dikembangkan ke batasan ke tiga menjadi 14.3879. Sehingga dapat ditentukan pengkelasan yang terjadi pada buah Jeruk Keprok Garut sebagai berikut:

 Kelas A : rasa “manis asam” yaitu manis tetapi masih ada sedikit rasa

asamnnya, nilai ln{TPT/[H+]} antara 11.76 sampai 14.39.  Kelas B : rasa “asam manis “, yaitu asam tetapi ada rasa manis sedikit,

nilai ln{TPT/[H+]} antara 9.14 sampai 11.76.  Kelas C : rasa “asam”,

Gambar 6.2 Hubungan pengujian nilai ln{TPT/[H+]} dengan alat (pH meter dan refraktometer) dan hasil organoleptik dari respon panelis

Hasil pengkelasan ini selanjutnya dilakukan pengujian validasi terhadap nilai ln{TPT/[H+]} hasil prediksi dari regresi berganda parameter kelistrikan. Pengujian dilakukan pada 62 sampel buah jeruk. Hasil pengkelasan ini diperlihatkan pada tabel 6.4. Dari tabel tersebut didapat nilai akurasi yang cukup tinggi yaitu 91.94 %. Sehingga dapat dikatakan bahwa pengkelasan dari nilai nilai prediksi keasaman berdasarkan parameter kelistrikan cukup baik dan cocok dengan hasil organoleptiknya. Selain itu pada nilai pendugaan ini dilakukan uji t berpasangan. Dari uji t tersebut dihasilkan bahwa metode prediksi dengan parameter listrik tidak berbeda nyata dengan hasil metode pengukuran dari gabungan alat pH meter dan Refraktometer.

Tabel 6.3 Nilai ln{TPT/[H+]} dan organoleptik panelis terhadap rasa buah Jeruk Keprok Garut

Sampel ln{TPT/[H+]} Organoleptik Sampel ln{TPT/[H+]} Organoleptik

1 7.45 1 ± 0 8 11.45 2.67 ± 0.49 2 7.56 1 ± 0 9 11.11 2.13 ± 0.52 3 9.50 1.27 ± 0.46 10 12.41 2.8 ± 0.56 4 11.39 2.4 ± 0.51 11 10.54 1.87 ± 0.64 5 10.99 2.2 ± 0.77 12 11.72 2.73 ± 0.46 6 11.68 2.4 ± 0.63 13 11.48 2.53 ± 0.74 7 12.41 2.8 ± 0.41 14 11.83 2.2 ± 0.68

Tabel 6.4 Hasil akurasi pengkelasan untuk buah Jeruk Keprok Garut berdasarkan nilai ln{TPT/[H+]} prediksi

Keterangan

Organoleptik Alat : pH meter dan

refraktometer Prediksi parameter Xwgt, Rwgt, Zwgt Prediksi parameter Lwgt, Rwgt, Cwgt Jumlah Sampel 62 62 62 Terdeteksi tepat 62 57 57 Akurasi (%) 100 91.94 91.94 y = 0.3808x - 1.9789 R² = 0.906 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 6.00 8.00 10.00 12.00 14.00 S ko ri n g pa n el is Ln{TPT/[H+]}

Kesimpulan

Berdasarkan hasil organoleptik maka Jeruk Keprok Garut bisa dikembangkan pengelompokkan ke dalam tiga kelompok berdasarkan nilai pH dan ln{TPT/[H+]} yang diukur. Lebih lanjut lagi parameter pH dan ln{TPT/[H+]} hasil prediksi yang didapat dari parameter kelistrikan terutama resistansi, reaktansi, impedansi, dan induktansi per massa buah juga mampu mengelompokkan buah Jeruk Keprok Garut ke dalam tiga kelas. Ketiga kelas tersebut adalah kelas A

rasa “manis asam” dengan batasan nilai ln{TPT/[H+

]} antara 11.76 sampai 14.39 dan nilai pH antara 4.18 sampai 5.20. Kelas B rasa “asam manis “dengan batasan nilai ln{TPT/[H+]} antara 9.14 sampai 11.76 dan nilai pH antara 3.15 sampai 4.18. Kelas C rasa “asam” dengan batasan nilai ln{TPT/[H+

]} kurang dari 9.14 dan pH kurang dari 3.15. Nilai akurasi untuk validasi organoleptik hasil parameter prediksi dari kelistrikan cukup tinggi, yaitu 91.94 % untuk parameter pendugaan rasio kemanisan terhadap keasaman, dan 93.55% untuk pendugaan nilai pH. Selain itu hasil uji t menunjukkan bahwa metode prediksi parameter kelistrikan bisa menggantikan metode pengukuran alat pH meter atau Refraktometer langsung.

Buah jeruk tumbuh dan tersebar di berbagai pulau di Indonesia. Hal ini menjadi aset nasional yang harus dikembangkan dan dimanfaatkan sebaik-baiknya bagi kemaslahatan manusia. Jeruk merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang menjadi andalan sektor pertanian dan berada pada urutan kedua setelah pisang dalam hal volume perdagangan dunia atau ekspor-impor (Storey & Walker 1999). Perbedaan iklim dan faktor lingkungan lainnya menjadikan komoditas ini berkembang menurut kondisi tempat tumbuhnya, punya spesifikasi sendiri dan menjadi terkenal sebagai buahan spesifik daerah tersebut seperti Jeruk Keprok Garut. Setelah hancur terserang penyakit CVPD lebih dari 20 tahun lalu, Jeruk Keprok Garut mulai digalakan kembali. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian pada tahun 1999 Jeruk Keprok Garut telah ditetapkan sebagai Jeruk Varietas Unggul Nasional.

Walaupun manfaat jeruk sangat banyak dan bisa meningkatkan kesejahteraan petani tetapi hal itu tidak bisa berguna dengan baik jika tidak memperhatikan mutu dari buah jeruk itu sendiri. Penanganan pascapanen buah dirancang dalam bentuk rangkaian kegiatan dari panen hingga buah dikemas dan siap didistribusikan pemasarannya atau untuk mendapatkan perlakuan seperti penyimpanan, pelilinan (Margeysti 1999), pemeraman maupun perlakuan khusus lainnya yang dituntut konsumen.

Seperti halnya jeruk, produk pertanian umumnya mudah rusak (Mohsenin 1986). Namun, permintaan untuk produk-produk pertanian tidak akan pernah berhenti selama pertumbuhan populasi manusia terus meningkat. Pengukuran sifat produk pertanian umumnya bersifat merusak sehingga banyak peneliti mengembangkan metode yang tidak merusak. Sebagian besar teknik yang ditemukan oleh para peneliti sering mahal dan tidak praktis dalam industri pertanian. Pengukuran listrik memberikan kesempatan untuk mengatasi masalah ini (Varlan dan Sansen 1996; Karásková et al. 2011 ).

Mutu buah jeruk tidak hanya ditentukan oleh media tumbuh, pengemasan, pemetikan, dan hama tumbuhan (Sarwono 1994), tetapi teknik pengujian mutu juga ikut berperan. Hasil evaluasi visual yang hanya menilai sifat fisik bagian luar ini tidak selalu mencerminkan tingkat kematangan dan kerusakan bagian dalam buah. Bila ingin menentukan mutu bagian dalam buah harus digunakan cara kimia basah seperti HPLC (Odriozola-Serrano 2007) yang bersifat merusak, mahal dan lama. Selain itu banyak peneliti mengembangkan metode nondestruktif sekaligus bisa menentukan karakteristik bagian dalam buah namun masih mahal seperti penggunakan MRI dan NMR pada buah tomat (Musse et al. 2009), spektroskopi NIR pada jeruk (Liu et al. 2010), fluoresence pada tomat (Lai et al. 2007). Dalam menanggulangi masalah ini perlu dilakukan suatu penelitian mengenai teknik tertentu yang dapat dimanfaatkan untuk menentukan mutu buah-buahan secara tidak merusak (Kawano 1993; Rejo 2002) dan relatif murah. Salah satu metode

non destruktif yang relatif murah dan berpotensi dapat menentukan mutu buah adalah dengan pemanfaatan sinyal listrik (Zara et al. 2003; Figura dan Teixeira 2007; Karásková et al. 2011; Soltani et al. 2011 ).

Pengukuran listrik memberikan peluang teknik yang sederhana, biaya rendah, dan pengujian kualitas produk yang cepat seperti yang dilakukan oleh Soltani et al. (2011) untuk buah pisang, Karásková et al. (2011) pada ikan asap, Guo et al. (2011) dan Euring et al. (2011) pada buah apel. Selain itu, sifat listrik dari buah yang penting dalam aspek kognitif yang tidak merusak, terutama untuk mengetahui respon dari buah-buahan terhadap medan listrik dengan frekuensi yang bervariasi (Bauchot et al. 2000; Bean et al. 1960).

Analisis spektroskopi impedansi listrik dari buah Jeruk Keprok Garut pada berbagai parameter fisiko kimia yang merupakan parameter kualitas yang umum digunakan adalah hal baru yang belum pernah ada yang melakukannya. Langkah ini merupakan salah satu langkah evaluasi yang tidak merusak pada produk Jeruk Keprok Garut. Prilaku sifat listrik dari buah Jeruk Keprok Garut selama pematangan telah dikaji dengan menggunakan pemodelan rangkaian listrik dan spektroskopi impedansi listrik. Model listrik buah jeruk terdiri dari resistor dan kapasitor yang diadopsi dari model Zhang dan Hayden. Pengembangan model listrik untuk jeruk juga telah dilakukan berdasarkan kondisi struktur internal buah. Hasil simulasi dan pengukuran pada buah jeruk ini menunjukkan adanya kecocokan yang bagus untuk nilai resistor dan kapasitor yang tertentu. Korelasi antara data pengukuran dan simulasi dilakukan secara regresi dan hasil terbaik

Dokumen terkait