• Tidak ada hasil yang ditemukan

Berkarakter Liberal Kelompok Masyarakat Orentasi Ekonomi dalam Pelaksanaan Demokrasi Transaksional

54 Ibid

A. Berkarakter Liberal Kelompok Masyarakat Orentasi Ekonomi dalam Pelaksanaan Demokrasi Transaksional

Masyarakat yang berkarakter Kelompok Masyarakat Orentasi Ekonomi (KMOE) ini, lebih dominan gaya hidupnya sangat individulistik dan sangat liberal cara pandang politiknya, karena tradisi politik didasarkan pada pemahaman bahwa kebebasan dan persamaan hak adalah nilai politik yang utama secara transaksional.

Secara umum, cara pandang kelompok KMOE mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan bebas dalam berpikir secara individulistik.

KMOE adalah kelompok orang dan atau masyarakat warga negara Indonesia yang bebas memiliki cara pandang, kritis untuk kepentinganya sendiri, dan tidak mau mengikatkan diri pada suatu dogma yang mengikat, meterialistis, egois dan tidak memiliki daya kontrol terhadap pelaksanaan demokrasi, memiliki hak memilih dan dipilih untuk menjadi pejabat penyelenggara negara secara konstitusional, mulai menjadi dari di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif secara nasional di Indonesia.

Kelompok ini berada di arena dan ruang lingkup mulai dari masyarakat ekonomi biasa hingga kelas ekonomi atas yang punya hak memilih dan dipilih dan selalu menempatkan segala sesuatu

perilaku dan sifatnya secara ekslusif. Di Indonesia, KMOE ini cukup banyak, mereka menjadi mata pilih yang sangat komersil dan bahkan membentuk wadah-wadah organisasi sebagai wujud eksistensinya di mata publik. Dengan harapan, wadah dan organisasi, baik dimulai dari kelompok keluarganya, adat, basis masa kelompok organisasi sosialnya, perkumpulan, kelompok, berdiri berdasarkan kekuatan yang dibangun oleh pimpinan organisasinya, untuk mendapatkan nilai ekonomi dari proses demokrasi pemilihan DPRD, DPR RI, kepala daerah dan pemilihan presiden sekali pun.

Kelompok ini, tidak berafiliasi dengan partai, dan memiliki aktifitas tersendiri di organisasinya masing-masing. menjadi nilai tersendiri untuk menjadi alat tawar menawar dalam kegiatan politik demokrasi pemilihan secara langsung. Indonesia, walupun sebagai negara demokrasi, namun otonomi daerah seolah menjadikan daerah menjadi raja-raja kecil, yang terkadang seolah memiliki kekuasaan mengatur secara mandiri dan mempergunakan uang negara semau sendiri tanpa menghiraukan keberadaan pemerintah pusat. Dapat dikata, seolah menjadi daerah-daerah liberal, daerah provinsi kabupaten kota di Indonesia ini, namun terbungkus dengan bungkusan konstitusi negara yang tidak dapat memberikan ruang bagi para pemikir liberal untuk mencari kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa kontrol.

Bukan hal yang mudah untuk menjelaskan hakikat liberalisme, mengingat ideologi ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Karena itu, penting umat Islam memahami hakikat liberalisme yang sebenarnya, sebelum melakukan kritik terhadapnya. Tanpa itu, itu sama saja dengan, “Memanah dengan mata tertutup,” demikian disampaikan Dr. Khalif Muammar A.

Harris, Profesor Madya di Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS) Universiti Teknologi Malaysia Kuala Lumpur, dalam kajian pemikiran PIMPIN Bandung “Islam dan Filsafat Liberalisme” pada Ahad, 13 Desember 2015.

Mengutip Edmund Fawcett dalam Liberalism: The life of an Idea, pakar peradaban Islam ini menyebutkan ada empat ide pokok pemikiran liberalisme. Pertama, respect people on their own right, artinya hak individu harus dihormati, seperti haknya untuk

perilaku dan sifatnya secara ekslusif. Di Indonesia, KMOE ini cukup banyak, mereka menjadi mata pilih yang sangat komersil dan bahkan membentuk wadah-wadah organisasi sebagai wujud eksistensinya di mata publik. Dengan harapan, wadah dan organisasi, baik dimulai dari kelompok keluarganya, adat, basis masa kelompok organisasi sosialnya, perkumpulan, kelompok, berdiri berdasarkan kekuatan yang dibangun oleh pimpinan organisasinya, untuk mendapatkan nilai ekonomi dari proses demokrasi pemilihan DPRD, DPR RI, kepala daerah dan pemilihan presiden sekali pun.

Kelompok ini, tidak berafiliasi dengan partai, dan memiliki aktifitas tersendiri di organisasinya masing-masing. menjadi nilai tersendiri untuk menjadi alat tawar menawar dalam kegiatan politik demokrasi pemilihan secara langsung. Indonesia, walupun sebagai negara demokrasi, namun otonomi daerah seolah menjadikan daerah menjadi raja-raja kecil, yang terkadang seolah memiliki kekuasaan mengatur secara mandiri dan mempergunakan uang negara semau sendiri tanpa menghiraukan keberadaan pemerintah pusat. Dapat dikata, seolah menjadi daerah-daerah liberal, daerah provinsi kabupaten kota di Indonesia ini, namun terbungkus dengan bungkusan konstitusi negara yang tidak dapat memberikan ruang bagi para pemikir liberal untuk mencari kebebasan yang sebebas-bebasnya tanpa kontrol.

Bukan hal yang mudah untuk menjelaskan hakikat liberalisme, mengingat ideologi ini terus mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Karena itu, penting umat Islam memahami hakikat liberalisme yang sebenarnya, sebelum melakukan kritik terhadapnya. Tanpa itu, itu sama saja dengan, “Memanah dengan mata tertutup,” demikian disampaikan Dr. Khalif Muammar A.

Harris, Profesor Madya di Centre for Advanced Studies on Islam, Science and Civilisation (CASIS) Universiti Teknologi Malaysia Kuala Lumpur, dalam kajian pemikiran PIMPIN Bandung “Islam dan Filsafat Liberalisme” pada Ahad, 13 Desember 2015.

Mengutip Edmund Fawcett dalam Liberalism: The life of an Idea, pakar peradaban Islam ini menyebutkan ada empat ide pokok pemikiran liberalisme. Pertama, respect people on their own right, artinya hak individu harus dihormati, seperti haknya untuk

menentukan tujuan dan pandangan hidup, dan tidak boleh ada paksaan dari pihak lain terhadap tujuan pandangan itu, termasuk dari agama sekalipun. Kedua, conflict is inescapeable, artinya konflik antar manusia itu tidak terelakkan dan wujudnya keharmonisan merupakan hal yang tidak mungkin dan juga merupakan hal yang tidak baik. Sebab konflik diperlukan untuk memacu kreatifitas dan kompetisi. Ketiga, resistance to power, artinya kekuasaan manusia mesti dilawan, sebab kekuasaan itu cenderung kepada kekejaman dan kesewenang-wenangan. Kekuasaan yang adil menurut paham liberal adalah hal yang tidak mungkin terwujud. Keempat, change is inevitable and good, artinya, perubahan merupakan hal yang pasti dan juga baik, karena tabiat manusia dan masyarakat memang dinamik. Karena itu pemerintah atau otoritas apapun tidak boleh terlalu membatasi masyarakat dalam melaksanakan kepercayaan dan aktifitas hidupnya.

Dari sisi politik, gerakan liberalisme muncul pada abad ke-19.

Namun, sebagai pandangan hidup atau kepercayaan liberalisme telah dicetuskan oleh pemikir-pemikir Eropa sejak abad ke-16. Di antaranya adalah Rene Descartes, John Locke, Voltaire, David Hume, Immanuel Kant, dan John Stuart Mills. Menurutnya, tokoh-tokoh itu notabene pemikir Barat semuanya. Ini menunjukkan bahwa liberalisme sejatinya merupakan hasil pergulatan sejarah masyarakat Barat dalam melawan absolutisme dari para raja, orang-orang kaya (majikan), dan juga agama (gereja).

Masalahnya, paham ini coba ditanamkan dalam tubuh umat Islam bahkan dicari pembenarannya dalam Islam, sampai-sampai dimunculkan istilah Islam liberal seakan-akan liberalisme sejalan dengan Islam. Padahal prinsip-prinsip liberal bertentangan dengan prinsip Islam. Contoh, paham liberal jelas menentang otoritas agama mengatur hidup manusia. “Liberalisme membebaskan manusia melakukan apapun, meskipun hal itu mencelakai dirinya. Ia juga memberi contoh dalam pandangan liberal, perzinahan dan minum arak tidak boleh dilarang, meskipun hal itu jelas-jelas merusak tatanan hidup manusia.”55

55

https://www.hidayatullah.com/berita/berita-dari- anda/read/2015/12/14/85441/liberalisme-bebaskan-orang-lakukan-apapun-meski-mencelakakan-diri-sendiri.html

Di Indonesia, pola watak dan sifat liberal ini, sebagian menjadi sebuah pilihan sikap politik, dari kelompok KMOE yang ingin bebas dalam menentukan pilihan politik, bahkan diimbuhi dengan nilai-nilai ekonomi sebagai nilai-nilai tawar. Tawar-menawar dukungan, dari KMOE ini, banyak terjadi di Indonesia, dan pengaruhnya sangat luar biasa terhadap perolehan suara dalam pelaksanaan demokrasi di Indonesia, karena jumlah KMOE ini jelas dan terkordinasi dengan baik. Kelompok ini, tidak akan melihat kualitas calon pemimpin yang bakal duduk di parlemen dan pemerintahan, yang terpenting adalah kesepakatan nilai yang ditawarkan tergantung kesepakatan mereka, tidak perduli siapa bakal calon yang di usung, memiliki kualitas moral yang baik atau tidak, yang terpenting adalah komitmen nilai transaksi, yang biasanya dilakukan secara sumbunyi-seumbunyi.

Selepas, transaksi selesai, tugas KMOE hanya memilih dan tidak ada beban psikologis apapun kepada para calon, jikalau pun jadi anggota DPRD, DPR RI, kepala daerah maupun presiden, KMOE biasa saja, karena menurutnya semua sudah diganti dengan komitmen nilai, jadi demokrasi seolah menjadi barang dagangan politik semata tak lebih dari itu.

B. Pandangan Islam Terhadap Prinsip-Prinsip Utama Demokrasi