• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendahuluan

Jeruk dikenal sebagai buah-buahan lokal, seperti Jeruk Keprok Garut. Perbedaan faktor iklim dan lingkungan membuat jeruk tumbuh secara khusus dan memiliki kualitas yang berbeda. Jeruk Keprok Garut memiliki populasi tertinggi pada 1980-an. Namun, populasi menurun tajam pada 1990-an. Pemerintah setempat telah meningkatkan populasi dengan menanam satu juta pohon pada 2011 (Pemda Garut 2010).

Seperti halnya produk pertanian umumnya mudah rusak (Mohsenin 1986), waktu penyimpanan singkat, dan murah. Hal itu juga terjadi pada jeruk. Namun, permintaan untuk produk-produk pertanian tidak akan pernah berhenti selama pertumbuhan populasi manusia terus meningkat. Ini adalah masalah sekaligus kesempatan untuk meningkatkan nilai tambah dari produk tersebut. Untuk mencapai tujuan tersebut maka diperlukan penanganan berkelanjutan, termasuk dalam hal teknologi hortikultura, rekayasa, bahkan untuk bidang ilmu dasar.

Sun et al. (2010) menjelaskan suatu potensi berbagai penggunaan teknik nondestruktif untuk mengetahui kualitas internal buah seperti pada semangka. Salah satunya adalah teknologi listrik yang memiliki sifat mudah. Sifat listrik dari bahan pertanian tergantung pada kondisi mikroskopis atau internal, termasuk mobilitas ion atau elektron, polaritas listrik, momen dipol listrik, kandungan kimia, dielektrik, kadar air, keasaman dan sifat internal lainnya. Interaksi antara gelombang mikro dan bahan tergantung pada sifat dielektriknya. Fenomena ini menentukan tingkat pemanasan material ketika dikenai medan elektromagnetik (Kumar et al. 2007). Beberapa faktor penting sangat mempengaruhi sifat dielektrik bahan. Beberapa faktor ini berhubungan dengan sifat bahan, pemanasan listrik, dan lain-lain yang terlibat dengan tahap kematangan bahan makanan (Sosa-Morales et al. 2010). Majewska et al. (2008) melaporkan bahwa perubahan sifat listrik dari biji-bijian gandum secara signifikan tergantung pada frekuensi arus, kelembaban biji-bijian, fitur geometris dan berbagai gandum

Sifat dielektrik berkorelasi baik dengan beberapa sifat produk seperti kadar air dan tingkat kematangan. Hal ini telah dikaji oleh peneliti yang berbeda-beda selama beberapa tahun terakhir (Soltani et al. 2011). Soltani et al. (2011) melaporkan bahwa konstanta dielektrik buah pisang menurun selama pematangan dan frekuensi terbaik dari gelombang sinus yang dapat memprediksi tingkat kematangan adalah 100 kHz. Impedansi listrik dari buah kiwi selama pematangan buah dipelajari oleh Bauchot et al. Pengukuran mereka dilakukan pada buah utuh, bagian dari pericarp luar, pericarp dalam dan inti. Selama pematangan, ada perubahan karakteristik impedansi dari buah kiwi bahkan sampai 10 kali lipat yang dipengaruhi parameter kekerasan (Bauchot et al. 2000). Pengukuran impedansi listrik telah banyak digunakan untuk menyelidiki beberapa sifat dari produk pertanian seperti tomat (Varlan dan Sansen 1996), nectarine (Harker dan Dunlop 1994), dan daging (Damez et al. 2005; Damez et al. 2007; Ghatass et al. 2008). Sistem yang dirancang untuk melakukan suatu pengukuran impedansi

menyediakan suatu metode non-destruktif, murah, dan cepat seperti yang telah dilakukan Karaskova et al. (2011).

EIS telah banyak digunakan untuk menilai dalam kondisi in vivo jaringan hewan dan tumbuhan karena merupakan metode cepat dan mudah. Dalam metode ini, Alternating Current (AC) menyebabkan polarisasi dan relaksasi dalam sampel yang disebabkan perubahan dalam amplitudo dan fase dari sinyal AC. Dalam sampel biologis, proporsi arus yang melalui ruang apoplastic dan symplastic dalam jaringan tergantung pada frekuensi AC (Mizukami 2007). Spektroskopi impedansi listrik (EIS) pada dasarnya berpatokan interaksi medan listrik eksternal dengan momen dipol listrik dari bahan (Wu et al. 2008).

Dalam banyak penelitian, parameter listrik dapat digunakan untuk mengukur kualitas dan sifat produk pertanian. Sebagai contoh, korelasi antara rasio kapasitansi dan perbedaan tegangan dengan kualitas telur selama penyimpanan (Ragni et al. 2006) impedansi spektroskopi listrik dan perilaku dielektrik penuaan daging sapi (Damez et al. 2005; Damez et al. 2007), efek waktu penyimpanan pada dielektrik daging sapi dengan menggunakan pengukuran kapasitansi dan konduktansi (Ghatass et al. 2008), pemantauan pertumbuhan akar tomat menggunakan analisis EIS (Ozier-Lafontaine dan Bajazet 2005), pemantauan pertumbuhan akar Willow dengan menggunakan metode

displacement dan EIS (Repo et al. 2005; Cao et al. 2011), impedansi listrik dari buah kiwi selama pematangan (Bauchot et al. 2000) dan pematangan tomat (Varlan dan Sansen 1996), studi impedansi listrik dari nektarin selama penyimpanan dingin dan pematangan (Harker dan Dunlop 1994), penentuan TPT apel (Guo et al. 2011) serta penentuan kerusakan dan penurunan kualitasnya (Euring et al. 2011). Vozáry dan Benkő (2010) melaporkan bahwa resistansi and relaxation time dapat digunakan untuk mengkarakterisasi kondisi kulit apel.

Banach et al. (2012) melaporkan bahwa penambahan air pada susu mengakibatkan menurunnya admitansi dan konduktansi listrik, serta menyebabkan peningkatan impedansi dan resistansi. Hal ini menunjukkan adanya penurunan konduktivitas listrik susu jika dilakukan peningkatan pengenceran. Kato mengusulkan sebuah metode baru untuk sortasi densitas dari semangka dengan mengukur volume berdasarkan pengukuran kapasitansi listrik dan massanya (1997). Mereka juga meneliti hubungan antara densitas dan kualitas internal semangka dengan menggunakan instrumen elektronik yang murah dan menyatakan bahwa TPT semangka dapat diperkirakan dari densitas dan massa dengan cara analisis regresi berganda. Soltani et al. (2011) mengembangkan perangkat yang murah untuk memprediksi tingkat kematangan buah pisang berdasarkan sensor kapasitif. Unit ini memperkirakan tingkat kematangan buah pisang dengan menggunakan konstanta dielektriknya. Sistem yang dirancang dapat memprediksi tingkat kematangan buah pisang dengan andal.

Afzal et al. (2010) memperkirakan kadar air daun dengan mengukur konstanta dielektrik daun dalam lima jenis tanaman. Mereka menggunakan dua pelat tembaga setengah oval terisolasi dan Analyzer 590 Keithly CV sebagai instrumen pengukuran kapasitansi, yang memiliki kemampuan untuk mengukur kapasitansi di dua frekuensi yaitu 100 kHz dan 1 MHz. Nelson (2008) mengukur sifat dielektrik dari buah segar, daging dada ayam segar, dan gandum merah. Konstanta dielektrik dan faktor kehilangan menurun monoton dengan

meningkatnya frekuensi, kecuali bahwa faktor kerugian dapat meningkat atau menurun dengan frekuensi di daerah relaksasi dielektrik.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis respon listrik dari buah jeruk dengan menggunakan sinyal listrik tegangan rendah yang tidak merusak, dan untuk mengkorelasikan parameter listrik dengan sifat fisikokimia buah jeruk. Hal ini dilakukan untuk menyelidiki kualitas buah Jeruk Keprok Garut dengan menggunakan pengukuran impedansi listrik.

Bahan dan Metode Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2011 sampai Desember 2012 di Laboratorium Biofisika Departemen Fisika dan Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia, FMIPA IPB. Buah diambil dari perkebunan petani di Samarang dan Leuwigoong, Kabupaten Garut.

Sistem Pengukuran

Pengukuran dari semua parameter dilakukan ketika buah masih dalam kondisi segar. Buah yang diukur dikelompokkan ke dalam 16 kelompok kematangan berdasarkan perbedaan warna dan ukuran secara visual. Masing-masing kelompok diambil tiga buah sampel. Sehingga secara total ada empat puluh delapan sampel buah yang digunakan.

Sistem Pengukuran Fisiko Kimia Buah Jeruk

Berat buah jeruk semuanya diukur dengan menggunakan timbangan elektronik (Sartorius ED 822, Goettingen, Jerman). Berat buah ini dipakai untuk mengkonvensasi parameter pengukuran listrik. Pemilihan parameter berat ini dipilih karena data konversinya memperlihatkan keteraturan yang lebih baik. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Zachariah dan Erickson (1965) pada penentuan kematangan buah alpukat berdasarkan parameter kelistrikan.

Kekerasan buah jeruk diukur dengan menggunakan sensor gaya (CI-6746, Pasco). Diameter probe sensor gaya adalah 10 mm. Kedalaman penetrasi dari sensor gaya pada buah dibuat konstan yaitu 5 mm. Pengukuran diameter dilakukan dengan menggunakan Jangka Sorong. Dalam pengukuran volume dilakukan dengan teknik pencelupan dalam air. Selisih air yang terjadi diukur volumenya. Volume ini sama dengan volume buah yang dicelupkan. Keasaman jeruk diukur dengan menggunakan pH meter (YSI Ecosense pH 100, Xilem Inc, USA). Kandungan vitamin C ditentukan dengan metode iodometri. Total padatan terlarut (TPT) diukur dengan menggunakan Digital GMK-701R dengan jangkauan 0 – 40 % Brix (Kato 1997). Sementara untuk penentuan total gula digunakan metode Antrhone.

Sistem Pengukuran Parameter Kelistrikan

Parameter listrik dari buah jeruk diukur dengan menggunakan LCR meter (3532-50 LCR HiTESTER, Hioki, Tokyo, Jepang). Kajian sifat listriknya berdasarkan pada hasil pengukuran kelistrikan untuk kondisi sinyal berupa arus bolak-balik dan amplitudonya kecil. Frekuensi yang digunakan mulai dari 50 Hz sampai 5 MHz. Setiap pengukuran parameter listrik digunakan teknik

penyimpanan data dengan intruksi average 4 times pada alat LCR, yang artinya diulangi sebanyak 4 kali dan disimpan data rata-ratanya. Sistem sel pengukuran terbangun atas bahan plastik akrilat yang dilengkapi dengan plat elektroda dari tembaga. Buah ditempatkan di antara dua buah plat elektroda dan diperlakukan sebagai bahan dielektrik. Parameter-parameter listrik ini adalah impedansi listrik, resistansi, reaktansi, kapasitansi, induktansi, dan fasa. Jeruk berperan sebagai bahan dielektrik dan ditempatkan di antara dua elektroda plat konduktif dari bahan tembaga seperti pada Gambar 5.1 (Soltani et al. 2010; Ragni et al. 2006; Massah dan Hajiheydari 2011). Tegangan sinyal limit sebesar 1 volt (rms) dengan sistem level arus (CC) 0.5 mA (vozary dan Benkő 2010).

Pada sistem komunikasi antara LCR dengan komputer digunakan bantuan sofware komunikasi Hardware Program National Instrument Labview 7.1. Program yang dipakai hasil modifikasi dari program demo dengan sistem komunikasi program-respone message. Data yang tersimpan berupa text dengan tipe file LVM. Data tersebut diolah dengan program pascal/ macro pada exel. Hal ini seperti telah diterangkan pada bab sebelumnya.

Sistem Skema Pendugaan Parameter Kualitas Buah

Penentuan mutu secara standar di Indonesia adalah berdasarkan SNI 3165 tahun 2009 yang memuat tentang batasan mutu jeruk keprok. Pada SNI tersebut buah matang dibatasi minimal TPT bernilai 8% Brix. Selain itu kelas terbagi atas tiga yaitu mutu super, kelas A dan kelas B. Selain itu ada kode yang standar ukuran diameter yaitu kode-1 berdiamater lebih dari 7 cm, kode-2 antara 6.1-7.0 cm, kode-3 antara 5.1-6.0 am dan kode-4 berdiameter 4.0 – 5.0 cm.

Parameter kualitas yang dipakai adalah parameter fisiko kimia yang menandakan tingkat kematangan buah. Parameter itu adalah nilai pH, nilai perbadingan TPT terhadap keasaman dalam hal ini keasaman diwakili oleh kandungan ion hidrogen. Pada penelitian ini untuk acuan pengelompokkan berdasarkan tingkat kematangan berdasarkan warna dan ukuran dengan harapan banyak variasi atau pengelompokkan yang bisa diambil. Pada penelitian untuk pendugaan mutu ini buah Jeruk Keprok Garut diambil dengan diameter rataan dari 5.12 cm sampai tertinggi 8.19 cm. Nilai TPT berkisar dari 6.9 sampai 11.0. Massa satu buah rataan berkisar dari 67.46 g sampai 217.56 g. Buah semuanya dalam kondisi layak secara visual oleh mata telanjang langsung.

Secara teknis buah jeruk yang dikelompokkan dalam 7 kelompok besar seperti pada bab sebelumnya terlalu sedikit, maka hal itu perlu lebih dijabarkan lagi supaya banyak variasinya. Dengan demikian jeruk dikelompokkan dalam 16 kelompok yang masing masing dipakai 3 buah. Sehingga secara total buah yang dipakai dalam pendugaan kemetangan ini ada 48 buah (Gambar 5.2). Selanjutnya dilakukan korelasi antara parameter kualitas buah secar fisiko kimia (parameter pH, perbandingan TPT terhadap ion hidrogen) dengan parameter kelistrikan (resistansi per berat, reaktansi per berat, impedansi per berat, induktansi per berat, dan kapasitansi per berat) yang dilakukan dengan teknik regresi linier berganda dan nonlinier berganda. Teknik regresi ini menggunakan program SPSS statistics 20.

(a)

(b) (c)

Gambar 5.1 Skema sistem pengukuran sifat listrik berbasis capacitive sensing

yang digunakan untuk menguji buah jeruk (a), untuk telur yang dilakukan Ragni et al. 2006 (b) dan apel yang dilakukan Massah dan

Hajiheydari 2011(c)

Dalam pendugaan kualitas buah jeruk dengan menggunakan parameter listrik maka dilakukan korelasi langsung antara tiap parameter listrik dengan parameter fisiko kimianya. Selain itu dilakukan korelasi regresi berganda dari parameter-parameter terkait. Pada regresi berganda parameter listrik dikelompokkan ke dalam dua kelompok. Kelompok pertama berdasarkan parameter impedansi yang meliputi impedansi per massa, reaktansi per massa, dan reaktansi per massa. Kelompok kedua berbasis parameter LCR lainnya yaitu induktansi per massa, kapasitansi per massa dan resistansi per massa. Hasil akhir korelasi ditinjau linieritasnya secara grafik untuk menyatakan kecocokannya.

( a ) ( b) (c) Gambar 5.2 Ilustrasi sampel jeruk keprok Garut yang dipakai dalam penelitian

pada pemutuan: hasil pengurutan ukuran (a), ketika awal pemetikan (b) dan ukuran satu buah utuh yang terlihat bagian dalamnnya (c)

Hasil dan Pembahasan

Sifat Fisiko Kimia Terkait Kematangan Buah Jeruk Keprok Garut

Buah jeruk merupakan buah non-klimakterik yang mengalami kematangan ketika masih di pohon. Buah ini tidak mengalami pematangan setelah panen dan

tidak menunjukkan kenaikan respirasi yang disertai dengan perubahan besar dalam rasa dan komposisi biokimia setelah panen. Buah yang belum matang biasanya kasar, sangat asam atau tart, dan memiliki tekstur internal yang keras (Ladaniya 2008).

(a) (b)

(c)

Gambar 5.3 Karelasi perubahan tingkat keasaman keasaman buah Jeruk Keprok Garut terhadap perubahan sifat fisik buah: diameter rata-rata (a), volume (b), dan massa (c)

Parameter fisik untuk semua kelompok sampel buah Jeruk Keprok Garut ditunjukkan pada Gambar 5.3. Dalam studi ini, perubahan kematangan buah jeruk ditandai dengan perubahan keasaman yaitu nilai pH atau dalam bentuk konsentrasi ion hidrogennya. Untuk buah yang umum atau normal, korelasi umur buah akan setara dengan perubahan fisik buah. Hal ini bisa dijadikan salah satu pertimbangan dalam penentuan kematangan karena buah jeruk matang ketika masih di pohon. Asam organik adalah indeks yang berguna dalam produk buah, karena mereka memiliki kerentanan yang lebih rendah untuk berubah selama pengolahan dan penyimpanan dibandingkan komponen lain dari buah-buahan. Secara bersamaan, beberapa asam organik dapat digunakan sebagai indikator kematangan, aktivitas bakteri dan ketuaan (Naour et al. 2010). Dari gambar 5.3 tersebut dapat dilihat bahwa semakin tinggi nilai pH maka berkorelasi positif dengan adanya peningkatan ukuran massa, volume, maupun diameter rata-rata buah walaupun korelasi liniernya hanya sekitar 0.7106 sampai 0.8201. Ini berarti bahwa buah yang ukurannya lebih besar akan memiliki pH yang lebih tinggi. Sementara secara fisik buah yang matang dan berkualitas bisa dilihat dari ukurannya yang sudah besar atau cukup untuk dipanen.

y = 1.3617x + 1.482 R² = 0.8201 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00 9.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 D iam et er r at a-rat a (c m ) pH y = 68.36x - 128.59 R² = 0.7603 0.0 50.0 100.0 150.0 200.0 250.0 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 V o lum e (m l) pH y = 48.995x - 49.024 R² = 0.7106 0.00 50.00 100.00 150.00 200.00 250.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 M as sa ( g ) pH

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 5.4 Karakteristik perubahan tingkat kekerasan (a), TPT (b), TPT/[H+] (c), vitamin C (d) pada beberapa tingkat pH selama pematangan Kalau kita lihat standar pengelompokkan mutu dari segi ukuran buah jeruk keprok yang berdasarkan SNI 3165 2009 yaitu misalnya untuk kode 1 (diameter > 70 mm) maka dapat diperkirakan nilai pH yang besarnya sekitar > 4,05, nilai pH untuk kode 2 (61 -70 mm) sekitar 3.39 – 4.05, nilai pH untuk kode 3 (51 -60 mm) sekitar 2.65-3.33, dan nilai pH untuk kode terkecil yaitu kode 4 (40-50 mm)

y = -11.303x + 65.93 R² = 0.754 14.00 19.00 24.00 29.00 34.00 39.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 K ek era sa n (N ) pH y = -2E+07x2 + 35318x + 16.415 R² = 0.9054 14.00 19.00 24.00 29.00 34.00 39.00

0.0E+00 4.0E-04 8.0E-04 1.2E-03 1.6E-03

K ek era sa n (N )

Konsentrasi Ion Hidrogen (M)

y = 1.9596x + 1.0198 R² = 0.4878 3.00 5.00 7.00 9.00 11.00 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 T P T (% Bri x ) pH y = -1304.4x + 8.7676 R² = 0.2723 3.00 5.00 7.00 9.00 11.00

0.0E+00 4.0E-04 8.0E-04 1.2E-03 1.6E-03

T P T (% Bri x )

Konsentrasi Ion Hidrogen (M)

y = 0.3829x8.9103 R² = 0.9905 0.E+00 1.E+05 2.E+05 3.E+05 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 T P T /[ H + ] (% B ri x/ M ) pH y = 4.9251x-1.06 R² = 0.9947 0.E+00 1.E+05 2.E+05 3.E+05

0.0E+00 5.0E-04 1.0E-03 1.5E-03

T P T /[ H + ] (% B ri x/ M )

Konsentrasi Ion Hidrogen (M)

R² = 0.0521 0.0 20.0 40.0 60.0 80.0 100.0 120.0 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 V it am in C ( % m g /100 m l) pH R² = 0.0152 0 20 40 60 80 100 120

0.E+00 5.E-04 1.E-03 2.E-03

V it am in C (% m g /100m l)

berkisar lebih kecil dari 2.59. Secara keseluruhan sampel yang diambil pada bahan uji ini terkelompokkan dalam tiga kelompok ukuran yaitu kode 1 sampai 3. Sehingga buah jeruk tersebut bisa ditentukan prediksi pengelompokkannya menjadi tiga kelompok tingkat keasaman.

Selain ditinjau dari ukuran diameter, bisa ditinjau juga dari bobot tiap buahnya. Untuk kode 1 (bobot > 151 gram/buah) maka dapat diperkirakan nilai pH yang besarnya sekitar lebih dari 4.08, nilai pH untuk kode 2 (101-150 gram/buah) sekitar 3.06 – 4.06, nilai pH untuk kode 3 (51 -100 gram/buah) sekitar 2.04-3.04, dan pH untuk kode terkecil yaitu kode 4 (40-50 mm) berkisar lebih kecil dari 2.03. Perbedaan massa ini akan membuat perbedaan pada pH yang berkisar sekitar 1. Berdasarkan massa juga ternyata semua sampel buah jeruk terbagi atas tiga kelompok. Terjadinya beda jangkauan batas pH dari hasil ukuran dan massa ini terjadi sebagai akibat korelasi regresi yang tidak sama. Untuk pengelompokkan berdasarkan diameter maka perubahan pH terjadi sekitar 0,734 per cm dan berdasarkan massa perubahannya sekitar 0.0204 per gramnya. Sementara jangkauan pengelompokkan berdasarkan diameter sekitar 1 cm dan untuk massa sekitar 50 gram. Dari kedua hal ini jelas akan ada perbedaan pula ketika ditransformasikan dalam parameter yang sama yaitu pH. Dengan pertimbangan bahwa parameter listrik yang diukur dibagi dengan parameter masssa maka pengelompokkan yang diambil adalah pengelompokkan berdasarkan keasaman yaitu pH  4.07, 4.07 > pH  3.05, pH < 3.05. Namun hal ini perlu dikaji lagi lebih jauh secara organoleptik.

Meningkatnya kematangan buah disertai juga dengan penurunan nilai kekerasan buah (Gambar 5.4) dan peningkatan total padatan terlarut (TPT). Ketika konsentrasi ion hidrogen menurun atau keasaman menurun, maka kekerasan menurun dan TPT meningkat. Dengan kata lain, penurunan keasaman buah ditandai dengan penurunan konsentrasi ion hidrogen, disertai dengan penurunan kekerasan buah dan peningkatan TPT buah. Hal ini terjadi ketika buah mengalami peningkatan kematangan. Ladaniya (2008) menyatakan bahwa hampir 75 hingga 85 persen dari total padatan terlarut jus jeruk adalah gula dan nilai kandungan gula meningkat selama buah mengalami pematangan di pohon.

Selama pematangan buah normal, kekerasan menurun dan penurunan karakteristik tekstur ini karena perubahan dalam komposisi dinding sel dan hidrasi sel pada dinding (Harker dan Maindonald 1994). Polisakarida dinding sel dan komposisinya juga berkontribusi terhadap kekerasan buah. Konsentrasi polisakarida dinding sel dalam jaringan flavedo menurun ketika kulit buah mengalami pelunakan (Muramatsu et al. 1999).

Selain parameter tersebut, pada penelitian ini diuji pula kesetaraan perbandingan kemanisan terhadap keasaman. Dalam hal ini diekspresikan dalam bentuk perbandingan TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen. Indek perbandingan TPT terhadap keasaman menandakan indek mutu buah yang biasa dipakai (Ladaniya 2008; Bermeja dan Cano 2012). Hasil parameter ini ditunjukan pada Gambar 5.4c. Dengan melihat profilnya, maka tergambar bahwa peningkatan kematangan (perubahan nilai pH, massa, dan diameter buah) jika dikorelasikan dengan indek ini menunjukan korelasi yang positif. Dengan kata lain buah yang mengalami kenaikan tingkat kematangan akan mengalami peningkatan indeks mutu buah. Namun perlu diperhatikan bahwa hal ini terjadi untuk buah yang sehat atau tidak rusak.

Penurunan keasaman dianggap karena dilusi sebagai akibat buah mengalami peningkatan dalam ukuran dan kandungan jus. Asam organik merupakan substrat respirasi dalam buah. Respiration Quotient yang lebih tinggi (produksi CO2/konsumsi O2) menunjukkan pemanfaatan asam, terutama asam sitrat dan malat melalui siklus TCA (asam trikarboksilat), di mana asam akan teroksidasi dan ATP dibentuk untuk sintesis senyawa baru. Beberapa metabolik baru terbentuk selama proses tersebut (Ladaniya 2008). Kandungan vitamin C pada buah juga ditinjau sebagai suatu kajian yang lebih jauh lagi. Hasil kandungan vitamin C terlihat tidak memiliki korelasi yang jelas dengan nilai pH buah. Hal ini dimungkinkan terjadi karena dalam buah jeruk tidak hanya terkandung asam askorbat saja tetapi ada asam-asam lainnya. Asam organik dan gula bervariasi menurut spesies, varietas, dan juga kondisi lingkungan dan hortikultura seperti iklim, batang bawah, dan irigasi (Albertini et al. 2006). Juga efek dari batang bawah jeruk pada kualitas kandungan buah telah dipelajari oleh para peneliti yang beragam. Hasilnya cukup berbeda beda dalam beberapa parameter seperti jenis batang bawah, ciri-ciri morfologi dan biologis, termasuk pertumbuhan dan produksi tanaman buah, ukuran pohon, adaptasi terhadap kondisi tanah tertentu, ukuran, tekstur, kualitas internal dan ketuaan (Agusti et al. 2002; Castle 1995). Kandungan vitamin C dan asam organik lainnya dalam buah-buahan dan sayuran dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan genotipe, kondisi iklim sebelum pemanenan dan perlakuan budidaya, kematangan dan metode panen (Albertini et al. 2006; Kelebek et al. 2009; Lee dan Kader 2000).

Bermeja dan Cano (2012) telah mempelajari variabilitas kimia senyawa bioaktif dalam bulir jeruk dan jus beserta hubungannya dengan faktor genetik dan iklim. Selain itu mereka juga telah mengevaluasi komponen bioaktif pada kulit (flavonoid, karotenoid, vitamin C, minyak esensial dan komposisi mineral) dalam kultivar mandarin dan beberapa jeruk dari daerah Mediterania (Bermejo et al.

2011; Cano et al. 2008). Informasi mengenai perubahan biokimia pada buah jeruk selama pematangan dapat ditemukan dalam berbagai laporan. Namun tidak ada informasi yang komprehensif mengenai perubahan komponen kimia selama pematangan buah jeruk untuk kasus kondisi iklim dan lapangan yang sama (Bermeja dan Cano 2012).

Sebagai dasar penetapan indek kematangan dan sekaligus sebagai penetapan saat panenan suatu komoditi hortikultura tidak hanya ditetapkan pada satu indikator saja tetapi merupakan kombinasi beberapa indikator atau indek. Seperti pada buah semangka selain ukuran yang telah cukup besar, saat panen juga ditetapkan berdasarkan berat masing-masing buah. Untuk buah mangga, tidak hanya ditandai dengan telah membulatnya bagian ujung buah tetapi disertai dengan telah mulai terjadi perubahan warna kulit ke arah yang lebih gelap namun terlihat mengkilap. Begitu juga untuk buah jeruk yang umum dipakai adalah tingkat keasamannya, namun masih ada yang meninjau dari ukuran, kandungan jus, dan kemanisan (Santoso 2005).

Keterkaitan Sifat Listrik dengan Fisiko Kimia Buah Jeruk Keprok Garut Korelasi parameter sifat listrik dengan kematangan buah Jeruk Keprok Garut juga ditinjau pada panelitian ini. Pada kasus ini, parameter kematangan diwakili oleh beberapa parameter fisiko kimia yaitu keasaman atau pH, kekerasan, kemanisan atau TPT, dan rasio TPT terhadap konsentrasi ion hidrogen. Selain itu

semua parameter listrik dibagi dengan massa sebagai transformasi parameter kelistrikan.

Parameter Resistansi Listrik Terkait Sifat Fisiko Kimia Buah Jeruk Keprok Garut

Resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut bervariasi terhadap frekuensinya. Maka dalam hal ini perlu ditinjau kasus-kasus pada setiap frekuensi. Sebagai gambaran pada variasi frekuensi ini maka dipilih frekuensi dalam skala kelipatan 10 atau logaritmiknya. Hasil korelasi resistansi listrik per massa terhadap parameter kematangan buah jeruk diperlihatkan pada Gambar 5.5 sampai 5.9. (a) (b) (c) (d) (e)

Gambar 5.5 Variasi pH terhadap parameter resistansi listrik per massa buah Jeruk Keprok Garut pada frekuensi 100 Hz (a), 1 kHz (b), 10 kHz (c), 100 kHz (d), dan 1MHz (e) 0 50000 100000 150000 200000 250000 300000 350000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i/ m as sa ( /g ) pH 0 20000 40000 60000 80000 100000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i/ m as sa ( /g ) pH 0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i/ m as sa ( /g ) pH 0 500 1000 1500 2000 2500 3000 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i/ m as sa ( /g ) pH 0 100 200 300 400 2.70 3.20 3.70 4.20 4.70 R es is ta ns i/ m as sa ( /g ) pH

(a) (b)

(c) (d)

(e)

Gambar 5.6 Variasi TPT terhadap parameter resistansi listrik per massa buah

Dokumen terkait