• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bethara Guru Maneges dalam Majalah Jaya Baya

BAB IV INTERTEKSTUAL DELAPAN CERITA WAYANG GOMBAL DALAM

4.1 Unsur Pembangun Delapan Cerita Wayang Gombal

4.1.2 Bethara Guru Maneges dalam Majalah Jaya Baya

Wayang gombal “Bethara Guru Maneges” ini mengisahkan tentang pertapaan Bethara Guru yang terganggu karena ulah dari Prabu Nilakrudha raja berkepala gajah dari kerajaan Glugutinatar. Dalam cerita ini, pengarang berusaha membuat cerita wayang gombal ini semakin menarik. Hal tersebut dapat dilihat pada Prabu Nilakrudha yang berkeingin memiliki seorang istri bidadari kemudian mengirimkan lamaran ke kahyangan. Akan tetapi hal tersebut ditolak oleh Bethara Kamanjaya melalui faximail. Karena kesal dirinya memberontak dengan meneror mental para dewa. Bethara Guru yang dapat menandingi kesaktian Prabu Nilakruda sedang menjalani pertapaan, dan terpaksa disusul oleh Bethara Kamanjaya untuk menghentikan ulah raja berkepala gajah itu. Bethara Guru yang sedang bertapa tidak menghiraukan apapun. Akan tetapi setelah terkena anak panah Cakrakembang milik Bethara Kamanjaya seketika rindu akan istrinya Dewi Uma dan bersedia kembali ke kahyangan. Kecewanya Bethara Guru ketika mengetahui istrinya Dewi Uma ternyata sedang mengalami “palang merah”. Bethara Kamanjaya menjadi sasaran kemarahan dan kekecewaan Bethara Guru (lihat Lampiran 1).

Dalam cerita pewayangan Mahabarata tidak terdapat cuplikan atau episode yang mengisahkan hal tersebut. Pengarang hanya menggunakan tokoh seperti Bethara Kamanjaya, dan Bethara Guru. Sebagai tokoh utama Bethara Kamanjaya mempunyai sifat bijaksana, sabar dan cerdas . Hal tersebut dapat dilihat dari ucapan dan perbuatan dari Bethara Kamanjaya dalam cerita. Berikut cuplikan teksnya:

“Justru kuwi sing begja awake dhewe iki. Pati kuwi tegese rampunge panandang. Yen dadi dewa uripe panggah sara, mendhing matek wae ta. Dhiajeng apa gak eruh, titah Ngercapada padha terjun bebas saka apartemen utawa nabrak sepur, iku merga gak kuwat ngrasakake panandanging urip,” wangsulane Bethara Kamanjaya santai.”

(Bethara Guru Maneges dalam Jaya Baya No.6 Minggu II Oktober 2010 data 5) „Justru yang beruntung kita ini. Mati berarti berakhirnya kewajiban. Jika jadi dewa hidupnya sengsara, mending mati saja, kan. Diajeng apa tidak tahu, titah Ngarcapada terjun bebas dari apartemen atau menabrakkan diri pada kereta karena tidak kuat merasakan tuntutan hidup,” jawab Bethara Kamanjaya santai.‟

(Terjemahan dalam bahasa Indonesia) Dengan tabah dan sabar Bethara Kamanjaya menerima titah Ngercapada bahwa jatah umurnya tidak lama seperti dewa-dewa yang lain. Walaupun sebenarnya istrinya berat hati menerima hal tersebut, tetapi dengan bijak Bethara Kamanjaya bisa menasehati istrinya. Sifat patuh Bethara Kamanjaya juga ditunjukkan pengarang melalui keadaan dan ucapan-ucapan dalam cerita. Berikut cuplikannya:

“Bethara Kamanjaya jan-jane isih kesel, wong nembe wae mulih study banding kebersihan bareng sing wedok menyang kepulauan Cristmas. Ning bot-bote dadi dewa bawahan, ya kudhu mangkat.”

„Bethara Kamanjaya sebenarnya masih lelah, karena baru saja pulang study banding kebersihan bersama istrinya ke kepulauan Cristmas. Tetapi beratnya menjadi dewa bawahan, ya harus berangkat.‟

(Terjemahan dalam bahasa Indonesia) Bethara Guru dalam cerita tersebut meiliki sifat sakti. Kekuatannya digambarkan menyamai sinar Laser yang dapat menghancur leburkan siapa saja yang terkena sinar tersebut. Berikut cuplikan cuplikan teksnya:

“… Saking dukane, saka raine banjur mijil mata telu, mandheng tanpa kedhep Bethara Kamanjaya. Bawaning ratu dewa kang darbe kasekten tanpa tandhing, soroting mripat mau dayane ngluwihi sinar LASER (Ligh Amplification by Stimulated Emision of Radiation). Bethara Kamanjaya sing biyen ora komanan limun Tirta Amretta, sakala lebur dadi awu.” (Bethara Guru Maneges dalam Jaya Baya No.6 Minggu II Oktober 2010 data 7)

„Karena amarahnya, dari wajahnya muncul tiga mata, melihat tanpa berkedip kepada Bethara Kamanjaya. Penguasa para ratu dan dewa yang mempunyai kesaktian tanpa tandingannya, pancaran mata tadi dayanya melebihi sinar LASER (Ligh Amplification by Stimulated Emision of Radiation). Bethara Kamanjaya yang dulu tidak kebagian limun Tirta Amretta, seketika lebur menjadi abu.‟

(Terjemahan dalam bahasa Indonesia) Selain Bethara Kamanjaya dan Bethara Guru, pengarang juga menyebutkan nama tokoh Prabu Nilakruda. Prabu Nilakrudha juga digambarkan sebagai raja yang sakti dan kuat sama seperti Bethara Guru. Hal tersebut dapat dilihat dari cara pengarang menggambarkan karakter tokoh secara langsung. Berikut cuplikan teksnya:

“… Cilakak! iki sing bisa ngalahake Prabu Nilakrudha mung Bethara Guru. Bethara Kamanjaya didhawuhi nyusul gage,” prentahe Bethara Bayu minangka pejabat Plt ratu kahyangan.”

„… Cilaka! Ini yang bisa mengalahkan Prabu Nilakrudha hanya Bethara Guru. Bethara Kamanjaya diperintah menyusul segera,” perintah Bethara Bayu sebagai pejabat Plt ratu kahyangan.‟

(Terjemahan dalam bahasa Indonesia) Pengarang mengambil setting tempat Jonggring Salaka dalam cerita Mahabarata. Untuk membuat cerita menarik, pengarang menambah Gunung Mahameru sebagai tempat Bethara Guru menjalani tapa brata. Berikut teks yang menunjukkan tempat-tempat tersebut:

“Jan-jane pemerintahan Jonggring Salaka dinane iki pancen vacum. Awit Bethara Guru minangka pejabat definitip, lagi mertapa ana Gunung Mahameru.”

(Bethara Guru Maneges dalam Jaya Baya No.6 Minggu II Oktober 2010 data 9) „Sebenarnya pemerintahan Jonggring Salaka hari ini memang sedang vacum. Semenjak Bethara Guru sebagai pejabat definitip, sedang bertapa di Gunung Mahameru.

(Terjemahan dalam bahasa Indonesia) Dalam cerita wayang gombal Bethara Guru Maneges pengarang banyak memasukkan tema politik. Seperti yang ditunjukkan pengarang pada sistem „paket‟ peilihan presiden dan wakilnya. Hal tersebut rupanya menjadi inspirasi untuk mengembangkan cerita wayang gombal Bethara Guru Maneges. Hal tersebut dapat dilihat pada cuplikan teks berikut:

“Jan-jane pemerintahan Jonggring Salaka dinane iki pancen vacum. Awit Bethara Guru minangka pejabat definitip, lagi mertapa ana Gunung Mahameru. Saploke mertapa, panjenengane mundur saka pemerintahan. Bab iki nuwuhake kontroversi. Jalaran ratu lan patih kuwi sakpaket ,Bethara Guru lereh, geneya Narada kok ora? Mula patih kahyangan saiki dianggep ora sah, lan wusanane digugat uji materi menyang Mahkamah Konstitusi. Asile wiwit jam 14. 30 dina keputusane MK, Bethara Naranda wis dudu patih Jonggring Salaka maneh. Jenenge uga dadi Naranda Supanji SH (Sang Hyang).”

(Bethara Guru Maneges dalam Jaya Baya No. 06 Minggu II Oktober 2010 data 10) „Sebenarnya pemerintahan Jonggring Salaka hari ini memang sedang vacum. Semenjak Bethara Guru sebagai pejabat definitip, sedang bertapa di Gunung Mahameru. Selama bertapa, beliau mundur dari dari pemerintahan. Hal ini menimbulkan kontroversi. Sebab ratu dan patih itu satu paket, Bethara Guru mundur, mengapa Naranda tidak? Maka dari itu patih kahyangan sekarang dianggap tidak sah, dan akhirnya digugat uji materi oleh Mahkamah Konstitusi. Hasilnya mulai jam 14. 30 hari keputusan MK, Bethara Naranda bukan lagi patih Jonggring Salaka. Namanya pun juga berubah menjadi Naranda Supanji SH (Sang Hyang).‟

(Terjemahan dalam bahasa Indonesia) Melalui cerita “Bethara Guru Maneges” ini, pengarang menyampaikan pesan-pesannya melalui percakapan atau kritikan dalam cerita tersebut. Dalam percakapan antara Togog dan Prabu Nilakrudha, sebenarnya pengarang ingin menyampaikan pesan bahwa Tuhan telah menciptakan jodoh kepada umatnya sesuai dengan jenisnya masing-masing. Semua makhluk hidup di dunia diciptakan saling berpasangan. Pesan yang lain juga terdapat pada percakapan antara Bethara Kamanjaya dengan istrinya Bethari Ratih. Bahwa segala yang telah digariskan Tuhan terhadap umatnya telah membawa kebaikan untuk dirinya sendiri. Segala sesuatunya akan membawa berkah masing-masing.

Dokumen terkait