BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Perhitungan Kekuatan Beton Apabila Diberikan Pengekang
2.4.1 Beton Yang Dikekang Dengan Menggunakan Tulangan
Diasumsikan bahwa tulangan spiral cukup mendekati untuk memberikan tekanan yang sama rata, tekanan pengekang dapat dihitung dari tegangan sengkang yang dihasilkan oleh baja pengekang spiral. Gambar 2.12 menunjukkan distribusi gaya dari setengah spiral. Tekanan lateral dari beton f’l mencapai maksimum ketika pengekang spiral mencapai kekuatan leleh fy. Jika ds merupakan diameter dari spiral, Asp merupakan luas penampang dari tulangan spiral, dan s adalah jarak spasi antar spiral, persamaan dari gaya yang bekerja pada gambar 2.13 adalah
(2.8)
Jika kita masukkan persamaan 2.8 kedalam persamaan 2.6 maka akan menjadi
(2.9)
Gambar 2.11 Pengekangan dari beton dengan pengekang berbentuk spiral Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
2.4.2 Beton Yang Dikekang Dengan Menggunakan Tulangan Segiempat Beberapa peneliti sudah mengajukan hubungan tegangan-regangan untuk beton yang dikekang menggunakan sengkang segiempat. Gambar 2.13 menunjukkan beberapa kurva yang telah diajukan oleh beberapa peneliti.
Gambar 2.12 Beberapa kurva tegangan-regangan untuk pengekang segiempat yang telah diajukan oleh : (a) Chan dan Blume et al ; (b) Baker ; (c) Roy dan Sosen;
(d) Soliman dan Yu ; (e) Sargin et al
Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
Pada kurva trilinear yang diajukan oleh Chan, kurva O AB merupakan jumlah kira-kira kurva untuk beton tidak terkekang, dan bentuk dari BC bergantung kepada pengekang melintang. Blume et al juga menerapkan sebuah kurva trilinear dimana OA memperkirakan kurva untuk beton tidak terkekang hingga 0,85 f’c dan ABC (terkadang digantikan oleh satu garis lurus) tergantung dari kadar dan tegangan leleh dari pengekang melintang. Baker mengajukan sebuah parabola sampai tegangan maksimum gradien regangan dan kadar baja pengekang. Roy dan Sozen mengajukan untuk mengganti cabang kurva yang turun dengan garis lurus yang memiliki regangan 0,5 f’c yang mana berhubungan secara linear terhadap kadar tulangan melintang. Kurva Soliman dan Yu mengandung sebuah parabola dan dua garis lurus dengan tegangan dan regangan pada titik kritis yang berhubungan dengan kadar tulangan melintang dan spasi dan luas area yang terkekang. Sargin et al sudah mengajukan sebuah persamaan umum yang menghasilkan kurva tegangan-regangan secara terus-menerus yang berhubungan dengan kadar, spasi, dan kekuatan leleh dari tulangan melintang, gradient regangan sepanjang area, dan kekuatan beton.
Berdasarkan bukti dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan Kent dan Park mengajukan kurva tegangan-regangan pada gambar 2.14 untuk beton yang dikekang dengan sengkang persegi. Hubungan yang diajukan ini menggabungkan sifat-sifat dari semua kurva yang telah diajukan sebelumnya. Sifat-sifat dari kurva yang sudah adalah sebagai berikut.
Pada daerah AB; Ɛc ≤ 0,002
⌊ ( ) ⌋ (2.10)
Gambar 2.13 Kurva tegangan-regangan untuk beton yang dikekang dengan sengkang persegi, yang diusulkan oleh Kent dan Park
Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
Bagian yang naik dari kurva ditunjukkan oleh sebuah parabola tingkat dua dan diasumsikan bahwa baja pengekang tidak memiliki efek pada bentuk pada bagian ini dari kurva atau regangan pada tegangan maksimum. Diasumsikan juga bahwa tegangan maksimum dicapai oleh beton yang terkekang merupakan kekuatan dari silinder beton f’c. Terdapat juga bukti yang menunjukkan bahwa sengkang persegi akan mengakibatkan kenaikan dalam kekuatan. Akan tetapi peningkatan ini mungkin kecil, dan pada percobaan Roy dan Sozen, tidak ditemukan peningkatan dalam kekuatan. Tegangan maksimum yang diasumsikan dari f’c akan menjadi sederhana dalam kebanyakan kasus.
Daerah BC : 0,002≤ Ɛc ≤ Ɛ20c
( ) (2.11)
Dimana,
(2.12)
(2.13)
√ (2.14)
Dimana:
f’c = Kekuatan silinder beton (dalam psi atau 1 psi = 0,00689 N/mm2) ρs = Rasio volumetrik dari tulangan melintang terhadap volume inti beton diukur dari bagian luar sengkang
Sh = Jarak antar sengkang.
Parameter Z menentukan lekuk dari bagian penurunan yang linear. Lekuk dari lereng yang turun ditentukan oleh regangan ketika tegangan turun hingga 0,5 f’c, sesuai yang didapatkan dari bukti dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan.
Persamaan 2.13 untuk Ɛ50u memperhitungkan efek dari kekuatan beton terhadap lereng dari bagian yang turun dari beton tidak terkekang, beton kekuatan tinggi menjadi lebih rapuh dibandingkan beton dengan kekuatan rendah. Persamaan 2.14 untuk Ɛ50h memberikan penambahan daktilitas yang diakibatkan oleh sengkang persegi dan berasal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Roy dan Sozen; Soliman dan Yu ; dan Bertero dan Felipa. Penelitian yang dilakukan oleh Soliman dan Yu memberikan hasil termasuk efek dari gradien regangan sepanjang penampang (benda uji yang dibebani secara eksentrik), tetapi sejak efek tersebut tidak ditandai, maka efek tersebut tidak muncul pada persamaan. Ketika menganalisis hasil dari ketiga percobaan tersebut, maka diasumsikan bahwa beton penutup telah hancur pada waktu tegangan telah turun hingga 0,5 dari tegangan maksimum. Inti yang terkekang diasumsikan berada didalam pusat dari sisi sengkang, tapi jelas bahwa kesalahan yang kecil akan terjadi jika inti terkekang diambil sebagai volume beton diantara bagian luar sengkang. Hal ini akan secara kecil memperbolehkan keberadaan untuk beberapa penutup beton pada regangan tinggi.
Area CD : Ɛc ≥ Ɛ20c
(2.15)
Persamaan ini memperhitungkan kemampuan beton untuk menahan beberapa tegangan pada waktu regangan yang sangat besar
Menurut Robert Park dan Thomas Paulay, Sangatlah jelas bahwa perlu dilakukan percobaan mengenai beton terkekang yang lebih banyak lagi untuk menghasilkan data yang lebih untuk analisis secara statistik dan memperbolehkan penyertaan variabel yang lebih banyak. Persamaan yang telah diajukan untuk beton yang terkekang dengan sengkang persegi hanya dapat dianggap sebagai pendekatan.
Pada penelitian yang akan dilakukan dalam tugas akhir ini yang akan diteliti adalah sengkang melingkar dengan variabel mutu yang akan dibandingkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian direncanakan kurang lebih 3 bulan yakni mulai bulan April – Juni 2018. Faktor yang diteliti adalah faktor perkuatan benda uji silinder beton dengan pengekangan eksternal, dimana digunakan baja tulangan yang kemudian akan dilapisi pada benda uji silinder beton.
Secara umum urutan tahapan penelitian ini meliputi:
a. Penyediaan bahan penyusun beton.
b. Penyediaan bahan penyusun ferrocement.
c. Pemeriksaan bahan.
d. Perencanaan campuran beton (mix design).
e. Pengujian slump.
f. Pembuatan benda uji silinder.
g. Perawatan benda uji silinder.
h. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah.
3.2 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Perumusan Masalah
Persiapan Alat dan Bahan
Semen Batu Pecah Pasir Air Cincin Baja
Pemeriksaan Bahan
Mix Design
Pengujian Slump Pembuatan Benda Uji Silinder
Perawatan
Pelapisan Cincin Baja Pada Benda Uji Silinder
Perawatan
Pengujian Kuat Tekan
Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alur Metodologi Penelitian
3.3 Persiapan Alat dan Bahan
3.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah pengekangan eksternal yang yang di lapisi dengan cincin baja. Peneliti menggunakan cincin baja sebagai lapisan dari pengekangan eksternal yang akan dibuat
3.3.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3.4 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton
Tahap pertama yang dilaksanakan dalam pembuatan beton adalah pemilihan bahan-bahan penyusun. Pemilihan bahan-bahan penyusun yang baik akan menghasikan beton yang baik pula. Setelah mengevaluasi apa saja bahan-bahan yang akan digunakan, maka diperlukan pemeriksaan bahan-bahan di laboratorium.
Hal ini penting karena untuk mengetahui apakah bahan-bahan yang kita pilih sudah sesuai standar dan dapat digunakan untuk campuran beton.
3.4.1 Semen
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT.
SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg. Untuk semen ini tidak dilakukan pengujian, karena semen yang digunakan telah memenuhi persyaratan standar semen Portland normal.
3.4.2 Agregat Halus
Agregat halus yang dipakai adalah pasir alam yang dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
a. Analisa ayakan
b. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi c. Pemeriksaan berat isi
d. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no 200) e. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)
f. Pemeriksaan kadar liat (clay lump) 1. Analisa Ayakan
a. Tujuan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM).
b. Hasil pemeriksaan
Modulus kehalusan pasir (FM) : 2.396 Pasir dapat dikategorikan pasir kasar.
c. Pedoman
(3.1)
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu:
Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60
Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90
Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20
2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi a. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Berat jenis SSD : 2375 kg/m3
Berat jenis kering : 2261 kg/m3
Beart jenis semu : 2552 kg/m3
Absorbsi : 5.042%
c. Pedoman
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
3. Pemeriksaan Berat Isi a. Tujuan
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan
Berat isi keadaan rojok/padat : 1725.503 kg/m3 Berat isi keadaan longgar : 1654.168 kg/m3 c. Pedoman
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.
4. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan lumpur : 4.3% < 5%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.
5. Pemeriksaan Kandungan Organik (Colorimetric Test) a. Tujuan
Untuk memeriksa kadar bahan organic yang terkandung dalam pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.
6. Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump) a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan liat : 0.75% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.
3.4.3 Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan adalah yang lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan pada ayakan 4,76 mm. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Analisa ayakan
b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian kerikil lewat ayakan no 200) c. Pemeriksaan keausan menggunakan mesin Los Angeles
d. Pemeriksaan berat isi
e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi
1. Analisa Ayakan a. Tujuan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan (fineness modulus / FM) kerikil.
b. Hasil pemeriksaan
Modulus kehalusan kerikil (FM) : 6,628 5,5 < 6,94 < 7,5, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
1.
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5.
2. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan lumpur : 0,85% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat kasar tidak dibenarkan melebihi 1% (ditentukan dari berat kering).
Apabila kadar lumpur melebihi 1% maka kerikil harus dicuci.
3. Pemeriksaan Keausan Menggunakan Mesin Los Angeles a. Tujuan
Untuk memeriksa ketahanan aus agregat kasar.
b. Hasil pemeriksaan
Persentase keausan : 17,28% < 50%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
1.
(3.2)
2. Pada pengujian keausan dengan mesin Los Angeles, persentaase keausan tidak boleh lebih dari 50%.
4. Pemeriksaan Berat Isi a. Tujuan
Untuk memeriksa berat isi (unit weight) agregat kasar dalam keadaan padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan
Berat isi keadaan rojok/padat : 1620.325 kg/m3 Berat isi keadaan longgar : 1557.368 kg/m3 c. Pedoman
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa kerikil akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.
5. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi a. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) kerikil. SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
3.4.4 Air
Syarat air yang layak digunakan dalam campuran adalah air yang tidak berwarna, jernih dan tidak mengandung kotoran. Jadi air harus berasal dari sumber yang bersih. Air yang digunakan dalam penelitian ini adalah air yang berasal dari PDAM Tirtanadi, di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3.4.5 Baja Tulangan
Baja tulangan yang digunakan adalah baja tulangan beton polos dan baja tulangan beton ulir dengan diameter tulangan yang sama yaitu 12 mm. Hasil pengetesan dapat dilihat pada table 4.1 Tabel 3.1 Hasil Pengetesan Tulangan Baja Ulir Dan Polos
Nama Benda Uji Tegangan leleh (MPa)
Baja Tulangan Polos 386,422
Baja Tulangan Ulir (Bukan SNI) 395,075 Sumber: Hasil Pengujian Pada Politeknik Negeri Medan
3.5 Perencanaan Campuran Beton (Mix Design)
Perancangan campuran beton merupakan suatu usaha untuk mendapatkan sifat-sifat fisik beton yang paling ekonomis dengan menggunakan bahan penyusun yang ada. Perencanaan Campuran Beton (Mix Design) yang dipakai berdasarkan ACI 211.1. Menggunakan bahan penyusun yang baik belum tentu menjamin akan menghasilkan beton yang baik apabila proporsi campuran tidak dirancang dengan benar.
Unsur-unsur pembentuk beton harus ditentukan secara proporsional, sehingga terpenuhi syarat-syarat:
1. Nilai kekenyalan atau kelecakan tertentu yang memudahkan adukan beton ditempatkan pada cetakan/bekisting (sifat kemudahan dalam mengerjakan) dan memberikan kehalusan permukaan beton segar. Kekenyalan ditentukan dari volume pasta adukan, keenceran pasta adukan, serta perbandingan campuran agregat halus dan kasar.
2. Kekuatan rencana dan ketahanan beton setelah mengeras.
3. Ekonomis dan optimum dalam pemakaian semen.
Dari hasil perhitungan mix design diperoleh perbandingan campuran beton sebagai berikut dengan variasi semen : air : pasir : kerikil = 1 : 0.51 : 1.97 : 3,08
Tabel 3.2 Komposisi Kebutuhan Bahan Campuran Beton untuk 1 m3
3.6 Pembuatan Benda Uji
Pembuatan benda uji silinder terdiri dari tiga variasi , yaitu variasi I (beton normal), variasi II (beton dengan dilapisi jumlah 4 cincin), variasi III (beton dengan dilapisi jumlah 5 cincin), variasi IV (beton dengan dilapisi jumlah 6 cincin)
Langkah-langkah pembuatan benda uji adalah sebagai berikut:
1. Alat-alat yang akan digunakan dibersihkan terlebih dahulu, lalu timbang bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan hasil dari mix design.
2. Menyiapkan molen yang bagian dalamnya sudah dibasahi. Kemudian menuangkan agregat kasar dan agregat halus.
3. Setelah tercampur merata, masukkan air yang telah ditimbang atau diukur sesuai dengan perencanaan mix design.
4. Setelah campuran merata, dilakukan uji slump untuk mengetahui tingkat workability adukan.
5. Jika nilai slump telah memenuhi, adukan beton dapat dituangkan ke dalam cetakan dan dipadatkan hingga merata.
6. Diamkan selama 24 jam.
7. Setelah umur beton 24 jam, cetakan dibuka kemudian dilakukan perawatan beton.
3.7 Perawatan Benda Uji
Perawatan benda uji silinder dilakukan dengan cara merendam beton dalam air. Pelapisan ferrocement dilakukan saat sampel berumur 28 hari.
Pengujian dilakukan pada saat sampel berumur 28 hari setelah dilapisi cincin baja.
Hal ini berarti benda uji silinder dikeluarkan dari bak perendam diangkat pada
saat benda uji berumur 27 hari agar pada waktu di uji, sampel dalam keadaan tidak basah.
3.8 Pelapisan Baja Tulangan Polos Dan Ulir
Pelapisan cincin baja dilakukan saat beton berumur 28 hari kemudian di lapisi dengan baja tulangan polos dan baja tulangan ulir dengan memasukkan baja tulangan yang dibentuk lingkaran sesuai dengan ukuran benda uji kemudian dilas. Mutu las yang digunakan adalah E70
3.9 Pengujian dan Pengamatan Benda Uji
3.8.1 Uji Kuat Tekan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton yang telah mengeras selama 28 hari dengan benda uji berbentuk silinder.
Kekuatan tekan adalah kemampuan beton dalam menerima gaya tekan per satuan luas.
Kekuatan tekan beton dapat dihitung dengan rumus:
(3.3)
dimana: c’ = kuat tekan beton (MPa) P = beban maksimum (N)
A = luas penampang benda uji (mm2)
3.8.2 Uji Kuat Tekan Beton Terkekang
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kuat tekan beton terkekang yang telah mengeras selama 28 hari dengan benda uji berbentuk silinder yang berdiameter 15 cm dan tinggi 30 cm. Kekuatan tarik beton relatif rendah, kirakira 10% - 15% dari kekuatan tekan beton, kadang-kadang 20%. Kekuatan ini lebih sukar untuk diukur dan hasilnya berbeda-beda dari satu bahan percobaan ke bahan percobaan yang lain dibandingkan untuk silinder-silinder tekan (Ferguson, 1986:11).
Kuat tarik belah dapat dihitung dengan persamaan:
(3.4) dimana : f’cc = kuat tekan beton yang terkekang (MPa)
f’c = kuat tekan beton (MPa)
k1 = koefisien yang didapat dari hasil eksperimen f’1 = kuat efektif lateral terkekang (MPa)
BAB IV
HASIL DAN PERHITUNGAN
4.1 Nilai Slump
Untuk mengetahui tingkat kekentalan adukan beton dilakukan slump test, yang dapat menggambarkan kemudahan pengerjaan (workability) beton. Adapun hasil dari pengujian slump adalah 15 cm
4.2 Kuat Tekan Beton
Pengujian kuat tekan beton dilakukan pada saat beton berumur 28 hari.
Pengujian kuat tekan beton didasarkan pada SNI-1974-2011. Adapun hasil perhitungan kuat tekan dan perbandingan terhadap beton normal dapat dilihat pada table-tabel dibawah ini.
Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Normal (MPa)
No Variasi Kuat Tekan (MPa)
1 Normal 22,9
2 Normal 19,8
3 Normal 22,8
4 Normal 25,4
5 Normal 26,3
6 Normal 28,3
Rata-rata 24,25
Sumber : Hasil Penelitian
Gambar 4.1 Grafik Hasil Nilai Kuat Tekan Beton Normal
Tabel 4.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Tulangan Baja Dengan Variasi Jarak Jarak 15 cm (MPa)
Gambar 4.2 Grafik Hasil Nilai Kuat Tekan Beton Variasi Jarak Tulangan 15 cm
Tabel 4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Tulangan Dengan Variasi Jarak 10 cm (MPa)
Gambar 4.3 Grafik Hasil Nilai Kuat Tekan Beton Variasi Jarak Tulangan 10 cm
Tabel 4.4 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Tulangan Dengan Variasi Jarak 5 cm(MPa)
Rata-rata 48,166667 56,066667
37.2
Gambar 4.4 Grafik Hasil Nilai Kuat Tekan Beton Variasi Jarak Tulangan 5 cm
Tabel 4.5 Hasil Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Beton Normal dengan Beton Perkuatan Cincin Tulangan Baja 4 Jarak Antar Tulangan 5 cm 48,166667 56,066667
48.7
Gambar 4.5 Grafik Hubungan Nilai Kuat Tekan Beton Normal Dengan Beton Terkekang
Dari tabel 4.6 dan gambar 4.5 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan kekuatan seiring dengan penambahan cincin tulangan baja polos dan cincin tulangan baja ulir. Pada penambahan cincin tulangan baja sejarak 15 cm, kuat tekan naik sebesar 15,46% dari kuat tekan normal yaitu 3,75 MPa, pada penambahan cincin tulangan baja sejarak 10 cm, kuat tekan naik sebesar 43,92%
atau naik sebesar 10,65 MPa dari kuat tekan normal, sedangkan pada penambahan cincin tulangan baja sejarak 5 cm, kuat tekan naik sebesar 98,625% atau naik sebesar 23,016667 MPa dari kuat tekan normal.
Sedangkan untuk cincin tulangan baja ulir Pada penambahan cincin tulangan baja sejarak 15 cm, kuat tekan naik sebesar 36,36% dari kuat tekan
4.3 Analisa Perhitungan Beton Yang Terkekang Secara Teoritis
Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti sebelumnya, seperti Richart et al, Balmer, Setunge et al, Imran dan Pantazopoulu, Legeron dan Paultre, dan J. B. Mander et al. . Dari hasil percobaan diperoleh jumlah f’c = 24,25 Mpa, dan tegangan leleh (fyh) untuk baja tulangan polos = 386,422 Mpa dan untuk baja tulangan ulir = 395,075 Mpa.
Richart et al. mengajukan persamaan 4.1 Apabila nilai dari hasil percobaan dimasukkan kedalam persamaan 4.1 maka didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.7.
( ) (4.1)
Tabel 4.6 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan Oleh Richart et al.
No. Variasi Kuat Tekan Beton Terkekang (MPa)
Tulangan Polos Tulangan Ulir 1 Jarak Antar Tulangan 15 cm 37,085705 37,37313 2 Jarak Antar Tulangan 10 cm 45,522438 45,998783 3 Jarak Antar Tulangan 5 cm 56,078953 56,791686
Balmer mengajukan persamaan 4.2 Apabila nilai dari hasil percobaan dimasukkan kedalam persamaan 4.2 maka didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.8.
( ) (4.2)
Tabel 4.7 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan Oleh Balmer.
No. Variasi Kuat Tekan Beton Terkekang (MPa)
Tulangan Polos Tulangan Ulir 1 Jarak Antar Tulangan 15 cm 37,08803 37,35518 2 Jarak Antar Tulangan 10 cm 53,58946 54,16866
3 Jarak Antar Tulangan 5 cm 99,05872 100,4389
Setunge et al mengajukan persamaan 4.3 Apabila nilai dari hasil percobaan dimasukkan kedalam persamaan 4.3 maka didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.9.
( ) (4.3)
Tabel 4.8 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan Oleh Setunge et al.
No. Variasi Kuat Tekan Beton Terkekang (MPa)
Tulangan Polos Tulangan Ulir 1 Jarak Antar Tulangan 15 cm 38,98819 39,27873 2 Jarak Antar Tulangan 10 cm 56,19725 56,77945
3 Jarak Antar Tulangan 5 cm 99,27851 100,525
Imran dan Pantazopoulou mengajukan persamaan 4.4 Apabila nilai dari hasil percobaan dimasukkan kedalam persamaan 4.4 maka didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.10.
( ) √ (4.4)
Tabel 4.9 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan Oleh Imran dan Pantazopoulou.
No. Variasi Kuat Tekan Beton Terkekang (MPa)
Tulangan Polos Tulangan Ulir 1 Jarak Antar Tulangan 15 cm 35,46549 35,68854 2 Jarak Antar Tulangan 10 cm 48,76291 49,2156
3 Jarak Antar Tulangan 5 cm 82,79221 83,79424
Imran dan Pantazopoulou mengajukan persamaan 4.5 Apabila nilai dari hasil percobaan dimasukkan kedalam persamaan 4.5 maka didapatkan hasil yang dapat dilihat pada tabel 4.11.
( ) (4.5)
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan Oleh
Tabel 4.10 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan Oleh