• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III LANDASAN TEORI

A. Beton

Penggunaan pasir gunung pada campuran beton sebagai agregat halus pernah diteliti oleh Arman (2014) dengan judul “Studi Desain Campuran Pasir Gunung (Ex Lubuk Alung) Terhadap Kuat Tekan Beton Normal”. Metode yang dilakukan peneliti pada penelitian ini secara umum sama dengan pembuatan beton pada umumnya.

Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain: agregat halus (pasir) berasal dari gunung (Ex Lubuk Alung); agregat kasar (kerikil) berasal dari Gunung Nago; semen yang digunakan adalah semen Portland dari semen padang; serta air yang digunakan adalah air sumur.

Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:

1. Peralatan pengujian agregat seperti: saringan atau ayakan, timbangan, gelas ukur, tabung silinder, mesin penggetar, dan oven.

2. Peralatan pembuatan benda uji seperti: ember dan nampan, concrete mixer, cetakan kubus, kuas, palu karet, dan jangka sorong.

3. Peralatan pengujian benda uji yang digunakan berupa kerucut Abrams, batang penumbuk, mistar, dan Universal Testing Machine (UTM). Benda uji pada penelitian ini berbentuk kubus berukuran 15 cm x 15 cm x 15 cm dan berjumlah 30 buah yang terbagi oleh lima variasi waktu pengujian yakni 3 hari, 7 hari, 14 hari, 21 hari, dan 28 hari dengan masing-masing variasi memiliki sampel benda uji sebanyak 6 buah serta faktor aman 1 buah pada setiap variasi waktu pengujian.

Setelah melalui tahap pembuatan benda uji maka tahap selanjutnya yakni perawatan benda uji (Curing) dengan cara direndam dan tahap terakhir pada penelitian ini yakni pengujian kuat tekan terhadap benda uji. Adapun hasil kuat tekan beton pada umur 28 hari tertera pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Hasil kuat tekan beton pasir Ek Lubuk Alung pada umur 28 hari Sampel Beton Sampel Nomor Berat Benda Uji Beban (ton) Beban (kg/cm2) Rata-rata ton kg/cm2 Beton Normal 1 7239 46,589 207,06 48,461 215,381 2 7242 45,023 200,10 3 7057 41,994 186,64 4 7227 47,446 210,87 5 7209 48,510 215,60 6 7160 52,240 232,18 7 7232 57,425 255,22 Sumber: Arman (2014)

Dari hasil pengujian di atas menunjukkan bahwa hasil dari penelitian ini bisa digunakan untuk pekerjaan konstruksi yang mengunakan beton sebagai bahan konstruksi. Karena bahan yang digunakan terutama pasir banyak mengandung berupa batu apung yang tidak mungkin digunakan untuk pembuatan beton mutu tinggi, pasir Gunung Lubuk Alung lebih cocok untuk pembuatan beton ringan, minimal dari hasil penelitian ini pasir Gunung Ex Lubuk Alung dapat dimanfaatkan pada daerah setempat.

B. Beton Menggunakan Campuran Pasir Sungai dan Pasir Laut Pasir Laut merupakan pasir yang berasal dari pengikisan tebing di pantai dan dalam selang waktu yang lama batuan tersebut terkikis menjadi butiran-butiran halus namun kandungan garam yang terdapat pada pasir laut mempengaruhi kuat tekan beton sehingga pasir laut jarang digunakan segbagai agregat halus beton. Selain pasir laut, pasir sungai juga banyak digunakan untuk pembuatan beton karena pasir sungai tidak mengandung senyawa garam yang bisa merusak mutu beton namun kandungan lumpur yang terdapat pada pasir sungai lebih besar dibanding dengan pasir laut. Penggunaan pasir laut dan pasir sungai pernah diteliti oleh Fuad (2015) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Pasir Sungai dengan Pasir Laut Terhadap Kuat Tekan Dan Lentur Pada Mutu Beton K-225”. Metode penelitian yang digunakan Fuad (2015) pada penelitiannya akan di jelaskan sebagai berikut.

Waktu penelitian lebih kurang tiga bulan dan dilaksanakan di Laboratorium Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Tridinanti Palembang. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah, pasir sungai yang berasal dari sungai musi Palembang; pasir laut dari pantai mutun Lampung; agregat kasar berasal dari Lahat; semen yang digunakan semen batu raja tipe I. Penggunaan peralatan yang digunakan untuk pengujian bahan agregat halus dan kasar adalah, alat uji berat jenis, penyerapan air, analisa saringan, berat isi, abrasi/keausan agregat kasar, gelas ukur, panci, timbangan, oven, cetakan benda uji, slump test, alat uji kuat tekan beton, dan alat uji kuat lentur beton.

Setelah melewati tahap rancang campur (mix deisgn) maka dilakukan tahap pembuatan benda uji sebanyak 16 buah kemudian tahap selanjutnya yakni perawatan benda uji (Curing) dan tahap terakhir pada penelitian ini yaitu pengujian kuat tekan beton menggunakan Machine Bearing Test (MBT). Adapun hasil kuat tekan beton terdapat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Hasil kuat tekan beton menggunakan pasir sungai dan pasir pantai

Umur Beton Jenis Campuran BPS BPL BPST BPLT kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 7 HARI 144,4 120,64 187,13 178,03 14 HARI 200,03 247,06 211,16 250,91 21 HARI 201,19 256,12 243,74 263,41 28 HARI 205,07 281,92 250,92 288.17 Sumber: Fuad (2015) Keterangan :

BPS : Beton Pasir Sungai BPL : Beton Pasir Laut

BPST : Beton Pasir Sungai Treatment BPLT : Beton Pasir Laut Treatment

Berdasarkan dari hasil Tabel 2.2 dapat dilihat bahwa Beton Pasir Sungai Treatment (BPST) mengalami peningkatan 45,85 kg/cm2 atau sebesar 22,35 % dari Beton Pasir Sungai (BPS) tanpa treatment. Peningkatan kuat tekan yang sangat tinggi ini di karenakan kandungan lumpur yang tereduksi dengan baik sedangkan pada kuat tekan Beton Pasir Laut Treatment (BPLT) mengalami peningkatan sebesar 6,25 kg/cm2 atau sebesar 2,23 % dari Beton Pasir Laut (BPL) tanpa treatment. Peningkatan kuat tekan yang sangat rendah ini di karenakan kandungan lumpur dalam pasir laut sangat kecil.

C. Beton Menggunakan Campuran Pasir Besi

Penggunaan pasir besi sebagai agregat halus pada campuran beton pernah di tulis oleh Dasalaku (2012) dengan judul “Penggunaan Pasir Besi Sebagai Agregat Halus Beton Pemberat Pipa Minyak/Gas Lepas Pantai”. Metode penelitian yang digunakan oleh peneliti secara garis besar meliputi pemeriksaan bahan-bahan penyusun beton (agregat halus dan agregat kasar), rancang campur (mix design), pembuatan benda uji, perawatan (curing), dan analisis data hasil uji kuat tekan beton. Adapun nilai hasil uji kuat tekan beton pada umur 7 hari dan 28 hari terdapat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Hasil kuat tekan beton menggunakan pasir besi Variasi Kuat

Tekan (MPa) FAS Kuat Tekan Rata-rata (MPa)

F’c 7 hari 28 hari

30 0,42 28.67 36.16

32 0,40 30.09 38.14

34 0,38 31.60 41.08

Sumber: Dasalaku (2012)

Dari hasil pengujian kuat tekan beton yang menggunakan campuran pasir besi menunjukkan bahwa campuran ini menghasilkan kuat tekan yang melebihi standar dari PT. Total Indonesia. Selain nilai kuat tekan beton penelitian ini juga

memperhitungkan nilai absorpsi atau kemampuan beton dalam menyerap air dimana nilai absorpsi sangat berpengaruh kepada umur penggunaan beton. Adapun nilai dari hasil pengujian absorpsi terdapat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4 Hasil absorpsi beton menggunakan pasir besi Variasi Kuat

Tekan (MPa)

FAS Absorpsi Rata-rata (%)

F’c

30 0,42 3,96

32 0,40 3,68

34 0,38 4,19

Sumber: Dasalaku (2012)

Absorpsi beton yang didapatkan dari hasil pengujian di Laboratorium memenuhi spesifikasi yang diberikan oleh PT Total Indonesia yaitu dibawah 5%. Jika nilai absorpsi melebihi batas yang telah di tetapkan maka hal ini sangat berpengaruh pada umur penggunaan.

Dalam penelitian ini, penggunaan pasir besi sebagai agregat halus pada bahan campuran beton lebih ditujukan untuk pembuatan beton pemberat pada pipa gas yang terdapat di dalam laut. Beton pemberat pipa diperlukan untuk dapat mempertahankan posisi pipa selama masa layanan, karena besarnya gaya–gaya yang bekerja pada pipa tersebut, terutama gaya apung pada saat pipa dalam kondisi kosong. Berat pipa baja dan beton pemberat harus dapat menahan semua gaya yang bekerja termasuk gaya apung yang memungkinkan pipa dapat mengapung.

D. Beton Menggunakan Campuran Pasir Pantai

Penggunaan pasir pantai sebagai agregat halus pada pembuatan beton pernah diteliti oleh Iskandar (2013) dengan judul “Pengaruh Penggunaan Pasir Pantai Sebagai Pengganti Agregat Halus Pada Balok Beton Bertulang”.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian yang secara umum sama dengan metode yang dilakukan oleh peneliti di atas. pada tahap pembuatan benda uji seperti : pengujian agregat halus (pasir Pantai Cermin dan pasir biasa) dan agregat kasar; rancang campur (mix design); pembuatan benda uji silinder dan balok; pengujian luat tekan beton. Adapaun hasil pengujian kuat tekan beton tertera pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Persen penurunan kuat tekan beton

No. Sampel Luas ( mm2 ) Kuat Tekan Sampel Silinder dengan Pasir Biasa ( MPa ) Kuat Tekan Sampel Silinder dengan Pasir Pantai Cermin ( MPa ) Penurunan Kuat Tekan ( % ) 1 17662,5 19,438 16,985 12,619 2 17662,5 22,308 19,023 14,725 3 17662,5 20,136 18,249 9,371 4 17662,5 19,929 16,418 17,617 Rata – rata 20,452 17,668 13,583 Sumber: Iskandar (2013)

Dari pengujian kuat tekan yang dilakukan dapat di tarik kesimpulan bahwa penurunan kuat tekan rata – rata pada beton dengan pasir pantai dibandingkan dengan beton dengan pasir biasa adalah 13,583 %. Dalam penelitian ini peneliti tidak melakukan treatment (dicuci dengan air bersih) terhadap pasir pantai yang pada umumnya mengandung senyawa garam yang dapat mempengaruhi kuat tekan beton dikarenakan kandungan lumpur yang terdapat pada pasir pantai berada di bawah toleransi, yaitu 5%, jadi pada saat pembuatan benda uji pasir tersebut tidak melalui proses pencucian.

E. Pengaruh Lokasi Pengambilan Pasir Terhadap Kuat Tekan Beton Penelitian mengenai penggunaan pasir Sungai Opak yang berasal dari letusan Gunung Merapi Yogyakarta sebagai bahan campuran beton normal yang dibuat secara konvensional pernah di teliti oleh Bale (2011) dengan judul

“Analisis Pasir Lahar Dingin Di Sungai Opak Untuk Material Beton Dengan Pengerjaan Konvensional”. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas material (pasir) dan beton yang dibuat dengan menggunakan material hasil erupsi merapi pada tahun 2010 tersebut yang diambil dari aliran sungai Opak dalam lingkup dari hulu sampai dengan sebelum menyatu dengan kali Gendol. Lokasi pengambilan dilakukan di area di kelurahan Argo Mulyo Cangkringan yang dianggap mewakili bagian hulu, di area tengah di desa Korowulon Bimo Martani Ngemplak dan di area hilir di desa Taman Martani Kalasan.

Proporsi campuran bahan beton ditetapkan menggunakan perbandingan konvensional yang dapat dan umum dilakukan oleh masyarakat awam, yaitu perbandingan antara Portland cement, pasir, dan kerikil dalam perbandingan volume 1 : 2 : 3 dengan nilai faktor air semen (fas) 0,45. Benda uji beton berbentuk silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm sebanyak 25 buah untuk setiap titik lokasi pengambilan. Untuk campuran beton yang dibuat menggunakan kerikil dari Clereng Kulonprogo dan semen Portland biasa (jenis I).

Pengujian yang dilakukan meliputi pencermatan visual dan pengujian Laboratorium atas karakteristik material dan kandungan lumpur terhadap pasir sampel, pengujian slump adukan beton segar, pengujian desak silinder dan uji tegangan-regangan desak silinder serta tarik belah silinder beton.

Dari hasil pengujian di Laboratorium, diperoleh data bahwa Modulus Halus Butir (MHB) untuk pasir dari area hulu dan tengah serta hilir masing-masing sebesar 3,17 dan 3,10 serta 1,72. Ploting pada grafik daerah gradasi butir berdasarkan SNI 03-2824-1993, pasir dari area hulu dan area tengah masuk dalam daerah gradasi pasir I dan II, sedangkan pasir dari area hilir masuk dalam daerah gradasi IV. Kandungan lumpur (butir butir yang lolos dari saringan No. 200) sebanyak 0,5% untuk pasir dari hulu dan 0,3% untuk pasir dari tengah sedangkan untuk pasir dari hilir sebanyak 3,4%. Hasil uji karakteristik pasir dan kuat tekan beton untuk ketiga sumber pengambilan tersebut ditampilkan dalam Tabel 2.6 dan Tabel 2.7.

Tabel 2.6 Hasil uji material pasir

Sumber: Bale (2011)

Tabel 2.7 Hasil pengujian kuat tekan beton

Sumber: Bale (2011)

Dari data-data yang diperoleh pada pengujian-pengujian yang dilakukan dan pembahasannya, dapat ditarik kesimpulan sebagaimana bahwa pasir hasil erupsi Merapi yang ada di sungai Opak, baik yang dari bagian hulu atau tengah ataupun hilir, dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran beton meskipun dalam

proporsi campuran konvensional (perbandingan volume 1 : 2 : 3) mengingat hasil uji kekuatannya dapat melampaui beton kualitas K175 atau setara dengan kuat tekan 150 MPa. Pasir di sepanjang hulu ke hilir sungai Opak dapat digunakan secara langsung untuk pembuatan beton tanpa harus disaring terlebih dulu, terlebih lagi yang diambil dari bagian tengah dan hilir, juga tidak perlu dicuci terlebih dulu untuk membersihkannya dari lumpur.

Jadi dari ketiga titik pengambilan (hulu, tengah, dan hilir), ditinjau dari performa kekuatannya dan disandingkan dengan pasir Progo, maka pasir dari bagian hulu tidak jauh berbeda dengan beton yang menggunakan pasir Progo, sedangkan dari tengah relatif sama dan yang berpasir dari hulu dapat melampaui pasir Progo.

F. Keaslian Penelitian

Penelitian mengenai beton normal dengan kuat tekan rencana 19 MPa menggunakan variasi jenis pasir yang berbeda di daerah Yogyakarta belum pernah dilakukan sebelumnya. Hal-hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian di atas terdapat pada asal agregat halus, jumlah benda uji, dan jenis beton yang di hasilkan. Adapun perbedaan-perbedaannya sudah terangkum dalam Tabel 2.8.

Tabel 2.8 Keaslian penelitian

No Peneliti Asal Agregat

Halus

Jumlah

Benda Uji Jenis Beton 1 Arman Pasir gunung 30 buah Beton normal

2 Fuad Pasir sungai

Pasir laut

16 buah Beton normal

3 Dasalaku Pasir besi 6 buah Beton prategang 4 Iskandar Pasir pantai 18 buah Beton normal

Sambungan Tabel 2.8 Keaslian penelitian

6 Habibi Pasir gunung

Pasir pantai Pasir sungai Pasir besi

14 A. Beton

Beton adalah salah satu bahan konstruksi bangunan yang sering dipakai di Indonesia. Selain murah, proses pengerjaannya juga mudah serta awet untuk penggunaan dalam jangka waktu yang lama. Menurut Mulyono, (2004) “Beton merupakan fungsi dari bahan penyusunnya yang terdiri dari bahan semen hidrolik (portland cement), agregat kasar, agregat halus, air, dan bahan tambah”. Saat ini banyak inovasi yang telah dibuat pada beton guna memperoleh beton bermutu tinggi tetapi bisa dibuat dengan biaya yang minim.

Penggunaan beton yang semakin banyak baik untuk gedung maupun jalan dan jembatan maka tempat pembuat beton (batching plant) harus bisa membuat beton sesuai dengan pengguanannya. ”hal ini mengakibatkan munculnya banyak

pabrik beton siap pakai (ready mixed concrete), dimana pemakai beton tinggal menyebutkan saja spesifikasi (jenis dan sifat-sifat) dari beton yang diinginkan, dan selanjutnya bahkan muncul pula pabrik beton pracetak (precast concrete), dimana pembuat bangunan cukup memesan suatu elemen struktur yang sudah siap pakai, dengan menyebutkan spesifikasi (jenis dan sifat-sifat) beton yang diinginkan”. (Tjokrodimulyo, 2010).

Sifat beton yang kuat pada gaya desak dan lemah pada gaya tarik membuat beton banyak di kombinasikan dengan bahan tambah seperti seperti serat baja, serat kaca, serat karbon bahkan dari cangkang kerang yang pada umumnya di digunakan untuk hiasan atau gantungan kunci. Menurut Tjokrodimuljo, (2007) “Hal-hal yang harus diperhatikan untuk mendapatkan kekuatan dan keawetan yang bagus yaitu pemilihan material, nilai perbandingan bahan-bahannya, proses pelaksanaan campuran, pemadatan dan perawatan”.

Beton yang sudah keras dapat dianggap sebagai batu-batuan, dengan rongga-rongga antara butiran yang besar (agregat kasar, kerikil atau batu pecah)

diisi oleh butiran yang lebih kecil (agregat halus, pasir), dan pori-pori diantara butiran-butiran yang kecil diisi oleh pasta-semen (semen dan air), dan sisanya terisi udara (Tjokrodimuljo, 2010).

1. Bahan-bahan Pembentuk Beton

Secara umum bahan-bahan penyusun beton normal telah dijelaskan di atas yakni semen, agregat kasar, dan agregat halus. Agar beton mempunyai mutu yang baik diperlukan pengetahuan dari sifat-sifat bahan dasarnya dan akan di jelaskan sebagai berikut.

a. Semen

Semen merupakan bahan utama dalam pembuatan beton selain pasir dan kerikil. Dalam pembuatan beton normal, jenis semen yang digunakan adalah semen Portland. Menurut Tjokrodimuljo (2007) “Semen mengandung beberapa unsur kimia yaitu kapur (CaO) sebesar 60-65%, silika (SiO2) 17-25%, alumina (Al2O3) 3-8%, besi (Fe2O3) 0.5-6%, magnesia (MgO) 0.5-4% , sulfur (SO3) 1-2%, soda/potash 0.5-1%”. Dari beberapa unsur tersebut membentuk beberapa senyawa. Senyawa yang paling penting dalam pembentukan semen portland yaitu:

Tabel 3.1 Komposisi utama semen Portland.

Nama Kimia Rumus

Kimia

Singkatan % Berat Tricalcium Silicate 3CaO.SiO2 C3S 50

Dicalcium Silicate 2CaO.SiO2 C2S 25 Tricalcium Aluminate 3CaO.Al2O3 C3A 12

Tetracalcium Aluminoferrite 4CaO.Al2O3. Fe2O3 C4AF 8 Gypsum CaSO4.H2O CSH2 3,5 Sumber: Mulyono (2007).

Berdasarkan SK.SNI.T 15-1990-03 semen Portland di bagi menjadi 5 jenis semen, antara lain sebagai berikut:

a. Tipe I, semen Portland yang dalam penggunaanya tidak memerlukan persyratan khusus seperti jenis-jenis lainnya. b. Tipe II, semen Portland yang dalam penggunaannya

memerlukan ketahanan terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

c. Tipe III, semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan kekuatan awal yang tinggi dalam fase permulaan setelah pengikatan terjadi.

d. Tipe IV, Semen portland yang dalam penggunaannya memerlukan panas hidrasi yang rendah.

e. Tipe V, Semen Portland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan yang tinggi terhadap sulfat.

Proses hidrasi yang terjadi pada semen portland dapat dinyatakan dalam persamaan kimia sebagai berikut:

2(3CaO.SiO2) + 6H2O (3CaO.2SiO2.3H2O) + 3Ca(OH)2 2(2CaO.SiO2) + 4H2O (3CaO.2SiO2.3H2O) + Ca(OH)2 3(3CaO.Al2O3) + 6H2O (3CaO. Al2O3.6H2O)

4CaO. Al2O3. Fe2O3 + 6H2O (3.CaO(Al.Fe)2O36H2O)

Hasil utama dari proses hidrasi semen berupa (3CaO.2SiO2.3H2O) atau C3S2H3 atau CSH yang biasa disebut tobermorite yang berbentuk gel. Hasil lain berupa kapur bebas Ca(OH)2 yang merupakan sisa dari reaksi C3S dan C2S dengan air.

b. Agregat Kasar

Agregat kasar atau disebut kerikil merupakan bahan pengisi beton yang berukuran lebih besar dari 4,80 mm yang terbentuk

secara alami maupun pecahan. hampir sebagian besar volume beton diisi oleh agregat baik itu agregat kasar maupun agregat halus yang berfungsi mengisi celah-celah yang terdapat pada beton. Menurut Tjokrodimuljo, (2010) “agregat diperoleh dari sumber daya alam yang telah mengalami pengecilan ukuran secara alamiah (misalnya kerikil) atau dapat pula diperoleh dengan cara memecah batu alam, membakar tanah liat, dan sebagainya”.

Dari kronologinya, agregat alami maupun yang hasil pemecahan, dapat dibagi menjadi beberapa jenis agregat yang memiliki sifat-sifat yang berbeda (Tjokrodimuljo, 2010). Adapun pembagiannya sebagai berikut:

1) Batu Pecah. Batu pecah (split) merupakan butir-butir hasil pemecahan batu. Permukaan butir-butirnya biasanya lebih kasar dan bersudut tajam.

2) Pecahan bata atau genteng. Agregat ini merupakan hasil pemecahan bata atau genteng. Bahan ini harus bebas dari kotoran dan tidak mengandung kotoran yang mengurangi mutu beton. Mutu tanah liat dapat berbeda, dan cara pembakaran (suhu) juga berbeda.

Menurut standar SK.SNI.S-04-1989-F (Spesifikasi Bahan Bangunan Bagian A), agregat untuk bahan bangunan sebaiknya dipilih yang memenuhi persyaratan sebagai berikut (kecuali agregat khusus, misalnya : agregat ringan, dan sebagainya). Adapun persyaratannya sebagai berikut :

1) Butir-butirnya keras dan tidak berpori. Indeks kekerasan ≤ 5 persen (diuji dengan goresan batang tembaga)bila diuji dengan bejana Rudeloff atau los angeles

2) Kekal, tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca (terik mataharidan hujan). Jika diuji dengan larutan garam Natrium Sulfat bagian yang hancur maksimum 12 persen, jika diuji dengan Magnesium Sulfat maksimum 18 persen.

3) Tidak mengandung lumpur (butiran halus yang lewat ayakan 0,06 mm) lebih dari 1 persen.

4) Tidak boleh mengandung zat-zat reaktif terhadap Alkali. 5) Butiran agregat yang pipih dan panjang tidak boleh lebih

dari 20 persen.

6) Modulus halus butir antara 6-7,10 dan dengan variasi butir sesuai standar gradasi.

7) Ukuran butir maksimum tidak boleh melebihi : 1/5 jarak terkecil antara bidang-bidang samping cetakan, 1/3 tebal pelat beton, 3/4 jarak bersih antar tulangan atau berkas tulangan.

Agregat kasar yang digunakan dalam pembuatan beton harus diketahui tingkat keausannya karena tingkat keausan agregat kasar berpengaruh terhadap kuat tekan beton. Berdasarkan Persyaratan Umum Bahan Bangunan di Indonesia, agregat kasar perlu diuji tingkat keausannya.

Tabel 3.2 Persyaratan kekerasan agregat kasar

Kekuatan Beton

Maksimum bagian yang hancur dengan mesin Los Angles, Lolos Ayakan 1,7 mm (%)

Kelas I (sampai 10 MPa) 50

Kelas II (10 MPa - 20 MPa) 40

Kelas III (diatas 20 MPa) 27

Sumber:Tjokrodimuljo (2007).

c. Agregat Halus

Agregat halus atau pasir adalah bahan alami berukuran kecil dari 4,80 mm yang terbentuk dari pecahan batu dan banyak ditemukan di Yogyakarta baik itu di gunung, sungai, maupun pantai. Menurut Tjokrodimuljo (2010) “agregat yang butir-butirnya lebih

kecil dari 1,20 mm kadang-kadang disebut pasir halus, sedangkan butir-butir yang lebih kecil dari 0,75 mm disebut silt dan yang lebih kecil 0,002 mm disebut clay”.

Pasir alam terbentuk dari pecahan batu karena beberapa sebab. Pasir alam dapat diperoleh dari dalam tanah, pada dasar sungai, atau dari tepi laut, oleh Karena itu pasir alam dapat digolongkan menjadi 3 macam (Tjokrodimuljo, 2010). Adapun 3 jenis pasir tersebut antara lain:

1) Pasir galian. Pasir golongan diperoleh langsung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali terlebih dahulu. Pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori, dan bebas dari kandungan garam.

2) Pasir sungai. Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya berbutir halus dan bulat-bulat akibat proses gesekan. Pada sungai tertentu yang dekat dengan hutan kadang-kadang banyak mengandung humus. 3) Pasir pantai. Pasir pantai ialah pasir yang diambil dari

pantai. Pasir panatai berasal dari pasir sungai yang mengendap di muara sungai (di pantai) atau hasil gerusan air di dasar laut dan mengendap di pantai. Pasir pantai biasanya berbutir halus. Bila merupaan pasir dari dasar laut maka pasirnya banyak mengandung garam. Oleh karena itu maka sebaiknya pasir pantai diperiksa dulu sebelum dipakai. Jika mengandung garam maka sebaiknya dicuci dulu dengan air tawar sebelum dipakai. Baja tulangan di dalam beton yang dibuat dari pasir yang mengandung garam akan lebih cepa terkorosi. Menururt CP 110:1972 (Nevile, hal.135), kandunga garam CaCl (Calcium Cloride) dalam pasir laut tidak boleh melampaui 1 persen dari berat semen yang dipakai, bahkan untuk beton prategang hanya diperbolehkan 0,1 persen saja.

Agregat halus yang akan dipakai pada beton harus melalui tahap-tahap pengujian agregat. Pengujian agregat meliputi pengujian gradasi, kadar air, berat jenis dan penyerapan air, berat satuan, dan kadar lumpur. Adapun penjelasan mengenai pengujian agregat halus akan di jelaskan sebagai berikut.

1) Gradasi agregat halus

Gradasi agregat adalah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila agregat mempunyai butiran yang seragam maka volume pori akan besar. Sebaliknya bila ukuran butirnya bervariasi maka volume pori menjadi kecil. Hal ini karena butiran yang kecil dapat mengisi pori diantara butiran yang lebih besar sehingga pori – pori menjadi sedikit, dengan kata

Dokumen terkait