• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PEMBAHASAN

5.1.2. Lama Bermukim dan Pekerjaan

Pada umumnya responden telah bermukim di kawasan industri kelapa sawit PTPN IV Sosa II Kabupaten Padang Lawas ini terdapat pada kelompok lama bermukim ≥ 5 tahun sebanyak (86,3%). Sebagian besar responden tidak bekerja (74,3%) sehingga sebagian besar responden hanya bekerja sebagai ibu rumah tangga. 5.2. Keluhan Gangguan Pernapasan di Kawasan Industri Pabrik Kelapa Sawit

PTPN IV Sosa II Kabupaten Padang Lawas

Berdasarkan hasil analisis data, diketahui bahwa responden yang mengalami keluhan gangguan pernapasan (45,4%) dan responden yang mengalami keluhan gangguan pernapasan menurut jenis keluhannya yang terbanyak adalah keluhan batuk sebanyak (73,4%), Sedangkan keluhan batuk darah sebanyak (3,3%), keluhan sesak (6,7%), keluhan pilek (13,3%) dan keluhan sakit tenggorokan (3,3%) responden.

Jika umur dikaitkan dengan keluhan gangguan pernapasan, bahwa sebagian besar kelompok umur yaitu 21-40 tahun sebanyak (66,7%), hal ini terjadi karena

lebih banyaknya responden yang berumur 21- 40 tahun, dikarenakan kelompok umur tersebut merupakan kelompok umur produktif yang terus beraktivitas baik didalam

maupun diluar rumah, Sehingga tingkat keterpaparan PM10 dan CO lebih tinggi. Pada

kelompok umur 21-40 tahun, maupun ≥ 41tahun, telah melewati pertumbuhan paru,

sehingga beresiko beresiko terhadap terjadinya ganggua pernapasan. Umur 18-21 adalah saat dimana pertumbuhan paru sedang mencapai tingkat yang sangat baik (Mukono, 2008).

Menurut hasil penelitian, ada hubungan yang bermakna secara statistic antara umur dengan gejala pernafasan. Faktor umur berperan penting dengan kejadian penyakit dan gangguan kesehatan. Hal ini merupakan konsekuensi adanya fakor umur dengan: potensi kemungkinan untuk terpapar terhadap suatu sumber infeksi, tingkat imunitas kekebalan tubuh, aktivitas fisiologi berbagai jaringan yang mempengaruhi perjalanan penyakit seseorang (Surya,1990)

Berdasarkan lama bermukim, terlihat bahwa keluhan gangguan pernapasan terbanyak, terdapat pada responden yang bermukim ≥ 5 tahun (86,3%). Hal ini terjadi mungkin dikarenakan semakin lama responden bermukim maka semakin besar tingkat paparan debu yang di alami oleh responden, sehingga terjadi akumulasi debu di dalam paru-paru. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Khairiah (2012) yang menunjukkan bahwa konsentrasi debu telah bermukim ≥ 2 tahun mencapai (84,2%) sedangkan yang telah bermukim ≤ 2 tahun sebanyak (15,8%) responden. Lama tinggal responden di daerah terpapar mempengaruhi paparan kronis udara yang tercemar dan akan meningkatkan morbiditas, terutama timbulnya gejala penyakit saluran pernapasan dan menurunnya fungsi paru (Mukono, 2008).

Jika kerja/ aktivitas luar rumah di kaitkan dengan keluhan gangguan pernapasan terdapat keluhan terbanyak pada responden yang tidak bekerja atau yang tinggal dirumah selama 24 jam sebanyak (56,7%). Selain terjadi karena tingkat paparan, keluhan gangguan pernapasan juga dapat di pengaruhi oleh sistem pertahanan tubuh ataupun kekebalan seseorang yang terpapar debu yang sama. Sistem imunitas atau kekebalan sangat berperan dalam menyerang bahan polutan yang masuk kedalam tubuh manusia (Sartono, 2002).

Penyebab terjadinya PPOM salah satunya adalah pencemaran udara, hubungannya dengan gangguan pernapasan yaitu pada saat partikel masuk melalui saluran pernapasan akan meningkatkan jumlah kelenjar mukus dan sel goblet dan terjadi penyumbatan saluran pernapasan serta peningkatan tahanan aliran udara (Mukono, 2008).

Sumber debu dan karbon monoksida dari penelitian ini yaitu berasal dari pabrik dan pelintasan truk buah, dan sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang tinggal dikawasan industri kelapa sawit dan tanaman sawit.

Secara umum partikel yang mencemari udara dapat merusaki lingkungan, hewan dan manusia. Partikel – partikel tersebut sangat merugikan manusia, pada umumya udara yang telah tercemar oleh partikel dapat menimbulkan berbagai penyakit saluran pernapasan. Pada saat orang menarik nafas, udara yang nmengandung partikel akan terhirup kedalam paru-paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk kedalam paru-paru akan menentukan penempelan atau pengendapan partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan disaluran

pernapasan bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5 mikron akan tertahan di saluran pernapasan bagian tengah . Partikel yang berukuran lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, akan masuk kedalam kantung paru-paru, menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil lagi, kurang dari, kurang dari 1 mikron, akan ikut keluar saat nafas dihembuskan (Whardana, 2004).

Partikel berpengaruh terhadap tanaman terutama karena bentuknya debu, di mana debu jika bergabung dengan uap air atau air hujan akan membentuk kerak yang tebal pada permukaan daun yang tidak dapat dibilas oleh air hujan kecuali dengan menggosoknya. Lapisan kerak tersebut akan mengganggu berlangsungnya proses fotosintesis pada tanaman karena menghambat masuknya sinar matahari ke permukaan daun dan mencegah adanya pertukaran CO2 dengan atmosfir, Akibatnya pertumbuhannya terganggu (Kristanto,2002).

Sedangkan jika karbon monoksida lebih dari 100 ppm akan menyebabkan tidak sadar, gagal pernapasan, dan kematian jika di hirup lebih dari 1 jam. Gejala keracunannya yaitu sakit kepala, badan lemah, mual, penglihatan kabur dan kecepatan bernapas (Sartono, 2002)

Kondisi lingkungan juga memiliki peranan yang sangat penting dalam mempengaruhi konsentrsi udara. Sebagian radiasi pantulan dari permukaan bumi akan di serap oleh gas-gas dan partikel- partikel yang berada di udara sehingga dapat meningkatkan suhu udara. Kandungan gas-gas atmosfer secara konsisten berkurang dengan bertambahnya ketinggian. Selain itu angin, angin memiliki fungsi yang

penting dalam mencampur lapisan udara sehingga keracunan terhadap gas- gas partikel dapat di hindari (Lakitan, 1994).

5.3. Kadar Karbon Monoksida (CO) dan Debu (PM10) di Kawasan Industri Pabrik Kelapa Sawit PTPN IV Sosa II Kabupaten Padang Lawas

Berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan pada tiga titik di kawasan industri pabrik kelapa sawit dapat dilihat bahwa belum ada kadar CO dan PM10 yang melebihi baku mutu yang diukur didasarkan pada PP RI No.41 Tahun 1999 dengan baku mutu sebesar 30.000 µg/Nm3 untuk CO dan 150µg/Nm3 untuk PM10 . Kadar CO dan PM10 yang tidak melebihi baku mutu tersebut dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu suhu, kecepatan angin, kelembaban, serta aktivitas kenderaan bermotor di pasar tersebut.

Adapun suhu di kawasan pabrik tersebut berada pada rentang 32,90C–33,20C. Suhu udara dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar udara. Suhu udara yang tinggi menyebabkan udara makin renggang sehingga konsentrasi pencemar menjadi makin rendah. Sebaliknya pada suhu yang dingin keadaan udara makin padat sehingga konsentrasi pencemar di udara tampaknya makin tinggi (Junaidi, 2002).

Tekanan udara di pabrik tersebut berada pada rentang 751,7 mmHg – 754,1 mmHg.Tekanan udara tertentu dapat mempercepat atau menghambat terjadinya suatu reaksi kimia antara pencemar dengan zat pencemar di udara atau zat-zat yang ada di udara, sehingga pencemar udara dapat bertambah ataupun berkurang.

Kecepatan angin juga mempengaruhi kadar udara di pabrik tersebut. Adapun kecepatan angin di kawasan pabrik tersebut berada pada rentang 0,1 m/s – 0,2 m/s.

Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana – kemana (Chandra, 2006).

Kelembaban di kawasan pabrik tersebut berada pada rentang 58,1 % - 59,7%. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pencemaran udara di atmosfer adalah kelembaban. Kelembaban udara juga dapat mempengaruhi konsentrasi pencemar di udara melalui proses metabolisme mikroorganisme yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap suplai oksigen (Sunu, 2001).

Selain itu aktivitas truk buah juga dapat mempengaruhi kadar karbon monoksida (CO) dan debu (PM10) di pabrik tersebut. Sesuai penelitian Yenni (2012) hasil pengukuran kadar karbon monoksida pada pengukuran CO Pada Jl. Asia kadar karbon monoksida (CO) yang didapat yaitu 16.033μg/m³, tingginya kadar karbon monoksida (CO) pada jalan ini diasumsikan karena banyaknya kendaraan yang melintasi jalan ini, maka dapat di artiakan bahwa jumlah kendaraaan bermotor sangat berpengaruh oleh tingginya kualitas udara ambien (Fardiaz, 2010).

Meskipun masih dibawah ambang batas, namun dalam teori Kristanto (2002) mengatakan pembebasan suatu kontaminan yang tidak dibatasi, baik kuantitas, lama paparan dan potensialnya diudara akan menagkibatkan dampak dan efek terhadap manusia maupun mahluk hidup lainnya.

Kadar karbon monoksida (CO) dan debu (PM10) tertinggi terdapat pada jalan titik III (Depan cerobong) yaitu sebesar 14887,5µg/Nm3 untuk CO dan 112 µg/Nm3 untuk PM10 disebabkan karena titik ini merupakan jarak terdekat dari pabrik kelapa sawit yaitu ± 50 m dan sangat dekat dengan debu jalan raya . Tingginya kadar debu

(PM10) dan kadar karbon monoksida (CO) pada titik ini sejalan dengan Kristanto (2002) bahwa tingginya kadar asap dapat dipengaruhi dari jarak sumber pencemar.

Kadar CO dan PM10 di titik II (Sebelah kanan pabrik) yaitu sebesar 11451,9 µg/Nm3 untuk CO dan 98 µg/Nm3 untuk PM10. Kadar karbon monoksida dan debu yang didapat di titik II disebabkan oleh jalan ini dilintasi oleh truk buah yang akan diolah. Kontributor terbanyak dari polutan CO adalah kenderaan bermotor, oleh karena itu pencemar ini terkonsentrasi pada daerah dimana kenderaan bermotor dan berbagai macam pabrik banyak beroperasi (Mulia, 2005).

Sedangkan kadar CO dan PM10 terendah terdapat pada titik I (Sebelah kiri pabrik) yaitu sebesar 9161,5 µg/Nm3 untuk CO dan 90 µg/Nm3 untuk PM10. Kadar karbon monoksida (CO) dan debu (PM10) yang di dapat lebih rendah dibandingkan di titik lokasi pengukuran lainnya disebabkan oleh aktivitas kenderaan yang melintas di jalan ini pada saat pengukuran lebih sedikit.

Penanggulangan debu dan karbon monoksida di daerah penelitian ini yaitu 1. Pihak pabrik kelapa sawit, harus menurunkan debu serendah mungkin dengan

cara penaggulangan pencemaran lingkungan dengan menggunakan alat penangkap debu.

2. Supir truk pengangkut buah di anjurkan setelah mengangkut buah, lalu membawa air ditruk dan sekalian melintas sambil menyiram, agar debu di jalan raya berkurang.

3. Menanam pohon mahoni yang dapat menjerap dan menyerap bahan partikel dan bahan polutan di udara.

Dokumen terkait