• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hasil

Gambaran Umum Produk Makanan Kemasan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992

tentang kesehatan, “makanan dan minuman kemasan adalah makanan dan

minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan

tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumah tangga.” Beberapa contoh produk makanan kemasan diantaranya adalah produk susu dan olahannya, makanan ringan, makanan kaleng, makanan bayi dan mie instan.

Pada label kemasan, khususnya pada makanan dan minuman, sekurang-kurangnya mencantumkan nama produk yang ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, daftar bahan yang digunakan secara lengkap, berat bersih atau isi bersih, nama atau pihak yang memproduksi atau nama dan alamat pabrik pembuat/ pengepak/ importir, keterangan halal, tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa, nomor pendaftaran, kode produksi, petunjuk penyimpanan dan nilai gizi (Undang-Undang RI No, 7 tahun 1996 tentang Pangan). Contoh produk makanan kemasan yang beredar di Indonesia diantaranya adalah Dancow, Oreo, Indomie atau Milna.

Karakteristik Responden dan Keluarga

Berdasarkan karakteristik keluarga responden, rata-rata besar keluarga

responden di perkotaan maupun di perdesaan tergolong kategori kecil (≤4 orang)

(BKKBN 1996). Rata-rata usia responden di perkotaan lebih dari 40 tahun, sedangkan rata-rata usia responden di perdesaan kurang dari 40 tahun. Rata-rata lama pendidikan responden di perdesaan adalah kurang dari 9 tahun, sedangkan rata-rata lama pendidikan responden di perkotaan adalah lebih dari 9 tahun. Rata-rata lama pendidikan suami di perkotaan adalah lebih dari 9 tahun, sedangkan rata-rata lama pendidikan suami di perdesaan kurang dari 9 tahun. Pada rata-rata pendapatan keluarga di perkotaan sebesar Rp1 110 000 dan rata-rata pendapatan keluarga di perdesaan sebesar Rp376 761 per kapita per bulannya. Rata-rata pengeluaran keluarga di perdesaan adalah Rp301 458, sedangkan di perkotaan sebesar Rp 681 299 per kapita per bulannya. Hasil uji beda independent sample t-test antara wilayah perdesaan dan perkotaan menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata pada pendidikan suami dan istri, pendapatan keluarga dan pengeluaran keluarga per bulan. Rataan dan uji beda karakteristik keluarga disajikan dalam Tabel 2.

13 Tabel 2 Rataan dan uji beda karakteristik keluarga

Peubah Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) p-value

Besar keluarga (org) 4.10±1.26 4.05±1.28 0.861tn

Usia suami (th) 46.38±10.28 43.33±13.08 0.250tn

Usia istri (th) 42.28±11.10 38.55±11.77 0.149tn

Lama pendidikan suami (th) 14.40±3.14 7.50±2.80 0.000**

Lama pendidikan istri (th) 12.23±2.98 6.50±1.90 0.000**

Pendapatan keluarga (Rp/kap/bl) 1.11E6±5.91E5 376 761±3.33E5 0.000** Pengeluaran keluarga (Rp/kap/ bl) 681 299±4.16E5 301 458±2.02E5 0.000**

Ket:** nyata pada p-value<0.01; tn= tidak nyata

Nilai Konsumen

Nilai merupakan kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat (Sumarwan 2004). Pada penelitian ini, nilai dibagi dalam dua dimensi yaitu pemenuhan diri dan rasa aman. Pada dimensi pemenuhan diri, sebesar 62.5 persen rumah tangga di perkotaan pada kategori sedang dan sebesar 52.5 persen rumah tangga di perdesaan berada pada kategori kurang. Pada dimensi rasa aman, sebagian besar (80%) rumah tangga di perkotaan tergolong pada kategori sedang, sedangkan lebih dari separuh (55%) rumah tangga di perdesaan tergolong pada kategori kurang. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa secara keseluruhan, nilai konsumen rumah tangga di perdesaan dan perkotaan memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 4).

Tabel 3 Sebaran kategori nilai konsumen dan uji beda berdasarkan lokasi geografis (%)

Kategori nilai konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n % A. Pemenuhan diri Kurang (<60%) 15 37.5 21 52.5 Sedang (60-80%) 25 62.5 19 45.0 Baik(>80%) 0 0.0 1 2.5 Rataan ±SD 62.02±8.60 60.47 ±9.16 p-value 0.483tn B. Rasa Aman Kurang (<60%) 6 15.0 22 55.0 Sedang (60-80%) 32 80.0 18 45.0 Baik(>80%) 2 5.0 0 0.0 Rataan ±SD 64.72±7.91 57.63±9.63 p-value 0.001** Nilai total Kurang (<60%) 14 35.0 20 50.0 Sedang (60-80%) 26 65.0 20 50.0 Baik (>80%) 0 0.0 0 0.0 Rataan ±SD 63.27±6.83 59.16±5.58 p-value 0.008**

14

Pada dimensi pemenuhan diri, tidak ada perbedaan yang nyata antara rumah tangga di perkotaan dan perdesaan. Hal ini berarti rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan merasa bahwa terpenuhinya kebutuhan pangan tidak hanya didapatkan melalui makanan kemasan, namun peran makanan non kemasan juga dianggap penting. Berdasarkan data BPS (2011) di Indonesia, rata-rata konsumsi per kapita per bulan makanan non kemasan seperti padi-padian, daging, ikan dan sayur-sayuran adalah sebesar Rp106 250, sedangkan untuk konsumsi makanan atau minuman jadi adalah sebesar Rp81 470 per kapita per bulannya.

Pada dimensi rasa aman, rumah tangga di perkotaan memiliki nilai yang lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga di perdesaan. Rumah tangga di perkotaan memiliki keamanan pangan yang lebih baik daripada rumah tangga di perdesaan. Adanya rasa keamanan pangan yang lebih baik, membuat rumah tangga akan melihat beberapa hal yang membuat makanan kemasan tersebut layak untuk dikonsumsi, seperti mengecek tanggak kadaluarsa sebelum pembelian, melihat label halal pada kemasan ataupun memperhatikan kandungan yang terdapat dalam makanan kemasan tersebut. Humayun dan Hasnu (2009) menyebutkan bahwa dalam pembelian produk susu, konsumen memiliki keinginan untuk membeli produk makanan yang berkualitas dan berharap untuk menjadi sehat dalam hidupnya.

Tipe Konsumen

Dalam penelitian ini, tipe konsumen ibu rumah tangga dikelompokkan dengan menggunakan Hirarchial Cluster untuk mengelompokkan responden ke dalam klaster yang memiliki kemiripan. Tabel 5 menunjukkan sebesar 25 persen ibu rumah tangga di perdesaan tergolong pada konsumen pasif, sedangkan 7.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan tergolong konsumen pasif. Hampir seluruh (92.5%) ibu rumah tangga di perkotaan tergolong tipe konsumen aktif, sedangkan sebanyak 75 persen ibu rumah tangga di perdesaan tergolong pada tipe konsumen aktif (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran tipe konsumen berdasarkan lokasi geografis (%)

Tipe konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Konsumen pasif 3 7.5 10 25.0

Konsumen aktif 37 92.5 30 75.0

Tipe konsumen aktif merupakan konsumen yang aktif dalam mencari informasi terkait produk ataupun mencari informasi mengenai hak-hak dan kewajibanya sebagai konsumen. Konsumen aktif juga akan senantiasa memperjuangkan hak-haknya apabila ada kecurangan oleh pedagang. Namun, konsumen pasif tidak akan mencari informasi terkait produk makanan yang akan dibeli atau tidak mencari tahu mengenai hak-haknya sebagai konsumen. Hasil menunjukkan ibu rumah tangga di perkotaan lebih aktif dibandingkan dengan di perdesaan. Konsumen aktif akan setuju bahwa seorang konsumen harus mengetahui hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Hal ini dapat disebabkan oleh pendidikan ibu rumah tangga yang lebih tinggi di perkotaan daripada di perdesaan. Lama pendidikan yang berbeda akan membuat pengetahuan ibu rumah

15 tangga yang berbeda. Konsumen yang memiliki pengetahuan terbatas, mungkin merasa tidak mampu menjalankan pencarian dan analisis yang ketat (Engel, Blackwell & Miniard 1995). Konsumen aktif akan mencari informasi sebanyak mungkin yang dapat digunakan dalam pembelian produk yang sesuai dan berkualitas demi kepentingannya sebagai seorang konsumen, sedangkan konsumen pasif tidak akan melakukan pencarian informasi sebanyak-banyaknya.

Tabel 5 menunjukkan sebesar 7.5 persen konsumen pasif di perkotaan tergolong usia lebih besar atau sama dengan 40 tahun. Pada wilayah perdesaan, sebesar 12.5 persen konsumen pasif tergolong usia dibawah 40 tahun ataupun lebih dari 40 tahun. Berdasarkan lama pendidikannya pada wilayah perdesaan, sebesar 25 persen konsumen pasif memiliki pendidikan dibawah 9 tahun dan tidak ada (0%) konsumen pasif yang tergolong lama pendidikan lebih dari 9 tahun. Pada wilayah perkotaan, sebanyak 5 persen konsumen pasif tergolong pendidikan kurang dari 9 tahun dan 2.5 persen konsumen pasif yang pendidikannya lebih dari 9 tahun. Pada konsumen aktif, sebanyak 77.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan memiliki pendidikan lebih dari 9 tahun, sedangkan di perdesaan sebanyak 72.5 persen memiliki pendidikan kurang dari 9 tahun. Tidak ada perbedaan yang nyata pada tipe konsumen aktif dan pasif antara usia responden, lama pendidikan responden dan besar keluarga baik perkotaan maupun di perdesaan. Bila berdasarkan besar keluarganya, sebesar 7.5 persen konsumen pasif di perkotaan memiliki keluarga kecil (≤4 orang). Pada wilayah perdesaan, sebesar 20 persen konsumen pasif memiliki keluarga kecil (≤4 orang). Sebanyak lebih dari separuh (55%) konsumen aktif di perkotaan memiliki keluarga kecil (≤4 orang). Lebih dari separuh (52.5%) konsumen aktif di perdesaan juga memiliki keluarga kecil (≤4 orang) (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran tipe konsumen berdasarkan karakteristik dan lokasi geografis (%)

Karakteristik responden Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) Konsumen aktif Konsumen pasif Konsumen aktif Konsumen pasif A. Usia <40 tahun 47.5 0.0 45.0 12.5 ≥40 tahun 45.0 7.5 30.0 12.5

Chi square (p-value) 0.103tn 0.580tn

B. Pendidikan

<9 tahun 15.0 5.0 72.5 25.0

≥9 tahun 77.5 2.5 2.5 0.0

Chi square (p-value) 0.036tn 0.559tn

C. Besar keluarga

≤ 4 orang 35.0 7.5 52.5 20.0

5-6 orang 35.0 0.0 20.0 2.5

≥7 orang 2.5 0.0 2.5 2.5

Chi Square (p-value) 0.730tn 0.728tn

Ket: tn tidak nyata

Perilaku Pembelian Makanan Kemasan

Jenis Makanan Kemasan yang Dibeli. Perilaku pembelian makanan kemasan dapat dilihat dari jenis makanan kemasan yang dibeli oleh rumah tangga. Hampir seluruh (97%) rumah tangga di perkotaan membeli produk susu dan

16

olahannya setiap bulan. Begitu juga dengan pembelian makanan ringan, hampir seluruh (90%) rumah tangga melakukan pembelian produk tersebut. Sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan membeli produk susu begitu pula dengan pembelian makanan ringan. Seluruh (100%) rumah tangga di perdesaan dan perkotaan membeli mie instan setiap bulannya (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran jenis makanan kemasan yang dikonsumsi oleh rumah tangga berdasarkan lokasi geografis (%)

Jenis makanan kemasan Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Susu dan olahannya 39 97.5 34 85.0

Makanan ringan 36 90.0 34 85.0

Makanan kaleng 14 35.0 19 47.5

Makanan bayi 3 7.5 4 10.0

Mie instan 40 100.0 40 100.0

Tabel 6 menunjukkan bahwa kurang dari separuh rumah tangga di perkotaan dan perdesaan yang melakukan pembelian produk makanan bayi dan makanan kaleng. Oleh karena itu, selanjutnya hanya dipilih tiga jenis makanan kemasan yaitu produk susu dan olahannya, makanan ringan dan mie instan untuk diolah lebih lanjut.

Frekuensi Pembelian Makanan Kemasan. Hasil pada Tabel 7 menunjukkan hampir seluruh (92.5%) rumah tangga di perkotaan membeli produk susu dan olahannya antara sekali sampai lima belas kali per bulan, sedangkan hampir dua pertiga (65%) rumah tangga di perdesaan membeli produk susu dan olahannya pada selang waktu tersebut. Pada produk makanan ringan, sebagian besar (82.5%) rumah tangga di perkotaan membeli sekali sampai lima belas kali per bulannya, sedangkan hampir dua pertiga (65%) rumah tangga di perdesaan membeli pada selang frekuensi yang sama. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara rumah tangga di perdesaan dan perkotaan pada frekuensi pembelian mie instan. Rumah tangga di perdesaan memiliki frekuensi pembelian mie instan yang lebih tinggi dibandingkan rumah tangga di perkotaan.

Tabel 7 Sebaran frekuensi pembelian makanan kemasan per bulan (%)

Jenis produk makanan kemasan Perkotaan (n=40) Rataan ± SD

Perdesaan (n=40) Rataan± SD p-value Tidak pernah 1-15 x 16-30 x Tidak pernah 1-15 x 16-30 x Susu dan olahannya 2.5 92.5 5.0 4.60±6.65 15.0 65.0 20.0 8.07±11.26 0.097tn Makanan ringan 10.0 82.5 7.5 5.07±7.65 15.0 65.0 20.0 8.20±10.68 0.137tn Mie instan 0.0 90.0 10.0 5.02±7.88 0.0 70.0 30.0 13.40±11.17 0.000**

Ket: ** nyata pada p-value<0.01; tn= tidak nyata

Tempat Pembelian Makanan Kemasan. Tabel 8 menunjukkan tempat pembelian produk makanan kemasan oleh rumah tangga di perkotaan dan perdesaan. Tempat pembelian adalah dimana biasanya rumah tangga membeli produk makanan kemasan. Pada produk susu dan olahannya, sebanyak 65 persen rumah tangga di perkotaan membelinya di supermarket. Pada rumah tangga di

17 perdesaan, sebesar 75 persen rumah tangga membeli di warung yang dekat dengan rumah.

Tabel 8 Sebaran tempat pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (n=40) (%)

Tempat pembelian

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah membeli 5.0 15.0 12.5 15.0 0.0 0.0 Supermarket 65.0 0.0 50.0 0.0 65.0 0.0 Minimarket 12.5 10.0 15.0 5.0 12.5 5,0 Pasar 2.5 2.5 5.0 2.5 5.0 2.5 Warung 15.0 72.5 17.5 77.5 17.5 92.5

Tabel 8 menunjukkan pada produk makanan ringan, separuh (50%) rumah tangga di perkotaan membeli makanan ringan di supermarket, sedangkan lebih dari tiga perempat (77%) rumah tangga di perdesaan membeli produk makanan ringan di warung. Tidak ada (0%) rumah tangga di perdesaan yang membeli produk makanan ringan di supermarket. Pada produk mie instan, tidak ada (0%) rumah tangga di perdesaan yang membelinya di supermarket namun hampir seluruh (92.5%) rumah tangga di perdesaan membeli produk tersebut di warung. Pada rumah tangga di perkotaan, hampir dua pertiga (65%) rumah tangga membeli di supermarket. Pada konsumen di wilayah perdesaan, peran pedagang eceran berperan penting dalam pembelian produk di wilayah perdesaan (Usha 2007).

Waktu Pembelian Produk Makanan Kemasan. Tabel 9 menunjukkan waktu pembelian produk makanan kemasan di perdesaan dan perkotaan. Lebih dari separuh (60%) rumah tangga di perdesaan membeli susu dan olahannya serta makanan ringan pada waktu yang tidak tentu. Pada produk mie instan, sebesar 62.5 persen rumah tangga juga membeli pada waktu yang tidak tentu. Pada rumah tangga di perkotaan, hampir separuh (42.9%) membeli produk susu dan olahannya pada waktu tidak tentu, sebanyak 47.7 persen membeli makanan ringan pada waktu tidak tentu serta separuh (50%) rumah tangga membeli mie instan di waktu yang tidak tentu setiap bulannya.

Tabel 9 Sebaran waktu pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Waktu pembelian

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah membeli 2.4 15.0 9.6 15.0 0.0 0.0 Tidak tentu 42.9 60.0 47.7 60.0 50.0 62.5 Setiap hari 9.5 25.0 7.1 22.5 7.1 32.5 Akhir minggu 9.5 0.0 7.1 2.5 7.1 2.5 Akhir bulan 9.5 0.0 7.1 0.0 7.1 2.5 Awal bulan 26.2 0.0 21.4 0.0 28.7 0.0

Pelaku Pembelian Makanan Kemasan. Pelaku pembelian adalah siapa yang biasanya membeli produk makanan kemasan setiap bulannya. Hasil pada Tabel 10 menunjukkan sebanyak 77.8 persen rumah tangga di perkotaan adalah

18

ibu rumah yang membeli produk susu dan olahannya, sebanyak 68.9% ibu rumah tangga membeli makanan ringan dan sebagian besar (82.5%) ibu rumah tangga yang membeli produk mie instan. Pada rumah tangga di perdesaan, sebagian besar (82.5%) ibu rumah tangga membeli produk susu dan olahannya, sebesar 72.5 persen ibu rumah tangga yang membeli produk makanan ringan dan hampir seluruh (92.5%) ibu rumah tangga yang biasanya membeli mie instan. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) konsumsi makanan dalam keluarga sangat ditentukan ibu rumah tangga yang memainkan peran sebagai gate keeper yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan makanan bagi seluruh keluarga. Tabel 10 Sebaran pelaku pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi

geografis (%)

Pelaku pembelian Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah

membeli

2.2 15.0 11.1 15.0 0.0 0.0 Ibu rumah tangga 77.8 82.5 68.9 72.5 82.2 92.5

Suami 11.1 0.0 11.1 0.0 11.1 5,0

Anak 8.9 2.5 8.9 12.5 6.7 2.5

Kebiasaan Menyimpan Makanan Kemasan. Hasil pada Tabel 11 menunjukkan pada rumah tangga di perkotaan, sebanyak 70 persen rumah tangga membeli produk susu dan olahannya dalam jumlah yang banyak untuk di simpan, sedangkan 65 persen rumah tangga di perdesaan tidak melakukan hal tersebut. Pada produk makanan ringan, sebesar 55 persen rumah tangga di perkotaan membeli makanan ringan untuk disimpan, namun 70 persen rumah tangga di perdesaan tidak melakukan hal tersebut. Sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan tidak membeli mie instan untuk disimpan, namun sebesar 72.5 persen rumah tangga di perkotaan membeli mie instan dalam jumlah yang banyak utuk disimpan.

Tabel 11 Sebaran kebiasaan menyimpan produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Kebiasaan menyimpan

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah membeli 2.5 17.5 10.0 15.0 0.0 0.0 Ya 70.0 10.0 55.0 7.5 72.5 2.5 Tidak 27.5 65.0 35.0 70.0 25.0 85,0 Kadang-kadang 0.0 7.5 0.0 7.5 2.5 7.5

Pertimbangan Merk Makanan Kemasan. Pada Tabel 12 menunjukkan sebagian besar (80%) rumah tangga di perkotaan mempertimbangkan merk dalam pembelian susu dan olahannya, namun sebesar 47.5 persen rumah tangga di perdesaan tidak mempertimbangkan merk dalam pembelian susu dan olahannya. Pada produk makanan ringan, lebih dari separuh (55%) rumah tangga di perkotaan mempertimbangkan merk dan lebih dari separuh (57.5%) rumah tangga di perdesaan tidak mempertimbangkan merknya. Sebagian besar (80%) rumah tangga di perkotaan juga mempertimbangkan merk dalam pembelian mie instan, namun separuh (55%) rumah tangga di perdesaan tidak mempertimbangkan merk

19 pada pembelian mie instan. Jha (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa konsumen di perdesaan cenderung akan menerima semua merk. Oleh karena itu, konsumen di perdesaan tidak mempertimbangkan merk pada produk makanan kemasan.

Tabel 12 Sebaran pertimbangan merk produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Pertimbangan merk

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah membeli 2.5 15.0 10.5 15.0 0.0 0.0 Ya 80.0 37.5 55.0 27.5 80.0 45.0 Tidak 10.0 47.5 22.5 57.5 10.0 55.0 Kadang-kadang 2.5 0.0 12.5 0.0 10.0 0.0

Ketertarikan terhadap Makanan Kemasan. Hasil pada Tabel 13 menunjukkan hampir seluruh (95%) rumah tangga di perkotaan tertarik dengan makanan kemasan dibandingkan dengan makanan non kemasan susu dan olahannya, sebagian besar (82.5%) rumah tangga di perkotaan juga lebih tertarik makanan ringan kemasan dibandingkan non kemasan. Pada rumah tangga di perdesaan, sebanyak 77.5 persen tertarik dengan susu dan olahannya serta produk makanan ringan yang dikemas. Hampir seluruh (92.5%) rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan lebih tertarik dengan mie instan kemasan dibandingkan non kemasan. Usha (2007) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menarik konsumen mengonsumsi makanan instan adalah harga yang terjangkau, kenyamanan, ketersediaan dan disain kemasan yang menarik.

Tabel 13 Sebaran ketertarikan pada produk makanan kemasan dibandingkan non kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Ketertarikan produk makanan kemasan

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah membeli 2.5 15.0 10.0 15.0 0.0 0.0 Ya 95.0 77.5 82.5 77.5 92.5 92.5 Tidak 2.5 7.5 2.5 5.0 2.5 7.5 Kadang-kadang 0.0 0.0 5.0 5.0 5.0 0.0

Pengeluaran untuk Makanan Kemasan. Tabel 14 menunjukkan total pengeluaran rumah tangga untuk membeli makanan kemasan setiap bulannya. Tidak ada rumah tangga di perdesaan dengan total pengeluaran makanan kemasannya berkategori tinggi dan sedang. Pengeluaran makanan kemasan rumah tangga di perdesaan seluruhnya (100%) terkategori rendah. Sebagian besar (80%) rumah tangga di perkotaan juga mengeluarkan biaya dengan kategori rendah untuk membeli makanan kemasan. Hasil uji beda t-test menunjukkan terdapat perbedaan yang nyata (p=0.000) pada pengeluaran untuk makanan kemasan perdesaan dan perkotaan.

20

Tabel 14 Sebaran kategori pengeluaran rumah tangga untuk makanan kemasan (Rp/kap/bulan) berdasarkan lokasi geografis

Kategori pengeluaran makanan kemasan (Rp/kap/bulan) Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) n % n % Rendah (2 250-142 611) 32 80.0 40 100.0 Sedang (142 612–282 972) 5 12.5 0.0 0.0 Tinggi (282 973–423 333) 3 7.5 0.0 0.0 Min-max 7 000-423 333 2250-111 666 Rataan ± SD 112 290±91 915 32 007±23 013 p-value 0.000**

Ket:, ** nyata pada p-value<0.01

Hasil pada Tabel 15 menunjukkan alokasi pengeluaran rumah tangga untuk pembelian per jenis produk makanan kemasan. Pada jenis produk susu dan olahannya, hampir separuh (40%) rumah tangga di perkotaan memiliki pengeluaran lebih dari Rp60 000 per kapita per bulannya, sedangkan sebagian besar (87.5%) rumah tangga di perdesaan mengeluarkan kurang dari Rp15 000 per kapita per bulannya.

Tabel 15 Pengeluaran rumah tangga per jenis makanan kemasan (Rp/kap/bln) berdasarkan lokasi geografis (n=40)

Jumlah pengeluaran

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan

Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan

≤15 000 25.0 87.5 47.5 87.5 77.5 85.0 15 001-30 000 15.0 10.0 22.5 10.0 10.0 7.0 30 001-60 000 20.5 0.0 22.5 2.5 12.5 5.0 > 60 000 40.0 2.5 7.5 0.0 0.0 2.5 Min-max 0-233 333 0-83 333 0-166 666 0-33 333 1 428-60 000 1 500-84 000 Rataan ±SD 66 028±65 811 8 908 ±13 703 26 925±32 176 7 627±6 791 12 802±13 622 12 388±13 963 p-value 0.000** 0.000** 0.896tn

Ket: **nyata pada p-value <0.01; tn tidak nyata

Pada produk makanan ringan, hampir separuh (47.5%) rumah tangga di perkotaan mengeluarkan biaya kurang dari Rp15 000 per kapita perbulannya, sedangkan sebagian besar (87.5%) rumah tangga di perdesaan yang mengeluarkan biaya tersebut. Pada produk mie instan, sebanyak 77.5 persen rumah tangga di perkotaan mengeluarkan biaya kurang dari Rp15 000 per kapita per bulan, sedangkan sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan mengeluarkan biaya tersebut per bulannya (Tabel 15).

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Nilai Konsumen dengan Pengeluaran Makanan Kemasan

Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson (Tabel 16), terlihat ada hubungan yang nyata negatif antara besar keluarga dengan nilai konsumen (r=-0.285;p=010). Selain itu, terdapat pula hubungan nyata positif antara lama pendidikan suami dengan nilai konsumen (r=0.229;p=0.041). Artinya semakin besar keluarga semakin kurang nilai konsumen dan semakin tinggi pendidikan suami semakin tinggi nilai konsumennya.

21 Tabel 16 Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga, nilai konsumen, tipe

konsumen dan pengeluaran makanan kemasan

Peubah Nilai konsumen Tipe konsumen Pengeluaran makanan kemasan Usia suami (th) -0.132tn 0.139 tn -0.154 tn Usia istri (th) -0.080tn 0.162 tn -0.112 tn

Besar keluarga (org) -0.285* 0.108 tn -0.147 tn

Lama pendidikan suami (th) 0.229* 0.272* 0.422**

Lama pendidikan istri (th) 0.155tn 0.383** 0.478**

Pendapatan keluarga (Rp/kap/ bl) 0.231* 0.251* 0.336**

Pengeluaran keluarga (Rp/kap/ bl) 0.110tn 0.244* 0.246*

Nilai konsumen (skor) 1.000 0.168 tn 0.355*

Tipe konsumen (0=konsumen pasif;1=konsumen aktif)

0.168 tn 1.000 0.202 tn

Pengeluaran makanan kemasan (Rp/kap/bl)

0.335* 0.202 tn 1.000

Ket: *nyata pada p-value<0.05 ;** nyata pada p-value<0.01; tn tidak nyata

Hasil uji korelasi Pearson juga menunjukkan bahwa tipe konsumen memiliki hubungan yang nyata positif dengan lama pendidikan suami (r=0.272;p=0.015) dan lama pendidikan istri (r=0.383;p=0.000). Tipe konsumen juga memiliki hubungan nyata positif dengan pendapatan keluarga (r=0.251;p=0.025), dan pengeluaran keluarga (r=0.244;p=0.029). Artinya, semakin tinggi lama pendidikan suami dan istri, serta semakin tinggi pendapatan keluarga, dan pengeluaran keluarganya maka semakin aktif tipe konsumennya (Tabel 16).

Variabel pengeluaran makanan kemasan memiliki hubungan nyata positif dengan lama pendidikan suami (r=0.422;p=0.000), lama pendidikan istri (r=0.478;p=0.000), pendapatan keluarga (r=0.336;p=0.002) dan pengeluaran keluarga (r=0.246;p=0.028). Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan suami dan pendidikan istri, semakin tinggi pendapatan dan pengeluaran keluarga, semakin tinggi juga pengeluaran makanan kemasannya (Tabel 16).

Selain itu, terdapat hubungan nyata positif antara nilai konsumen dengan total pengeluaran untuk makanan kemasan (r=0.335; p=0.002). Hal ini berarti semakin tinggi nilai konsumen, akan semakin besar pengeluaran makanan kemasannya (Tabel 16).

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tipe Konsumen

Tabel 17 menunjukkan hasil uji regresi logistik faktor-faktor yang memengaruhi tipe konsumen. Model ini menghasilkan koefisien determinasi (Nagelkekre R Square) sebesar 0.445, yang berarti 44.5 persen tipe konsumen dapat dijelaskan oleh peubah yang ada dalam model dan 56.5 persen sisanya dijelaskan oleh peubah lainnya. Lama pendidikan responden berpengaruh nyata positif terhadap tipe konsumen. Semakin tinggi pendidikan responden maka peluang responden untuk memiliki tipe konsumen aktif 68.4 kali lebih tinggi. Selain itu, pengeluaran keluarga juga berpengaruh nyata positif terhadap tipe konsumen yang berarti semakin tinggi pengeluaran total keluarga, peluang responden untuk memiliki tipe konsumen aktif satu kali lebih tinggi.

22

Tabel 17 Faktor-faktor yang memengaruhi tipe konsumen

Variabel independen Tipe konsumen (1= konsumen aktif, 0=

konsumen pasif)

Β Sig Exp(B)

Usia responden (th) 0.000 0.990tn 1.000

Besar keluarga (org) 0.250 0.460tn 1.283

Lokasi geografis (1=perkotaan, 0=perdesaan)

-1.658 0.258tn 0.191

Lama pendidikan responden (th) 0.379 0.069* 1.461

Pendapatan keluarga (Rp/kap/ bl) 0.000 0.800tn 1.000

Pengeluaran keluarga (Rp/kap/bl) 0.000 0.089* 1.000

Nilai konsumen (skor) 0.155 0.334 tn 0.000

Nagelkerke R Square 0.445

Sig. 0.000***

Ket: *nyata pada p-value<0.1; *** nyata pada p-value<0.01; tn tidak nyata

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Pembelian Makanan Kemasan

Sebanyak dua variabel yaitu frekuensi pembelian dan pengeluaran untuk makanan kemasan dipilih untuk mewakili perilaku pembelian konsumen. Hasil

Dokumen terkait