• Tidak ada hasil yang ditemukan

Nilai dan Tipe Konsumen Rumah Tangga Kaitannya dengan Perilaku pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Nilai dan Tipe Konsumen Rumah Tangga Kaitannya dengan Perilaku pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor"

Copied!
48
0
0

Teks penuh

(1)

NILAI DAN TIPE KONSUMEN RUMAH TANGGA KAITANNYA

DENGAN PERILAKU PEMBELIAN PRODUK MAKANAN KEMASAN

DI WILAYAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN BOGOR

ANI RUWANI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Nilai dan Tipe Konsumen Rumah Tangga Kaitannya dengan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(4)

ABSTRAK

ANI RUWANI. Nilai dan Tipe Konsumen Rumah Tangga Kaitannya dengan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan MEGAWATI SIMANJUNTAK.

Banyak produsen yang sudah memproduksi produk makanan kemasan karena adanya kemajuan teknologi pengolahan makanan dan pengemasan saat ini. Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh nilai dan tipe konsumen rumah tangga terhadap perilaku pembelian makanan kemasan di perkotaan dan perdesaan Bogor. Disain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study. Contoh penelitian ini adalah sebanyak 80 rumah tangga lengkap yang mengonsumsi makanan kemasan yang dipilih secara random sampling di wilayah perdesaan dan perkotaan Bogor. Hasil penelitian menunjukkan nilai, tipe dan perilaku pembelian rumah tangga di perkotaan lebih baik daripada rumah tangga di perdesaan. Selain itu, terdapat hubungan antara nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku pembelian makanan kemasan. Faktor yang memengaruhi tipe konsumen adalah pendidikan ibu rumah tangga dan pengeluaran keluarga. Faktor yang memengaruhi perilaku pembelian makanan kemasan diantaranya usia, lama pendidikan ibu rumah tangga, besar keluarga serta pendapatan keluarga.

Kata kunci: makanan kemasan, nilai, perilaku pembelian, tipe

ABSTRACT

ANI RUWANI. Consumer Values and Type of Households; Their Relation on

Purchasing Behavior of Food Packaging Products in Bogors’ Rural and Urban

Area. Supervised by RETNANINGSIH and MEGAWATI SIMANJUNTAK.

Many producers have produced packaging food products because technological advances of food and packaging. The purpose of this study was to analize the effect of values and type of households on food packaging products

purchase behavior in Bogors’ rural and urban area. The design of study was cross sectional. The sample of this study was 80 households who consume food packaging product with complete family and choosen by simple random sampling

in Bogors’ rural and urban area. The result of this study showed that households’ values, type and purchasing behavior on food packaging product in urban area were better than in rural area. Moreover, there was a relationship between values and type of consumer with purchasing behavior of food packaging products. Factor which effect type of consumer were housewife education and family expenditure. Factors which effect consumer behavior were age, housewife education, size of families, and families income.

(5)

RINGKASAN

ANI RUWANI. Nilai dan Tipe Konsumen Rumah Tangga Kaitannya dengan Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor. Dibimbing oleh RETNANINGSIH dan MEGAWATI SIMANJUNTAK.

Pada saat ini, dengan kemajuan teknologi pengolahan makanan dan pengemasan, banyak produsen yang sudah memproduksi produk makanan dengan cara dikemas atau biasa disebut dengan produk makanan kemasan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, makanan dan minuman kemasan adalah makan dan minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumahtangga. Beberapa contoh produk makanan kemasan diantaranya adalah mie instan, produk susu dan olahannya, makanan ringan, makanan bayi ataupun makanan kaleng. Ibu rumah tangga merupakan salah satu anggota keluarga yang memiliki peran sebagai pengambil keputusan dan melakukan pembelian khususnya pada produk makanan kemasan. Nilai sangat erat kaitannya pada tingkah laku konsumen. Nilai memberikan arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan oleh setiap individu itu sendiri. Nilai adalah sasaran hidup yang luas dari masyarakat. Konsumen juga dapat digolongkan dalam beberapa tipe yang menjadi ciri khas setiap individu. Penggolongan tipe konsumen ini dapat berupa konsumen aktif dan konsumen pasif dalam pencarian nformasi mengenai produk dan haknya sebagai konsumen.

Penelitian ini bertujuan untuk: (1)Mengidentifikasi nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan oleh rumah tangga di perdesaan dan perkotaan; (2)Menganalisis perbedaan nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan oleh rumah tangga di perdesaan dan perkotaan; (3)Menganalisis hubungan nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan oleh rumah tangga di perdesaan dan perkotaan; dan (4) Menganalisis pengaruh nilai konsumen dan tipe konsumen rumah tangga terhadap perilaku pembelian produk makanan kemasan di perdesaan dan perkotaan.

(6)

random sampling. Contoh penelitian meliputi rumah tangga di perkotaan dan perdesaan Bogor dengan responden masing-masing 40 ibu rumah tangga dari 40 rumah tangga lengkap. Dengan demikian, total contoh dari kedua wilayah adalah 80 keluarga.

Rumah tangga di perkotaan dan perdesaan memiliki perbedaan nilai konsumen. Nilai rumah tangga di perkotaan lebih baik daripada di perdesaan. Rumah tangga di perkotaan memiliki keamanan pangan yang lebih baik dibandingkan dengan rumah tangga di perdesaan.

Pada hal Tipe konsumen, ibu rumah tangga di perkotaan lebih aktif dibandingkan tipe konsumen di perdesaan. Ibu rumah tangga di perkotaan senantiasa mencari informasi terkait produk makanan kemasan yang akan dibeli. Selain itu, ibu rumah tangga di perkotaan juga akan mencari informasi mengenai hak-hak dan kewajiban sebagai konsumen. Jenis makanan kemasan yang dibeli oleh rumah tangga sebagian besar adalah produk susu dan olahannya, makanan ringan dan mie instan. Rumah tangga di perkotaan lebih banyak membeli makanan kemasan di supermarket sedangkan rumah tangga di perdesaan membeli di warung terdekat. Pengeluaran untuk makanan kemasan di perkotaan juga lebih tinggi dibandingkan dengan pengeluaran makanan kemasan di perdesaan.

Nilai memiliki hubungan positif dengan lama pendidikan suami. Semakin tinggi lama pendidikan suami, maka semakin tinggi nilai konsumen, sedangkan semakin besar keluarga semakin rendah nilai konsumennya. Tipe konsumen memiliki hubungan dengan lama pendidikan istri dan suami, pendapatan serta pengeluaran keluarga. Semakin tinggi pendidikan suami istri, semakin besar pendapatan dan pengeluaran keluarganya, semakin aktif tipe konsumennya. Nilai konsumen juga memiliki hubungan dengan pengeluaran makanan kemasan. Faktor-faktor yang memengaruhi tipe konsumen adalah lama pendidikan responden dan pengeluaran keluarga. Faktor-faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian makanan kemasan adalah usia, lama pendidikan, besar keluarga serta pendapatan keluarga.

Oleh karena itu, penelitian ini dapat menjadi pertimbangan pemerintah dan instansi terkait seperti BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) untuk melakukan penyuluhan kepada konsumen pasif khususnya di perdesaan agar lebih aktif lagi. sSelain itu, perlu adanya penelitian yang lebih banyak lagi mengenai tipe konsumen dan nilai konsumen di Indonesia.

(7)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen

NILAI DAN TIPE KONSUMEN RUMAH TANGGA KAITANNYA

DENGAN PERILAKU PEMBELIAN PRODUK MAKANAN

KEMASAN DI WILAYAH PERKOTAAN DAN PERDESAAN BOGOR

ANI RUWANI

DEPARTEMEN ILMU KELUARGA DAN KONSUMEN FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)

Judul Skripsi : Nilai dan Tipe Konsumen Rumah Tangga Kaitannya dengan Perilaku pembelian Produk Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor

Nama : Ani Ruwani NIM : I24090008

Disetujui oleh

Ir Retnaningsih, MSi Pembimbing I

Megawati Simanjuntak, SP, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Hartoyo, MSc Ketua Departemen

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini adalah Nilai dan Tipe Konsumen Rumah Tangga Kaitannya dengan Perilaku Pembelian Makanan Kemasan di Wilayah Perkotaan dan Perdesaan Bogor. Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Ir Retnaningsih, MSi selaku pembimbing I dan Megawati Simanjuntak, SP, MSi selaku pembimbing II yang telah memberikan saran dan arahan dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

2. Irni Rahmayani Johan, SP, MM selaku pembimbing akademik, Dr Ir Istiqlaliyah Muflikhati, MSi selaku dosen penguji I, Dr Ir Diah Krisnatuti, MS selaku dosen penguji II dan seluruh dosen Departemen Ilmu Keluarga dan Konsumen yang telah memberikan ilmunya.

3. Kedua orang tua yaitu Bapak Maulana Iskandar dan Ibu Sri Sumartini, Adik Afifah Iskandar dan seluruh keluarga atas segala doa, dukungan dan kasih sayangnya yang selalu diberikan.

4. Teman-teman Ahmet Erkaraman, Fulan Sri Utami, Dewi Intan, Ahmad Rivano, Sri Sulastri, Novy Tri, Ayulia, Rizky Amelia, Dinni Jufita, Winda Alamsari, Prapti dan teman-teman IKK 46 yang memberikan semangat, dukungan dan seluruh bantuannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

5. Pihak-pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu namanya yang telah membantu dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Demikian ucapan terimakasih ini. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 3

Manfaat Penelitian 4

KERANGKA PEMIKIRAN 4

METODE PENELITIAN 6

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian 6

Teknik Penarikan Contoh 6

Jenis dan Cara Pengumpulan Data 7

Pengolahan dan Analisis Data 9

Definisi Operasional 10

HASIL DAN PEMBAHASAN 12

Hasil 12

Pembahasan 24

SIMPULAN DAN SARAN 26

Simpulan 26

Saran 27

DAFTAR PUSTAKA 27

LAMPIRAN 30

(13)

DAFTAR TABEL

1 Variabel, skala data dan kategori 8

2 Rataan dan uji beda karakteristik keluarga 13

3 Sebaran kategori nilai konsumen dan uji beda berdasarkan lokasi

geografis (%) 13

4 Sebaran tipe konsumen berdasarkan lokasi geografis (%) 14 5 Sebaran tipe konsumen berdasarkan karakteristik dan lokasi geografis

(%) 15

6 Sebaran jenis makanan kemasan yang dikonsumsi oleh rumah tangga

berdasarkan lokasi geografis (%) 15

7 Sebaran frekuensi pembelian makanan kemasan per bulan (%) 16 8 Sebaran tempat pembelian produk susu dan olahannya berdasarkan

lokasi geografis (%) 16

9 Sebaran waktu pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi

geografis (%) 17

10 Sebaran pelaku pembelian produk makanan kemasan berdasarkan

lokasi geografis (%) 18

11 Sebaran kebiasaan menyimpan produk makanan kemasan berdasarkan

lokasi geografis (%) 18

12 Sebaran pertimbangan merk produk makanan kemasan berdasarkan

lokasi geografis (%) 19

13 Sebaran ketertarikan pada produk makanan kemasan dibandingkan non

kemasan berdasarkan lokasi geografis (%) 19

14 Sebaran kategori pengeluaran total pembelian makanan kemasan rumah tangga (Rp/kap/bulan) berdasarkan lokasi geografis (%) 20 15 Pengeluaran rumah tangga per jenis makanan kemasan (Rp/kap/bln)

berdasarkan lokasi geografis (n=40) 20

16 Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga, nilai konsumen, tipe

konsumen dan pengeluaran makanan kemasan 21

17 Faktor-faktor yang memengaruhi tipe konsumen 22

18 Faktor-faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian makanan

kemasan 22

19 Faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran untuk makanan kemasan 23

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran tentang nilai dan tipe konsumen kaitannya dengan

perilaku pembelian makanan kemasan 5

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

1 Tabulasi item pertanyaan nilai konsumen 31

(15)
(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Manusia memiliki beberapa kebutuhan yang harus dipenuhi dalam hidupnya. Salah satu kebutuhan yang mendasar bagi manusia adalah kebutuhan fisiologis seperti makan dan minum. Terpenuhinya kebutuhan tertentu (terutama kebutuhan fisiologis) akan membuat konsekuensi pada diri individu untuk berusaha memenuhi kebutuhan lain yang lebih tinggi tingkatnya. Kebutuhan fisiologis ini berada paling dasar dibawah kebutuhan lain (Goble 2010). Individu berusaha untuk dapat memenuhi kebutuhan fisiologisnya terutama makan daripada kebutuhan lainnya. Kebutuhan akan makan tersebut dapat dipenuhi konsumen dengan adanya produk makanan.

Pada saat ini, dengan kemajuan teknologi pengolahan makanan dan pengemasan, banyak produsen yang sudah memproduksi produk makanan dengan cara dikemas atau biasa disebut dengan produk makanan kemasan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, makanan dan minuman kemasan adalah makan dan minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumahtangga. Saat ini, sekitar 70 persen produk kemasan digunakan oleh industri makanan dan minuman. Dari jumlah itu, 53 persen di antaranya adalah kemasan plastik, baik kemasan fleksibel maupun kaku.

Selain itu, pada tahun 2012 industri kemasan di Indonesia tumbuh sekitar 10 persen dibanding tahun sebelumnya. Hal ini seiring dengan pertumbuhan industri makanan dan minuman kemasan (Tempo 2012). Beberapa contoh produk makanan kemasan diantaranya adalah mie instan, produk susu dan olahannya, makanan ringan, makanan bayi ataupun makanan kaleng.

Saat ini, banyak konsumen lebih memilih makanan kemasan karena dianggap lebih praktis dan mudah didapatkan. Misalnya saja untuk jumlah konsumsi mie instan, masyarakat Indonesia tercatat mengonsumsi mie instan sebanyak 75 bungkus per kepala per tahunnya (Antarajatim 2012). Dengan adanya produk makanan kemasan ini, konsumen merasa lebih mudah dan praktis untuk membeli dan menyimpannya.

(17)

2

merupakan salah satu anggota keluarga yang memiliki peran sebagai pengambil keputusan dan melakukan pembelian khususnya pada produk makanan kemasan.

Nilai sangat erat kaitannya pada tingkah laku konsumen. Nilai memberikan arah pada sikap, keyakinan dan tingkah laku, serta memberi pedoman untuk memilih tingkah laku yang diinginkan oleh setiap individu itu sendiri. Nilai adalah sasaran hidup yang luas dari masyarakat. Nilai juga melibatkan afeksi sehubungan dengan kebutuhan atau tujuan tersebut (pernyataan dan emosi yang menyertai keberhasilan) (Peter & Olson 1999). Tetapi, manusia tidak lahir dengan nilai yang tetap, nilai akan terbentuk dalam proses sosialisasi, dan transmisi melalui edukasi atau penurunan dari pengalaman generasi sebelumnya, grup sosial, atau dari individu ke individu. Peran utama dalam proses ini adalah adanya sosialisasi dari keluarga, institusi pendidikan dan agama, media massa, dan pemerintah (Kaze 2010). Seorang ibu rumah tangga sebagai konsumen akan memiliki nilai yang terbentuk dari proses-proses tersebut. Oleh karena itu, nilai yang terbentuk akan menjadi pedoman dalam tingkah laku pembelian produk makanan kemasan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nilai memiliki hubungan yang erat dengan teori adaptasi sosial serta sebagai salah satu faktor yang dapat memprediksi perilaku konsumen dan kegiatan yang terkait dengan konsumen (Homer & Kahle 1998).

Konsumen juga dapat digolongkan dalam beberapa tipe yang menjadi ciri khas setiap individu. Penggolongan tipe konsumen ini dapat berupa konsumen aktif dan konsumen pasif dalam pencarian nformasi mengenai produk dan haknya sebagai konsumen. Nilai dan tipe konsumen ini akan menjadi ciri khas yang membedakan setiap individu dalam perilaku pembelian makanan kemasan di perdesaan dan perkotaan. Perilaku pembelian adalah keputusan konsumen mengenai apa yang dibeli, membeli atau tidak, kapan melakukan pembelian, dan cara pembayaran. Perilaku pembelian adalah tindakan yang dilakukan dalam pembelian barang dan jasa, seperti tempat pembelian, waktu terakhir pembelian, jumlah barang dalam pembelian, frekuensi pembelian, dan alokasi uang yang dikeluarkan (Sumarwan 2004).

Penelitian sebelumnya mengenai nilai konsumen adalah penelitian oleh Kim et al. (2002) yang menemukan bahwa nilai self directed (self respect, being well respect, kebahagiaan) pada responden di China berhubungan dengan kebutuhan eksperimental (kebaruan, perubahan, trendi). Hal ini dapat membuat konsumen lebih banyak menghabiskan uang untuk berbelanja. Dalam hal tipe konsumen, penelitian Roos dan Gufftafson (2011) menemukan bahwa tipe konsumen pasif lebih cepat merespon terhadap sesuatu. hal ini membuat mereka memiliki ketidakstabilan terhadap suatu merek. Saat ini belum banyak penelitian dalam hal tersebut yang dilakukan di Indonesia, sehingga penelitian ini penting untuk dilakukan.

Perumusan Masalah

(18)

3 dalam hal konsumsi rumah tangga per kapita. Data menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi per kapita di kabupaten Bogor adalah Rp319 237 per bulan, sedangkan di Kota Bogor adalah Rp328 775 per bulan.

Saat ini untuk memenuhi kebutuhan makanan tersebut, banyak dijumpai produk makanan yang dikemas sehingga memudahkan konsumen untuk membeli, menyimpan dan menggunakannya. Kemasan tersebut dapat berfungsi sebagai pelindung makanan, identitas produk serta efisiensi. Produk makanan kemasan sudah beredar di Indonesia baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Berdasarkan data dari Badan Pengawas Obat dan Makanan, produk makanan kemasan yang sudah terdaftar dan beredar di Indonesia sebanyak 59 837 produk (BPOM 2012). Hal ini memberikan gambaran bahwa produk makanan kemasan di Indonesia telah banyak beredar sehingga memberikan kemudahan pada konsumen dalam melakukan pemilihan dan pembelian produk tersebut. Namun, tidak semua makanan kemasan baik untuk dikonsumsi, data periode Juli- 8 Agustus 2012, BPOM telah memeriksa 2.220 sarana distribusi pangan. Hasilnya, ditemukan 33.149 makanan kemasan ilegal, kadaluwarsa, dan rusak (Rakyat Merdeka 2012).

Nilai yang terdapat dalam diri seseorang akan memengaruhi sikap konsumen dan kemudian memengaruhi dalam melakukan pembelian (Sumarwan 2004). Homer dan Kahle (1998) mengemukakan bahwa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya mengenai nilai, menyebutkan adanya hubungan antara nilai, sikap dan perilaku, yang menunjukkan bahwa setiap individu memiliki perbedaan nilai yang berhubungan nyata dengan perbedaan sikap dan perilaku dalam pembelian mobil, berlangganan media massa, rokok dan sebagainya. Dengan adanya perbedaan nilai yang dianut oleh masing-masing individu akan menjadikan perilaku setiap konsumen berbeda-beda. Oleh karena itu, perbedaan nilai pada masing-masing individu dapat menyebabkan perbedaan pembelian produk makanan kemasan.

Salah satu konsumen produk makanan kemasan adalah keluarga. Setiap anggota keluarga memegang berbagai peran yang mencakup penjaga pintu, pemberi pengaruh, pengambil keputusan, pembeli dan pemakai (Engel, Blackwell & Miniard 1994). Dalam hal ini, ibu rumah tangga secara umum akan bertanggung jawab dalam hal menentukan konsumsi pangan anggota keluarganya. Konsumsi pangan dalam suatu keluarga dapat ditentukan oleh apa yang dibeli ibu rumah tangga dalam pemenuhan kebutuhan pangan keluarga.

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum:

Menganalisis nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan oleh rumah tangga di perdesaan dan perkotaan.

Tujuan Khusus:

1. Mengidentifikasi nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan oleh rumah tangga di perdesaan dan perkotaan. 2. Menganalisis perbedaan nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku

(19)

4

3. Menganalisis hubungan nilai konsumen, tipe konsumen dan perilaku pembelian produk makanan kemasan oleh rumah tangga di perdesaan dan perkotaan.

4. Menganalisis pengaruh nilai konsumen dan tipe konsumen rumah tangga terhadap perilaku pembelian produk makanan kemasan di perdesaan dan perkotaan.

Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan, informasi, dan masukan bagi institusi dan mahasiswa, serta bagi penelitian selanjutnya. Bagi masyarakat untuk memberikan informasi mengenai nilai konsumen yang diyakini dan tipe konsumen pada rumah tangga di perdesaan dan perkotaan. Bagi pemerintah untuk mengadakan program-program pendidikan konsumen kepada keluarga khususnya kepada ibu rumah tangga berdasarkan nilai konsumen yang dianut serta penggolongan tipe konsumen di perdesaan dan perkotaan.

KERANGKA PEMIKIRAN

Makanan merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia. Banyak produsen makanan saat ini mengemas produknya dengan kemasan agar lebih praktis, mudah disimpan dan dijual. Produk makanan kemasan di Indonesia baik produk dalam dan luar negeri sudah banyak beredar di pasaran. Saat ini, banyak konsumen yang telah mengonsumsi produk makanan kemasan untuk memenuhi kebutuhannya khususnya konsumen keluarga.

(20)

5 Selanjutnya selain beberapa karakteristik tersebut, nilai konsumen dan tipe konsumen juga dapat terbentuk karena adanya karakteristik lingkungan yaitu lokasi geografis, media massa dan kelompok sosial. Media massa, baik media elektronik ataupun media cetak dapat memberikan informasi-informasi bagi konsumen mengenai makanan kemasan. Begitu pula dengan kelompok sosial yang menjadi tempat interaksi dan pertukaran informasi yang akan diyakini oleh rumah tangga. Beberapa faktor ini akan memengaruhi nilai dan tipe rumah tangga terhadap makanan kemasan. Namun, media massa dan kelompok sosial tidak diteliti dalam penelitian ini.

Nilai dan tipe konsumen yang terbentuk akan memengaruhi perilaku pembelian rumah tangga terhadap produk makanan kemasan. Selain itu, nilai konsumen juga dapat memengaruhi tipe konsumen yang akan terbentuk. Nilai konsumen dan tipe konsumen akan memengaruhi perilaku pembelian makanan kemasan. Kerangka pemikiran penelitian tersaji pada Gambar 1.

Variabel diteliti Variabel tidak diteliti

Gambar 1 Kerangka pemikiran tentang nilai dan tipe konsumen kaitannya dengan perilaku pembelian produk makanan kemasan

Karakteristik lingkungan

Lokasi geografis

Perdesaan

Perkotaan

Karakteristik keluarga

 Besar keluarga

 Usia suami

 Pendidikan suami

 Pendapatan keluarga

 Pengeluaran keluarga

Karakteristik responden

Pendidikan

Usia

Media massa Kelompok sosial

Nilai Konsumen

Perilaku Pembelian Produk Makanan Kemasan

(21)

6

METODE PENELITIAN

Disain, Lokasi, dan Waktu Penelitian

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian “payung” dengan judul

“Model Pemberdayaan Konsumen Sebagai Upaya Mengubah Perilaku Konsumen dalam Mengkonsumsi Makanan Kemasan”. Disain penelitian yang digunakan adalah Cross-Sectional Study yaitu penelitian yang dilakukan dalam satu waktu tertentu. Penelitian ini melibatkan keluarga pengguna produk makanan kemasan. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive yaitu di Kota dan Kabupaten Bogor karena keterbatasan dana, tenaga dan waktu penelitian. Selain itu, Kabupaten dan Kota Bogor dipilih mewakili lokasi geografis perdesaan dan perkotaan yang terbanyak penduduknya di Provinsi Jawa Barat. Selanjutnya, pemilihan kecamatan dilakukan secara random sampling. Pemilihan lokasi penelitian secara random sampling, yaitu Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur sebagai perwakilan wilayah perkotaan di Bogor dan Desa Cibatok 1, Kecamatan Cibungbulang sebagai perwakilan wilayah perdesaan di Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Febuari hingga Juni 2013. Kegiatan penelitian mencakup survei awal, uji coba instrumen, pengumpulan data, pengolahan dan analisis data, hingga penyusunan hasil penelitian.

Teknik Penarikan Contoh

(22)

7

.

Gambar 2 Bagan cara penarikan contoh

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari wawancara dan pengisian kuesioner. Sebelum melakukan wawancara, responden diberikan showcard yang berisi gambar beberapa contoh makanan kemasan dan penjelasan singkat mengenai makanan kemasan. Data sekunder yaitu data keluarga yang diperoleh dari kelurahan, RT dan RW setempat. Kuesioner berisi karakteristik responden dan keluarganya yang terdiri dari nama, usia, besar keluarga, lama pendidikan, lokasi geografis, pendapatan total keluarga dan pengeluaran total keluarga. Selain itu, kuesioner berisi instrumen mengenai nilai konsumen, tipe konsumen serta perilaku pembelian konsumen terhadap produk makanan kemasan dalam sebulan terakhir.

Pengukuran nilai konsumen diukur dengan alat ukur List of Value (LOV). List of Value (LOV) adalah alat ukur yang biasa digunakan oleh peneliti dalam nilai karena kemudahan pengelolaan dan reliabilitas yang tinggi. LOV juga dianggap dapat terorganisir dengan baik, dapat menilai variabel dengan variasi yang sedikit, lebih terpusat dan berhubungan lebih dekat pada stimulus daripada pengukuran demografi dan psikografi (Homer & Kahle 1998). LOV mendefinisikan konsumen dengan tiga dimensinya yang memfokuskan pada dimensi nilai internal, nilai eksternal, dan nilai interpersonal/antarpribadi secara baik. Menurut hasil penelitian Humayun dan Hasnu (2009), menemukan bahwa

RW 2 Desa Cibatok 1 Kabupaten Bogor

Kecamatan Cibungbulang Kota Bogor

Kecamatan Bogor Timur

Kelurahan Katulampa

RW 10

RT 3 RT 2

n=40

random

random

random

random

random purposive

Provinsi Jawa Barat

(23)

8

nilai personal dan apersonal memiliki peran yang paling penting dalam pembelian produk susu. Pada penelitian ini, instrumen pengukuran nilai yang digunakan adalah instrumen List of Value (LOV) yang dimodifikasi dan terdiri dari dimensi pemenuhan diri dan rasa aman dengan skala likert yang dikategorikan sebagai STS= Sangat Tidak Setuju, TS= Tidak setuju, S=Setuju dan SS=Sangat setuju berjumlah 13 item pertanyaan.

Pengukuran tipe konsumen dimodifikasi dari empat tipe pemberdayaan konsumen oleh McGregor yaitu tipe informasi, perlindungan dan advokasi konsumen, tipe kritik individual untuk kepentingan diri sendiri, tipe pendekatan kritis untuk kepentingan diri sendiri, dan tipe pendekatan pemberdayaan untuk kepentingan mutual (McGregor 2010). Kuesioner tipe konsumen terdiri dari 11 item pertanyaan dengan menggunakan skala likert yang dikategorikan sebagai STS= Sangat Tidak Setuju, TS= Tidak setuju, S=Setuju dan SS=Sangat Setuju. Pada pengukuran perilaku pembelian konsumen, dilakukan dengan teknik self report pada pembelian makanan kemasan selama sebulan terakhir. Variabel yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Variabel, skala data dan kategori

Variabel Skala Data Kategori

A. Karakteristik Keluarga

1.Usia suami/ istri Rasio Berdasarkan sebaran data 1: <40 tahun

2: ≥40 tahun

2.Besar keluarga Rasio Berdasarkan (BKKBN 1996) 1: kecil (≤4 orang)

2: sedang (5-6 orang) 3: besar (≥ 7 orang)

3.Lama Pendidikan Rasio Berdasarkan wajib belajar 9 tahun 1: <9 tahun

2: ≥ 9 tahun

4.Pendapatan keluarga (Rp/kap/bl) Rasio Jumlah pendapatan keluarga (Rp/kap/bl)

5.Pengeluaran keluarga (Rp/kap/bl) Rasio Jumlah pengeluaran keluarga (Rp/kap/bl)

B. Nilai konsumen Interval Berdasarkan sebaran data 1: Baik (skor>80%) 2: Sedang (skor 60%-80%) 3: Kurang (skor <60%) C. Tipe konsumen Ordinal Berdasarkan Hirarchial Cluster

1: Konsumen pasif 2: Konsumen aktif D.Lokasi geografis Nominal 1: perkotaan

2: perdesaan E. Perilaku Pembelian

1.Jenis makanan kemasan yang dibeli Nominal 1: Produk susu dan olahannya 2 :Makanan ringan

3: Makanan kaleng 4: Makanan bayi 5: Mie instan 2.Pengeluaran makanan kemasan

(Rp/kap/bl)

(24)

9 Lanjutan Tabel 1

3: Tinggi (Rp879 668–Rp1 315 000)

3.Pengeluaran per jenis makanan kemasan (Rp/kap/bl)

Rasio 1: ≤ Rp15 000

2: Rp15 001-Rp30 000 3: Rp30 0001-Rp60 000 4: >Rp60 000

4.Frekuensi pembelian Rasio 0: Tidak pernah 1: 1-15 kali sebulan 2: 16-30 kali sebulan 5.Tempat pembelian makanan kemasan Nominal 0: Tidak pernah membeli

1: Supermarket 2: Minimarket 3: Pasar 4: Warung

6.Waktu pembelian makanan kemasan Nominal 0: Tidak pernah membeli 1: Tidak tentu

2: Setiap hari 3: Akhir minggu 4: Akhir bulan 5: Awal bulan

7.Pelaku pembelian makanan kemasan Nominal 0: Tidak pernah membeli 1: Ibu rumah tangga 2: Suami

3: Anak 8.Perencanaan pembelian makanan

kemasan

Nominal 0: Tidak pernah membeli 1: Ya

2: Tidak

3: Kadang-kadang 9.Kebiasaan menyimpan makanan

kemasan

Nominal 0: Tidak pernah membeli 1: Ya

2: Tidak

3: Kadang-kadang 10.Pertimbangan merk makanan kemasan Nominal 0: Tidak pernah membeli

1: Ya 2: Tidak

3: Kadang-kadang 11.Ketertarikan makanan kemasan

dibanding makanan non kemasan

Nominal 0: Tidak pernah membeli 1: Ya

2: Tidak

3: Kadang-kadang

Instrumen yang digunakan untuk mengukur variabel dalam penelitian ini telah diuji reliabilitas dan validitasnya. Pengujian instrumen dilakukan di Kelurahan Tegal Gundil, Kecamatan Bantar Jati, Bogor. Jumlah responden untuk menguji instrumen adalah sebanyak 30 orang. Reliabilitas variabel nilai konsumen memiliki nilai cronbach alpha sebesar 0.608, sedangkan pada variabel tipe konsumen memiliki nilai cronbach apha sebesar 0.706.

Pengolahan dan Analisis Data

(25)

10

uji beda Independent sample t-test, uji korelasi Pearson, uji Hirarchial Cluster, uji regresi logistik dan uji regresi linier berganda.

Analisis deskriptif yang digunakan meliputi frekuensi distribusi, ukuran sebaran, dan tabulasi silang. Analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan karakteristik responden, karakteristik keluarga dan perilaku pembelian konsumen. Perbedaan nilai konsumen dan perilaku pembelian di perdesaan dan perkotaan digunakan uji beda Independent sample t-test. Untuk menganalisis hubungan antarvariabel yang diteliti dilakukan uji korelasi Pearson.

Hasil penjumlahan variabel nilai konsumen dilakukan transformasi skor komposit dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Pengategorian variabel nilai konsumen, frekuensi pembelian dan pengeluaran per kapita pembelian makanan kemasan menggunakan interval kelas (Slamet 1993).

Pada variabel tipe konsumen, digunakan uji Hirachial Cluster untuk mengelompokkan ke dalam beberapa tipe yaitu tipe konsumen aktif dan konsumen pasif. Tujuan utama analisis cluster adalah mengekelompokkan obyek (elemen) seperti orang, produk (barang), toko, perusahaan ke dalam kelompok-kelompok yang relatif homogen berdasarkan pada suatu set variabel yang dipertimbangkan untuk diteliti (Sutanto 2009). Uji regresi linier berganda dilakukan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi perilaku pembelian produk makanan kemasan. Uji regresi logistik digunakan untuk melihat faktor-faktor yang memengaruhi tipe konsumen.

Definisi Operasional

Rumah tangga adalah keluarga inti yang terdiri dari suami, istri dan anak yang membeli dan mengonsumsi makanan kemasan selama tiga bulan terakhir.

Usia istri adalah lama hidupistri yang dinyatakan dalam tahun.

Usia suami adalah lama hidup suami yang dinyatakan dalam tahun.

Lama pendidikan istri adalah lama pendidikan yang telah ditempuh oleh istri

Lama pendidikan suami adalah lama pendidikan yang telah ditempuh oleh suami

Pendapatan keluarga adalah pendapatan dari seluruh anggota keluarga termaksut suami istri dan pemasukan dari sumber-sumber usaha per kapita per bulannya.

Pengeluaran keluarga adalah pengeluaran total keluarga untuk makanan dan bukan makanan per kapita per bulannya.

(26)

11

Makanan kemasan adalah produk makanan hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumahtangga yang mencantumkan nama dagang, nomor registrasi, kode produksi, pihak yang memproduksi, tanggal kadaluarsa, kandungan gizi dan keterangan halal.

Lokasi geografis adalah lokasi dimana rumah tangga bertempat tinggal yang mencakup perdesaan dan perkotaan.

Nilai konsumen adalah hal yang diyakini konsumen dalam hal pemenuhan diri dan rasa aman terkait makanan kemasan.

Tipe konsumen adalah jenis penggolongan konsumen berdasarkan pencarian informasi terkait produk yang akan dibeli dan hak-hak sebagai konsumen.

Perilaku pembelian makanan kemasan adalah bagaimana contoh membeli makanan kemasan per bulannya yang terdiri dari jenis makanan kemasan yang dibeli, frekuensi pembelian, waktu pembelian, pelaku pembelian, kebiasaan menyimpan, perencanaan pembelian, pertimbangan merk, ketertarikan pada makanan kemasan dan penegluaran untuk makanan kemasan.

Frekuensi pembelian adalah seberapa sering contoh melakukan pembelian makanan kemasan dalam satu bulan.

Tempat pembelian makanan kemasan adalah tempat dimana rumah tangga biasanya membeli makanan kemasan.

Pengeluaran untuk makanan kemasan adalah banyaknya uang yang

dikeluarkan per satu orang dalam keluarga contoh selama satu bulan untuk membeli produk makanan kemasan.

Pengeluaran per jenis makanan kemasan adalah banyaknya uang yang dikeluarkan per satu orang dalam keluarga untuk membeli satu jenis makanan kemasan susu dan olahannya, makanan ringan atau mie instan setiap bulannya.

Waktu pembelian adalah kapan biasanya contoh melakukan pembelian makanan kemasan.

Pelaku pembelian adalah siapa yang biasanya membeli makanan kemasan.

Kebiasaan menyimpan makanan kemasan adalah kebiasaan contoh membeli makanan kemasan dalam jumlah yang banyak untuk disimpan.

Pertimbangan merk makanan kemasan adalah pertimbangan contoh pada beberapa merk yang tersedia saat melakukan pembelian makanan kemasan.

(27)

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Gambaran Umum Produk Makanan Kemasan

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 23 tahun 1992

tentang kesehatan, “makanan dan minuman kemasan adalah makanan dan

minuman hasil produksi perusahaan yang tergolong industri berskala besar dan

tidak termasuk industri berskala kecil dan industri rumah tangga.” Beberapa contoh produk makanan kemasan diantaranya adalah produk susu dan olahannya, makanan ringan, makanan kaleng, makanan bayi dan mie instan.

Pada label kemasan, khususnya pada makanan dan minuman, sekurang-kurangnya mencantumkan nama produk yang ditulis dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris, daftar bahan yang digunakan secara lengkap, berat bersih atau isi bersih, nama atau pihak yang memproduksi atau nama dan alamat pabrik pembuat/ pengepak/ importir, keterangan halal, tanggal, bulan dan tahun kadaluarsa, nomor pendaftaran, kode produksi, petunjuk penyimpanan dan nilai gizi (Undang-Undang RI No, 7 tahun 1996 tentang Pangan). Contoh produk makanan kemasan yang beredar di Indonesia diantaranya adalah Dancow, Oreo, Indomie atau Milna.

Karakteristik Responden dan Keluarga

Berdasarkan karakteristik keluarga responden, rata-rata besar keluarga

responden di perkotaan maupun di perdesaan tergolong kategori kecil (≤4 orang)

(28)

13

Tabel 2 Rataan dan uji beda karakteristik keluarga

Peubah Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40) p-value

Besar keluarga (org) 4.10±1.26 4.05±1.28 0.861tn

Usia suami (th) 46.38±10.28 43.33±13.08 0.250tn

Usia istri (th) 42.28±11.10 38.55±11.77 0.149tn

Lama pendidikan suami (th) 14.40±3.14 7.50±2.80 0.000**

Lama pendidikan istri (th) 12.23±2.98 6.50±1.90 0.000**

Pendapatan keluarga (Rp/kap/bl)

1.11E6±5.91E5 376 761±3.33E5 0.000**

Pengeluaran keluarga (Rp/kap/ bl)

681 299±4.16E5 301 458±2.02E5 0.000**

Ket:** nyata pada p-value<0.01; tn= tidak nyata

Nilai Konsumen

Nilai merupakan kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat (Sumarwan 2004). Pada penelitian ini, nilai dibagi dalam dua dimensi yaitu pemenuhan diri dan rasa aman. Pada dimensi pemenuhan diri, sebesar 62.5 persen rumah tangga di perkotaan pada kategori sedang dan sebesar 52.5 persen rumah tangga di perdesaan berada pada kategori kurang. Pada dimensi rasa aman, sebagian besar (80%) rumah tangga di perkotaan tergolong pada kategori sedang, sedangkan lebih dari separuh (55%) rumah tangga di perdesaan tergolong pada kategori kurang. Hasil uji beda t-test menunjukkan bahwa secara keseluruhan, nilai konsumen rumah tangga di perdesaan dan perkotaan memiliki perbedaan yang nyata (Tabel 4).

Tabel 3 Sebaran kategori nilai konsumen dan uji beda berdasarkan lokasi geografis (%)

Kategori nilai konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

(29)

14

Pada dimensi pemenuhan diri, tidak ada perbedaan yang nyata antara rumah tangga di perkotaan dan perdesaan. Hal ini berarti rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan merasa bahwa terpenuhinya kebutuhan pangan tidak hanya didapatkan melalui makanan kemasan, namun peran makanan non kemasan juga dianggap penting. Berdasarkan data BPS (2011) di Indonesia, rata-rata konsumsi per kapita per bulan makanan non kemasan seperti padi-padian, perkotaan memiliki keamanan pangan yang lebih baik daripada rumah tangga di perdesaan. Adanya rasa keamanan pangan yang lebih baik, membuat rumah tangga akan melihat beberapa hal yang membuat makanan kemasan tersebut layak untuk dikonsumsi, seperti mengecek tanggak kadaluarsa sebelum pembelian, melihat label halal pada kemasan ataupun memperhatikan kandungan yang terdapat dalam makanan kemasan tersebut. Humayun dan Hasnu (2009) menyebutkan bahwa dalam pembelian produk susu, konsumen memiliki keinginan untuk membeli produk makanan yang berkualitas dan berharap untuk menjadi sehat dalam hidupnya.

Tipe Konsumen

Dalam penelitian ini, tipe konsumen ibu rumah tangga dikelompokkan dengan menggunakan Hirarchial Cluster untuk mengelompokkan responden ke dalam klaster yang memiliki kemiripan. Tabel 5 menunjukkan sebesar 25 persen ibu rumah tangga di perdesaan tergolong pada konsumen pasif, sedangkan 7.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan tergolong konsumen pasif. Hampir seluruh (92.5%) ibu rumah tangga di perkotaan tergolong tipe konsumen aktif, sedangkan sebanyak 75 persen ibu rumah tangga di perdesaan tergolong pada tipe konsumen aktif (Tabel 4).

Tabel 4 Sebaran tipe konsumen berdasarkan lokasi geografis (%)

Tipe konsumen Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Konsumen pasif 3 7.5 10 25.0

Konsumen aktif 37 92.5 30 75.0

(30)

15 tangga yang berbeda. Konsumen yang memiliki pengetahuan terbatas, mungkin merasa tidak mampu menjalankan pencarian dan analisis yang ketat (Engel, Blackwell & Miniard 1995). Konsumen aktif akan mencari informasi sebanyak mungkin yang dapat digunakan dalam pembelian produk yang sesuai dan berkualitas demi kepentingannya sebagai seorang konsumen, sedangkan konsumen pasif tidak akan melakukan pencarian informasi sebanyak-banyaknya.

Tabel 5 menunjukkan sebesar 7.5 persen konsumen pasif di perkotaan tergolong usia lebih besar atau sama dengan 40 tahun. Pada wilayah perdesaan, sebesar 12.5 persen konsumen pasif tergolong usia dibawah 40 tahun ataupun lebih dari 40 tahun. Berdasarkan lama pendidikannya pada wilayah perdesaan, sebesar 25 persen konsumen pasif memiliki pendidikan dibawah 9 tahun dan tidak ada (0%) konsumen pasif yang tergolong lama pendidikan lebih dari 9 tahun. Pada wilayah perkotaan, sebanyak 5 persen konsumen pasif tergolong pendidikan kurang dari 9 tahun dan 2.5 persen konsumen pasif yang pendidikannya lebih dari 9 tahun. Pada konsumen aktif, sebanyak 77.5 persen ibu rumah tangga di perkotaan memiliki pendidikan lebih dari 9 tahun, sedangkan di perdesaan sebanyak 72.5 persen memiliki pendidikan kurang dari 9 tahun. Tidak ada perbedaan yang nyata pada tipe konsumen aktif dan pasif antara usia responden, lama pendidikan responden dan besar keluarga baik perkotaan maupun di perdesaan. Bila berdasarkan besar keluarganya, sebesar 7.5 persen konsumen pasif di perkotaan memiliki keluarga kecil (≤4 orang). Pada wilayah perdesaan, sebesar 20 persen konsumen pasif memiliki keluarga kecil (≤4 orang). Sebanyak lebih dari separuh (55%) konsumen aktif di perkotaan memiliki keluarga kecil (≤4 orang). Lebih dari separuh (52.5%) konsumen aktif di perdesaan juga memiliki keluarga kecil (≤4 orang) (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran tipe konsumen berdasarkan karakteristik dan lokasi geografis (%)

Karakteristik responden

Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

Konsumen

(31)

16

olahannya setiap bulan. Begitu juga dengan pembelian makanan ringan, hampir seluruh (90%) rumah tangga melakukan pembelian produk tersebut. Sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan membeli produk susu begitu pula dengan pembelian makanan ringan. Seluruh (100%) rumah tangga di perdesaan dan perkotaan membeli mie instan setiap bulannya (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran jenis makanan kemasan yang dikonsumsi oleh rumah tangga berdasarkan lokasi geografis (%)

Jenis makanan kemasan Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n % perkotaan dan perdesaan yang melakukan pembelian produk makanan bayi dan makanan kaleng. Oleh karena itu, selanjutnya hanya dipilih tiga jenis makanan kemasan yaitu produk susu dan olahannya, makanan ringan dan mie instan untuk diolah lebih lanjut.

Frekuensi Pembelian Makanan Kemasan. Hasil pada Tabel 7 menunjukkan hampir seluruh (92.5%) rumah tangga di perkotaan membeli produk susu dan olahannya antara sekali sampai lima belas kali per bulan, sedangkan hampir dua pertiga (65%) rumah tangga di perdesaan membeli produk susu dan olahannya pada selang waktu tersebut. Pada produk makanan ringan, sebagian besar (82.5%) rumah tangga di perkotaan membeli sekali sampai lima belas kali per bulannya, sedangkan hampir dua pertiga (65%) rumah tangga di perdesaan membeli pada selang frekuensi yang sama. Hasil uji beda menunjukkan bahwa terdapat perbedaan nyata antara rumah tangga di perdesaan dan perkotaan pada frekuensi pembelian mie instan. Rumah tangga di perdesaan memiliki frekuensi pembelian mie instan yang lebih tinggi dibandingkan rumah tangga di perkotaan.

Tabel 7 Sebaran frekuensi pembelian makanan kemasan per bulan (%)

Jenis produk makanan kemasan

Perkotaan (n=40) Rataan ± SD

Perdesaan (n=40) Rataan± SD p-value Tidak

Ket: ** nyata pada p-value<0.01; tn= tidak nyata

(32)

17 perdesaan, sebesar 75 persen rumah tangga membeli di warung yang dekat dengan rumah.

Tabel 8 Sebaran tempat pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (n=40) (%)

Tempat pembelian

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah

Tabel 8 menunjukkan pada produk makanan ringan, separuh (50%) rumah tangga di perkotaan membeli makanan ringan di supermarket, sedangkan lebih dari tiga perempat (77%) rumah tangga di perdesaan membeli produk makanan ringan di warung. Tidak ada (0%) rumah tangga di perdesaan yang membeli produk makanan ringan di supermarket. Pada produk mie instan, tidak ada (0%) rumah tangga di perdesaan yang membelinya di supermarket namun hampir seluruh (92.5%) rumah tangga di perdesaan membeli produk tersebut di warung. Pada rumah tangga di perkotaan, hampir dua pertiga (65%) rumah tangga membeli di supermarket. Pada konsumen di wilayah perdesaan, peran pedagang eceran berperan penting dalam pembelian produk di wilayah perdesaan (Usha 2007).

Waktu Pembelian Produk Makanan Kemasan. Tabel 9 menunjukkan waktu pembelian produk makanan kemasan di perdesaan dan perkotaan. Lebih dari separuh (60%) rumah tangga di perdesaan membeli susu dan olahannya serta makanan ringan pada waktu yang tidak tentu. Pada produk mie instan, sebesar 62.5 persen rumah tangga juga membeli pada waktu yang tidak tentu. Pada rumah tangga di perkotaan, hampir separuh (42.9%) membeli produk susu dan olahannya pada waktu tidak tentu, sebanyak 47.7 persen membeli makanan ringan pada waktu tidak tentu serta separuh (50%) rumah tangga membeli mie instan di waktu yang tidak tentu setiap bulannya.

Tabel 9 Sebaran waktu pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Waktu pembelian

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah

(33)

18

ibu rumah yang membeli produk susu dan olahannya, sebanyak 68.9% ibu rumah tangga membeli makanan ringan dan sebagian besar (82.5%) ibu rumah tangga yang membeli produk mie instan. Pada rumah tangga di perdesaan, sebagian besar (82.5%) ibu rumah tangga membeli produk susu dan olahannya, sebesar 72.5 persen ibu rumah tangga yang membeli produk makanan ringan dan hampir seluruh (92.5%) ibu rumah tangga yang biasanya membeli mie instan. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) konsumsi makanan dalam keluarga sangat ditentukan ibu rumah tangga yang memainkan peran sebagai gate keeper yang bertanggung jawab dalam pemilihan dan persiapan makanan bagi seluruh keluarga. Tabel 10 Sebaran pelaku pembelian produk makanan kemasan berdasarkan lokasi

geografis (%)

Pelaku pembelian Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah

Kebiasaan Menyimpan Makanan Kemasan. Hasil pada Tabel 11 menunjukkan pada rumah tangga di perkotaan, sebanyak 70 persen rumah tangga membeli produk susu dan olahannya dalam jumlah yang banyak untuk di simpan, sedangkan 65 persen rumah tangga di perdesaan tidak melakukan hal tersebut. Pada produk makanan ringan, sebesar 55 persen rumah tangga di perkotaan membeli makanan ringan untuk disimpan, namun 70 persen rumah tangga di perdesaan tidak melakukan hal tersebut. Sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan tidak membeli mie instan untuk disimpan, namun sebesar 72.5 persen rumah tangga di perkotaan membeli mie instan dalam jumlah yang banyak utuk disimpan.

Tabel 11 Sebaran kebiasaan menyimpan produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Kebiasaan menyimpan

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah

(34)

19 pada pembelian mie instan. Jha (2013) dalam penelitiannya menemukan bahwa konsumen di perdesaan cenderung akan menerima semua merk. Oleh karena itu, konsumen di perdesaan tidak mempertimbangkan merk pada produk makanan kemasan.

Tabel 12 Sebaran pertimbangan merk produk makanan kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Pertimbangan merk

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Tidak pernah

Ketertarikan terhadap Makanan Kemasan. Hasil pada Tabel 13 menunjukkan hampir seluruh (95%) rumah tangga di perkotaan tertarik dengan makanan kemasan dibandingkan dengan makanan non kemasan susu dan olahannya, sebagian besar (82.5%) rumah tangga di perkotaan juga lebih tertarik makanan ringan kemasan dibandingkan non kemasan. Pada rumah tangga di perdesaan, sebanyak 77.5 persen tertarik dengan susu dan olahannya serta produk makanan ringan yang dikemas. Hampir seluruh (92.5%) rumah tangga di perkotaan dan di perdesaan lebih tertarik dengan mie instan kemasan dibandingkan non kemasan. Usha (2007) menyebutkan bahwa faktor-faktor yang dapat menarik konsumen mengonsumsi makanan instan adalah harga yang terjangkau, kenyamanan, ketersediaan dan disain kemasan yang menarik.

Tabel 13 Sebaran ketertarikan pada produk makanan kemasan dibandingkan non kemasan berdasarkan lokasi geografis (%)

Ketertarikan produk makanan kemasan

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan

Tidak pernah

(35)

20

Tabel 14 Sebaran kategori pengeluaran rumah tangga untuk makanan kemasan (Rp/kap/bulan) berdasarkan lokasi geografis

Kategori pengeluaran makanan kemasan (Rp/kap/bulan)

Perkotaan (n=40) Perdesaan (n=40)

n % n %

Ket:, ** nyata pada p-value<0.01

Hasil pada Tabel 15 menunjukkan alokasi pengeluaran rumah tangga untuk pembelian per jenis produk makanan kemasan. Pada jenis produk susu dan olahannya, hampir separuh (40%) rumah tangga di perkotaan memiliki pengeluaran lebih dari Rp60 000 per kapita per bulannya, sedangkan sebagian besar (87.5%) rumah tangga di perdesaan mengeluarkan kurang dari Rp15 000 per kapita per bulannya.

Tabel 15 Pengeluaran rumah tangga per jenis makanan kemasan (Rp/kap/bln) berdasarkan lokasi geografis (n=40)

Jumlah pengeluaran

Susu dan olahannya Makanan ringan Mie instan

Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan Perkotaan Perdesaan

≤15 000 25.0 87.5 47.5 87.5 77.5 85.0

Ket: **nyata pada p-value <0.01; tn tidak nyata

Pada produk makanan ringan, hampir separuh (47.5%) rumah tangga di perkotaan mengeluarkan biaya kurang dari Rp15 000 per kapita perbulannya, sedangkan sebagian besar (87.5%) rumah tangga di perdesaan yang mengeluarkan biaya tersebut. Pada produk mie instan, sebanyak 77.5 persen rumah tangga di perkotaan mengeluarkan biaya kurang dari Rp15 000 per kapita per bulan, sedangkan sebagian besar (85%) rumah tangga di perdesaan mengeluarkan biaya tersebut per bulannya (Tabel 15).

Hubungan Karakteristik Keluarga dan Nilai Konsumen dengan Pengeluaran Makanan Kemasan

(36)

21 Tabel 16 Hasil uji korelasi antara karakteristik keluarga, nilai konsumen, tipe

konsumen dan pengeluaran makanan kemasan

Peubah Nilai

Lama pendidikan suami (th) 0.229* 0.272* 0.422**

Lama pendidikan istri (th) 0.155tn 0.383** 0.478**

Pendapatan keluarga (Rp/kap/ bl) 0.231* 0.251* 0.336**

Pengeluaran keluarga (Rp/kap/ bl) 0.110tn 0.244* 0.246*

Nilai konsumen (skor) 1.000 0.168 tn 0.355*

Ket: *nyata pada p-value<0.05 ;** nyata pada p-value<0.01; tn tidak nyata

Hasil uji korelasi Pearson juga menunjukkan bahwa tipe konsumen memiliki hubungan yang nyata positif dengan lama pendidikan suami (r=0.272;p=0.015) dan lama pendidikan istri (r=0.383;p=0.000). Tipe konsumen juga memiliki hubungan nyata positif dengan pendapatan keluarga (r=0.251;p=0.025), dan pengeluaran keluarga (r=0.244;p=0.029). Artinya, semakin tinggi lama pendidikan suami dan istri, serta semakin tinggi pendapatan keluarga, dan pengeluaran keluarganya maka semakin aktif tipe konsumennya (Tabel 16).

Variabel pengeluaran makanan kemasan memiliki hubungan nyata positif dengan lama pendidikan suami (r=0.422;p=0.000), lama pendidikan istri (r=0.478;p=0.000), pendapatan keluarga (r=0.336;p=0.002) dan pengeluaran keluarga (r=0.246;p=0.028). Hal ini berarti semakin tinggi pendidikan suami dan pendidikan istri, semakin tinggi pendapatan dan pengeluaran keluarga, semakin tinggi juga pengeluaran makanan kemasannya (Tabel 16).

Selain itu, terdapat hubungan nyata positif antara nilai konsumen dengan total pengeluaran untuk makanan kemasan (r=0.335; p=0.002). Hal ini berarti semakin tinggi nilai konsumen, akan semakin besar pengeluaran makanan kemasannya (Tabel 16).

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Tipe Konsumen

(37)

22

Tabel 17 Faktor-faktor yang memengaruhi tipe konsumen

Variabel independen Tipe konsumen (1= konsumen aktif, 0=

konsumen pasif)

Lama pendidikan responden (th) 0.379 0.069* 1.461

Pendapatan keluarga (Rp/kap/ bl) 0.000 0.800tn 1.000

Pengeluaran keluarga (Rp/kap/bl) 0.000 0.089* 1.000

Nilai konsumen (skor) 0.155 0.334 tn 0.000

Nagelkerke R Square 0.445

Sig. 0.000***

Ket: *nyata pada p-value<0.1; *** nyata pada p-value<0.01; tn tidak nyata

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Pembelian Makanan Kemasan

Sebanyak dua variabel yaitu frekuensi pembelian dan pengeluaran untuk makanan kemasan dipilih untuk mewakili perilaku pembelian konsumen. Hasil pada Tabel 18 menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap frekuensi pembelian makanan kemasan setiap bulannya. Hasil uji regresi linier berganda menunjukan bahwa faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian produk susu dan olahannya secara nyata adalah lama pendidikan istri (β=-0.515;p=0.007) dan pengeluaran untuk makanan kemasan (β=0.244;p=0.073), sedangkan faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian makanan ringan adalah usia istri (β= -0.293;p=0.019), besar keluarga (β=0.292;p=0.017), lama pendidikan istri (β =-0.430;p=0.023) dan pendapatan keluarga (β=-0.271;p=0.060). Faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian mie instan adalah besar keluarga (β=0.215;p=0.068).

Tabel 18 Faktor-faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian makanan kemasan Variabel independen Susu dan

olahannya Pendapatan total keluarga (Rp/kap/bl) 0.023 tn -0.271* 0.223 tn Nilai konsumen (skor) -0.154 tn -0.033 tn 0.155 tn Tipe konsumen (0= konsumen pasif;

1=konsumen aktif)

0.087 tn 0.184 tn 0.030 tn

Pengeluaran makanan kemasan (Rp/kap/bl) 0.244* 0.055 tn 0.077 tn Lokasi geografis (0=perdesaan; 1=

(38)

23

Hasil pada Tabel 19 menunjukkan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengeluaran untuk makanan kemasan setiap bulannya. Hasil uji regresi linier berganda menunjukkan bahwa nilai koefisian determinasi yang telah disesuaikan (Adjusted R square) sebesar 0.322 pada susu dan olahannya, 0.155 pada makanan ringan, dan 0.305 pada pengeluaran untuk makanan kemasan. Hal ini menunjukkan bahwa sebesar 32.2 persen variabel dependen pengeluaran susu dan olahannya dipengaruhi oleh variabel independen. Pada pengeluaran makanan ringan, sebesar 15.5 persen variabel pengeluaran makanan ringan dipengaruhi oleh variabel independen. Selain itu, 30.5 persen variabel pengeluaran untuk makanan kemasan dipengaruhi oleh variabel independen.

Tabel 19 Faktor-faktor yang memengaruhi pengeluaran untuk makanan kemasan

Variabel independen

Susu dan olahannya

Makanan ringan Mie instan Pengeluaran makanan kemasan membeli dan mengonsumsi produk makanan kemasan untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Hal ini dapat terlihat dari hasil penelitian dimana hampir seluruh rumah tangga di perkotaan membeli produk susu dan olahannya serta makanan ringan, sedangkan sebagian besar rumah tangga di perdesaan juga membeli produk tersebut. Pada jenis produk mie instan, seluruh rumah tangga di perkotaan maupun di perdesaan telah mengonsumsi mie instan setiap bulannya. Hal ini menunjukkan bahwa makanan kemasan sudah menjadi salah satu kebutuhan yang dikonsumsi oleh rumah tangga baik di perdesaan maupun di perkotaan.

(39)

24

untuk alasan yang sama, salah satunya adalah manfaat untuk memenuhi nilai personal dan interpersonal (Humayun & Hasnu 2009).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada dimensi nilai pemenuhan diri, rata-rata skor rumah tangga di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan skor rumah tangga di perdesaan. Hal ini disebabkan oleh kebutuhan yang berbeda pada rumah tangga di perkotaan dan perdesaan. Engel Blackwell Miniard (1994) menyebutkan nilai pribadi penting dalam tahap pengenalan kebutuhan dari pengambilan keputusan konsumen. Rumah tangga di perdesaan cenderung lebih sedikit membeli makanan kemasan dibandingkan dengan rumah tangga di perkotaan. Rumah tangga di perkotaan menganggap bahwa makanan kemasan lebih praktis dan mudah. Usha (2007) dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor yang dipertimbangkan dalam pembelian makanan instan adalah waktu yang efisien dalam penyajian. Selain itu, hal ini disebabkan adanya perbedaan akses dan jarak ke toko dan minimarket terdekat di perdesaan dan perkotaan. Rumah tangga di perdesaan memiliki jarak yang cukup jauh ke minimarket terdekat. Sumarwan (2004) menyatakan bahwa lokasi yang jauh dari konsumen tidak akan diminati untuk dikunjungi. Berdasarkan hasil wawancara, jarak rumah tangga di wilayah perkotaan ke minimarket terdekat adalah kurang dari 1 km, sedangkan jarak rumah tangga di perdesaan ke minimarket terdekat adalah lebih dari 1 km. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumah tangga di perdesaan sebagian besar membeli produk makanan kemasan di warung terdekat, sedangkan rumah tangga di perkotaan membelinya di supermarket dan minimarket. Namun, dalam hal dimensi pemenuhan diri tidak ada perbedaan yang nyata antara rumah tangga di perdesaan dan perkotaan karena dari alokasi pengeluaran untuk makanan kemasannya masih tergolong rendah yaitu dibawah 50 persen. Sebagian besar kebutuhan pangan dapat dipenuhi dengan membeli makanan non kemasan. Rumah tangga di perdesaan rata-rata hanya mengalokasikan 16 persen pengeluaran pangannya untuk makanan kemasan sedangkan responden di perkotaan rata-rata mengalokasikan 30.1 persen alokasi pengeluaran pangannya untuk makanan kemasan.

Pada dimensi nilai rasa aman, hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara rumah tangga di perdesaan dan perkotaan. Rasa aman merupakan salah satu nilai internal. Nilai rasa aman rumah tangga di perkotaan lebih baik dibandingkan di perdesaan. Rumah tangga di perkotaan akan lebih memilih makanan kemasan yang aman dan terjamin kualitasnya untuk dikonsumsi dibandingkan rumah tangga di perdesaan. Mowen dan Minor (2002) berpendapat bahwa orang dengan penekanan pada nilai-nilai akan berusaha mengendalikan hidup mereka. Keinginan untuk mengendalikan ini memperluas keputusan konsumen seperti dimana mereka akan makan dan dimana mereka akan berbelanja, serta diekspresikan sebagai kebutuhan untuk memperoleh gizi yang baik dengan membeli makanan yang alami.

(40)

25 Responden di perkotaan sebagian besar tergolong pada konsumen yang aktif namun terdapat beberapa responden di perdesaan yang tergolong konsumen pasif. Hal ini dapat disebabkan oleh tingkat pendidikan responden di perkotaan yang lebih tinggi dibandingkan responden di perdesaan. Adanya pengetahuan yang lebih baik pada responden di perkotaan, maka konsumen akan aktif mencari informasi terkait produk makanan yang akan dibeli maupun mengenai hak-hak dan kewajibannya sebagai konsumen. Engel, Blackwell dan Miniard (1994) menyebutkan bahwa pengetahuan dapat meningkatkan pencarian, terutama dengan mengusahakan pemanfaatan yang lebih efektif atas informasi yang baru diperoleh. Ketika konsumen merasa lebih percaya mengenai kemampuan mereka untuk menilai produk, mereka biasanya akan memperoleh lebih banyak informasi. Selain itu, dengan banyaknya akses pada toko makanan kemasan terdekat di perkotaan, akan memberikan pilihan produk yang lebih bayak dibandingkan dengan wilayah perdesaan.

Lebih dari separuh rumah tangga di perkotaan dan perdesaan membeli produk makanan kemasan antara 1 hingga 16 kali per bulannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Jha (2013) yang menyebutkan bahwa konsumen di perdesaan membeli produk makanan kemasan sekali dalam seminggu. Selain itu, ketersediaan produk di wilayah perdesaan menjadi faktor utama dalam perilaku pembelian konsumen di perdesaan.

Berdasarkan hasil uji hubungan, nilai konsumen berhubungan negatif dengan besar keluarga dan berhubungan positif dengan pendidikan suami. Menurut Kaze (2010), manusia tidak lahir dengan nilai yang tetap, nilai akan terbentuk dalam proses sosialisasi, dan transmisi melalui edukasi atau penurunan dari pengalaman generasi sebelumnya, grup sosial, atau dari individu ke individu. Peran utama dalam proses ini adalah adanya sosialisasi dari keluarga, institusi pendidikan dan agama, media massa, dan pemerintah. Komunikasi di dalam keluarga akan menyebabkan proses sosialisasi nilai yang berbeda-beda. Oleh karena itu, semakin besar keluarga, komunikasi di dalam keluarga pun akan berbeda. Nilai-nilai yang dianut oleh seseorang akan menentukan konsumsinya (Kasali 2005). Nilai diasumsikan dapat memotivasi perilaku, memberikan arahan dan tujuan emosional. Secara implisit, nilai juga dapat digunakan untuk menjelaskan dan menilai perilaku. Dimana fungsi motivasional dari nilai sangat jelas mempengaruhi sebab akibat nilai-perilaku (Shwartz 1994). Hasil penelitian menujukkan bahwa nilai konsumen berhubungan dengan perilaku pembelian makanan kemasan rumah tangga yaitu total pengeluaran perkapita makanan kemasan per bulannya. Hal ini sejalan dengan penelitian Kim et al. (2002) yang menemukan bahwa nilai berhubungan dengan kebutuhan eksperimental dan dapat membuat konsumen lebih banyak menghabiskan uang untuk berbelanja.

(41)

26

adalah keluarga. Aggota keluarga pembeli dapat memberikan pengaruh yang kuat terhadap perilaku pembeli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia istri, lama pendidikan merupakan faktor yang berpengaruh dalam frekuensi pembelian makanan ringan dan produk susu. Hal ini sejalan dengan penelitian Parhati (2010) bahwa usia, lama pendidikan berpengaruh terhadap perilaku pembelian buah. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Sukmaningtyas (2012) juga menyebutkan bahwa usia memiliki pengaruh yang nyata terhadap perilaku pembelian buah apel impor. Selain itu, besar keluarga juga merupakan faktor yang mempengaruhi frekuensi pembelian makanan kemasan. Selain itu, hasil penelitian sejalan dengan Jha (2013) yang menyatakan bahwa seiring meningkatnya besar keluarga, maka konsumsi dalam keluarga tersebut juga semakin besar.

Faktor yang memengaruhi frekuensi pembelian makanan kemasan adalah pendapatan keluarga. Hasil penelitian sejalan dengan Singh (2012) yang menemukan adanya perbedaan level pendapatan pada rumah tangga dapat berpengaruh pada perbedaan pembelian pada produk lemari pendingin. Selain itu, hal ini juga sejalan dengan hasil studi Leiptag dan Kaufman (2003) bahwa rumah tangga dengan pendapatan yang lebih kecil akan membelanjakan lebih sedikit uangnya dalam pembelian makanan.

Keterbatasan penelitian ini yaitu kurangnya referensi dalam pembuatan kuesioner pada tipe konsumen. Selain itu, nilai konsumen yang diukur hanyalah dimensi pemenuhan diri pada nilai internal dan rasa aman pada nilai eksternal saja. Tidak semua dimensi dari List of Value (LOV) diukur dalam penelitian ini khususnya tidak mencakup nilai interpersonal konsumen.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

(42)

27

Saran

Penelitian ini dilakukan terhadap beberapa produk makanan kemasan yang dikonsumsi oleh keluarga. Oleh karena itu, penelitian selanjutnya disarankan mengkhususkan hanya pada salah satu produk makanan kemasan saja. Penelitian tipe dan nilai konsumen juga diharapkan lebih banyak untuk dilakukan karena kurangnya penelitian dalam hal tersebut di Indonesia. Perlu adanya pengembangan instrumen pengukuran yang berkaitan dengan nilai konsumen dan tipe konsumen. Selain itu, perlu adanya program pendidikan dari pemerintah serta instansi terkait khususnya BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) yang fokus terhadap tipe konsumen pasif khususnya di perdesaan agar lebih aktif lagi untuk mencari informasi terkait produk yang akan dibeli. Untuk ibu rumah tangga sebagai pengambil keputusan pembelian produk pangan, sebaiknya lebih teliti dan memiliki informasi yang cukup sebelum melakukan pembelian.

DAFTAR PUSTAKA

Antarajatim. Indonesia Tertinggi Kedua Konsumsi Mi Instan. www.antara jatim.com/lihat/berita/81851/Indonesia-tertinggi-kedua [18 Maret 2012]

Badan Pengawas Obat dan Makanan [BPOM].

http://www.pom.go.id/webreg/index.php/home/produk/13/row/10/page/1/o rder/4/DESC [20Maret 2013]

Badan Pusat Statistik. 2013. Survei Sosial Ekonomi Nasional: Pengeluaran rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kelompok Barang, Indonesia, 1999, 2002-2012. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik.

_________________. 2011. Perkembangan Beberapa Indikator Utama Sosial-Ekonomi Indonesia. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik

_________________. 2012. Bogor dalam Angka 2012. Bogor (ID): Badan Pusat Statistik.

Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). 1996. Badan Kebijakan Program Keluarga Berencana Nasional. Jakarta (ID): BKKBN Engel JF, Blackwell RD, Miniard PW. 1994. Perilaku Konsumen Jilid 1. Ed ke-6.

Budijanto, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari Consumer Behaviour .

_______________________________. 1995. Perilaku konsumen Jilid 2. Ed ke-6. Budijanto, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari Consumer Behaviour .

Goble GF. 2010. Mazhab ketiga psikologi Humanistik Abraham Maslow. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Homer P, Kahle LR. 1998. A structural equation test of the value-attitude-behaviour hierarchy. Journal of Personality and Social Psychology, 54 (4), 638-46.

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran tentang nilai  dan tipe konsumen  kaitannya
Gambar 2 Bagan cara penarikan contoh
Tabel 1 Variabel, skala data dan kategori
Tabel 2 Rataan dan uji beda karakteristik keluarga
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD), Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi

Informan 4 mempertegas bahwa penyimpangan pada proses peliputan juga terjadi dan dilakukan oleh para warta wan tvOne sendiri dengan menceritakan pengalamannya saat

Sesuai dengan T FLORIST MURAH | BELI BUNGA | FLORIST TOKO BUNGA DI AMBO N no 2 di atas harga bunga dekoran di FLORIST MURAH | BELI BUNGA | FLORIST TOKO BUNGA DI AMBO N ini di

The research was conducted from September to November, 2014. Its objective was 1) to analyze internal and external factors which influenced the strategy of developing

khalifah mendeklarasikan dirinya sebagai “Tukang Jagal” dan para gubernur menyebut dirinya “Ular Anak Si Ular”, apakah masih tersisa dalam benak kita prasangka bahwa

Investor sebaiknya disarankan melihat dan memilih untuk menanamkan saham pada perusahaan yang telah memperhatikan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan yang

diperoleh di sekitar lokasi pengembangan permukiman Lahan tidak kepemilikan PEMDA Kabupaten Padang Pariaman sehingga Sulit untuk implementasi rencana Tersedianya dana

Adapun langkah-langkah dalam menggunakan metode studi kasus yang dilakukan oleh peneliti merujuk pada langkah-langkah yang dijelaskan oleh Creswell (2013,