• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA PIKIR, DAN

A. Deskripsi Teoritis

2. Berpikir Kritis

a. Pengertian Berpikir

Sardiman A.M menyatakan bahwa berpikir adalah aktivitas mental untuk dapat merumuskan pengertian, menyintesis, dan menarik kesimpulan.11 Sedangkan Ahmad Fauzi menyatakan bahwa berpikir adalah tingkah laku yang menggunakan ide, yaitu suatu proses simbolis.12 Jika kita makan, kita bukan berpikir. Tetapi jika kita membayangkan suatu makanan yang tidak ada, maka kita menggunakan ide atau simbol-simbol tertentu dan tingkah laku ini disebut berpikir.

Sebagaimana kita ketahui, bahwa berpikir tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu. Seseorang bisa saja memikirkan masalah-masalah yang muncul dari situasi dan kondisi masa kini, masa lampau, ataupun masalah-masalah yang bisa muncul di masa yang akan datang.

Sejak kanak-kanak manusia sudah memiliki kecenderungan dan kemampuan untuk berpikir. Sebagai makhluk rasional, manusia selalu terdorong untuk memikirkan hal-hal yang ada di sekelilingnya. Kecenderungan manusia memberi arti pada berbagai hal atau kejadian di sekitarnya merupakan bagian dari kemampuan berpikirnya dan terbentuknya aktivitas mental dan kognitif sejak manusia itu lahir. Kecenderungan ini dapat kita temukan pada seorang anak kecil yang memandang berbagai benda di sekitarnya dengan penuh rasa ingin tahu. Ia akan meraba atau menyentuhnya dengan senyum dan rasa bahagia.

11

Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010, h: 46.

12

Ahmad Fauzi, Psikologi Umum: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 2007, h: 47.

Menurut Jean Piaget, manusia memiliki struktur pengetahuan dalam otaknya, seperti kotak-kotak yang masing-masing memiliki makna yang berbeda. Piaget membagi tahap perkembangan kognitif manusia ke dalam empat fase, diantaranya yaitu sebagai berikut:13

1) Tingkat sensori motor pada usia 0-2 tahun

Bayi lahir dengan refleks bawaan, dimodifikasi dan digabungkan untuk membentuk tingkah laku yang telah lebih kompleks. Pada masa ini anak belum mempunyai konsepsi tentang objek yang tetap. Ia hanya dapat mengetahui hal-hal yang dapat ditangkap oleh inderanya.

2) Tingkat pra operasional pada usia 2-7 tahun

Anak mulai timbul pertumbuhan kognitifnya, tetapi masih terbatas pada hal-hal yang dapat dijumpai (dilihat) di dalam lingkungannya saja, baru pada menjelang akhir tahun ke-2 anak telah dapat mengenal simbol/nama:

a) Anak dapat mengkaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois.

b) Anak belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah yang membutuhkan berpikir ”yang dapat dibalik” (reversible). Pikiran mereka bersifat irreversible.

c) Anak belum mampu melihat dua aspek dari satu objek atau situasi sekaligus dan belum mampu bernalar (reasoning) secara induktif dan deduktif.

d) Anak bernalar secara tranduktif (dari khusus ke khusus), juga belum mampu membedakan antara fakta dan fantasi. e) Anak belum memiliki konsep kekekalan (kuantitas, materi,

luas, berat, dan isi).

13

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran: Sebagai Referensi Bagi Pendidik dalam Implementasi Pembelajaran yang Efektif dan Berkualitas, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, h: 124-126.

f) Menjelang akhir tahap ini, anak mampu memberi alasan mengenai apa yang mereka percayai. Anak dapat mengklasifikasikan objek ke dalam kelompok yang hanya mempunyai satu sifat tertentu dan juga telah mulai mengerti konsep yang konkret.

3) Tingkat operasi konkret pada usia 7-11 tahun

Anak telah dapat mengenal simbol-simbol matematis, tetapi belum dapat menghadapi hal-hal yang abstrak, kecakapan kognitif anak adalah:

a) Kombinasi atau klasifikasi b) Reversibilitas

c) Asosiativitas d) Identitas e) Seriasi

4) Tingkat operasi formal pada usia 11 tahun ke atas

Tahap ini disebut juga sebagai tahap operasi hipotetik-deduktif yang merupakan tahap tertinggi dari perkembangan intelektual, karakteristiknya adalah sebagai berikut:

a) Berpikir hipotetik-deduktif. Bila berhadapan dengan masalah, anak dapat membuat perumusan teori, merumuskan hipotesis dan menguji hipotesis.

b) Berpikir proporsional, berpikir anak tidak dibatasi pada benda-benda atau peristiwa yang konkret.

c) Berpikir kombinatorik, yaitu berpikir meliputi semua kombinasi benda-benda, gagasan atau proposisi yang mungkin.

d) Berpikir reflektif, anak dapat berpikir kembali pada suatu rangkaian operasi mental.

e) Anak sudah dapat memberikan alasan dengan menggunakan lebih banyak simbol atau gagasan cara berpikirnya.

f) Anak mampu menyelesaikan masalah dengan cara yang lebih baik dan kompleks.

g) Konsep konservasi juga telah dicapai sepenuhnya.

Adapun macam-macam kegiatan berpikir menurut Ahmad Fauzi dapat digolongkan sebagai berikut:14

1) Berpikir asosiatif, yaitu proses berpikir dimana suatu ide merangsang timbulnya ide lain. Jalan pikiran dalam proses berpikir asosiatif tidak ditentukan atau diarahkan sebelumnya, jadi ide-ide timbul secara bebas. Jenis-jenis berpikir asosiatif: a) Asosiasi bebas: suatu ide akan menimbulkan ide mengenai

hal lain, tanpa ada batasnya.

b) Asosiasi terkontrol: suatu ide tertentu akan menimbulkan ide mengenai hal lain dalam batas-batas tertentu.

c) Melamun: yaitu menghayal bebas, sebebas-bebasnya tanpa batas, juga mengenai hal-hal yang tidak realistis.

d) Mimpi: ide-ide tentang berbagai hal, yang timbul secara tidak disadari pada waktu tidur.

e) Berpikir artistik: yaitu proses berpikir yang sangat subjektif. Jalan pikiran sangat dipengaruhi oleh pendapat dan pandangan diri pribadi tanpa menghiraukan keadaan sekitar.

2) Berpikir terarah, yaitu proses berpikir yang sudah ditentukan sebelumnya dan diarahkan pada sesuatu, biasanya diarahkan pada pemecahan persoalan. Ada dua macam berpikir terarah, yaitu:

14

Ahmad Fauzi, Psikologi Umum: Untuk IAIN, STAIN, PTAIS Fakultas Tarbiyah Komponen MKDK, Bandung: Pustaka Setia, 2007, h: 47-48.

a) Berpikir kritis, yaitu membuat keputusan atau pemeliharaan terhadap suatu keadaan.

b) Berpikir kreatif, yaitu berpikir untuk menentukan hubungan-hubungan baru antara berbagai hal, menemukan pemecahan baru dari suatu soal, menemukan sistem baru, menemukan bentuk artistik baru, dan sebagainya.

b. Pengertian Berpikir Kritis

Kata ”kritis” berasal dari bahasa Yunani, yang berarti ”hakim” yang kemudian diserap oleh bahasa Latin. Kamus (Oxford) menerjemahkannya sebagai ”sensor” atau pencarian kesalahan.15

Berpikir kritis adalah interpretasi dan evaluasi yang terampil dan aktif terhadap observasi dan komunikasi, informasi dan argumentasi.16

Berpikir kritis diartikan sebagai proses pengujian antara pernyataan dan argumen dan juga menentukan mana yang benar dan mana yang salah. Esensi dari berpikir kritis itu sendiri adalah evaluasi atau penilaian. 17

Berpikir kritis adalah kemampuan untuk mengatakan sesuatu dengan penuh percaya diri. Berpikir kritis juga merupakan sebuah proses sistematis yang memungkinkan siswa untuk merumuskan dan mengevaluasi keyakinan dan pendapat mereka sendiri. Berpikir kritis juga merupakan sebuah proses terorganisasi

15

De Bono, Edward, Revolusi Berpikir Edward de Bono: Belajar Berpikir Canggih dan Kreatif dalam Memecahkan Masalah dan Memantik Ide-ide Baru, (Terjemahan dari: Teach Your Child How to Think, oleh: Ida Sitompul dan Fahray Yamani), Bandung: Kaifa, 2007, h: 204.

16

Alec Fisher, Berpikir Kritis : Sebuah Pengantar, Jakarta: Erlangga, 2009, h: 10. 17

Ruggiero, R. Vincent, Beyond Feelings: A Guide to Critical Thinking Seventh Ed, California: Mc Graw Hill, 2003, h: 17.

yang memungkinkan siswa mengevaluasi bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang mendasari pernyataan orang lain.18

Jadi, berpikir kritis adalah tahapan berpikir tingkat tinggi yang tidak akan muncul dengan sendirinya, namun harus dilatih. Berpikir kritis merupakan kemampuan seseorang dimana ia mampu menilai mana yang benar dan mana yang salah dari pendapat mereka sendiri maupun orang lain.

Tujuan dari berpikir kritis adalah untuk mencapai pemahaman yang mendalam. Pemahaman membuat kita mengerti maksud dibalik ide yang mengarahkan hidup kita setiap hari. Pemahaman mengungkapkan makna dibalik suatu kejadian.19

Menurut Wahidin yang dikutip oleh Susriyati Mahanal, dkk ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh dari pembelajaran yang menekankan pada proses keterampilan berpikir kritis, yaitu: 20 (1) Belajar lebih ekonomis, yakni bahwa apa yang diperoleh dalam pembelajarannya akan tahan lama dalam pikiran siswa, (2) Cenderung menambah semangat belajar baik pada guru maupun siswa, (3) Diharapkan siswa dapat memiliki sikap ilmiah, (4) Siswa memiliki kemampuan memecahkan masalah baik pada saat proses belajar mengajar di kelas maupun dalam menghadapi permasalahan nyata yang akan dialaminya.

18

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (Terjemahan dari Contextual Teaching and Learning:

what it is and why it’s here to stay, oleh Ibnu Setiawan), Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, hal: 185.

19

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (Terjemahan dari Contextual Teaching and Learning:

what it is and why it’s here to stay, oleh Ibnu Setiawan), Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, h: 185.

20

Susriyati Mahanal, dkk, Penerapan Pembelajaran Berdasarkan Masalah dengan Strategi Kooperatif Model STAD pada Mata Pelajaran Sains untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa Kelas V MI Jenderal Sudirman Malang, Jurnal Penelitian Kependidikan, Tahun 17, Nomor 1, Juni 2007, h: 2-3.

c. Langkah-langkah menjadi Pemikir Kritis

Berpikir kritis memerlukan pendekatan yang sistematis dan terorganisasi. Seorang pemikir kritis akan bertanya, memeriksa dengan teliti asumsi-asumsi, memandang segala sesuatu dari sudut pandang yang berbeda-beda. Hal tersebut harus dilatih secara sistematis dan teratur, dan harus diterapkan dalam situasi yang berbeda-beda. Setiap orang dapat belajar untuk berpikir dengan kritis karena otak manusia secara konstan berusaha untuk memahami pengalaman. Dalam berpikir kritis terdapat hal yang dapat mengembangkan kemampuan berpikir, seperti meneliti asumsi, menghargai bukti, dan memeriksa bahasa dengan teliti.

Langkah-langkah pemikir kritis ini disajikan dalam bentuk pertanyaan, karena dengan menjawab pertanyaan seorang siswa dilibatkan dalam kegiatan mental yang mereka perlukan untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam. Pertanyaan ini dikemukakan sesuai dengan urutan untuk meneliti secara menyeluruh setiap masalah, isu, proyek, atau keputusan yang dihadapi. Menerapkan langkah-langkah ini akan membantu mereka menjadi pemikir kritis. Langkah-langkah menjadi pemikir kritis adalah sebagai berikut:

1) Apa sebenarnya isu, masalah, keputusan, atau kegiatan yang sedang dipertimbangkan? Ungkapkan dengan jelas.

Sebuah masalah atau isu dapat diteliti apabila sebelumnya masalah itu digambarkan dengan jelas. Selanjutnya Johnson mengutip pendapat Ruggiero, bahwa pemecahan masalah adalah mencari tindakan terbaik yang harus diambil dan analisis isu adalah mencari keyakinan yang paling masuk akal. 2) Apa sudut pandangnya?

Sudut pandang adalah sudut pribadi yang digunakan dalam memandang sesuatu. Seorang pemikir kritis harus berusaha menangguhkan sementara pilihan subjektifnya. Pada

saat yang sama melakukan pertimbangan-pertimbangan dan waspada terhadap bukti yang lemah untuk meningkatkan pengetahuan dan mendapatkan pemahaman.

3) Apa alasan yang diajukan?

Keyakinan dan tindakan pada dasarnya diambil atas alasan yang masuk akal. Selanjutnya mengutip pendapat Gray dan Herr, alasan bisa berupa sebuah hubungan yang biasa saja, penjelasan atas suatu kejadian, dan menegaskan sebuah ide umum. Pemikir kritis memiliki tugas mengidentifikasi alasan dan bertanya apakah alasan-alasan yang dikemukakan masuk akal sesuai dengan konteksnya, sehingga dapat ditarik kesimpulan sesudahnya.

4) Asumsi-asumsi apa saja yang dibuat?

Asumsi adalah ide-ide yang diterima apa adanya. Mengutip pendapat Browne dan Keeley, seorang pemikir kritis tidak mudah memasukkan asumsi dalam argumennya, dan tidak mudah menerima asumsi yang terdapat dalam materi yang dibuat oleh orang lain. Asumsi dapat diterima apabila jelas, logis, didasarkan pada pengalaman yang luas, dan didukung dengan fakta.

5) Apakah bahasanya jelas?

Dalam mamahami sebuah makna seorang pemikir kritis memperharikan kata-kata. Kata-kata dapat membentuk ide, sehingga pemikir kritis harus terus menerus memeriksa bahasa mereka sendiri maupun orang lain. Kata-kata yang tidak digunakan dengan tepat akan mengurangi pemahaman.

6) Apakah alasan didasarkan pada bukti-bukti yang meyakinkan? Bukti adalah informasi yang akurat dan dapat dipercaya. Dengan adanya bukti dapat mendukung sebuah kesimpulan, membedakan pengetahuan dengan keyakinan, dan membuktikan sebuah pendapat. Tugas seorang pemikir kritis

adalah menilai bukti. Bukti yang dipercaya memiliki sifat, yaitu:

a) Tidak bertentangan dengan pokok masalah b) Berasal dari sumber-sumber terbaru c) Akurat

d) Dapat diuji

7) Kesimpulan apa yang ditawarkan?

Setelah mengumpulkan data dan mengevaluasi informasi untuk memecahkan sebuah masalah, pemikir kritis mulai merumuskan kesimpulan yang tepat. Pemikir kritis meneliti alasan, bukti dan logika untuk membenarkan kesimpulan. Langkah-langkah yang efektif untuk menentukan sebuah kesimpulan adalah sebagai berikut:

a) Mengidentifikasi alasan

b) Apakah kesimpulan yang diambil sesuai dan konsisten dengan alasan yang mendasarinya.

8) Apakah implikasi dari kesimpulan-kesimpulan yang sudah diambil?

Kesimpulan mempunyai efek samping baik menyangkut persoalan pribadi maupun umum. Pemikir kritis berusaha untuk memprediksi dan mengevaluasi semua efek samping yang akan timbul. Jika kesimpulan yang diambil tidak berdampak negatif, maka akan diambil.21

d. Indikator Berpikir Kritis

Disebutkan oleh Ennis yang dikutip oleh Arief Achmad, bahwa ada 12 indikator kemampuan berpikir kritis yang kemudian

21

Elaine B. Johnson, Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar dan Mengajar Mengasyikan dan Bermakna, (terjemahan dari Contextual Teaching and Learning:

what it is and why it’s here to stay, oleh Ibnu Setiawan), Bandung: Mizan Learning Center (MLC), 2007, h: 191-201.

dikelompokkan menjadi 5 aspek kemampuan berpikir kritis, diantaranya yaitu: 22

1) Memberikan penjelasan secara sederhana, meliputi: a) Memfokuskan pertanyaan

b) Menganalisis pertanyaan

c) Bertanya dan menjawab pertanyaan tentang suatu penjelasan

2) Membangun keterampilan dasar, meliputi:

a) Mempertimbangkan apakah sumber dapat dipercaya atau tidak

b) Mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan hasil observasi

3) Menyimpulkan, meliputi:

a) Mendeduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi b) Menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi c) Membuat dan menentukan nilai pertimbangan. 4) Memberikan penjelasan lanjut, meliputi:

a) Mengidentifikasi istilah dan pertimbangan definisi dan juga dimensi

b) Mengidentifikasi asumsi

5) Mengatur strategi dan taktik, meliputi: a) Menentukan tindakan

b) Berinteraksi dengan orang lain. e. Standar Intelektual Berpikir Kritis

Menurut Ennis seperti yang dikutip Arief Achmad, keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu proses berpikir tingkat tinggi yang dapat digunakan dalam pembentukan sistem

22 Arief Achmad, “Memahami Berpikir Kritis”, Pendidikan Network, Bandung: Oktober 2007, (Diakses dari: http://re-searchengines.com/1007arief3.html, 7 Oktober 2010; 14:29).

konseptual siswa. Sehingga keterampilan berpikir kritis dapat diukur setelah siswa menerapkan standar intelektual dalam kegiatan berpikirnya. Selanjutnya mengutip pendapat Eider dan Paul bahwa ”standar intelektual adalah standarisasi yang harus diaplikasikan dalam berpikir yang digunakan untuk mengecek kualitas pemikiran dalam merumuskan permasalahan, isu-isu, atau situasi-situasi tertentu”. Berpikir kritis harus selalu mengacu dan berdasar kepada standar tersebut. 23 Standar intelektual berpikir kritis tersebut adalah sebagai berikut:

1) Kejelasan 2) Ketepatan

3) Keakuratan, Ketelitian, Keseksamaan 4) Relevansi, Keterkaitan

5) Kedalaman 6) Logika 7) Keluasan

f. Rubrik (Standar Penilaian) Berpikir kritis

Tabel berikut ini merupakan rubrik (standar penilaian) umum untuk berpikir kritis, diantaranya yaitu sebagai berikut: 24

Tabel 2.2 Rubrik (Standar Penilaian) Umum Berpikir Kritis

23Arief Achmad, “Memahami Berpikir Kritis”, Pendidikan Network, Bandung: Oktober 2007, (Diakses dari: http://re-searchengines.com/1007arief3.html, 7 Oktober 2010; 14:29).

24

Intel Education: Rubrics Scoring Guides. Diakses dari: http://www.intel.com/education/common/.../ap_rubrics_scoring_guides.doc. (September 2010; 10.20). 1 2 3 4 Tidak dapat membedakan Mendapat ide-ide penting namun Biasanya dapat menceritakan Dapat mengatakan bagian-bagian paling

(penting dan tidak penting) dari informasi yang diperoleh.

tercampur dengan hal-hal yang tidak penting.

kembali mengenai apa yang paling penting dari suatu informasi. penting dari informasi yang dipelajari. Sulit membuat kesimpulan. Dapat membuat kesimpulan (dengan bantuan yang lain, dan dengan alasan yang terkadang tidak baik,

bahkan tidak ada)

Dapat membuat kesimpulan (dengan menggunakan apa yang diketahui dan biasanya memeriksa kembali kebenarannya). Dapat membuat kesimpulan (dengan menggunakan pengetahuan sendiri dan memeriksa kembali kebenarannya). Biasanya merasa puas dengan apa yang diketahui dan tidak terdorong untuk mencari tahu lebih banyak. Belajar lebih banyak tentang berbagai ide dan konsep baru jika ada orang lain yang

mengingatkan.

Berusaha belajar lebih banyak tentang ide dan konsep yang baru.

Melakukan semua yang harus dilakukan untuk belajar lebih banyak tentang berbagai ide dan konsep baru. Tidak mampu menjelaskan opini sendiri. Biasanya dapat menjelaskan opini sendiri, tetapi tidak selalu mempunyai alasan yang baik untuk opini tersebut. Dapat menjelaskan opini sendiri dan memberikan alasan yang cukup baik. Dapat menjelaskan secara jelas dan lengkap dengan berbicara/menuliskan opini sendiri

mengenai suatu topik dan memberikan alasan atas topik tersebut.

Dokumen terkait