• Tidak ada hasil yang ditemukan

DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN

2. Beroperasi Secara Berkelompok (Pengamanan Toke)

4.5 Jaringan “Ninja Sawit”

4.5.1 Berkembangnya “Ninja Sawit” di Desa Mariah Jambi

Meningkatnya jumlah masyarkat yang melakukan “ninja sawit” di Desa Mariah Jambi awalnya tidak sebebas seperti pada saat ini dan tidak langsung di tanggapi serius oleh pihak perkebunan. Sikap keamanan perkebunan justru menutupi adanya kasus tersebut. Sebahagian masyarakat juga menyangkal adanaya masalah “ninja sawit”, rasanya tidak mungkin berkembang dikarenakan masyarakatnya masih memegang norma-norma dan adat ketimuran. Hal ini merupakan salah satu sikap yang tidak wajar yang memungkiri adanya kasus “nija sawit”, “ninja sawit” sudah tidak bisa di tutupi lagi karena orang-orang yang terlibat dalam “ninja sawit” sudah sangat banyak, bahkan sekarang sudah menjadi rahasia umum.

82 Begitu juga di desa-desa lain, jumlah pelaku “ninja sawit” sudah sangat banyak. Bahkan jumlah “ninja sawit” yang sudah pernah tertangkap pun sudah lumayan banyak. Tetapi untungnya jika ada yang tertangkap langsung ada yang mengurus sehingga si “ninja” tidak perlu masuk penjara. Berkembangnya “ninja sawit” ini yang paling menonjal yaitu karena paara “ninja”nya mendapat perlindungan dan jaminan keamanan dari agen, kemudian uang yang di keluarkan oleh agen untuk menebus si“ninja” yang tertangkap tidak perlu di ganti. Sistem yang di gunakan oleh agen untuk memperbanyak anggotanga seperti kerja sistem terikat. Seperti yang di katakana oleh informan bapak boncu yaitu:

Dalam hal ini kami yang ikut terlibat dalam “ninja” memperoleh jaminan keamanan dalam setiap kali melakukan “ninja” kami mendapat keamanan jika setiap kali “ninja” jika mereka mendapat masalah setiap kali “ninja” seperti misalnya jika salah seorang dari kami yang tertangkap. toke langsung ikut turun tangan dan membereskan semuanya. Jadi mereka yang tertangkap tidak harus di bawa oleh pihak perkebunan ke jalur hukum dan berada dalam penjara. Karena langsung di bereskan oleh agennya atau yang sering di sebut mereka di lapan enamkan.

Berikut hal yang sama di katakan oleh informa yang bernama Jono yaitu:

Jika ada dari kami yang tertangkap oleh pihak keamanan perkebunan ada orang yang menjamin kami tidak hanya tertangkap saja tetapi kalau ada dari kami yang pada saat “ninja” mengalami kecelakaan separti tertimpah sawit, terkena egrek atau lain-lain toke menanggung biaya perobatannya dan uang perobatan itu tidak perlu lagi kami ganti dan juga tidak menjadi hutang. tidak hanya itu saja toke pun menyediakan liburan geratis setiap kali lebaran. Setiap anggotanya tidak dikenakan biaya transportasi dan biaya makan semua yang nanggung toke.

Menurut dari hasil wawancara yang peneliti dapatkan dengan orang yang terlibat dalam “ninja sawit” di Desa Mariah Jambi, pihak kepala desa tidak perduli dengan masalah “ninja sawit” ini. Sehingga orang yang melakukan “ninja” semangkin hari semangkin bertambah. Untuk masyarakat di Desa Mariah

83 Jambi sendiri, pertumbuhan para “ninja sawit” semangkin tahun semangkin semakin banyak penduduk yang terjerumus pada “ninja sawit”. Awalnya “ninja sawit” ini sangat jarang di temui di daerah Desa Mariah Jambi. Semakin lama semakin banyak masyarakat yang terjerumus ke dalam “ninja sawit”, sehingga masyarakat di Desa Mariah Jambi sudah tidak asing lagi terhadap “ninja sawit”, bahkan pada saat ini beberapa orang sudah banyak yang tidak takut untuk melakukan “ninja sawit”, hal ini sudah seharusnya dapat di cegah secepatnya agar penyebaran “ninja sawit” tidak menyebar dan menjamur kemudian tidak menular ke generasi muda selanjutnya.

4.5.2 Pihak yang Terkait Dalam “Ninja Sawit”

“Ninja sawit” tidak bisa dilakukan sendiri, apabila dilakukan sendiri terlalu banyak resiko yang harus ditanggung, oleh karena itu di Desa Mariah Jambi “ninja sawit” kebanyakan dilakukan dengan cara berkelompok dan berada dalam naungan pengamanan toke, dalam satu kelompok ada Sembilan orang, mereka memiliki peran masing-masing pada saat beroperasi. Untuk meningkatkan keamanan dan keselamatan mereka pada saat beroperasi, meraka ikut bergabung kedalam naungan agen. Jika sudah berada dibawah naungan agen keselamatan kerja sangat terjamin karena agen memiliki jaringan yang sangat kuat, agen menjalin kerja sama dengan mapia atau yang dikenal oleh masyarakat setempat dengan sebutan pereman. Jadi setiap kali beroperasi agen ikut langsung mengawasi anggotanya yang sedang beroperasi tidak hanya agen saja yang berjaga-jaga ketika saat beroperasi tetapi ada beberapa anggotanya yang di utus untuk berjaga-jaga dan di tempatkan setiap persimpangan jalan. Mata-mata “ninja

84 sawit” memiliki nama, masyarakat kelompok tersebut menamakannya dengan sebutan “perntolan”. Berikut hasil wawancara dengan salah satu informan yang berperan sebagai pentolan, ia bernama Boy:

Sebagai pentolan, posisi saya yang berada di jalan utama perkebunan memiiki jarak sekitar 700m dari teman-teman satu tim saya yang juga bertugas sebagai mata-mata (centeng dan toke) hal itu dimaksudkan jika pihak keamanan perkebunan datang, saya memiliki waktu untuk memberi tahu kepada seluruh anggota tim yang sedang beroperasi agar saling memberi tahu dan segera keluar dari perkebunan. Adapun cara yang digunakan untuk mengabarkan keseluruh anggota tim yaitu dengan menelepon melalui telepon genggam dan menciptakan suara kerbau yang di dengungkan keseluruh anggota tim.

Hal yang sama juga katakana oleh Maulana yang bertugas sebagai “pentolan” (mata-mata) “ninja sawit”.

Sebagi “pentolan” posisi saya yang berada di jalan utama perkebunan memiliki jarak sekitar 800m dari teman-teman satu tim saya yang juga bertugas menjadi mata-mata. Hal itu dimaksudkan jika pihak keamann perkebunan datang, saya memiliki waktu untuk mengabarkan kepada seluruh aggota tim yang sedang beroperasi agar saling memberi tahu dan segera keluar dari perkebunan. Adapun cara yang digunakan untuk mengabarkan keseluruh anggota tim yaitu dengan menelepon melalui telepon genggam. Hal ini terjadi karena jaringan “ninja sawit” sudah bertambah meluas dan kuat. Jaringan yang terbangun tidak hanya diantara toke dan anggotanya saja bahkan terbangun juga dengan centeng (pihak keamanan perkebunan) dan oknum kepolisian juga ikut terlibat didalam operasi “ninja sawit”. Tidak hanya itu saja Toke juga membangun jaringan dengan pereman setempat untuk membantu melancarkan operasinya.

Selain peran pentolan yang sangat penting dalam operasi “ninja sawit” yang menjaga keselamatan kerja satu timnya. Apabia pentolan tidak sigap dalam

85 membri informasi maka bisa jadi operasi yang dilakukan gagal. Tidak hanya pentolan saja yang berperan penting dalam operasi “ninja sawit”, setiap kali melakukan opersi “ninja sawit” mereka digaja sangat ketat oleh orang-orang yang berperan penting dalam pengamanan operasi “ninja sawit” diantaranya adalah Toke, setiap kali melakukan opersi “ninja sawit” mereka digaja sangat ketat oleh Centeng dan oknum kepolisian yang ikut terlibat menjaga keamanan pada saat beroperasi. Seperti yang di katan oleh informan yang bernama Lepes:

Saya menjadi “ninja sawit” karena selain hasinya yang banyak, toke juga menjamin keselamatan kami sebagai “ninja sawit”. Toke akan membebaskan aggotanya jika tertangkap oleh pihak keamanan perkebunan. Seperti salah satu teman satu timnya yang ditangkap oleh pihak keamanan perkebunan, dengan cepet Toke membebaskannya.

Hal tersebut diperkuat lagi oleh salah satu informan yang bernama SL yang juga ikut terlibat dalam operasi “ninja sawit”.

SL merasa aman jika melakukan “ninja sawit”, karena banyak orang yang membantu dalam kerja sampingannya (“ninja sawit”). Adapun yang teribat dalam “ninja sawit” yaitu toke, centeng ( penjaga perkebunan) dan pentolan ( pejaga pasar) bahkan terkadang dijaga oleh oknum kepolisian utusan dari Toke. jadi yang semula merasa takut kini kami merasa lebih aman setiap melakukan “ninja sawit” karena pengamanannya yang cukup baik. Jika tertangkap oleh pihak perkebunan sudah ada yang menjamin jadi rasa takut sedikit hilang.

Operasi “ninja sawit” bisa berjalan lancar semata-mata tidak hanya karena pengamanan dan jaminan pengamanan saja, melainkan didukung juga dengan kerja sama yang baik antara sesama tim “ninja sawit”.

86 4.5.3 Keberanian Masyarakat Untuk Melakukan “Ninja Sawit”

Masyarakat di Desa Mariah Jambi, ketika sebahagian dari mereka memutuskan untuk “ninja sawit”, secara rasional merka sudah memikirkan resiko yang akan di hadapai dan harus di tanggung. Karena untuk memulai “ninja sawit” mereka harus mengetahui dengan benar resiko yang akan di tanggung. Adapun keberanian mereka untuk melakukan “ninja” karena faktor ekonomi yang sangat tidak bersahabat dengan mereka. Sebagaimana seperti yang di sampaikan oleh Boncu:

jika yang di tanyakan masalah ke amanan, sudah pasti Boncu tidak pernah merasa aman namanya juga mencuri. jadi tidak ada yang namanya rasa aman ujar bapak Boncu.meskipun sudah ada yang menjamin kami dalam “ninja” saya tetap saja selalu merasa taukut setiap kali beroperasi“ninja sawit”.

Keberanian mereka melakukan “ninja sawit” juga karena faktor adanya kesempatan, waktu dan ekonomi yang tidak mendukung. Dimana sebahagian dari meraka harus melakuakn aksi yang nekat melakukan “ninja sawit” tanpa di dampingi toke dan mendapatkan perlindungan keamanan karena kebutuhan yang terus mendesaknya sehingga ia harus mengabaikan keamanannya. Sebagaimana pernyataan dari bapak HRM yaitu:

sebenernya HRM tidak meresa aman jika setiap kali melakukan “ninja sawit”. beliau selalu merasa was-was setiap “ninja sawit” tidak jarang jika pada saat “ninja sawit” ketahuan pihak keamanan perkebunan dan tidak jarang juga sering di kejar-kejar dan di tembakin oleh pihak keamanan perkebunan karena dalam beroperasi tidak ada yang membekap atau yang melindungi. “ninja” yang di lakukan oleh bapak x ini dilakukan sendiri, yang membantunya dalam bekerja hanya teman satu timnya saja. Dalam “ninja sawit” HRM tidak ada yang menjamin seperti toke atau agen. jadi jika ditangkap oleh pihak keamanan perkebunan HRM akan masuk ke dalam sel atau penjara untuk menjalani hukumannya karna tidak ada yang menebus.

87 Berdasarkan dari kondisi ekonomi pada masyarakatnya, peneliti melihat bahwa masyarakat di Desa Mariah Jambi merupakan orang yang berani mengambil resiko. Hal ini di sebabkan karena masyarakat di Desa Mariah Jambi termasuk masyarakat yang masih tergolong masyarakat social ekonomi menengah ke bawah.

Hal ini terlihat berdasarkan hasil dari wawancara peneliti terhadap masyarakat yang melakukan “ninja sawit”. Masyarakat Desa Mariah Jambi yang dominan berada dalam social ekonomi yang menengah ke bawah, mereka berani mengambik keputusan atau tindakan untu melakukan “ninja sawit” untuk bisa menambah penghasilannya, untuk keluarga maupun dirinya sendiri. Hal ini di dorong karena factor ekonomi yamg menjepit mereka dan kemudian melakukan “ninja sawit” yang bisa menghasikan uang dengan cepat dan menjualnya pun mudah.

Terkait dengan tindakan yang dilakukan mereka di Desa Mariah Jambi, berhubungan dengan penyimpangan social dimana konsep di dalamnya menjelaskan tindakan yang melanggar aturan dan norma social.

Adapun pengertian dari penyimpangan social itu sendiri adalah Perilaku yang tidak berhasil menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tersebut dalam masyarakat. Perbuatan yang mengabaikna norma, penyimpangan ini terjadi jika seseorang atau sebuah kelompok tidak memenuhi patokan baku di dalam masyarakat, biasanya dikaitkan dengan perilaku-perilaku negatif. (Cohen, 1992:281)

88 4.6 Upaya Pihak Perkbunan Menaggulagi “Ninja Sawit”

Upaya pihak perrkebunan dalam menanggulagi para “ninja sawit” ini sebenarnya sudah banyak da sudah cukup ketat. Karena sistem penjagaan perkekebunan atau patroli di lakukan dengan rutin setiap per jam sekali para penjaga atau yang sering di sebut centeng melakukan patroli keliling di perkebunan. Bahkan di dalam perkebunan sawit sudah ada di buat pos untuk tempat berkumpulnya para centeng. Tidak hanya patroli pada siang hari saja yang di lakukan oleh pihak keamanan perkebunan tetapi malam hari juga di lakukan patroli karena sistem kerjanya menggunakan sip. Tidak hanya usaha itu saja yang di lakukan oleh pihak keamana perkebunan yang di lakukan bahkan sanksi yang berat pun telah di terapkan seperti apabia ada yang ketahuan mencuri akan di kenakan denda dan hukuman penjara. Hukuman pemjaranya bukan sebentar ada di dalam penjara bisa sampai enam atau tujuh bulan masa tahanan dan di kenakan denda juga.

Tetapi semua usaha itu sia-sia karena masih banyak “ninja sawit” yang beroprasi di desa mariah jambi bukan semakin sedikit yang melakukan operasi “ninja sawit” melainkan bertambah semakin banyak dan semakin terbuka bahkan sampai ada sebahagian orang menjadikan “ninja sawit” sebagai sumber mata pencahariannya. Hal ini terjadi karena ada sebahagian penjaga perkebunan(centeng)nya yang mau di ajak kerja sama oleh para “ninja sawit” yaitu dengan cara memberi suapan kepada centeng kemudian centeng ikut berjaga-jaga di pasar. Apabila ada pihak kepala keamanan perkebunan yang lewat centeng dengan cepat memberi tahu orang yang “ninja sawit” agar cepat-cepat

89 keluar dari kebun supaya mereka tidak ada yang tertangkap atau pun di kejar-kejar.

Hal ini di perkuat atau di pertegas oleh informan saya yang bekerja sebagai centeng( penjaga perkebunan) yaitu

Untuk menambah uang masuk atau uang untuk rokok, saya menerima kerja sama dengan “ninja sawit”. Biasanya kalau mereka akan masuk “ninja” biasanya agen mereka laporan dulu sama kami atau minta ijin bisa masuk “ninja” atau tidak. Jadi kami pun harus mengetahui pada saat itu juga kepala keamanan akan patroli atau tidak, kalau kepala keamanan akan turun ke lapangan maka kami tidak akan memberi mereka masuk dan sebaliknya kalau kepala keamanan tidak ke lapangan maka mereka kami kasi mauk untuk “ninja” biasanya sekali masuk kerja kami di beri per oranganya Rp 50.000-Rp 100.00 selajutnya tugas kami hanya mengawasi dari jauh dan pura-pura tidak tahu kalau di dalam kebun ada yang “ninja sawit”.

Hal tersebut di lakukan oleh centeng tanpa sepengetahuan pihak keamanan perkebunan. jika sampai ketahuan menerima suapan maka centeng juga mendapat sanksi dari kepala keamana. Biasanya apabila ada yang ketahuan seperti itu mereka akan di pecat atau di beri surat peringatan terlebih dahulu. Karena adanya kerja sama itu maka “ninja sawit” sampai sekarang masih tetap berkembang di Desa Mariah Jambi.

90 BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Dari data yang diperoleh dan di uraikan di atas, maka peneliti menarik kesimpulan penting sebagai berikut:

1. “Ninja sawit” merupakan perilaku menyinpang yang sudah menjadi sumber mata perncaharian masyarakat Desa Mariah Jambi karena sebahagian masyarakat sepenuhnya hidup dari “ninja sawit” hal ini terjadi karena di dalam masyarakat sudah tidak ada lagi kontrol sosial. Oleh sebab itu terjadilah perilaku menyimpang. Jadi “ninja sawit” ini di jadikan oleh masyarakat Desa Mariah Jambi sebagai mata pencaharian.

2. Alasan melakukan “ninja sawit” tidak hanya berdasarkan satu factor saja dan tidak hanya berdasarkan karena kemiskinan melainkan salah satu faktornya adalah keterbatasan penghasilan, malas, terpaksa untun memenuhi kebutuhan hidup/ biaya pendidikan, ikut- ikutan atau terpengaruh oleh lingkungan. Dari factor di atas, yang paling banayak alasan orang ,melakukan “ninja sawit” yaitu karena factor malas. Mereka sudah terlalu ketagihan dengan cara kerja yang instan tetapi uang yang dihasilkan banyak.

3. “Ninja Sawit” dilakukan tidak hanya pada malam hari saja, tetapi ninja sawit bisa dilakukan kapan saja, dengan perjanjian pihak perkebunan harus

91 memenen terlebih dahulu kemudian para “ninja sawit” baru boleh masuk untuk beroperasi.

4. Dalam “ninja sawit” terdapat 7 peran penting yang dapat melancarkan operasi ninja sawit yaitu: “toke, centeng, pentolan, pemanen, perencek, pelangsir dan pemuat”.

5. Perkembangan “ninja sawit” di desa mariah jambi sampai saat ini semakin berkembang di karenakan jaringan yang kuat dan strategi yang bagus. Agen membangun jaringan dengan sistem terikat seperti semua keperluan anggota di fasilitasi dari kecelakaan pada waktu kerja, jika tertangkap bahkan liburan geratis pun di fasilitasi tanpa mereka harus menganggung biayanya sendiri. Tetapi itu semua tidak dia anggap hutang karena mereka tidak perlu mengembalikan uang yang sudah di keluarkan oleh agen

6. Dalam “ninja sawit” banyak kesulitan-kesulitan yang dihadapi dan resiko yang sangat besar tetapi mereka tetap bertahan dan selalu mengatur strategi agar semuanya tetap lancar

7. Sistem “ninja sawit” sudah sangat tersetruktur rapi semua yang mendapat peran dalam “ninja sawit” menjalankan tugasnya dengan rapih. Walaupun terkadang harus kejar-kejaran dengan kepala keamanan dan sampai tertangkappun mereka masih bisa menutupi semunya

92 5.2Saran

1. Tidak perlu melakukan patrol yang ekstra ketat karena seketat apapun penjagaan diperkebunan tetap saja pencuri lebih pintar untuk mengakalinyan. Seharusnya dilakukan oleh pihak perkebunan yaitu melakukan pendekatan kepada masyarakat Desa Mariah Jambi atau melakukan pelatihan seperti keterampilan atau member moda usaha supaya mereka tidak melakukan “ninja sawit”. Dengan demikian maka perkebunan akan aman dari tindakan “ninja sawit”

2. Kesadaran dan ketidak pedulian pemerintah terhadap “ninja sawit” membut hal ini semakin berkembang. Jadi di harapkan pejabat Deasa Mariah Jambi membantu meringankan beban sosial ekonaomi pada masyarakat yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan pendidikan yang rendah mendapat perhatian yang khusus agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan.

3. Generasi selanjutnya di harapkan tidak ada lagi orang yang sampai terjebak dalam “ninja sawit”. Sehingga masyarakatnya bisa lebih maju.

4. Seharusnya pihak keamanan perkebunan lebih tegas terhadap “ninja sawit” dalam memberikan sanksi, tegas dalam berjaga-jaga, tegas dalam segala hal dan tidak mudah menerima suap.

93 DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu. 2007. Psikologi sosial. PT Rineka Cipta: Jakarta.

Bungin, Burhan.2008.Metode Penelitian Kualitatif. Prenada Media Group: Jakarta

Cohen, Bruce.J.1992. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta:PT. Rineka Cipta

Damsar. 2011. Sosiologi Ekonomi. Kencana Prenada Medoa Group: Jakarta

Narwoko, Dwi & Suyanto bagong. 2004. Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan. Kencana Prenada Media Group: jakarta

Moleong, lexy. 1990. Metode penelitian kualitatif. Bandung: Remaja Karya

Nasution, Zulkarnaen. 2009. Solidaritas Sosial dan partisipasi masyarakat Desa transisi. Malang:UMM Press

Soekanto, Soerjono, 1992. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Rineka Cipta: Jakarta

Soetomo. 2008. Masalah Sosial dan Upaya Pencegahannya. Pustaka Pelajar:

Yogyakarta.

Setiadi, Elly M. Kolip,Usman. 2011.Pengantar Soaiologi Pemahaman Fakta dan

Gejala Permasalahan Sosial: Teori, Aplikasi, dan Pemecahannya.

Kencana Prenada Media Group: Jakarta

Soekanto, Soerjono. `1982. Sosiologi Suatu Pengantar. PT Raja GrafindoPersada. Jakarta.

94 Syani, Abdul. 2002. Sosiologi skematika, teori, dan terapan. PT Bumi Aksara:

Jakarta

Soelaiman, Munandar. 2006. Ilmu Sosial Dasar. PT. Rafika Aditama: Bandung

Turner, Bryan S.2003. Agama Sebagai Kontrol Sosial. Ircisod. Jogjakarta. Sumner lain

Sumber data dari kelurahan Desa Mariah Jambi Kecamatan Jawa Maraja Bahjambi Kabupaten Simalungun.

LAMPIRAN

Dokumentasi 1. aktivitas“ninja sawit” pada saat melangsir buah sawit ke gudang penyimpanan buah hasil “ninja”

Dokumentasi 3. aktivitas “ninja sawit” pada saat memuat buah ke truk.

Dokumentasi 4. Aktivitas salah seorang “ninja” saat menyembunyikan buah sawit di belakang rumah

Dokumen terkait