PENGARUH PENGEKANGAN EKSTERNAL DENGAN TULANGAN BAJA TERHADAP KEKUATAN BETON
TUGAS AKHIR
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat penyelesaian pendidikan sarjana teknik sipil
Disusun Oleh:
HERMAN LIMARTO 130404094
BIDANG STUDI STRUKTUR DEPARTEMEN TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
2018
PENGARUH PENGEKANGAN EKSTERNAL DENGAN TULANGAN BAJA TERHADAP KEKUATAN BETON
ABSTRAK
Beton dan beton bertulang sangat umum digunakan pada beberapa Negara Maju dan Berkembang. Beton kuat dalam menahan tekan, tapi lemah dalam menahan tarik. Sebagai akibatnya, keretakkan terjadi kapanpun beban, penyusutan, atau perubahan suhu memberi peningkatkan kekuatan beton. Untuk memperkuat kekuatan tarik beton maka ditambahkan material-material yag lainnya untuk meningkatkan kekuatan beton. Perkuatan Baja yang digunakan pada beton memiliki kekuatan leleh sekitar 275-550 Mpa. (40,000 hingga 80,000 psi). Beton dapat dikekang eksternal secara melintang sebagai bentuk dari perkuatan beton.
Tugas akhir ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan kekuatan tekan pada beton silinder. Pada penelitian ini beton dikekang secara eksternal menggunakan mutu tegangan leleh (fyh) untuk baja tulangan polos berdiameter 12 mm = 386,422 Mpa dan untuk baja tulangan ulir bukan SNI berdiameter 12 mm = 395,075 Mpa.
Beton silinder dibuat dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm dan dikekang secara eksternal dengan variasi jarak antar tulangan baja polos dan ulir yang sama yaitu 5 cm, 10 cm, dan 15 cm. Berdasarkan hasil pengujian penambahan cincin tulangan baja polos kuat tekan naik sebesar 15,46% untuk jarak antar sengkang 15cm, 43,92% untuk jarak antar sengkang 10 cm, 98,625% untuk jarak antar sengkang 5cm. Sedangkan untuk cincin tulangan baja ulir sebesar 36,36% untuk jarak antar sengkang 15 cm, 61,513% untuk jarak antar sengkang 10 cm, dan 131,2% untuk jarak antar sengkang 5 cm. Dari hasil pengujian ini, dapat disimpulkan bahwa perkuatan beton silinder dengan tulangan baja sangat dipengaruhi oleh jarak antar sengkang dan mutu dari tulangan pengekang. Dimana semakin tinggi mutu tulangan pengekang dan jarak antar yang semakin kecil maka semakin naik juga kekuatan beton yang terkekang.
Kata kunci: Mutu Tulangan Pengekang, Jarak Antar Sengkang, Kuat Tekan, Tulangan Baja.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan berkat- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini. Penulisan Tugas Akhir yang berjudul “PENGARUH PENGEKANGAN EKSTERNAL DENGAN TULANGAN BAJA TERHADAP KEKUATAN BETON” ini dimaksudkan untuk melengkapi
persyaratan dalam menempuh ujian Sarjana Teknik Sipil pada Fakultas Teknik Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak terlepas dari dukungan, bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang berperan penting yaitu :
1. Bapak Ir. Daniel Rumbi Teruna,M.T., Ph.D. selaku pembimbing, yang telah banyak memberikan dukungan, masukan, bimbingan serta meluangkan waktu, tenaga dan pikiran kepada penulis untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini.
2. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan, selaku Wakil Dekan 1 Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Medis Sejahtera Surbakti, ST, MT, Ph.D, selaku Ketua Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
4. Bapak Prof. Dr. Ing.Johannes Tarigan, selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.
5. Ibu Nursyamsi, ST. MT. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan kepada penulis.
6. Kepada kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan penuh serta mendoakan saya dalam menyelesaikan Tugas Akhir ini.
7. Bapak/Ibu seluruh staf pengajar Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh pegawai Administrasi Departemen Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan selama ini kepada saya.
9. Saudara/i seperjuangan: Wensly Husada, Wira Chandra, Wisely Ongko, seluruh stambuk 2013, dan 2016, dan semua mahasiswa Teknik Sipil lainnya yang tidak dapat disebutkan seluruhnya terima kasih atas semangat dan bantuannya selama ini.
10. Dan seluruh rekan-rekan yang tidak mungkin saya tuliskan satu-persatu atas dukungannya yang sangat baik
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari Bapak dan Ibu Staf Pengajar serta rekan – rekan mahasiswa demi penyempurnaan Tugas Akhir ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih. Penulis berharap semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi para pembaca.
Medan, September 2018 Penulis
Herman Limarto 13 0404 094
DAFTAR ISI
Halaman
PENGESAHAN LAPORAN TUGAS AKHIR ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR NOTASI ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 2
1.3 Tujuan Penelitian ... 2
1.4 Batasan Masalah ... 3
1.5 Manfaat Penelitian ... 4
1.6 Metode Penelitian ... 4
1.7 Jadwal Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
2.1 Beton Dan Beton Bertulang ... 7
2.2 Sifat-Sifat Beton ... 9
2.2.1 Kuat Tekan Beton ... 9
2.2.2 Modulus Elastisitas Statis ... 15
2.2.3 Poisson’s Ratio ... 16
2.2.4 Penyusutan ... 16
2.2.5 Rangkak(Creep) ... 17
2.2.6 Kuat Tarik ... 19
2.2.7 Kuat Geser ... 20
2.3 Perkuatan(Reinforcement) ... 20
2.3.1 Fiber Reinforcement ... 20
2.3.2 Perkuatan Baja (Steel Reinforcement) ... 21
2.4 Perhitungan Kekuatan Beton Apabila Diberikan Pengekang ... 24
2.4.1 Beton Yang Dikekang Dengan Menggunakan Tulangan Spiral ... 30
2.4.2 Beton Yang Dikekang Dengan Menggunakan Tulangan Segiempat ... 31
BAB III METODE PENELITIAN ... 36
3.1 Umum ... 36
3.2 Diagram Alir Penelitian ... 37
3.3 Persiapan Alat dan Bahan ... 38
3.3.1 Bahan ... 38
3.3.2 Alat ... 38
3.4 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton ... 38
3.4.2 Agregat Halus ... 38
3.4.3 Agregat Kasar ... 41
3.4.4 Air ... 43
3.4.5 Baja Tulangan ... 44
3.5 Perencanaan Campuran Beton ... 44
3.6 Pembuatan benda Uji ... 45
3.7 Perawatan Benda Uji ... 45
3.8 Pelapisan Baja Tulangan Polos Dan Ulir ... 45
3.9 Pengujian dan Pengamatan Benda Uji ... 46
3.9.1 Uji Kuat Tekan ... 46
3.9.2 Uji Kuat Tekan Beton Terkekang ... 46
BAB IV HASIL DAN PERHITUNGAN ... 47
4.1 Nilai Slump ... 50
4.2 Kuat Tekan Beton ... 50
4.3 Analisa Perhitungan Beton Yang Terkekang Secara Teoritis ... 52
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
5.1 Kesimpulan ... 57
5.2 Saran ... 57
DAFTAR PUSTAKA ... 58
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel
Judul Halaman
1.1 Jumlah Benda Uji Untuk Variasi Mutu dan Spacing 3 3.1 Hasil Pengetesan Tulangan Baja Ulir dan Polos 44 3.2 Komposisi Kebutuhan Bahan Campuran Beton untuk 1 m3 44
4.1 Hasil Pengukuran Nilai Slump 47
4.2 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Normal(MPa) 47 4.3 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Tulangan Baja Dengan
Variasi Jarak Jarak 15 cm (MPa)
48 4.4 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Tulangan Baja Dengan
Variasi Jarak Jarak 10 cm (MPa)
49 4.5 Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Tulangan Baja Dengan
Variasi Jarak Jarak 5 cm (MPa)
50 4.6 Hasil Rekapitulasi Nilai Kuat Tekan Beton Normal Dengan
Beton Perkuatan Cincin Tulangan Baja
50 4.7 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan
Oleh Richart et al
52 4.8 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan
Oleh Balmer
52 4.9 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan
Oleh Setunge et al
53 4.10 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan
Oleh Imran dan Pantazopoulou
53 4.11 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan
Oleh Legeron dan Paultre
53 4.12 Hasil Perhitungan Menggunakan Persamaan Yang Diajukan
Oleh J. B. Mander et al
54 4.13 Hasil Rekapitulasi Nilai Perhitungan Teoritis Kuat Tekan
Beton Perkuatan Cincin Tulangan Baja Polos
54
4.14 Hasil Rekapitulasi Nilai Perhitungan Teoritis Kuat Tekan Beton Perkuatan Cincin Tulangan Baja Ulir
55 4.15 Rasio Perbandingan Antara Hasil Percobaan Dengan Hasil
Perhitungan
56
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar
Judul Halaman
1.1 Sketsa Pemasangan Cincin Tulangan Baja 3
2.1 Efek Dari Kondisi Kelembaban-Perawatan Pada 70oF Dan Kadar Kelembaban Dari Beton Pada Waktu Percobaan Kekuatan Tekan Dari Beton
13
2.2 Efek Dari Temperatur Pada Saat 28 Hari Pertama Kekuatan Beton (Rasio Air Semen = 0,41; semen tipe I)
14
2.3 Baja tulangan beton polos (BjTP) 21
2.4 Baja Tulangan Sirip/Ulir Bambu 22
2.5 Baja Tulangan Sirip/Ulir Curam 23
2.6 Baja Tulangan Sirip/Ulir Tulang Ikan 23
2.7 Kurva tegangan-regangan untuk beton silinder dengan diameter 150 mm (5,9 inc), dan tinggi 300 mm (11,8 inc), yang dikekang dengan pengekang spiral dengan tulangan baja ringan berdiameter 6,5 mm (0,26 inc)
26
2.8 Kurva beban aksial-regangan untuk prisma beton persegi 4½ inc (108 mm) dengan berbagai jenis ikatan persegi
27 2.9 Pengekang yang dikekang dengan : (a) sengkang persegi ,
(b) sengkang lingkaran
28 2.10 Efek dari jarak antar tulangan pengekang terhadap efisiensi
dari pengekang
29 2.11 Pengekangan dari beton dengan pengekang berbentuk
spiral
30 2.12 Beberapa kurva tegangan-regangan untuk pengekang
segiempat yang telah diajukan oleh : (a) Chan dan Blume et al ; (b) Baker ; (c) Roy dan Sosen; (d) Soliman dan Yu ; (e) Sargin et al
31
2.13 Kurva tegangan-regangan untuk beton yang dikekang dengan sengkang persegi, yang diusulkan oleh Kent dan Park
36
3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian 37
4.1 Grafik Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Normal 48 4.2 Grafik Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Variasi Jarak
Tulangan 15 cm
49
4.3 Grafik Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Variasi Jarak Tulangan 10 cm
49 4.4 Grafik Hasil Pengujian Kuat Tekan Beton Variasi Jarak
Tulangan 5 cm
50 4.5 Grafik Hubungan Nilai Kuat Tekan Beton Normal Dengan
Beton Terkekang
51 4.6 Grafik Perbandingan Nilai Perhitungan Teoritis Kuat
Tekan Beton Perkuatan Cincin Tulangan Baja Polos
55 4.7 Grafik Perbandingan Nilai Perhitungan Teoritis Kuat
Tekan Beton Perkuatan Cincin Tulangan Baja Ulir
56
DAFTAR NOTASI
A =Luas Permukaan Benda Uji (mm2) Asp = Luas Permukaan Pengekang D = Diameter Beton
Ec = Modulus Elastisistas (psi) Ɛc = Regangan Beton
f’c =Kekuatan Tekan Beton (MPa)
f’cc =Kekuatan Tekan Beton terkekang(MPa)
f’co =Kekuatan Tekan Beton Tidak Terkekang (MPa) f’l = Kekuatan Pengekang
ft = Kuat Tarik Beton
fy = Kekuatan Leleh Tulangan Baja i = Interval
k1 = Koefisien Fungsi Dari Hasil Percobaan L = Panjang Beton
M = Kematangan Beton
P = Kekuatan Tekan Maksimum Beton
Ρs = Rasio Volumetrik Dari Tulangan Melintang Terhadap Volume Inti Beton Diukur Dari Bagian Luar Sengkang
s = Jarak Antar Sengkang Sh = Jarak Antar Sengkang Ti = Temperatur (oC)
ti = Jumlah Hari Saat Beton Tersebut Dirawat Pada Temperatur Tertentu wc = Berat Dari Beton (lb/ft3)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Beton merupakan material bangunan yang sering digunakan pada konstruksi disetiap negara. Beton digunakan pada berbagai struktur seperti struktur bawah tanah, tangki air, pondasi turbin angin dan menara, jembatan, bendungan, dan berbagai jenis strukturnya.
Beton kuat dalam menahan tekan dan lemah menahan tarik. Untuk itu maka ditambahkan tulangan pada beton agar terdapat gaya tarik yang diperlukan dalam keseimbangan momen. Beton yang ditambahkan tulangan baja inilah yang dinamakan beton bertulang.
Pada bangunan struktur, daktalitas yang tinggi sangat diperlukan agar mendapatkan struktur yang relatif kuat menahan beban gempa dengan harga yang ekonomis. Daktalitas mempunyai kemampuan dalam menahan struktur saat berdeformasi akibat kondisi pembebanan berlebihan. Salah satu cara untuk meningkatkan daktalitas pada kolom struktur paling bawah adalah dengan pengekangan eksternal pada elemen beton bertulang. Kolom yang dikekang memiliki kekuatan lebih besar daripada kolom yang tidak dikekang. Hal ini dikarenakan akibat terkekangnya akan menambah besar tegangan dan regangan maksimum pada struktur kolom tersebut (Endah Safitri, 2017).
Pada beton bertulang, struktur yang menerima gaya aksial tekan terbanyak adalah kolom. Kekangan yang biasa dipakai dikonstruksi adalah internal confinement, dimana tulangan baja terkekang didalam beton. Selain internal confinement terdapat juga jenis kekangan lain, kekangan itu dinamakan external confinement, dimana
Dewasa ini terdapat banyak dilakukan percobaan material yang digunakan pada external confinement, seperti yang dilakukan oleh Endah Safitri, Iswandi Imran, dan Nuroji dengan menggunakan tulangan cincin baja, C.X. Dong, A.K.H. Kwan, J.C.M. Ho dengan menggunakan CFST(Concrete-filled steel tubes), dan Mohammad Z. Afifi, Hamdy M. Mohamed, Brahim Benmokrane dengan menggunakan GFRP(Glass Fiber-Reinforced Polymer).
Pada tugas akhir ini, material yang akan digunakan adalah baja polos dan baja ulir untuk membandingkan pengaruh jenis dan mutu baja terhadap kekuatan beton.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan sebelumnya, maka permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana pengaruh dari mutu baja yang lebih tinggi terhadap kuat tekan beton?
2. Seberapa banyak pengaruh dari mutu baja terhadap rasio volumetrik pengekangan luar?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh pengekangan dan mutu tulangan baja pada beton terhadap gaya aksial
2. Untuk membandingkan hasil eksperimental dengan rumus-rumus yang telah ada
1.4 PEMBATASAN MASALAH
Pembatasan masalah yang diambil dalam pengerjaan tugas akhir ini adalah sebagai berikut:
1. Agregat kasar yang digunakan dalam batu pecah (split) 2. Agregat halus yang digunakan adalah pasir
3. Semen yang digunakan adalah semen tipe PCC
4. Menggunakan tulangan baja polos dan baja ulir dengan diameter sama yaitu 13 mm untuk melapisi benda uji
5. Pengujian kuat tekan dilakukanpada saat umur 28 hari 6. Mutu beton yang dipakai f’c = 20 Mpa
7. Tulangan baja dianggap tidak mengalami korosi atau karat
8. Benda uji adalah silinder dengan ukuran diameter 15 cm dan tinggi 30 cm.
9. Jumlah dan variasi benda uji dapat dilihat pada tabel 1.1.
Tabel 1.1 Jumlah Benda Uji Untuk Variasi Mutu dan Spacing
No Benda Uji
1 Silinder Konvensional 6
2 Silinder dilapisi tulangan baja ulir dengan spacing 5 cm 3 3 Silinder dilapisi tulangan baja ulir dengan spacing 10 cm 3 4 Silinder dilapisi tulangan baja ulir dengan spacing 15 cm 3 5 Silinder dilapisi tulangan baja polos dengan spacing 5 cm 3 6 Silinder dilapisi tulangan baja polos dengan spacing 10 cm 3 7 Silinder dilapisi tulangan baja polos dengan spacing 15 cm 3
Total 24
Gambar 1.1 Sketsa Pemasangan Cincin Tulangan Baja
1.5 MANFAAT PENELITIAN
Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Mengembangkan pengetahuan mengenai pengaruh adanya uliran pada external confinement baja
2. Memberikan infomasi mengenai pengaruh dari mutu baja yang terkekang eksternal terhadap kekuatan beton
I.6 METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian tugas akhir ini adalah metode eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun tahap-tahap dalam melaksanakan penelitian sebagai berikut :
1. Penyediaan bahan penyusun beton berupa batu pecah, pasir, semen, air, tulangan baja ulir, tulangan baja polos
2. Perencanaan campuran beton (mix design)
3. Pembuatan benda uji silinder dengan diameter 15 cm dan tinggi 30 cm 4. Pengujian mutu tulangan baja di Laboratorium Struktur, Politeknik Medan 5. Penambahan tulangan baja eksternal pada benda uji dilakukan setelah
direndam 28 hari
6. Pengujian kuat tekan menggunakan benda uji silinder
1.7 JADWAL PENELITIAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Beton Dan Beton Bertulang
Beton merupakan suatu material yang diperoleh melalui campuran semen, pasir, dan agregat kasar ataupun agregat lain, dan air yang dilakukan secara berhati- hati. Beton dengan sifat yang beraneka ragam dapat diperoleh dengan pengaturan yang sesuai dari material tambahan, semen khusus (seperti semen dengan kekuatan tinggi pada waktu ikat awal), agregat khusus (seperti agregat dengan berat yang ringan atau pun berat yang bervariasi), bahan tambahan (seperti plasticizer, air- entrainng agents, silica fume, dan fly ash), dan metode perawatan khusus (seperti metode perawatan dengan uap) akan mendapatkan variasi sifat beton.
Beton bertulang merupakan kombinasi antara beton dan tulangan baja dimana pada perkuatan baja menyediakan kekuatan tarik yang tidak dimiliki oleh beton.
Pengekang baja juga dapat menahan kekuatan tekan dan digunakan pada kolom dan sebagainya.
Beton dan beton bertulang sangat umum digunakan pada beberapa Negara Maju dan Berkembang. Sifat umum dari struktur beton bertulang berawal dari ketersediaan yang luas dari tulangan penguat dan bahan dasar dari beton (agregat kasar, agregat halus, semen, dan air), metode pengerjaan yang mudah, dan harga yang ekonomis dari beton bertulang dibandingkan dengan bahan konstruksi lainnya.
Beton kuat dalam menahan tekan, tapi lemah dalam menahan tarik. Sebagai akibatnya, keretakkan terjadi kapanpun beban, penyusutan, atau perubahan suhu memberi peningkatkan kekuatan tarik beton. Untuk memperkuat kekuatan tarik beton maka ditambahkan material-material yag lainnya untuk meningkatkan kekuatan tarik beton, seperti tulangan baja, serat (fiber), ferrocement, dan berbagai material lainnya.
Pemilihan material untuk suatu struktur sangat dipengaruhi oleh ketersediaan dari material tersebut dan beberapa faktor lainnya, seperti:
1. Ekonomi. Biasanya faktor yang menjadi pertimbangan utama adalah biaya yang dikeluarkan untuk suatu struktur.
2. Kecocokan material untuk keperluan struktural dan arsitektural. Beton memiliki kelebihan yaitu apabila beton masih dalam keadaan plastis maka beton dapat dibentuk sesuai dengan bentuk dan tekstur yang diinginkan.
3. Ketahanan terhadap api. Struktur suatu bangunan harus dapat menahan efek dari kebakaran dan strukturnya harus dapat tetap bertahan saat penghuni struktur tersebut sedang dievakuasi dan saat pemadaman api.
4. Kekakuan. Penghuni dari suatu struktur akan terganggu apabila struktur mereka bergerak akibat angin atau jika lantai bergetar apabila dilewati.
5. Tidak memerlukan banyak perawatan. Struktur yang menggunakan material beton memerlukan perawatan yang lebih sedikit dari pada struktur dengan material baja maupun kayu.
6. Ketersediaan material. Pasir, kerikil ataupun batu pecah, air, semen, dan fasilitas untuk mengaduk beton tersedia sangat luas, dan besi pengekang dapat dikirim kelokasi konstruksi dengan lebih mudah dibandingkan dengan struktur baja.
Adapun beberapa faktor yang dapat menyebabkan pemilihan material lain:
1. Kekuatan tarik yang rendah. Kekuatan tarik dari beton lebih rendah dari kekuatan tekannya (sekitar 1/10), akibatnya, beton dapat retak ketika diberi tegangan tarik. Pada struktur, keretakan ditahan dengan menggunakan tulangan penguat untuk menahan gaya tarik dan membatasi lebar suatu keretakkan dalam nilai yang dapat diterima.
2. Cetakkan dan penompangnya
3. Kekuatan yang relatif rendah per satuan berat atau volume. Kekuatan tekan dari beton kira-kira 10% dari baja, sedangkan kepadatannya kira-kira 30%
lebih besar dari struktur baja yang sebanding. Akibatnya, baja lebih sering digunakan untuk struktur bentang panjang.
4. Perubahan volume yang tergantung waktu. Beton dan baja mengalami jumlah yang sama dalam penyusutan dan perluasan dengan panas. Karena terdapat berat baja yang lebih sedikit untuk dipanaskan ataupun didinginkan, dan karena baja merupakan konduktor yang lebih baik dibandingkan dengan beton, sebuah struktur baja biasanya lebih dipengaruhi oleh perubahan suhu dibandingkan struktur beton.
2.2. Sifat-Sifat Beton 2.2.1 Kuat Tekan Beton
Menurut Jack C. McCormac, dan Russell H. Brown (2014), kekuatan tekan beton f’c, ditentukan dari percobaan sampai terjadi kegagalan pada beton berumur 28 hari dengan menggunakan pembebanan tertentu. Dalam waktu 28 hari tersebut beton dirawat dengan cara direndam dalam air atau didalam suatu ruangan dengan temperatur yang tetap dan 100% kelembapan.
Nilai yang diperoleh dari percobaan kuat tekan beton tergantung pada bentuk dan ukuran dari benda uji serta cara pembebanan. Dibeberapa Negara benda uji yang digunakan berbentuk kubus dengan panjang sisi 200mm (7,87 inch), untuk sekumpulan beton yang sama, percobaan dengan benda uji silinder 6 inc dengan 12 inc menghasilkan kuat tekan hanya 80% dari nilai yang diperoleh dari kubus.
Menurut Wight MacGregor (2012), terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kuat tekan beton, seperti:
A. Rasio Air Semen.
Kekuatan dari beton diatur sebagian besar oleh rasio perbandingan antara berat air dengan berat semen yang dipertimbangkan dengan volume beton. Rasio air semen yang lebih rendah mengurangi perembesan dari beton yang sudah mengeras dan meningkatkan nilai dari ikatan sempurna.
B. Tipe Semen.
Menurut Jack C. McCormac (2014), Beton yang dibuat dengan semen Portland biasa membutuhkan waktu sekitar 2 minggu untuk mendapatkan kekuatan yang cukup untuk melepas cetakan dan penerapan beban sedang. Beton-beton tersebut mecapai kekuatan desain setelah 28 hari dan terus meningkatkan kekuatannya pada kecepatan yang lambat setelah 28 hari.
Di Amerika Serikat, ASTM (American Society for Testing and Materials) mengenali lima macam semen Portland. Semen-semen tersebut dibuat dengan bahan yang sama tetapi sifat materialnya diubah dengan berbagai jenis campuran. Adapun macam-macam semen tersebut:
a. Tipe-I merupakan tipe biasa, semen serbaguna yang digunakan untuk pekerjaan konstruksi biasa
b. Tipe-II merupakan semen modifikasi yang memiliki hidrasi yang rendah
c. Tipe-III merupakan semen perkuatan tinggi awal yang dapat menghasilkan kekuatan beton yang dua kali lebih kuat daripada semen tipe-I pada 24 jam pertama waktu pengikatan. Semen ini memiliki tingkat panas hidrasi yang tinggi
d. Tipe-IV merupakan semen suhu rendah yang menghasilkan beton yang menghasilkan suhu secara perlahan. Biasanya digunakan untuk struktur beton yang besar.
e. Tipe-V merupakan semen yang digunakan pada beton yang akan diekspos pada kadar sulfat yang tinggi.
C. Material Tambahan Pada Semen
Terkadang sebagian dari semen diganti dengan material lainnya seperti abu terbang (fly ash), ataupun silica fume untuk mendapatkan harga yang ekonomis, pengurangan suhu hidrasi, dan tergantung pada material, dapat meningkatkan kemungkinan pekerjaan.
1. Abu Terbang (Fly Ash)
Fly Ash merupakan hasil sampingan dari pembakaran batubara pada pembangkit listrik termal. Sistem pengumpul debu memisahkan abu terbang, sebagai partikel residu yang baik, dari gas pembakaran sebelum dibebaskan kea atmosfir.
Tipe dan jumlah relatif dari material tahan api pada batubara menentukan komposisi kimia dari abu terbang. Lebih dari 85% dari sebagian besar fly ash tersusun dari material kimia dan kaca yang terbentuk dari unsur silikon, aluminium, besi, kalsium, dan magnesium.
Adapun tujuan penambahan abu terbang adalah untuk mendapatkan salah satu dari keuntungan berikut:
(a) Mengurangi kadar semen untuk mengurangi biaya (b) Mendapat pengurangan suhu panas dari hidrasi (c) Meningkatkan daya kerja
(d) Memperoleh mutu kekuatan yang diperlukan beton pada umur lebih dari 90 hari (e) Meningkatkan daya tahan
2. Silica Fume
Silica Fume merupakan hasil sampingan dari pembuatan silikon atau berbagai campuran silikon yang dihasilkan dari tungku pembakaran elektrik terendam.
Menurut Malhotra, tipe dari campuran yang dihasilkan dan komposisi dari quartz dan batu bara, kedua komponen utama yang digunakan pada tungku pembakaran elektrik terendam, sangat mempengaruhi komposisi kimia dari silica fume
Silica Fume tersedia secara komersial pada beberapa bentuk di Amerika Utara dan Eropa:
(a) As-produced silica fume (silica fume normal) merupakan silica fume yang dikumpulkan dalam system dedusting yang dikenal sebagai bag houses.
Dikarenakan oleh kehalusannya yang ekstrim, bentuk ini menghasilkan masalah
perawatan, meskipun demikian, material ini dapat dan sudah dibawa dan juga diperlakukan seperti Portland semen.
(b) Compacted silica fume (silica fume kompak) memiliki kepadatan yang ukuran besar berkisar dari 500 sampai 700 kg/m3 dan sangat mudah ditangani daripada silica fume normal.
(c) Water-based silica fume slurry (bubur silica fume berbahan dasar air) mengatasi masalah perawatan dan pengangkutan yang berhubungan dengan as-produced silica fume.
D. Agregat.
Kekuatan dari beton dipengaruhi oleh kekuatan dari agregat, tekstur dari permukaannya, gradasinya, dan ukuran maksimum dari gregat.
Agregat yang kuat, seperti felsite, traprock, dan kuarsit, diperlukan untuk membuat beton dengan kekuatan yang sangat tinggi. Agregat yang lemah seperti batu pasir, marmer, dan bebatuan metamorf, sedngkan batu kapur dan agregat granit mempunyai kekuatan yang menengah. Beton dengan kekuatan normal dibuat dengan agregat kekuatan tinggi yang gagal yang oleh keretakkan mortar, dengan kegagalan agregat yang sangat kecil.
Kekuatan beton juga sangat dipengaruhi oleh ikatan antara agregat dan pasta semen. Ikatan tersebut akan lebih bagus dengan agregat sisi tajam dan hancur.
E. Campuran Air.
Untuk campuran air tidak terdapat standard yang mengatur kualitas dari air yang digunakan pada pencampuran beton. Pada kebanyakan kasus, air yang sesuai untuk diminum dan tidak memiliki rasa dan bau yang aneh dapat digunakan. pH air yang digunakan berkisar antara 6,0 dan 8,0. Air garam dan atau air agak asin seharusnya tidak boleh digunakan dalam campuran karena klorida dan garam lainnya
dalam air dapat merusak struktur dari beton dan dapat menyebabkan korosi pada baja pratekan.
F. Kelembaban Pada Saat Perawatan.
Perkembangan dari kekuatan tekan dari beton sangat kuat dipengaruhi oleh kondisi kelembaban saat perawatan
.
Gambar 2.1 Efek Dari Kondisi Kelembaban-Perawatan Pada 70oF Dan Kadar Kelembaban Dari Beton Pada Waktu Percobaan Kekuatan Tekan
Dari Beton
Sumber : Reinforced Concrete Mechanics and Design Sixth Edition, James G. Macgregor, James K. Wight.
G. Kondisi Temperatur Saat Perawatan
Temperatur pada waktu periode awal sangatlah penting. Beton yang diletakkan pada temperatur yang lebih besar dari 80oF tidak akan pernah mencapai kekuatan beton pada umur 28 hari pada temperatur yang lebih rendah. Beton yang membeku sesaat setelah diletakkan akan memiliki kehilangan kekuatan yang sangat parah.
Gambar 2.2 Efek Dari Temperatur Pada Saat 28 Hari Pertama Kekuatan Beton (Rasio Air Semen = 0,41; semen tipe I)
Sumber : Reinforced Concrete Mechanics and Design Sixth Edition, James G. Macgregor, James K. Wight.
H. Umur Dari Beton.
Beton memperoleh kekuatan seiring dengan umur. Hingga tahun 1975, kekuatan beton pada umur 7 hari yang dibuat dengan semen tipe I biasanya 65 hingga 70 persen dari kekuatan umur 28 hari. Perubahan produksi sejak tahun 1975 menghasilkan kekuatan awal yang lebih cepat dan peningkatan kekuatan akhir yang lebih lambat
I. Kematangan Dari Beton.
Beton muda mendapatkan kekuatan selama beton berada pada batas temperatur dari -10 hingga -12 oC atau +11 hingga +14 oF. Kematangan merupakan hasil akhir dari perbedaan diantara suhu perawatan dan batas temperatur, dan waktu saat beton dirawat pada temperature tersebut,
( ) ∑ ( )( ) (2.1)
Dimana Ti adalah temperatur (dalam Celsius), i merupakan interval dan ti merupakan jumlah hari saat beton tersebut dirawat pada temperature tersebut.
J. Rasio Pembebanan
Percobaan untuk silinder standar dilakukan dengan rasio pembebanan 35 psi/sekon, dan pembebanan maksimum dicapai dalam 1½ hingga 2 menit, sesuai dengan rasio tegangan sekitar 10 mikrostrain/sekon. Dibawah rasio pembebanan yang lebih lambat, kuat tekan aksial berkurang hingga sekitar 75 persen. Bagian dari pengurangan ini diimbangi dengan kematangan yang terus-menerus dari beton pada waktu periode pembebanan. Pada rasio pembebanan yang tinggi, kekuatan meningkat, sampai 115 persen dari percobaan kekuatan standar ketika percobaan dilakukan pada rasio 30,000 psi/sec (rasio regangan 20,000 microstrain/sec).
2.2.2 Modulus Elastisitas Statis.
Beton memiliki modulus elastisitas yang tidak jelas. Nilai dari tersebut bervariasi dengan kekuatan beton yang berbeda-beda, tipe dari beton, tipe dari pembebanan, dan karakteristik serta bagian dari semen dan agregat.
Menurut bagian 8.5.1 dari ACI Code menyatakan bahwa rumus berikut dapat digunakan untuk menghitung modulus elastisitas dari beton dengan variasi berat dari 90 lb/ft3 hingga 155 lb/ft3.
' 5 .
1 33 c
c
c w f
E (2.2)
Dimana Ec adalah modulus elastisitas dalam psi, wc adalah berat dari beton dalam lb/ft3, dan fc’ merupakan kekuatan beton pada 28 hari dalam psi.
Untuk beton normal dengan berat sekitar 145 lb/ft3, ACI Code menyatakan bentuk yang lebih simpel dapat digunakan untuk menyatakan modulus
000 '
,
57 c
c f
E (2.3)
Untuk beton dengan kekuatan tinggi, percobaan menunjukkan bahwa persamaan ACI untuk Ec ketika diterapkan pada beton kekuatan tinggi menghasilkan nilai yang sangat besar. Berdasarkan penelitian pada Combell University, persamaan berikut sudah direkomendasikan untuk beton berat normal dengan nilai fc’ yang lebih besar dari 6,000 psi dan sampai 12,000 psi serta beton ringan dengan kekuatan fc’ yang lebih besar dari 6,000 psi dan sampai 9,000 psi.
5 . 1 6
'
] 145 10 000
, 40 [ )
(
c c
c
f w psi
E (2.4)
2.2.3. Poisson’s Ratio
Ketika silinder beton diberi pembebanan, tidak hanya mengalami pengurangan panjang, tetapi juga memanjang secara lateral. Rasio dari perluasan hingga pemendekkan lateral dapat disebut juga sebagai poisson’s ratio. Nilai dari poisson rasio bervariasi dari 0,11 untuk beton dengan kekuatan tinggi hingga 0,21 untuk beton dengan mutu rendah, dengan nilai rata-rata 0,16. Tidak terdapat hubungan langsung antara nilai dari poisson ratio dan nilai dari barang seperti rasio air semen, jumlah perawatan, ukuran agregat dan lain sebagainya.
2.2.4. Penyusutan
Ketika material beton dicampur, pasta yang mengandung air dan semen mengisi pori diantara agregat dan ikatan dari agregat. Campuran ini diperlukan untuk dapat dikerjakan atau cair agar dapat dibuat untuk mengalir diantara pengekang dan seluruh cetakan. Untuk mencapai pelaksanaan yang diinginkan, diperlukan air yang lebih (mungkin dua kali lebih banyak) dari air yang diperlukan untuk semen dan air untuk beraksi (disebut juga hidrasi)
Setelah beton sudah melalui perawatan dan mulai untuk mengering, campuran air yang berlebih tersebut mulai bekerja untuk keluar dari beton menuju permukaan
mengalami retak. Akibat dari retak tersebut dapat mengurangi kekuatan geser pada struktur dan merugikan bentuk dari struktur. Sebagai tambahan, retak tersebut dapat mengakibatkan pengekang terbuka ke atmosfer atau bahan kimia, sehingga dapat meningkatkan kemungkinan dari korosi. Penyusutan berlanjut untuk waktu yang lama, akan tetapi pada kondisi normal 90% dari penyusutan tersebut terjadi pada waktu tahun pertama. Jumlah dari kelembaban yang hilang bervariasi dengan jarak kelembaban tersebut kepermukaan beton.
Jumlah dari penyusutan sangat bergantung pada tempat beton tersebut diletakkan. Keadaan atomosfer yang lembab mengakibatkan penyusutan yang lebih berkurang, sementara itu keadaan atmosfer yang kering mengakibatkan penyusutan yang lebih banyak.
Untuk mengurangi penyusutan sangatlah dianjurkan untuk:
1. Menjaga jumlah air yang digunakan dalam campuran dalam jumlah yang minimum
2. Merawat beton tersebut dengan baik
3. Meletakkan beton untuk dinding, lantai, dan bagian yang besar lainnya dalam bentuk bagian-bagian yang kecil (sehingga memperbolehkan terjadinya beberapa penyusutan terjadi sebelum bagian berikutanya diletakkan)
4. Menggunakan sambungan pada konstruksi untuk mengontrol posisi retak 5. Menggunakan perkuatan untuk penyusutan
6. Menggunakan agregat yang padat dan tidak berpori
2.2.5. Rangkak (Creep)
Pada pembebanan tekan secara terus-menerus, beton akan terus berubah bentuk untuk periode waktu yang lama. Setelah perubahan awal terjadi, perubahan bentuk tambahan yang terjadi disebut dengan rangkak atau aliran plastic (plastic flow). Apabila beban tersebut ditinggalkan pada tempat yang sama pada waktu yang
sangat lama, bagian tersebut akan lanjut memendek dalam periode beberapa tahun, dan perubahan akhirnya biasanya akan menjadi 2 atau 3 kali dari deformasi awal.
Jumlah dari rangkak sangat bergantung pada jumlah dari tegangan. Nilai dari rangkak sebanding dengan tegangan selama tegangan yang ditahan tidak lebih besar dari 1½ dari f’c . Apabila sudah melewati nilai tersebut, maka rangkak akan meningkat dengan cepat.
Adapun faktor-faktor lainnya yang mempengaruhi rangkak antara lain:
1. Waktu perawatan beton, semakin lama waktu perawatan beton sebelum dibebani, maka rangkak yang terjadi akan semakin kecil. Perawatan dengan asap (steam curing), mengakibatkan perkuatan yang lebih cepat, dan juga mengurangi rangkak.
2. Beton dengan mutu tinggi memiliki rangkak yang lebih kecil daripada beton dengan mutu rendah yang diberi tegangan yang sama. Akan tetapi, tegangan yang diberikan kepada beton mutu tinggi kemungkinan lebih besar dibandingkan dengan beton mutu rendah, dan hal ini mengakibatkan peningkatan dari rangkak.
3. Rangkak meningkat pada suhu yang tinggi. Rangkak yang paling tinggi adalah pada suhu 150oF hingga 160oF.
4. Semakin tinggi kelembaban, maka semakin kecil air pori yang dapat keluar dari beton. Rangkak menjadi dua kali lebih besar pada 50% kelembaban daripada 100% kelembaban. Sangatlah sulit untuk membedakan antara penyusutan dan rangkak.
5. Beton dengan persentasi yang tinggi pasta air-semen memiliki rangkak yang paling tinggi karena pasta yang menyebabkan rangkak, bukan agregat. Hal ini sangat terbukti jika agregat batu kapur yang digunakan.
6. Penambahan penguat pada bagian tekan pada beton akan sangat mengurangi rangkak karena baja memperlihatkan rangkak yang sangat kecil pada tegangan normal. Apabila rangkak terjadi pada beton, penguat akan menutupnya dan
7. Bagian struktur yang besar akan mengalami rangkak lebih sedikit dibandingkan dari bagian struktur yang lebih kecil dan tipis karena pada bagian struktur yang kecil air bebas memiliki jarak yang lebih sedikit untuk keluar.
2.2.6. Kuat Tarik
Kuat tarik pada beton bervariasi antara 8% hingga 15% dari kuat tekan beton tersebut. Hal ini diakibatkan karena adanya retakkan halus pada beton. Retakkan tersebut memiliki efek yang kecil ketika beton diberi beban tekan, hal ini disebabkan karena beban tersebut menyebabkan retakan-retakan tersebut menutup dan memungkinkan kekuatan tekan tersebut diteruskan.
Meskipun kuat Tarik beton biasanya diabaikan dalam perhitungan, akan tetapi itu merupakan sifat penting yang mempengaruhi ukuran dan luasnya retakkan yang akan terjadi. Terlebih lagi kuat Tarik dari beton mempunyai efek penurunan yang pasti terhadap lendutan beton tersebut.
Kuat Tarik dari beton dapat dihitung dengan menggunakan percobaan tarik belah silinder (split-cylinder Test). Dimana sebuah silinder diletakkan pada sisi memanjang pada mesin penguji, dan beban tekan diberikan secara merata sepanjang silinder, dengan penahan diberikan sepanjang bagian bawah dari silinder. Beton akan terbelah menjadi dua dari ujung ke ujung ketika kuat tarik beton dicapai.
Kuat tarik yang dicapai ketika beton terbelah disebut kuat tarik belah beton dan dapat dihitung dengan menggunakan rumus:
(2.5)
Dimana P merupakan kekuatan tekan maksimum dari beton, L merupakan panjang dari beton, dan D merupakan diameter dari beton.
2.2.7. Kuat Geser
Sangatlah susah untuk mendapatkah kegagalan geser yang tidak dipengaruhi oleh tegangan lainnya dalam percobaan laboratorium. Sebagai akibatnya, percobaan kuat geser beton dari tahun ketahun menghasilkan nilai yang berbeda-beda dari sepertiga hingga empat per lima dari kuat tekan ultimit beton. Kuat geser tidak terlalu berpengaruh karena tegangan geser murni mungkin tidak akan pernah terjadi pada struktur beton. Hal ini dikarenakan kuat tarik beton kurang dari kuat geser beton, beton akan mengalami kegagalan dalam tegangan sebelum kuat geser beton dicapai.
2.3. Perkuatan(Reinforcement)
Beton normal merupakan material getas, dengan kekuatan tarik dan kapasitas regangan yang rendah. Akibatnya perkuatan diperlukan untuk menyeimbangkan kekurangan tersebut. Perkuatan baja tulangan utama digunakan diarea tarik untuk memperkuat kapasitas dari elemen beton agar struktur balok atau plat lantai dapat menahan beban tinggi dan berubah bentuk secukupnya tanpa mengalami kegagalan beton. Metode lainnya yang dapat meningkatkan kapasitas tarik pada bagian perkuatan tulangan struktur adalah dengan penggunaan dari fiber reinforcement.
Penggunaan fiber-reinforced concrete (FRC) sudah meningkat secara terus-menerus sejak tahun 1960-an, seiring dengan penggunaan fiber-reinforced plastics (FRPs).
2.3.1. Fiber Reinforcement
Tujuan dari penggunaan serat (fiber) bukan untuk meningkatkan kekuatan, meskipun terjadi peningkatan kekuatan yang rendah mungkin terjadi. Akan tetapi fungsi dari tersebut adalah untuk menghubungkan retak yang terjadi pada beton baik akibat lingkungan maupun akibat pembebanan. Apabla serat tersebut cukup kuat, cukup kaku, digunakan dalam jumlah yang cukup, dan menghasilkan hubungan yang cukup dengan susunan ikatan semen, akan menjaga lebar dari retakkan dan akan membuat FRC dapat menahan tegangan yang penting diatas kapasitas regangan yang relatif besar pada waktu keretakan mulai terjadi. Perkuatan dengan menggunakan
serat merupakan perkuatan dengan menambahkan lapisan serat diluar lapisan beton untuk memperbesar kapasitas aksial yang dapat dipikul oleh beton.
Terdapat beberapa jenis FRP seperti bar, wrap, dan strip. Jenis bar digunakan untuk menggantikan tulangan pada struktur baru. Jenis strip digunakan pada balok, kolom, dan pelat. Sementara wrap paling banyak digunakan pada struktur kolom.
Terdapat 3 jenis FRP yang dibedakan berdasarkan serat penyusunnya, yaitu Carbon Fiber Reinforced Polymer (serat karbon), Glass Fiber Reinforced Polymer (serat gelas), dan Aramid Fiber Reinforced Polymer (serat aramid).
2.3.2. Perkuatan Baja (Steel Reinforcement)
Perkuatan Baja yang digunakan pada beton memiliki kekuatan leleh sekitar 275-550 Mpa. (40,000 hingga 80,000 psi). Untuk semua baja tersebut, modulus elastisitas berkisar 200 x 106 MPa (29 x 106 psi).
Menurut SNI 2052-2017, terdapat dua jenis tulangan baja yaitu : 1. Baja tulangan beton polos (BjTP)
Baja tulangan beton polos adalah baja tulangan beton berpenampang bundar dengan permukaan tidak bersirip/berulir
Gambar 2.3 Baja tulangan beton polos (BjTP) Sumber : SNI 2052-2017
Dimana d adalah diameter tulangan.
2. Baja tulangan beton sirip/ulir(BjTS)
Baja tulangan betop sirip/ulir adalah baja tulangan beton yang permukaannya memiliki sirip/ulir melintang dan memanjang yang dimaksudkan untuk meningkatkan daya lekat dan guna menahan gerakan membujur dari batang secara relatif terhadap beton.
Terdapat beberapa jenis tulangan sirip/ulir menurut SNI 2052-2017.
a) Sirip/ulir bambu
Gambar 2.4 Baja Tulangan Sirip/Ulir Bambu Sumber : SNI 2052-2017
Dimana:
H : tinggi sirip/ulir
P : jarak sirip/ulir melintang W : lebar sirip/ulir membujur T : Gap/rib
b) Sirip/ulir curam
Gambar 2.5 Baja Tulangan Sirip/Ulir Curam Sumber : SNI 2052-2017
Dimana:
H : tinggi sirip/ulir
P : jarak sirip/ulir melintang W : lebar sirip/ulir membujur
c) Sirip/ulir tulang ikan
Gambar 2.6 Baja Tulangan Sirip/Ulir Tulang Ikan
Sumber : SNI 2052-2017 Dimana:
H : tinggi sirip/ulir
P : jarak sirip/ulir melintang W : lebar sirip/ulir membujur
Panjang tulangan menurut SNI 2052-2017 ditetapkan 10m dan 12m, dengan toleransi panjang ditetapkan minimum 0 mm, dan maksimum plus 70 mm (+70 mm).
Pada umumnya, untuk perkuatan dengan baja, tulangan baja biasanya diletakkan didalam selimut beton untuk mecegah terjadinya korosi pada tulangan beton tersebut. Akan tetapi dalam penelitian ini tulangan baja dipasang di luar selimut beton sebagai pengekang untuk menambah tegangan dan regangan dari beton.
2.4 Perhitungan Kekuatan Beton Apabila Diberikan Pengekang
Menurut Robert Park dan Thomas Paulay, beton dapat dikekang secara melintang, biasanya dalam bentuk yang menyerupai baja berongga dengan bentuk spiral atau melingkar. Pada saat beton mengalami tingkat tegangan yang rendah, perkuatan melintang sangat jarang mengalami tegangan, dalam kondisi ini beton masih dalam kondisi tidak terkekang. Beton menjadi terkekang ketika tegangan mendekati kekuatan uniaksial, regangan melintang menjadi sangat tinggi karena keretakkan internal yang terus menerus bertambah dan beton bertahan pada perkuatan melintang tersebut, yang kemudian memberikan reaksi dari pengekang tersebut kepada beton.
Menurut Kalluru Rajasekhar dan M. Praveen Kumar. Adapun keuntungan dari penggunaan pengekangan beton antara lain:
1. Beton yang terkekang memiliki deformasi aksial yang lebih sedikit dibandingkan dengan beton yang tidak terkekang ketika beton diberi jumlah pembebanan yang sama
2. Kegagalan akan dimulai dari perkembangan deformasi pada lapisan baja pada bagian atas dan bawah dari kolom pada struktur ketika beban ultimate diberikan pada. Deformasi akan dimulai pada bagian tengah
3. Kolom bentang panjang dapat digunakan
4. Modulus elastisitas yang tinggi untuk pengekang bentang panjang yang efektif bahkan pada beton yang telah mengeras
Adapun kelemahan dari beton terkekang adalah:
1. Pelaksanaan pengerjaan yang berkurang sangat banyak 2. Biaya material yang tinggi
3. Memerlukan pekerja yang memiki pengalaman
Telah banyak percobaan yang dilakukan oleh banyak peneliti, percobaan tersebut menunjukkan bahwa pengekangan dengan pengekangan melintang sangat meningkatkan sifat tegangan dan regangan dari beton pada regangan yang tinggi.
Sebagai contohnya, Richart et al menemukan bahwa persamaan 2.6 dapat digunakan untuk beton kekuatan tinggi yang dikekang dengan cairan bertekanan, kurang lebih juga berlaku untuk beton yang dikekang dengan pengekang melingkar
(2.6)
Menurut J. B. Mander, para peneliti awalnya telah menunjukkan bahwa kekuatan dan tegangan membujur pada kekuatan beton yang dikekang oleh tekanan cairan hidrostatis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan dasar :
(2.7)
Dimana,
f’cc = Kuat tekan beton terkekang (Mpa)
f’co= Kuat tekan beton tidak terkekang (MPa)
fl = tengangan efektif lateral dari pengekang (MPa)
k1 = merupakan koefisien yang diperoleh dari percobaan eksperimental
Banyak percobaan telah menunjukkan bahwa beton yang dikekang secara spiral lebih efektif dibandingkan beton yang dikekang dengan pengekang segiempat.
Hal tersebut ditunjukkan dari perbandingan percobaan yang dilakukan oleh Iyengar et al dan Bertero dan Felippa. Iyengar et al menggunakan tiga benda uji silinder yang dikekang dengan menggunakan sengkang berbentuk lingkaran. Hasil dari percobaan Iyengar et al dapat dilihat dari gambar 2.8. dalam bentuk kurva tegangan dan regangan. Sedangkan Bertero dan Felippa melakukan percobaan dengan prisma beton yang mengandung berbagai jenis ikatan persegi
Gambar 2.7 Kurva tegangan-regangan untuk beton silinder dengan diameter 150 mm (5,9 inc), dan tinggi 300 mm (11,8 inc), yang dikekang dengan pengekang
spiral dengan tulangan baja ringan berdiameter 6,5 mm (0,26 inc) Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
Gambar 2.8 Kurva beban aksial-regangan untuk prisma beton persegi 4½ inc (108 mm) dengan berbagai jenis ikatan persegi
Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
Alasan untuk perbedaan yang sangat besar tersebut dapat diilustrasikan pada gambar 2.10. sengkang berbentuk melingkar mengalami tegangan secara aksial dan menyediakan gaya tekan dari sengkang secara terus menerus pada sekeliling beton.
Akan tetapi sengkang berbentuk persegi hanya dapat memberikan reaksi sengkang pada sekitar sudut dari sengkang, hal ini dikarenakan tekanan dari beton terhadap sisi dari sengkang cenderung membengkok kearah luar. Oleh sebab itu, banyak bagian dari penampang melintang beton menjadi tidak terkekang. Karena dari lengkung internal diantara sudut beton, beton menjadi terkekang secara efektif hanya pada sudut dan bagian tengah dari penampang beton tersebut.
(a) (b)
Gambar 2.9 Pengekang yang dikekang dengan : (a) sengkang persegi , (b) sengkang lingkaran
Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
Berdasarkan gambar 2.8 dan 2.9 pengekang dengan sengkang melintang memiliki efek yang sedikit terhadap kurva tegangan-regangan hingga mendekati kekuatan uniaksial dari beton. Bentuk dari kurva tegangan-regangan pada regangan tinggi merupakan fungsi dari banyak variabel, variable-variabel yang utama seperti:
1. Rasio dari volume baja pengekang melintang terhadap volume dari beton inti, karena kadar dari baja pengekang melintang dapat berarti tekanan pengekang yang tinggi.
2. Kekuatan leleh dari baja pengekang, karena faktor ini memberikan batas atas pada tekanan pengekang
3. Rasio dari spasi tulangan pengekang terhadap dimensi inti beton, karena spasi yang kecil mengakibatkan pengekangan yang lebih efektif seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.11. beton dikekang oleh lengkungan dari beton diantara tulangan pengekang dan jika spasi tersebut besar, maka sangatlah jelas bahwa volume yang besar dari beton tidak dapat terkekang dan dapat hancur.
Gambar 2.10 Efek dari jarak antar tulangan pengekang terhadap efisiensi dari pengekang
Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
4. Untuk sengkang berbentuk persegi, rasio dari diameter tulangan pengekang terhadap panjang yang tidak dapat ditahan oleh tulangan pengekang sangatlah diperhitungkan, karena batang tulangan yang lebih besar lebih mengacu kepada pengekangan yang lebih efektif. Tulangan pengekang dengan diameter yang kecil akan bekerja sebagai pengikat antar sudut karena kekakuan lentur dari dari tulangan sengkang sangat kecil dan sengkang membengkok kearah luar daripada mengekang secara efektif beton tersebut didaerah tepi beton tersebut. Dengan rasio tulangan pengekang yang lebih besar dibandingkan panjang yang tidak tertahan, area dari beton yang terkekang secara efektif akan menjadi lebih besar karena kekakuan lentur yang lebih besar pada bagian sisi sengkang. Untuk tulangan sengkang berbentuk spiral atau lingkaran, variable ini tidak memiliki arti, hal itu dikarenakan oleh bentuk sengkang
tersebut. Tulangan spiral akan mengalami tegangan aksial dan dapat memberikan tekanan secara melingkar yang sama rata kepada beton
5. Kekuatan dari beton, karena beton dengan kekuatan yang rendah lebih elastis dibandingkan beton dengan kekuatan tinggi
6. Kecepatan dari pembebanan, karena sifat tegangan-regangan dari beton bergantung terhadap waktu
2.4.1 Beton Yang Dikekang Dengan Menggunakan Tulangan Spiral
Diasumsikan bahwa tulangan spiral cukup mendekati untuk memberikan tekanan yang sama rata, tekanan pengekang dapat dihitung dari tegangan sengkang yang dihasilkan oleh baja pengekang spiral. Gambar 2.12 menunjukkan distribusi gaya dari setengah spiral. Tekanan lateral dari beton f’l mencapai maksimum ketika pengekang spiral mencapai kekuatan leleh fy. Jika ds merupakan diameter dari spiral, Asp merupakan luas penampang dari tulangan spiral, dan s adalah jarak spasi antar spiral, persamaan dari gaya yang bekerja pada gambar 2.13 adalah
(2.8)
Jika kita masukkan persamaan 2.8 kedalam persamaan 2.6 maka akan menjadi
(2.9)
Gambar 2.11 Pengekangan dari beton dengan pengekang berbentuk spiral Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
2.4.2 Beton Yang Dikekang Dengan Menggunakan Tulangan Segiempat Beberapa peneliti sudah mengajukan hubungan tegangan-regangan untuk beton yang dikekang menggunakan sengkang segiempat. Gambar 2.13 menunjukkan beberapa kurva yang telah diajukan oleh beberapa peneliti.
Gambar 2.12 Beberapa kurva tegangan-regangan untuk pengekang segiempat yang telah diajukan oleh : (a) Chan dan Blume et al ; (b) Baker ; (c) Roy dan Sosen;
(d) Soliman dan Yu ; (e) Sargin et al
Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
Pada kurva trilinear yang diajukan oleh Chan, kurva O AB merupakan jumlah kira-kira kurva untuk beton tidak terkekang, dan bentuk dari BC bergantung kepada pengekang melintang. Blume et al juga menerapkan sebuah kurva trilinear dimana OA memperkirakan kurva untuk beton tidak terkekang hingga 0,85 f’c dan ABC (terkadang digantikan oleh satu garis lurus) tergantung dari kadar dan tegangan leleh dari pengekang melintang. Baker mengajukan sebuah parabola sampai tegangan maksimum gradien regangan dan kadar baja pengekang. Roy dan Sozen mengajukan untuk mengganti cabang kurva yang turun dengan garis lurus yang memiliki regangan 0,5 f’c yang mana berhubungan secara linear terhadap kadar tulangan melintang. Kurva Soliman dan Yu mengandung sebuah parabola dan dua garis lurus dengan tegangan dan regangan pada titik kritis yang berhubungan dengan kadar tulangan melintang dan spasi dan luas area yang terkekang. Sargin et al sudah mengajukan sebuah persamaan umum yang menghasilkan kurva tegangan-regangan secara terus-menerus yang berhubungan dengan kadar, spasi, dan kekuatan leleh dari tulangan melintang, gradient regangan sepanjang area, dan kekuatan beton.
Berdasarkan bukti dari percobaan-percobaan yang telah dilakukan Kent dan Park mengajukan kurva tegangan-regangan pada gambar 2.14 untuk beton yang dikekang dengan sengkang persegi. Hubungan yang diajukan ini menggabungkan sifat-sifat dari semua kurva yang telah diajukan sebelumnya. Sifat-sifat dari kurva yang sudah adalah sebagai berikut.
Pada daerah AB; Ɛc ≤ 0,002
⌊ ( ) ⌋ (2.10)
Gambar 2.13 Kurva tegangan-regangan untuk beton yang dikekang dengan sengkang persegi, yang diusulkan oleh Kent dan Park
Sumber: Reinforced Concrete Structures. Robert Park, Thomas Paulay.
Bagian yang naik dari kurva ditunjukkan oleh sebuah parabola tingkat dua dan diasumsikan bahwa baja pengekang tidak memiliki efek pada bentuk pada bagian ini dari kurva atau regangan pada tegangan maksimum. Diasumsikan juga bahwa tegangan maksimum dicapai oleh beton yang terkekang merupakan kekuatan dari silinder beton f’c. Terdapat juga bukti yang menunjukkan bahwa sengkang persegi akan mengakibatkan kenaikan dalam kekuatan. Akan tetapi peningkatan ini mungkin kecil, dan pada percobaan Roy dan Sozen, tidak ditemukan peningkatan dalam kekuatan. Tegangan maksimum yang diasumsikan dari f’c akan menjadi sederhana dalam kebanyakan kasus.
Daerah BC : 0,002≤ Ɛc ≤ Ɛ20c
( ) (2.11)
Dimana,
(2.12)
(2.13)
√ (2.14)
Dimana:
f’c = Kekuatan silinder beton (dalam psi atau 1 psi = 0,00689 N/mm2) ρs = Rasio volumetrik dari tulangan melintang terhadap volume inti beton diukur dari bagian luar sengkang
Sh = Jarak antar sengkang.
Parameter Z menentukan lekuk dari bagian penurunan yang linear. Lekuk dari lereng yang turun ditentukan oleh regangan ketika tegangan turun hingga 0,5 f’c, sesuai yang didapatkan dari bukti dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan.
Persamaan 2.13 untuk Ɛ50u memperhitungkan efek dari kekuatan beton terhadap lereng dari bagian yang turun dari beton tidak terkekang, beton kekuatan tinggi menjadi lebih rapuh dibandingkan beton dengan kekuatan rendah. Persamaan 2.14 untuk Ɛ50h memberikan penambahan daktilitas yang diakibatkan oleh sengkang persegi dan berasal dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Roy dan Sozen; Soliman dan Yu ; dan Bertero dan Felipa. Penelitian yang dilakukan oleh Soliman dan Yu memberikan hasil termasuk efek dari gradien regangan sepanjang penampang (benda uji yang dibebani secara eksentrik), tetapi sejak efek tersebut tidak ditandai, maka efek tersebut tidak muncul pada persamaan. Ketika menganalisis hasil dari ketiga percobaan tersebut, maka diasumsikan bahwa beton penutup telah hancur pada waktu tegangan telah turun hingga 0,5 dari tegangan maksimum. Inti yang terkekang diasumsikan berada didalam pusat dari sisi sengkang, tapi jelas bahwa kesalahan yang kecil akan terjadi jika inti terkekang diambil sebagai volume beton diantara bagian luar sengkang. Hal ini akan secara kecil memperbolehkan keberadaan untuk beberapa penutup beton pada regangan tinggi.
Area CD : Ɛc ≥ Ɛ20c
(2.15)
Persamaan ini memperhitungkan kemampuan beton untuk menahan beberapa tegangan pada waktu regangan yang sangat besar
Menurut Robert Park dan Thomas Paulay, Sangatlah jelas bahwa perlu dilakukan percobaan mengenai beton terkekang yang lebih banyak lagi untuk menghasilkan data yang lebih untuk analisis secara statistik dan memperbolehkan penyertaan variabel yang lebih banyak. Persamaan yang telah diajukan untuk beton yang terkekang dengan sengkang persegi hanya dapat dianggap sebagai pendekatan.
Pada penelitian yang akan dilakukan dalam tugas akhir ini yang akan diteliti adalah sengkang melingkar dengan variabel mutu yang akan dibandingkan
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Umum
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kajian eksperimental yang dilakukan di Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian direncanakan kurang lebih 3 bulan yakni mulai bulan April – Juni 2018. Faktor yang diteliti adalah faktor perkuatan benda uji silinder beton dengan pengekangan eksternal, dimana digunakan baja tulangan yang kemudian akan dilapisi pada benda uji silinder beton.
Secara umum urutan tahapan penelitian ini meliputi:
a. Penyediaan bahan penyusun beton.
b. Penyediaan bahan penyusun ferrocement.
c. Pemeriksaan bahan.
d. Perencanaan campuran beton (mix design).
e. Pengujian slump.
f. Pembuatan benda uji silinder.
g. Perawatan benda uji silinder.
h. Pengujian kuat tekan dan kuat tarik belah.
3.2 Diagram Alir Penelitian
Mulai
Perumusan Masalah
Persiapan Alat dan Bahan
Semen Batu Pecah Pasir Air Cincin Baja
Pemeriksaan Bahan
Mix Design
Pengujian Slump Pembuatan Benda Uji Silinder
Perawatan
Pelapisan Cincin Baja Pada Benda Uji Silinder
Perawatan
Pengujian Kuat Tekan
Analisis Data
Kesimpulan
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alur Metodologi Penelitian
3.3 Persiapan Alat dan Bahan
3.3.1 Bahan
Bahan yang digunakan sebagai objek penelitian ini adalah pengekangan eksternal yang yang di lapisi dengan cincin baja. Peneliti menggunakan cincin baja sebagai lapisan dari pengekangan eksternal yang akan dibuat
3.3.2 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Laboratorium Bahan Rekayasa, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
3.4 Pemeriksaan Bahan Penyusun Beton
Tahap pertama yang dilaksanakan dalam pembuatan beton adalah pemilihan bahan-bahan penyusun. Pemilihan bahan-bahan penyusun yang baik akan menghasikan beton yang baik pula. Setelah mengevaluasi apa saja bahan- bahan yang akan digunakan, maka diperlukan pemeriksaan bahan di laboratorium.
Hal ini penting karena untuk mengetahui apakah bahan-bahan yang kita pilih sudah sesuai standar dan dapat digunakan untuk campuran beton.
3.4.1 Semen
Semen Portland yang dipakai untuk struktur harus mempunyai kualitas tertentu yang telah ditetapkan agar dapat berfungsi secara efektif. Semen yang dipakai dalam penelitian ini adalah semen tipe I yang diproduksi oleh PT.
SEMEN PADANG dalam kemasan 1 zak 50 kg. Untuk semen ini tidak dilakukan pengujian, karena semen yang digunakan telah memenuhi persyaratan standar semen Portland normal.
3.4.2 Agregat Halus
Agregat halus yang dipakai adalah pasir alam yang dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan sebagai berikut:
a. Analisa ayakan
b. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi c. Pemeriksaan berat isi
d. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian pasir lewat ayakan no 200) e. Pemeriksaan kandungan organik (colorimetric test)
f. Pemeriksaan kadar liat (clay lump) 1. Analisa Ayakan
a. Tujuan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan pasir (FM).
b. Hasil pemeriksaan
Modulus kehalusan pasir (FM) : 2.396 Pasir dapat dikategorikan pasir kasar.
c. Pedoman
(3.1)
Berdasarkan nilai modulus kehalusan (FM), agregat halus dibagi dalam beberapa kelas, yaitu:
Pasir halus : 2,20 < FM < 2,60
Pasir sedang : 2,60 < FM < 2,90
Pasir kasar : 2,90 < FM < 3,20
2. Pemeriksaan Berat Jenis dan Absorbsi a. Tujuan
Untuk menentukan berat jenis (specific gravity) dan penyerapan air (absorbsi) pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Berat jenis SSD : 2375 kg/m3
Berat jenis kering : 2261 kg/m3
Beart jenis semu : 2552 kg/m3
Absorbsi : 5.042%
c. Pedoman
Berat jenis SSD adalah perbandingan antara berat dalam keadaan SSD dengan volume dalam keadaan SSD. Keadaan SSD (Saturated Surface Dry) dimana permukaan jenuh dengan uap air sedangkan dalamnya kering, keadaan kering dimana pori-pori berisikan udara tanpa air dengan kandungan air sama dengan nol, sedangkan keadaan semu dimana basah total dengan pori-pori penuh air. Absorbsi atau penyerapan air adalah persentase dari berat yang hilang terhadap berat kering dimana absorbsi terjadi dari keadaan SSD sampai kering.
Hasil pengujian harus memenuhi:
Berat jenis kering < berat jenis SSD < berat jenis semu
3. Pemeriksaan Berat Isi a. Tujuan
Untuk menentukan berat isi (unit weight) pasir dalam keadaan padat dan longgar.
b. Hasil pemeriksaan
Berat isi keadaan rojok/padat : 1725.503 kg/m3 Berat isi keadaan longgar : 1654.168 kg/m3 c. Pedoman
Dari hasil pemeriksaan diketahui bahwa berat isi dengan cara merojok lebih besar daripada berat isi dengan cara menyiram, hal ini berarti bahwa pasir akan lebih padat bila dirojok daripada disiram. Dengan mengetahui berat isi maka kita dapat mengetahui berat dengan hanya mengetahui volumenya saja.
4. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Pasir Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan lumpur : 4.3% < 5%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Kandungan lumpur yang terdapat pada agregat halus tidak dibenarkan melebihi 5% (dari berat kering). Apabila kadar lumpur melebihi 5% maka pasir harus dicuci.
5. Pemeriksaan Kandungan Organik (Colorimetric Test) a. Tujuan
Untuk memeriksa kadar bahan organic yang terkandung dalam pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Warna kuning terang (standar warna No.3), memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Standar warna No.3 adalah batas yang menentukan apakah kadar bahan organik pada pasir lebih kurang dari yang disyaratkan.
6. Pemeriksaan Kadar Liat (Clay Lump) a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan liat pada pasir.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan liat : 0.75% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
Kandungan liat yang terdapat pada agregat halus tidak boleh melebihi 1% (dari berat kering). Apabila kadar liat melebihi 1% maka pasir harus dicuci.
3.4.3 Agregat Kasar
Agregat kasar yang digunakan adalah yang lolos ayakan 38,1 mm dan tertahan pada ayakan 4,76 mm. Pemeriksaan-pemeriksaan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Analisa ayakan
b. Pemeriksaan kadar lumpur (pencucian kerikil lewat ayakan no 200) c. Pemeriksaan keausan menggunakan mesin Los Angeles
d. Pemeriksaan berat isi
e. Pemeriksaan berat jenis dan absorbsi
1. Analisa Ayakan a. Tujuan
Untuk memeriksa penyebaran butiran (gradasi) dan menentukan nilai modulus kehalusan (fineness modulus / FM) kerikil.
b. Hasil pemeriksaan
Modulus kehalusan kerikil (FM) : 6,628 5,5 < 6,94 < 7,5, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman
1.
2. Agregat kasar untuk campuran beton adalah agregat kasar dengan modulus kehalusan (FM) antara 5,5 sampai 7,5.
2. Pemeriksaan Kadar Lumpur (Pencucian Kerikil Lewat Ayakan no 200)
a. Tujuan
Untuk memeriksa kandungan lumpur pada kerikil.
b. Hasil pemeriksaan
Kandungan lumpur : 0,85% < 1%, memenuhi persyaratan.
c. Pedoman