• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya dan Strategi Penyelesaian Sengketa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Upaya dan Strategi Penyelesaian Sengketa"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

TUGAS KELOMPOK

MAKALAH SOSIOLOGI HUKUM

UPAYA DAN STRATEGI PENYELESAIAN SENGKETA PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN REMBANG PASCA PUTUSAN PK MELALUI PENGEFEKTIFAN KOMUNIKASI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE

SOCIAL RESPONSIBILITY) DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM

Dosen: Kayus Kayowuan Loweleba, S.H., M.H.

Disusun oleh:

KELOMPOK 4

1. Risya Hadiansyah (1610611136)

2. Belly Astatantica Stanio (1610611152)

3. Silmi Hanifah (1610611155)

4. Rarenzan Widita (1610611158)

5. Nada Siti Salsabila (1610611159)

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

(2)

KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, shalawat dan salam tercurah pada junjungan kita Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, sahabat, serta para pengikutnya hingga akhir zaman. Alhamdulillah, berkat kemudahan serta petunjuk dari-Nya penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah Hukum Dagang yang berjudul “Makalah tentang Upaya dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pembangunan Pabrik Semen Rembang Pasca Putusan PK Melalui Pengefektifan Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Perspektif Sosiologi Hukum dapat selesai seperti waktu yang telah ditentukan. Tersusunnya makalah ini tentunya tidak lepas dari peran serta berbagai pihak yang telah memberikan bantuan secara materil dan spiritual, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan pengetahuan yang dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah ini mungkin masih jauh dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Seperti peribahasa “Tak ada gading yang tak retak.” Maka penulis mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan di masa yang akan datang dan dapat membangun kami.

Jakarta, November 2017

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Masalah ... 6

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Definisi Lingkungan ... 7

2.2 Definisi Ekologi ... 7

2.3 Definisi Ekosistem ... 8

2.4 Definisi dan Perspektif Sosiologi Lingkungan ... 9

2.5 Konsep Sosiologi Lingkungan ... 11

2.6 Paham-Paham Yang Memperjuangkan Lingkungan ... 12

2.7 Interaksi Antara Masyarakat Dan Lingkungan... 17

2.8 Hubungan Antara Manusia Dengan Lingkungan ... 19

2.9 Arti Penting Lingkungan Bagi Manusia ... 19

2.10 Sebab-Sebab Timbulnya Permasalahan Lingkungan... 20

2.11 Klasifikasi Pencemaran Lingkungan ... 20

2.12 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) ... 21

BAB III UPAYA DAN STRATEGI PENYELESAIAN SENGKETA PEMBANGUNAN PABRIK SEMEN REMBANG PASCA PUTUSAN PK MELALUI PENGEFEKTIFAN KOMUNIKASI DAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY) DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI HUKUM 3.1 Latar Belakang Kasus ... 23

3.2 Kronologi Kasus ... 25

3.3 Upaya Penyelesaian Kasus ... 26

3.4 Mengefektifan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) ... 28

(4)

4.2 Saran ... 30

(5)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Masyarakat dan lingkungan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan. masyarakat Perilaku dan tindakan manusia dalam kehidupan keseharian berpengaruh pada kualitas lingkungan dimana ia tinggal. Kerusakan lingkungan telah menjadi ancaman yang sangat serius di semua belahan bumi dan telah dirasakan dengan adanya perubahan iklim dan efek-efek yang ditimbulkannya. Di Indonesia, lingkungan yang mengalami kerusakan yang parah dapat dilihat pada penggundulan hutan, polusi udara, maupun pencemaran sungai.

Berkaitan dengan masyarakat yang tidak bisa dilepaskan dari lingkungan, perspektif sosiologis tidak dapat dipungkiri menjadi sangat penting dalam kajian tentang lingkungan. Selain bersinggungan dengan kondisi geografis, biologis, teknologi, maupun ekonomi, kajian lingkungan tidak dapat dilepaskan dari fenomena sosial-budaya sebuah masyarakat. Inilah mengapa kajian lingkungan selalu menjadi kajian yang interdisipliner. Berkaitan dengan interdisipliner, Dickens berpendapat tentang pentingnya pembagian kerja para intelektual untuk mengatasi problema kerusakan lingkungan tersebut. Tiga ranah ilmu pengetahuan –biologis, fisik dan sosial –memiliki keterkaitan dan problema lingkungan harus menjadi kajian di tiga ranah ilmu pngetahuan ini. Di era sosiologi kontemporer dewasa ini, sosiologi lingkungan didominasi oleh analisis kritis dan konstruksi sosial.

(6)

daya alam yang dimana sering terjadi pertentangan antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat setempat.

Secara filosofis konflik sosial yang mengiringi suatu rencana usaha industri yang memanfaatkan sumber daya alam (SDA) dan secara potensial bisa menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup terjadi di sejumlah daerah di Indonesia. Konflik sosial tersebut pada umumnya melibatkan masyarakat lokal (termasuk masyarakat adat) dan korporasi yang didukung pemerintah daerah. Konflik antara masyarakat lokal yang tergabung dalam Paguyuban Petani Lahan Pasir (PPLP) dan PT Jogja Magasa Iron (JMI) terjadi sejak korporasi tersebut mengumumkan rencana penambangan pasir besi di Kulon Progo pada pertengahan tahun 2000-an. Sementara korporasi yang didukung pemerintah pusat dan daerah tersebut berhasil membangun pabrik pengolahan pasir besi, PPLP yang didukung Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) terus menolaknya.. Masyarakat lokal berhadapan dengan korporasi (PT Panggon Sarkarya Sukses Mandiri) terjadi di Kota Batu, Jawa Timur seiring rencana pembangunan hotel yang mengancam kelestarian mata air Umbul Gemulo. Meskipun masyarakat setempat sempat memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Malang, pada akhirnya mereka dikalahkan oleh pengajuan kasasi ke MA oleh perusahaan tersebut.

Sementara itu masyarakat adat di Bali yang didukung OMS, akademisi, dan budayawan, berhadapan dengan PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI) yang telah memiliki rujukan legal Peraturan Presiden (Perpres) No. 51/2014 untuk melakukan proyek reklamasi Teluk Benoa, Bali. Sementara tahapan proses menuju konstruksi proyek tersebut berjalan, aksi-aksi penolakan oleh masyarakat adat di Bali terus terjadi, dan belum ada indikasi penyelesaian konflik. Kasus-kasus konflik serupa yang mengiringi rencana pengembangan atau ekspansi industri terjadi di berbagai daerah.

(7)

Konflik ini mendapatkan perhatian publik secara luas, sebagaimana tampak dari liputan media online dan cetak, dan tanggapan publik melalui media sosial. Seiring dengan itu, sejumlah analisis konflik pun ditawarkan terutama oleh para aktivis OMS. Novianto melihat bahwa rencana pembangunan pabrik semen adalah bagian dari ekspansi kapitalisme yang didukung negara (pemerintah) dan kemudian dilawan oleh masyarakat setempat yang terancam. Aktivis WALHI, Ning Fitri menyatakan bahwa rencana pendirian pabrik semen oleh PT SMS telah menimbulkan konflik antara kelompok yang pro dan kontra di dalam masyarakat, dan dengan mempertimbangkan potensi dampak lingkungan yang akan terjadi, maka rencana tersebut harus dihentikan. Bahkan sebuah rumah produksi, Watchdog, menggambarkan konflik ini melalui film dokumenter di laman Youtube “SAMIN vs SEMEN”.

Lebih lanjut, pembangunan pabrik semen oleh P.T. Semen Gresik di Pegunungan Kendeng Utara yang menjadikan areal karst mendapat penolakan masyarakat. Hal tersebut dikarenakan pabrik yang dibangun menggunakan penambangan batu karst di Pegunungan Kendeng sebagai bahan baku. PegununganKendeng merupakan pemasok kebutuhan air bagi kawasan pertanian di daerah sekitarnya. Warga melakukan penolakan terhadap apapun terkait pembangunanpabrik semen di area tersebut. Pembangunan dinilai merusak sumber daya air danmematikan sektor pertanian di daerah sekitarnya.

Penggunaan kawasan karst Watuputih sebagai tempat penambangan batu kapur,melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah nomor06/2010. Pasal 63 perda tersebut menetapkan areal menjadi kawasan lindung. Keprihatinan yang membuat para petani melakukan “protes keras” atas ketidakadilan. Ketidakadilan terhadap para nasib petani kendeng, ketidakadilan kepada lingkungan, ketidakadilan pada masa depananak cucu dan ketidakadilan pada masyarakat luas karena ancaman bencana ekologis

(8)

Pembangunan pabrik semen dimulai tahun 2005 yang diawali oleh PT.Semen Gresik yang akan mendirikan pabrik di empat kecamatan diantaranya Sukolilo, Kayen, Gabus, dan Margorejo , yang terbagi dalam empat belas desa dengan total luas lahan 1350 hektar. Rencana P.T. Semen Gresik ini mendapat dukungan penuh dari Pemerintah Daerah setempat, baik itu Pemerintah Provisi Jawa Tengah yang mengeluarkan Perda Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2010-2030 yang menetapkan Pegunungan Kendeng Utara di Desa Sukolilo Kabupaten Pati sebagai area industri dan pertambangan, maupun PemerintahKabupaten Pati yang mengeluarkan Surat Ijin Penambangan Daerah (SIPD) kepadaP.T. Semen Gresik dalam Joeni. Namun, PT. Semen Gresik gagal melakukan kegiatan eksplorasi di kawasan Kendeng karena penolakan warga.

Adanya komunitas “Sedulur Sikep” yang menjadimotor utama penolakan atas rencana pembangunan pabrik semen. Gunretno, tokohmuda komunitas Sedulur Sikep di Desa Sukolilo, adalah sosok yang memiliki peranpenting dalam gerakan perlawanan warga Sukolilo atas rencana pendirian pabriksemen di desa Sukolilo. Ia lah yang kemudian menjadi koordinator sebuah wadah yang didirikan dalam rangka untuk memfasilitasi gerakan seluruh warga (tidak hanya meliputi anggota komunitas Sedulur Sikep, melainkan juga termasuk warganon Sedulur Sikep) untuk menyelematkan Pegunungan Kendeng Utara dari rencanapertambangan yang dinamakan Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JMPPK).

Pabrik Semen selanjutnya akan membatasi ruang hidup warga dan akan menyebabkan permasalahan sosial. Dalam keyakinan warga,operasi pabrik semen akan menggangu CAT (cekungan air tanah) yang menjadisandaran warga yang sebagian berprofesi sebagai petani untuk memenuhi kebutuhanhidup sehari-hari. Penolakan dari warga kendeng juga didukung oleh aktivis“Sedulur Sikep” yang menganut kepercayaan Samin. Sedulur Sikep merupakan wargaasli yang tinggal di kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsiantara Blora, Jawa Tengah dan Bojonegoro, Jawa Timur.

(9)

Petani dari kawasan pegunungan Kendeng, kabupaten Rembang Jawa Tengah, kembali menggelar aksi mencor kaki dengan semendi depan Istana Negara dimana terdapat lima petani yang melakukan cor kedua kaki, yaitu dua laki-laki dan tiga perempuan. Pada hari, Kamis 16 Maret 2017 Patmi dan puluhan peserta lain mulai mengecor kaki. Patmiwarga Pegunungan Kendeng, yang ikut dalam aksi melakukan cor kaki didugameninggal dunia karena serangan jantung. Munculnya gerakan perempuan Kendeng, dikupasdari pemikiran ekofeminisme tak lepas dari kegelisahan perempuan terhadap praktik-praktik perusakan ekologis yang berujung pada ketidakadilan gender. Ekofeminismemerupakan aliran feminis gelombang ketiga yang menjelaskan keterkaitan alam danperempuan, dengan titik fokus pada kerusakan alam dan penindasan perempuan.Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh penulis Prancis Françoise d’Eaubonne dalam bukunya, Le Féminisme ou la Mort (1974). Ekofeminisme membahasdi satu pihak, eksploitasi dan dominasi perempuan terhadap lingkungan; dan dipihak lain, berpendapat bahwa sesungguhnya ada hubungan historis antaraperempuan dan alam. Para Ekofeminis percaya bahwa hubungan ini digambarkan melalui nilai timbal balik ‘perempuan’ secara tradisional, pemeliharaan dankerjasama, yang terjadi baik di kalangan perempuan maupun di alam. Perempuan dan alam juga bersatu dalam sejarah mereka, yang sama-sama pernah mengalamipenindasan oleh masyarakat patriarki. Adapun tujuan dan gerakan ini adalah untuk mendekonstruksi keterpurukan ekologis yang dilakukan dan didominasi olehkaum laki-laki.

(10)

judul "Upaya dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pembangunan Pabrik Semen Rembang Pasca Putusan PK Melalui Pengefektifan Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Perspektif Sosiologi Hukum".

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah:

1. Bagaimana upaya dan strategi penyelesaian sengketa pembangunan pabrik semen Rembang pasca Putusan PK dalam perspektif sosiologi hukum?

2. Bagaimana pengefektifan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) bila dikaitkan dengan kasus semen Rembang?

1.3Tujuan Masalah

Berdasarkan pernyataan masalah maka tujuan yang ingin dicapai oleh penulisan makalah ini adalah:

1. Untuk mengkaji upaya dan strategi penyelesaian sengketa pembangunan pabrik semen Rembang pasca Putusan PK dalam perspektif sosiologi hukum.

(11)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1Definisi Lingkungan

Menurut UURI No.4 Tahun 1982 & UURI No. 23 Tahun 1997 Tentang Lingkungan Hidup, lingkungan didefinisikan sebagai kesatuan ruang dengan semua benda, daya, kedaan, dan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perkehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lainnya.

Menurut Soerjono Soekanto, lingkungan dibedakan dalam kategori-kategori sebagai berikut:

a. Lingkungan fisik, yakni semua benda mati yang ada di sekeliling manusia.

b. Lingkungan biologi, yakni segala sesuatu di sekeliling manusia yang berupa organisme yang hidup (manusia termasuk juga di dalamnya).

c. Lingkungan sosial yang terdiri dari orang-orang, baik individual maupun kelompok yang berada di sekita manusia.

2.2Definisi Ekologi

Ekologi berasal dari bahasa Yunani, yangterdiri dari dua kata, yaitu oikos yang artinya rumah atau tempat hidup, dan logos yang berarti ilmu. Ekologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari baik interaksi antar makhluk hidup maupun interaksi antara makhluk hidup dan lingkungannya. Dalam ekologi, kita mempelajari makhluk hidup sebagai kesatuan atau sistem dengan lingkungannya. Definisi ekologi seperti di atas, pertama kali disampaikan oleh Ernest Haeckel (zoologiwan Jerman, 1834-1914).

Ekologi adalah cabang ilmu biologi yangbanyak memanfaatkan informasi dari berbagai ilmu pengetahuan lain, seperti: kimia, fisika, geologi, dan klimatologi untuk pembahasannya. Penerapan ekologi di bidang pertanian dan perkebunan di antaranya adalah penggunaan kontrol biologi untuk pengendalian populasi hama guna meningkatkan produktivitas.

(12)

Dalam studi ekologi digunakan metoda pendekatan secara rnenyeluruh pada komponenkornponen yang berkaitan dalam suatu sistem. Ruang lingkup ekologi berkisar pada tingkat populasi, komunitas, dan ekosistem.

2.3Definisi Ekosistem

Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi.

Ilmu yang mempelajari ekosistem disebut ekologi. Ekologi berasal dari dua kata dalam bahasa Yunani, yaitu oikos dan logos. Oikos artinya rumah atau tempat tinggal, dan logos artinya ilmu. Istilah ekologi pertama kali dikemukakan oleh Ernst Haeckel (1834 – 1914). Ekologi merupakan cabang ilmu yang masih relatif baru, yang baru muncul pada tahun 70-an. Akan tetapi, ekologi mempunyai pengaruh yang besar terhadap cabang biologinya. Ekologi mempelajari bagaimana makhluk hidup dapat mempertahankan kehidupannya dengan mengadakan hubungan antarmakhluk hidup dan dengan benda tak hidup di dalam tempat hidupnya atau lingkungannya.

Para ahli ekologi mempelajari hal berikut:

a. Perpindahan energi dan materi dari makhluk hidup yang satu ke makhluk hidup yang lain ke dalam lingkungannya dan faktor-faktor yang menyebabkannya.

b. Perubahan populasi atau spesies pada waktu yang berbeda dalam faktor-faktor yang menyebabkannya

c. Terjadi hubungan antarspesies (interaksi antarspesies) makhluk hidup dan hubungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya.

Komponen-komponen pembentuk ekosistem adalah: Komponen hidup (biotik) Komponen tak hidup (abiotik).

(13)

2.4Definisi dan Perspektif Sosiologi Lingkungan

Sosiologi lingkungan (environment sociology) didefenisikan sebagai cabang sosiologi yang memusatkan kajiannya pada adanya keterkaitan antara lingkungan dan perilaku sosial manusia.

Sosiologi lingkungan merupakan kajian dalam disiplin ilmu sosiologi yang perkembangannya menjadi keniscayaan di abad 21 ini. Kajian tentang lingkungan menjadi kajian interdisipliner karena fenomena lingkungan bersinggungan dengan kondisi geografis, biologis, teknologi, politik, maupun sosial-budaya. Persinggungan lingkungan dengan kondisi sosial dijelaskan oleh Dunlap dan Marshall sebagai berikut:

There is little doubt that environmental problems will be one of humanity’s major concerns in the twenty-first century, and it is becoming apparent that sociologists can play an important role in shedding light on these problems and the steps that need to be taken to cope with them. While the study of environmental issues is an inherently interdisciplinary project, spanning the natural and social sciences as well as humanities………… This stems from growing awareness of the fact that environmental problems are fundamentally social problems: They result from human social behavior, they are viewed as problematic because of their impact on humans (as well as other species), and their solution requires societal effort.

Dengan perspektif sosiologi lingkungan, sosiologi sebagai sebuah disiplin ilmu sesungguhnya telah melakukan perubahan “mainstream” sosiologi yang telah lama berkembang sebagai ilmu yang mempelajari tentang fakta sosial. “To legitimize sociology as a discipline, it was important to move away from explanations of, for example, racial and cultural differences in terms of biological and geographical factors, respectively”.

Lebih lanjut, dalam jurnal The American Sociologists (1994), Dunlap & Catton mengemukakan pentingnya melihat faktor sosial dalam mengkaji masalah lingkungan;

(14)

Mengapa dibutuhkan sosiologi lingkungan juga diungkap dalam Introduction buku Environmental Sociology, from Analysis to Action (2009: 2-3) oleh McCarthy and Leslie King bahwa analisis sosiologis diperlukan dalam mengkaji lingkungan karena pemecahan problem yang berbeda dengan ilmu-ilmu alam;

Sociologists, by focusing their research on questions of inequality, culture, power and politics, the relationship between government and economy, and other societal issues, bring a perspective to environmental problem-solving that is quite different from that of most natural and physical scientists.

Berdasarkan hal tersebut di atas, sosiologi menurut Hannigan (1995:15), dapat memberi kontribusi positif pada kajian lingkungan karena masalah lingkungan perlu pemecahan dari perspektif sosial-masyarakat, dan hal tersebut tidak semata urusan ilmu-ilmu alam atau eksak;

………..sociologists can make a positive contribution to the environmental debate by both incorporating and engaging. The former suggests that pockets or niches of environmental research can enrich mainstream sociological theory even if they do not as yet have the capacity to transform the discipline as a whole. The latter recognises that there is much to gain in applying the sociological imagination to the extra-disciplinary study of contemporary environmental issues; for example, through political economy models or via the sociology of science and knowledge. Alas, sociologists far too often end up as ‘underlabourers’ in this endeavour, being viewed as supporting actors in a cast dominated by natural scientists and environmental policymakers.

Melalui kajian sosiologis, problema lingkungan akan dikaji dari aspek perilaku, tindakan maupun budaya masyarakat dalam berinteraksi dengan lingkungan. Sebagai contoh, tindakan sesorang yang menginginkan efisiensi.

Bahwa kajian lingkungan adalah interdisipliner, Dickens (1996: 29-34) berpendapat tentang pentingnya pembagian kerja para intelektual untuk mengatasi problema kerusakan lingkungan tersebut. Tiga ranah ilmu pengetahuan – biologis, fisik dan sosial – memiliki keterkaitan dan problema lingkungan harus menjadi kajian di tiga ranah ilmu pengetahuan ini;

(15)

situation now, however, has marched well beyond the ‘two sciences’ (one for ‘man’, the other for ‘nature’) as originally outlined by Marx. We now have three main forms of knowledge. Even this, of course, underestimates the extent of the debates within these areas of scientific work. It surely goes without saying that an adequate appreciation of humans’ relation with nature entails not only an understanding of the mechanisms within the physical, natural and social worlds but, just as importantly, of how these interact with one another. How can these interactions be envisaged? …….. This entail recognising that there are real causal mechanisms and powers within the physical, biological and social worlds. It also entails recognising a stratified way in which these mechanisms and powers are organised and relate to one another.

2.5Konsep Sosiologi Lingkungan

Sosiologi lingkungan (environment sociology) didefenisikan sebagai cabang sosiologi yang memusatkan kajiannya pada adanya keterkaitan antara lingkungan dan perilaku sosial manusia. Menurut Dunlop dan Catton, sebagaimana dikutip Rachmad, sosiologi lingkungan dibangun dari beberapa konsep yang saling berkaitan, yaitu:

a. Persoalan-persoalan lingkungan dan ketidakmampuan sosiologi konvensional untuk membicarakan persoalan-persoalan tersebut merupakan cabang dari pandangan dunia yang gagal menjawab dasar-dasar biofisik struktur sosial dan kehidupan sosial.

b. Masyarakat modern tidak berkelanjutan (unsustainable) karena mereka hidup pada sumberdaya yang sangat terbatas dan penggunaan di atas pelayanan ekosistem jauh lebih cepat jika dibandingkan kemampuan ekosistem memperbaharui dirinya. Dan dalam tataran global, proses ini diperparah lagi dengan pertumbuhan populasi yang pesat

c. Masyarakat menuju tingkatan lebih besar atau lebih kurang berhadapan dengan kondisi yang rentan ekologis.

d. Ilmu lingkungan modern telah mendokumentasikan kepelikan persoalan lingkungan tersebut dan menimbulkan kebutuhan akan penyelesaian besar-besaran jika krisis lingkungan ingin dihindari.

(16)

f. Perbaikan dan reformasi lingkungan akan dilahirkan melalui perluasan paradigma ekologi baru di antara publik, massa dan akan dipercepat oleh pergeseran paradigma yang dapat dibandingkan antara ilmuan sosial dan ilmuan alam.

Ilmuan sosial mengabaikan konsep daya dukung, namun dengan mengabaikan konsep ini sama saja berasumsi bahwa daya dukung lingkungan selalu enlargeable dengan yang kita butuhkan, Dengan demikian sosiologist telah menolak kemungkinan kelangkaan. Meskipun tidak menyangkal bahwa manusia adalah spesies yang luar biasa, para ilmuan sosiologi lingkungan berpendapat bahwa keterampilan khusus dan kemampuan tetap gagal untuk membebaskan masyarakat dari batasan-batasan lingkungan alam.

Dalam tahapan hubungan manusia dan lingkungan, ditunjukan bahwa seluruh aspek budaya, perilaku bahkan “nasib” manusia dipengaruhi, ditentukan dan tunduk pada lingkungan. Dalam kehidupan berkelompok, Ibnu Khaldun menyatakan bahwa bentuk-bentuk persekutuan hidup manusia muncul sebagai akibat dari interaksi iklim, geografi dan ekonomi. Ketiga bagian dari lingkungan itu juga bersifat sangat menentukan corak temperamen manusia (Ibnu Khaldun dalam Madjid Fakrhy, 2001:126).

Sementara itu, Donald L. Hardisty yang mendukung dominasi lingkungan menyatakan lingkugan fisik memainkan peran dominan sebagai pembentuk kepribadian, moral, budaya, politik dan agama, pandangan ini muncul tidak lepas dari asumsi dalam tubuh manusia ada tiga komponen dasar, yakni bumi, air, dan tanah yang merupakan unsur-unsur penting lingkungan.

Lebih lanjut, dalam kajian sosiologi lingkungan, beragam perilaku sosial seperti konflik dan integrasi yang berkaitan dengan perubahan kondisi lingkungan, adaptasi terhadap perubahan lingkungan atau adanya pergeseran nilai-nilai sosial yang merupakan efek dari perubahan lingkungan harus dapat dikontrol. Hal ini dilakukan agar kemunculan pengaruh-pengaruh berupa faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kondisi lingkungan (eksogen) dapat terdeteksi atau dikenali dengan jelas. Dengan demikian dapat dipahami bahwa sosiologi lingkungan adalah cabang sosiologi yang mengkaji aspek-aspek lingkungan, seperti pemanfaatan sumberdaya alam serta pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia dengan beragam alasan sebagai dampak ikutannya.

2.6Paham-Paham Yang Memperjuangkan Lingkungan a. Paham Biosentrisme

(17)

hanya langka disekitar kita gagal dilindungi dan diselamatkan. Oleh karena itu, biosentrisme mendasarkan perhatian dan perlindungan pada seluruh spesies, baik mamalia, melata, biota laut, maupun unggas.

Williuam Chang menyamakan biosentrisme dengan animal centered ethic (animalsentrisme). Artinya, semua binatang perlu dipertimbangkan secara moral, sekalipun tidak perlu mendudukkan semua jenis hewan pada jenjang yang sama.ini berarti animal centrism memberikan penghargaan atas spesies binatang, tetapi pada saat yang sama ia memberikan makna yang berbeda-beda antar jenis binatang itu.

Paham biosentrisme mimiliki pokok-pokok pandangan sebagai berikut. Pertama, Alam memilik nilai pada dirinya sendiri (intristik) lepas dari kepentingan manusia. Ini berarti bahwa, setiap kehidupan dan makhluk hidup mempunyai nilai dan berharga pada dirinya sendiri, tanpa harus dihubungkan pada persoalan bagaiman hubungan makhluk hidup dengan kebutuhan manusia.

Kedua, Alam diperlukan sebagai moral, terlepas bagi manusia ia bermanfaat atau tidak, sebab alam adalah komunitas moral. Dalam kaitan ini, biosentrisme menganjurkan bahwa kehidupan di alam semesta ini akan dihormati seperti manusia menghormati sistem sosial yang terdapat dalam kehidupan mereka. Ini berarti bahwa terdapat nilai-nilai kebaikan, tata krama dan orientasi hidup dari alam semesta yang harus mulai dihargai.

Paham ini mengajarkan pula perubahan etika yang selama ini baik secara sadar/tidak telah kita yakini. Jika etika sebelumnya menyatakan bahwa nilai-nilai kebaikan, tata krama dan orientasi hidup hanya berlaku pada lingkungan manusia, biosentrisme mengajak dan memperluas etika manusia yang dihubungkan dengan keadaan alam semesta. Lebih luas Sony Keraf mengatakan bahwa paham biosentrisme berpegangan pada pilar-pilar teori sebagai berikut.

1) Teori Lingkungan yang Berpusat pada Kehidupan

Teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki kewajiban moral terhadap alam. Albert Schweitzer menyatakan, penghargaan yang harus dilakukan manusia tidak hanya pada diri sendiri saja, tetapi juga kepada semua bentuk kehidupan. Dari gagasan-gagasan di atas karenanya ada kewajiban utama manusia sebagai pelaku moral terhadap alam. Sebagai subjek moral, manusia bisa menghormati “moral” alam dengan beragam cara, seperti:

(18)

b) Kewajiban untuk tidak menghambat kebebasan organisme lain untuk berkembang sesuai dengan hakikatnya.

c) Kesediaan untuk tidak menjebak, memperdaya, atau menjerat binatang liar. 2) Etika bumi

Bumi dilihat tidak sebagai hak milik (property), sebagai mana halnya manusia dengan budak-budaknya pada zaman primitif. Akan tetapi, seperti komunitas manusia, bumi dengan segala isisnya adalah subjek moral. Oleh karena itu, ia bukan objek dan alat yang bisa digunakan sesuka hati sebab bumi memiliki banyak keterbatasan sama dengan manusia. Dengan demikian, bumi harus dihargai bernilai pada dirinya sendiri. Etika ini diperluas ke luar batas kumunitas agar mencakup pula tanah, air, tumbuh-tumbuhan, binatang atau secara kolektif di bumi.

3) Anti Spesiesisme

Peter Singer dan James Rachels mengkritik antroposentrisme, sebagai paham yang bersifat rasisme dan spesiesisme. Rasisme menganggap dan menjustifikasi ras tertentu sebagai ras yang lebih unggul dibandingkan ras lain. Sementara itu, spesiesisme, yang ditolak oleh biosentrisme di sini sebab ia menganggap bahwa spesies manusia lebih unggul dibandingkan spesies lain (binatang dan tumbuh-tumbuhan).

Karena ide ini belum diketahui dengan baik, sosialisasi biosentrisme harus dilakukan sebagai upaya menciptakan para pejuang lingkungan. Hingga mereka meyakini paham biosentrisme dan merasakan penghormatan moral atas alam sesungguhnya adalah tindakan yang paling beradab dan bermoral yang dilakukan oleh manusia atas makhluk hidup lain.

b. Paham Ekosentrisme (The Deep Ecology) : Memperjuangkan Keseimbangan Dibanding biosentrisme, ekosentrisme memiliki pandangan lebih luas. Menurut penganut paham ini sama dengan biosentrisme perjuangan penyelamatan dan kepedulian terhadap lingkungan alam tidak hanya mengutamakan penghormatan atas spesies (makhluk hidup saja), tetapi yang tidak kalah penting pula adalah perhatian setara atas seluruh kehidupan.

(19)

Gerakan penyalamatan lingkungan, yang menjadikan ekosentrisme, sebagai landasan gerakan, merupakan cara hidup orang-orang primitif seluruh dunia dan taoisme (alam romantis yang berorientasi budaya tanding abad ke-19, dengan akar-akarnya dalam Spinoza dan Zen Buddhisme dari Alan Watts dan Gary Snyder) sebagai “ruh”nya. Ia emrupakan salah satu gerakan dari the deep ecology. Oleh karena itu, membicarakan the deep ecology sama dengan mengkaji fisafat ekosentrisme.

Perpanjangan atau pengembangan biosentrisme ini tidak hanya berhenti pada dunia tumbuh-tumbuhan atau binatang, melainkan diperluas dengan memberi cakupan komunitas ekologis secara keseluruhan. Berkaitan dengan ini, banyak kalangan menyatakan bahwa ekosentrisme adalah paham lingkungan yang holistik. Makhluk hidup dengan benda-benda abiotis memiliki hubungan saling berkaitan. Tanggung jawab moral berlaku bagi semua reakita ekologis. Deep ecology, sebagai bagian ekosentrisme adalah etika yang berpusat pada makhluk hidup secara keseluruhan dalam kaitan memberikan penghormatan terhadap semua spesies.

Ekosentrisme memandang hubungan antara alam dan kehidupan sosial dengan pokok-pokok gagasan sebagai berikut:

1) Manusia dan kepentingannya bukan lagiukuran bagi sesuatu yang lain. Ia tidak hanya melihat spesies manusia saja, tetapi juga memandang spesies lain. Pernyataan ini sekaligus menunjukkan bahwa ekosentrisme tidak setuju dengan nilai-nilai dominatif yang dibawa oleh antroposentrisme.

2) Pandangan tentang lingkungan harus bersifat praktis. Artinya, etika ini menuntut suatu pemahaman baru tentang relasi yang etis dalam alam semesta(terutama antara manusia dengan makhluk lain) disertai prinsip-prinsip yang diterjemahkan dalam gerakan lingkungan.

(20)

1) Realisasi diri manusia berlangsung dalam komunitas ekologi. Ini berarti bahwa manusia bisa berkembang menjadi penuh dan utuh justru dalam relasi dengan semua kenyataan kehidupan dan alam. Manusia tidak hanya memiliki hubungan-hubungan dengan manusia saja.

2) Realisasi manusia seharusnya memperhatikan dirnya sebagai ecological self. Dalam artian bahwa manusia harus menyadari, ia akan berhasil menjadi manusia yang sempurna (insan kamil) hanya dalam kesatuan asasi dengan alam atau melalui intraksi positif manusia dengannya secara keseluruhan dan dengan bagian lain dari alam.

c. Paham Ekofeminisme : Melawan Androsentrism

Kemunculan paham dan gerakan lingkungan yang berideologi ekofeminisme merupakantahapan bagian yang tidak lepas dari perkembangan ideologi feminisme. Istilah ekofeminismemuncul pertama kali tahun 1974 dalam buku tulisan Franciose d’eaubonneyang berjudul le feminisme ou la mort.dalam karya ini dungkapkan pandangan tentang hubungan lansung antara eksploitasi alam dengan penindasan pada perempuan. Pembebasan salahsatunya tidak bisa dilakukan tanpa membebaskan penindasan yang lain. Kedua-duanya tidak bisa dipisahkan sebab persoalan lingkungan dan perempuan sangat ditentukan keterpusatan yang terletak pada laki-laki (androsentrisme). Adapun definisi ekofeminisme seperti dinyatakan Ariel Salleh ialah sebagai berikut.

“Eco-feminism adalah pengembangan kini dalam pemikiran feminisme yang menyatakan bahwa krisis lingkungan global akhir-akhir ini adalah diramalkan hasil dari kebudayaan patriarkhal”(Salleh, 1988).

Ekofeminisme (ada yang menggunakan bahasa inggris, sebagai ecological feminism) bukan gerakan atau filsafat feminisme umum, tetapi feminisme yang membatasi diri khusus fokusvkepadabisu-isu lingkungan. Baik dengan memanfaatkan model gerakan akar rumput (grass root movement), wacana (discourse) maupun perombakan/penguatan ide-ide filosofis. Bahkan, sama seperti biosentrisme maupun ekosentrisme, ekofeminisme juga memiliki rumusan jelas tentang risalah etikalingkungan.

(21)

yang dihasilkan oleh budaya patriarki, di mana tidak sedikit menghasilkan paham bias laki-laki.

Ekosentrime adalah bentuk penggabungan antara ekologi dengan filsafat, ekofeminisme merupakan produk penggabungan antara feminisme dengan ekologi. Kedua pandangan ini memungkinkan untuk disatukan sebab memiliki visi sama dalam melihat masyarakat dan lingkungan yang sama-sama sedang mengalami krisis. Baik feminisme maupun ekologi memiliki satu visi, yakni hendak membangun pandangan dunia dan praktiknya yang tidak berdasarkan pada model dominasi. Jika ekologi memperlakukan baik makhluk hidup maupun makhluk yang tidak hidup sama dan sederajat, sama halnya dengan itu, feminisme pun memperjuangkan relasi sosial atau hubungan kesetaraan antara laki-laki dengan perempuan. Gerakan ekofeminisme membangun sebuah teori dan praktik yang memberi perhatian kepada manusia dan alam lingkungan dan tidak bias laki-laki. Keadilan ekonomi dan keadilan sosial, kesetaraan gender dan lingkungan hidup, semuanya saling terhubung (intan Darmawati dalam Jurnal Perempuan, No. 21, 2000).

2.7Interaksi Antara Masyarakat Dan Lingkungan

Sosiologi lingkungan didefinisikan sebagai studi tentang hubungan antara masyarakat manusia dan lingkungan fisik mereka atau, lebih sederhana,''sosial-lingkungan interaksi'' (Dunlap dan Catton 1979).

Interaksi tersebut termasuk cara-cara di mana manusia mempengaruhi lingkungannya serta cara-cara di mana kondisi lingkungan (sering dimodifikasi oleh tindakan manusia) mempengaruhi urusan manusia, ditambah dengan cara di mana interaksi sosial tersebut ditafsirkan dan ditindaklanjuti.

Relevansi dari interaksi ini untuk sosiologi berasal dari fakta bahwa populasi manusia tergantung pada lingkungan biofisik untuk kelangsungan hidup, dan ini pada gilirannya memerlukan melihat lebih dekat pada fungsi-fungsi yang melayani lingkungan bagi manusia.

Tiga fungsi dasar lingkungan hidup bagi kehidupan manusia , yaitu :

a. Lingkungan menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk hidup, mulai dari udara dan air untuk makanan untuk bahan yang dibutuhkan untuk tempat tinggal, transportasi, dan berbagai macam barang ekonomis.

(22)

c. Manusia, seperti spesies lainnya, juga harus memiliki tempat untuk betahan hidup, dan lingkungan menyediakan rumah-di mana manusia dqapat hidup, bekerja, bermain, perjalanan, dan menghabiskan hidup kita.

Jadi, ketiga fungsi lingkungan hidup adalah untuk memberikan kehidupan ruang atau habitat bagi populasi manusia.

Tapi ketika manusia/masyarakat berlebihan dalam memanfaatkan ketiga fungsi lingkungan maka akan terjadi permasalahan. Masalah lingkungan dalam bentuk polusi, kelangkaan sumber daya, dan kepadatan penduduk dan / atau kelebihan penduduk. Dampak dari terganggunya satu fungsi lingkungan berakibat pula pada fungsi lainnya sehingga permasalahan lingkungan inipun bisa semakin kompleks.

Sebagai contoh suata area/daerah yang fungsi lingkungannya dialihkan untuh TPA sapah atau limbah berbahaya, membuat fungsi kawasan lingkungan ini tidak layak huni, karna bahan berbahaya/limbah ini mencemari tanah, air, dan udara. Daerah ini tidak bisa lagi berfungsi sebagai depot pasokan untuk air minum atau untuk produk pertanian tumbuh. Akhirnya, konversi lahan pertanian atau hutan menjadi subdivisi perumahan menciptakan ruang yang lebih hidup untuk manusia, tetapi itu berarti bahwa tanah tidak lagi dapat berfungsi sebagai depot pasokan untuk makanan atau kayu (atau sebagai habitat satwa liar). Masalah lingkungan baru terus muncul sebagai hasil dari kegiatan manusia. Contoh issue global adalah pemanasan global, hal ini terjadi akibat dari peningkatan pesat karbon dioksida di atmosfer bumi yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan manusia-terutama pembakaran bahan bakar fosil (batubara, gas, dan minyak), kayu, dan lahan hutan. Sehingga meningkatkan suhu atmosfer bumi. perubahan fungsi lingkungan ini yang membuat planet bumi kita kurang cocok sebagai ruang hidup (tidak hanya bagi manusia, tetapi terutama untuk bentuk-bentuk lain dari kehidupan).

(23)

2.8Hubungan Antara Manusia Dengan Lingkungan

Kenyataan yang tak terbantahkan yang dapat kita saksikan saat ini adalah bahwa umat manusia hidup di muka bumi ini terkotak-kotak dalam batas-batas negara, satu negara bisa jadi terdiri dari berbagai suku, agama, ras dan golongan. Bersamaan dengan itu kita juga menyaksikan terjadinya perpindahan penduduk dari suatu negara ke negara yang lain baik yang sifatnya sementara maupun permanen.

Hubungan antara manusia dengan lingkungan antara lain: a. Bentuk Adaptasi Manusia dengan Lingkungan

Lingkungan fisik, biologis, maupun sosial senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Agar dapat memper-tahankan hidup, manusia melakukan penyesuaian atau adaptasi yang dibedakan sebagai manusia:

1) Adaptasi genetis, yakni penyesuaian yang dilakukan dengan membantu struktur tubuh yang spesifik, bersifat turum temurun dan permanen.

2) Adaptasi somatis, yakni penyesuaian secara fungsional yang sifatnya sementasa. Jika dibandingkan makhluk lain mempunyai kemampuan beradaptasi yang lebih besar.

b. Bentuk-Bentuk Hubungan Manusia dengan Lingkungan

Dalam hubungan dengan organisme hidup lainnya dalam lingkungan hidup, hubungan tersebut mungkin terjadi secara sadar atau bahkan tidak disadari. Namun demikian dibedakan sebagai berikut:

1) Hubungan simbiosis, yakni hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup yang berbeda spesisnya:

a) Simbiosis parasitisme, 1 pihak untung dan 1 pihak rugi.

b) Simbiosis komensalisme, 1 pihak untung dan 1 pihak tidak dirugikan. c) Simbiosis mutualisme, kedua belah pihak diuntungkan.

2) Hubungan sosial yang merupakan hubungan timbal balik antara organisme-organisme hidup yang sama spesisnya. Bentuk-bentuknya antara lain:

a) Kompetisi/persaingan. b) Kooperatif/kerjasama.

2.9Arti Penting Lingkungan Bagi Manusia

(24)

manusia dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Bagi manusia, lingkungan dipandang sebagai tempat beradanya manusia dalam melakukan segala aktivitas kesehariannya, olehnya lingkungan tempat beradanya manusia menentukan seperti apa bentukan manusia yang ada di dalamnya.

Olehnya itu jika dikaitkan dengan harapan atas terciptanya manusia, semakin baik lingkungan tempat beradanya manusia, maka semakin besar kemungkinan manusia yang ada di dalamnya untuk berperilaku baik, kondisi serupa dapat terjadi pada ilustrasi sebaliknya. Olehnya itu sebuah lingkungan memiliki arti yang sangat penting atas eksistensi manusia sebagai makhluk yang memiliki multi potensi.

2.10 Sebab-Sebab Timbulnya Permasalahan Lingkungan a. Dinamika penduduk.

b. Pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang kurang bijaksana.

c. Kurang terkendalinya pemanfaatan akan ilmu pengetahuan & teknologi maju. d. Dampak negatif yang sering timbul dari kemajuan ekonomi yang seharusnya

positif.

e. Benturan tata ruang.

2.11 Klasifikasi Pencemaran Lingkungan

Masalah pencemaran lingkungan hidup, secara teknis telah didefinisikan dalam UU No. 4 Tahun 1982, yakni masuknya ataudimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan atau komponen lain ke dalam lingkungan dan atau 'eru'ahnya tatananlingkungan oleh kegiatan manusia atau proses alam, sehinggakualitas lingkungan turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan menjadi kurang atau tidak dapat lagi berfungsi sesuai peruntukannya dari definisi tersebut, terdapat tiga unsur dalam pencemaran, yaitu: Sumber perubahan oleh kegiatan manusia atau proses alam, bentuk perubahannya adalah berubahnya konsentrasi suatu bahan hidup atau mati? pada lingkungan, dan merosotnya fungsi lingkungan dalam menunjang kehidupan. Pencemaran dapat diklasifikasikan dalam bermacam-macam bentuk menurut pola pengelompokannya:

a. Pengelompokan menurut bahan pencemar yang menghasilkan bentuk pencemaran biologis, kimiawi, fisik, dan budaya.

(25)

c. Pengelompokan menurut sifat sumber menghasilkan pencemaran dalam bentuk primer dan sekunder. Namun apapun klasifikasi dari pencemaran lingkungan, pada dasarnya terletak pada esensi kegiatan manusia yangmengakibatkan terjadinya kerusakan yang merugikan masyarakat'anyak dan lingkungan hidupnya.

Isue-isue Seputar Masalah Lingkungan a. Global Warming

b. Ilegal Loging c. Ilegal Fishing d. Kekeringan e. Banjir f. Tsunami

g. Gempa Bumi (Gempa Bumi Vulkanik dan Gempa Bumi Tektonik) h. Pencemaran (Air, Udara, Tanah, Suara)

2.12 Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)

Menurut UU No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PP No 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Analisis mengenai dampak lingkungan adalah proses kajian identifikasi, prediksi, dan evaluasi dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan bio-geo-fisik -kimia, kesejahteraan manusia, dan kesehatan masyarakat.

Tujuan secara umum dari AMDAL adalah menjaga dan meningkatkan kualitas lingkungan serta menekan pencemaran sehingga dampak negatifnya menjadi serendah mungkin. Secara terinci, AMDAL bertujuan untuk:

a. Pengembangan dari metode dan cara untuk mengukur kenyamanan dan nilai kualitas dari lingkungan hidup.

b. Mengadakan analisis untuk memperoleh penemuan-penemuan baru atau mengembangkan ilmu teknologi yang dapat menjamin perlindungan lingkungan hidup untuk jangka panjang.

(26)

dapat dicapai dengan upaya untuk tercapainya persyaratan yang diminta oleh pemerintah dengan cara:

1) Menetapkan dampak pada lingkungan seperti juga di dalam menetapkan dampak pada faktor ekonomi dan faktor tekniknya.

(27)

BAB III

Upaya dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pembangunan Pabrik Semen Rembang Pasca Putusan PK Melalui Pengefektifan Komunikasi dan Tanggung Jawab Sosial

Perusahaan (Corporate Social Responsibility) dalam Perspektif Sosiologi Hukum

3.1Latar Belakang Kasus

Dalam kerangka Membangun Bangsa Dan Watak Bangsa (Nation And Character Building) berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk mencapai masyarakat Indonesia yang adil, makmur dan sejahtera, maka berdasar pada Pasal 33 UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) melalui BUMN (PT. Semen Indonesia) bermaksud membangun atau mendirikan pabrik semen di Kabupaten Rembang yang terletak di Desa Tegaldowo dan Desa Timbrangan Kecamatan Gunem yang masuk area Gunung Kendeng, serta Desa Kadiwono, Kecamatan Bulu yang masuk area Gunung Bokong. PT. Semen Indonesia (Persero) Tbk merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Yang tunduk dan berdasar pada UU.RI. No. 19 Tahun 2003 TentangBadan Usaha Milik Negara; dan UU. RI. No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas.

Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perusahaan perseroan (PERSERO) adalah merupakan salah satu pelaku kegiatan ekonomi yang penting di dalam perekonomian nasional, yang bersama-sama dengan pelaku ekonomi lain yaitu swasta (besar-kecil, domestik-asing) dan koperasi, merupakan pengejawantahan dari bentuk bangun demokrasi ekonomi yang akan terus dikembangkan secara bertahap dan berkelanjutan. Tepat pada Hari Senin Legi Tanggal 16 Juni 2014, PT Semen Indonesia (Persero) Tbk melakukan pembangunan pabrik baru dengan menggelar acara peletakan batu pertama pendirian pabrik semen di Rembang. Pembangunan pabrik semen di Rembang itu kemudian menimbulkan konflik antara PT. Semen Indonesia dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah (Gubernur Jawa Tengah) melawan Warga atau Kelompok Masyarakat desa tempat berdirinya pabrik, warga sekitar pabrik serta Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

(28)

pemberitaan di berbagai media, seperti pemberitaan bahwa sekitar 50 perempuan bertahan di depan pintu gerbang lokasi pembangunan pabrik semen di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. Warga menolak masuknya investasi ke wilayah itu karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan. Warga juga mendirikan tenda untuk menginap di lokasi. Pembangunan pabrik semen di Rembang telah mengundang sejumlah perdebatan sengit. Hal ini membuat warga Rembang, Jawa Tengah, terpecah menjadi dua kubu atau pro dan kontra dalam menyikapi pembangunan pabrik semen PT Semen Indonesia (Persero) Tbk di Rembang. Sebagian warga menolak pembangunan pabrik semen tersebut atau kontra, sementara sebagian lagi mendukung atau pro pembangunan.

PT Semen Indonesia (Persero) Tbk sebelumnya juga pernah mendapatkan penolakan keras dari warga saat berencana membangun pabrik baru di Pati, Jawa Tengah, sehingga proyek tersebut tidak bisa dilanjutkan, meski perseroan sudah mengantongi berbagai persyaratan dan ijin, termasuk membebaskan sebagian lahan untuk pabrik. Rencana pembangunan pabrik tersebut gagal karena mendapat penolakan dari masyarakat setempat. Pembangunan pabrik semen di dua kabupaten Jawa Tengah (Rembang dan Pati) dengan investasi kurang lebih sekitar Rp 10 triliyun, tidak semulus rencana. Di Pati, didemo habis-habisan oleh warga dan LSM, sehingga proyek tidak bisa dilanjutkan.

(29)

3.2Kronologi Kasus

Gejolak dan gerakan penolakan warga atas pembangunan atau pendirian pabrik semen di Rembang telah menjadi konflik yang berkepanjangan antara PT Semen Indonesia (Persero) Tbk dan Pemerintah Propinsi Jawa Tengah melawan warga atau kelompok masyarakat yang menolak pembangunan yang akhirnya harus berujung ke Pengadilan, dengan kronologi sebagai berikut :

1. PT Semen Indonesia di Rembang, mendapat Izin lingkungan yang diterbitkan pada tanggal 7 Juni 2012. Kemudian memberitahukan soal izin itu kepada Bupati Rembang perihal tersebut. Selanjutnya diumumkan dalam multimedia dan situs web Kantor Badan Lingkungan Hidup Jawa Tengah per 11 Juni 2012.

2. PT Semen Indonesia pada tanggal 16 Juni 2014 meletakkan batu pertama tanda dimulanya pembangunan pabrik semen di Rembang.

3. Kelompok Masyarakat (Para petani dan WALHI) menolak keras pembangunan pabrik semen di wilayah Rembang karena memiliki efek yang merugikan. Warga menolak masuknya investasi ke wilayah itu karena dikhawatirkan akan merusak lingkungan 4. Kelompok Masyarakat (Para petani dan WALHI) selaku PENGGUGAT kemudian

mengajukan gugatan ke PTUN Semarang pada tanggal 1 September 2014.

5. Putusan PTUN Semarang No. 64/G/2014/PTUN.SMG Tanggal 16-04-2015, PENGGUGAT dinyatakan kalah.

6. Putusan PTTUN Surabaya di tingkat banding No 135/B/2015/PT.TUN.SBY Tanggal 03-11-2015, PENGGUGAT juga dinyatakan kalah

7. Putusan PK No. 99 PK/TUN/2016 Tanggal 5 Oktober 2016. PENGGUGAT dinyatakan menang, dengan amar putusan :

1) Membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya Nomor: 135/B/2015/PT.TUN.SBY, tanggal 3 November 2015 yang menguatkan Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Semarang Nomo : 064/G/2014/PTUN.SMG, tanggal 16 April 2015;

2) Mengadili kembali:

1. Mengabulkan gugatan Para Penggugat untuk seluruhnya;

(30)

3. Mewajibkan kepada Tergugat untuk mencabut Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17 Tahun 2012, tanggal 7 Juni 2012, tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambangan oleh PT Semen Gresik (Persero) Tbk, di Kabupaten Rembang, Provinsi Jawa Tengah;

3.3Upaya Penyelesaian Kasus

Bahwa untuk menyelesaikan persoalan sosial yang berkembang dinamis dalam masyarakat khususnya konflik antara PT. Semen indonesia, Pemerintah propinsi (Gubernur Jawa Tengah) melawan warga masyarakat di sekitar area pembangunan pabrik semen dan LSM tersebut, dirasakan perlu mengutip Pendapat Para Ahli terutama terkait persoalan Sosial dan Masyarakat, serta Hukum dan Sosiologi Hukum, yakni :

1. Prof. Dr. Soerjono Soekanto :

Bahwa Institusi sosial merupakan himpunan nilai-nilai, kaidah-kaidah, dan pola-pola perikelakuan yang berkisar pada kebutuhan-kebutuhan pokok manusia. Hukum sebagai suatu lembaga atau institusi sosial, hidup berdampingan dengan lembaga kemasyarakatan lainnya dan saling mempengaruhi dengan lembagalembaga kemasyarakatan tadi.

2. Prof. Dr. Satjipto Raharjo :

Hukum progresif adalah mengubah secara cepat melakukan pembalikan yang mendasar dalam teori dan praksis hukum, serta melakukan berbagai terobosan. Pembebasan tersebut didasarkan pada prinsip bahwa hukum adalah untuk manusia dan bukan sebaliknya dan hukum itu tidak ada untuk dirinya sendiri, melainkan untuk sesuatu yang lebih luas yaitu untuk harga diri manusia. Kebahagiaan, kesejahteraan, dan kemuliaan manusia.

Hukum progresif adalah serangkaian tindakan yang radikal dengan mengubah sistem hukum (termasuk merubah peraturan-peraturan hukum bila perlu) agar hukum lebih berguna. Terutama dalam mengangkat harga diri serta menjamin kebahagiaan dan kesejahteraan manusia. Secara lebih sederhana beliau mengatakan bahwa hukum progresif adalah hukum yang melakukan pembebasan baik dalam cara berfikir maupun bertindak dalam hukum. Sehingga mampu membiarkan hukum itu mengalir saja untuk menuntaskan tugasnya mengabdikepada manusia dan kemanusiaan. Jadi tidak ada rekayasa atau keperpihakan dalam menegakkan hukum. Sebab hukum bertujuan untuk menciptakan keadilan dan kesejahteraan bagi semua rakyat.

(31)

hukum sebagai institusi yang mengekspresikan paradigma tersebut. Dengan mengetahui paradigma yang ada di belakang hukum, kita dapat memahami hukum lebih baik daripada jika kita tidak dapat mengetahunya.

3. Dr. Hj. Anis Mashdurohatun, SH, M.Hum :

Pengertian Hukum tidak dapat diartikan secara pasti dikarenakan senatiasa berkaitan erat dengan kondisi riil di masyarakat yang dipengaruhi dengan perkembangan masyarakat suatu bangsa itu sendiri dari waktu ke waktu, namun pada hakekatnya hukum merupakan seperangkat aturan baik tertulis maupun tidak tertulis berisi perintah dan larangan yang memberikan sanksi dan reward baik langsung maupun tidak langsung serta bersifat mengikat dan bertujuan memberikan keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat. Berdasar acuan atau pendapat para ahli tersebut, maka yang perlu dilakukan sekarang pasca putusan Peninjauan Kembali (PK) adalah :

1. Mengefektifkan komunikasi melalui pendekatan Sosiologis Hukum antara pihak PT. Semen Indonesia, Pemerintah Propinsi (Gubernur Jawa Tengah) serta Warga dan Kelompok Masyarakat serta KSM yang berinteraksi yang menolak pembangunan pabrik semen di Rembang, untuk mencari jalan kemaslahatan bersama mengingat dana atau uang yang telah dikucurkan oleh negara melalui BUMN (PT.Semen Indonesia) untuk membangun pabrik semen di rembang sudah cukup banyak agar uang negara yang telah digelontorkan kepada BUMN PT. Semen Indonesia tidak sia-sia yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat selaku pemilik kedaulatan.

2. Tunduk dan mematuhi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).[11] Pemerintah pusat maupun daerah harus secepatnya. melakukan Kajian Lingkungan Hidup.

(32)

3.4Mengefektifan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (Corporate Sosial Responsibility/CSR) adalah suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar tempat perusahaan itu berada baik sebelum, sedang dilakukan serta setelah pembangunan pabrik semen sudah jadi. Bentuk tanggung jawab sosial tersebut bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.

Secara umum CSR merupakan peningkatan kualitas kehidupan, adanya kemampuan manusia sebagai individu anggota masyarakat untuk menanggapi keadaan sosial yang ada dan dapat dinikmati, memanfaatkan serta memelihara lingkungan hidup, atau dengan kata lain merupakan cara perusahaan mengatur proses usaha untuk memproduksi dampak positif pada komunitas. CSR saat ini sudah tidak asing lagi di kalangan masyarakat umum, sebagai respon perusahaan terhadap lingkungan masyarakat. CSR berkaitan dengan tanggung jawab sosial, kesejahteraan sosial dan pengelolaan kualitas hidup masyarakat. Industri dan korporasi dalam hal ini berperan untuk mendorong perekonomian yang sehat dengan mempertimbangkan faktor lingkungan hidup.

Ada 4 (empat) hal ketentuan tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan, diatur dalam Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan, selanjuatnya disebut UU CSR:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya dibidang dan / atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud padaayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 4. Ketentuan lebih lanjut mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan diatur

(33)

Bila dibaca dengan cermat ketentuan diatas tampak bahwa perusahaan bukan hanya sekedar berkomitmen dalam melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan, akan tetapi sudah menjadi kewajiban perseroan untuk melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Kehadiran perusahaan di tengah-tengah masyarakat terlebih lagi perusahaan tersebut membuka lahan yang semula belum tersentuh oleh teknologi canggih, suka atau tidak, akan membawa dampak sosial bagi masyarakat, paling tidak di sekitar wilayah beroperasinya perusahaan tersebut. Dampak sosial yang dimaksud misalnya penduduk di sekitar lokasi perusahaan mengalami kesulitan untuk mendapat berbagai kebutuhan sehari-hari. Sebelum perusahaan tersebut melakukan aktivitasnya dapat dikatakan bahwa masyarakat tidak terlalu sulit untuk mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam melakoni hidup. Melalui CSR, perusahaan tidak semata memprioritaskan tujuannya pada memperoleh laba sebesar-besarnya. Konsep tanggung jawab perusahaan yang telah dikenal sejak 1970-an, merupakan kumpulan kebijakan dan praktik yang berhubungan dengan stakeholders, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat, lingkungan, serta komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan. CSR dapat didefinisikan sebagai tanggung jawab moral suatu perusahaan terhadap para stakeholders-nya, terutama komunitas atau masyarakat di sekitar wilayah kerja dan pengoperasian perusahaan. Prinsip moral dan etis perusahaan dapat terlihat dengan adanya hubungan yang harmonis antara perusahaan tersebut dengan masyarakat sekitarnya, yakni menggapai hasil terbaik dengan meminimalisir kerugian bagi kelompok masyarakat lainnya.

(34)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan pemaparan diatas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Upaya dan strategi penyelesaian sengketa pembangunan pabrik semen Rembang pasca

Putusan PK dalam perspektif sosiologi hukum dapat dilakukan dengan mengefektifkan komunikasi melalui pendekatan Sosiologis Hukum antara pihak PT. Semen Indonesia, Pemerintah Propinsi (Gubernur Jawa Tengah) serta Warga dan Kelompok Masyarakat serta KSM yang berinteraksi yang menolak pembangunan pabrik semen di Rembang, untuk mencari jalan kemaslahatan bersama mengingat dana atau uang yang telah dikucurkan oleh negara melalui BUMN (PT.Semen Indonesia) untuk membangun pabrik semen di rembang sudah cukup banyak agar uang negara yang telah digelontorkan kepada BUMN PT. Semen Indonesia tidak sia-sia yang harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat selaku pemilik kedaulatan. Tunduk dan mematuhi Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).

2. Pengefektifan tanggung jawab sosial perusahaan (Corporate Sosial Responsibility) apabila dikaitkan dengan kasus semen Rembang yaitu suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan (sesuai kemampuan perusahaan tersebut) sebagai bentuk tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar tempat perusahaan itu berada baik sebelum, sedang dilakukan serta setelah pembangunan pabrik semen sudah jadi. Bentuk tanggung jawab sosial tersebut bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada.

4.2 Saran

(35)
(36)

DAFTAR PUSTAKA

UU.RI. No. 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara UU. RI. No. 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

Murianews.com, 2014.

Media Indonesia, 18 Juni 2014. Suara Pembaruan, 24 Juni 2014. Suara Pembaruan, 24 Juni 2014.

Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006. Satjipto Rahardjo, Membedah Hukum Progresif, Jakarta: Kompas, 2007, hlm.

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum; Pencarian, Pembebasan dan Pencerahan, Surakarta: Muhammadiyah Press University, 2004.

Satjipto Rahardjo, Sosiologi Hukum, Perkembangan Metode dan Pilihan Masalah, (Yogyakrta: Genta Publishing, 2010), cet. 2.

Bahan Ajar Mata Kuliah Sosiologi Hukum PDF Oleh Dr. Hj. Anis Mashdurohatun, SH, M.Hum.

Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH)

Undang-Undang RI No. 40 Tahun 2007 Pasal 74 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan

Sentosa Sembiring. 2007. Hukum Perusahaan Tentang Perseroan Terbatas. Bandung: Nuansa Aulia. hlm.192 [14] http ://wisnu.blog.uns.ac.Id / 2009 /11 / 26 / corporate-sosial-responsibility- sebuah-kepedulianperusahaan-terhadap-lingkungan-di-sekitarnya / diakes pada tanggal 13 januari 2014)

http://walhi-sulsel.blogspot.com/2010/05/diakes pada tanggal 20 November 2017

Suharko, Masyarakat Adat versus Korporasi: Konflik Sosial Rencana Pembangunan Pabrik Semen di Kabupaten Pati Jawa Tengah Periode 2013-2016, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Volume 20, Nomor 2, November 2016.

J. Herman S. Sosiologi Lingkungan dan Risk Society: Perspektif Pendidikan Kritis Masyrakat Modern Terhadap Lingkungannya.

Referensi

Dokumen terkait

Herry Pribawanto SuryawanProgram Studi Matematika, Fakultas Sains dan TeknologiUniversitas Sanata Dharma Yogyakarta (Mat USD) MAG-D ITB, Sabtu 26 April 2014 26... Model

Perlu diperhatikan, bahwa semua yang Ia lakukan dalam proses itu dicatat oleh penulis sebagai “Musa melakukan seperti yang diperintahkan TUHAN kepadanya”

Ambil ukuran tubuh masing-masing sesuai ukuran yang dibutuhkan untuk membuat pola dasar badan dengan menggunakan sistem praktis, pola lengan dan pola rok.. Buatlah pola

(9) Sistem penelusuran daring sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf a merupakan layanan yang dapat digunakan oleh Pelaku Usaha, kementerian/lembaga, DPMPTSP provinsi,

Penelitian ini menghasilkan produk buletin Fisika dalam bentuk buku saku pada materi Gaya untuk siswa Sekolah Menengah Pertama Kelas VIII yang akhirnya dapat digunakan

Dalam Metode ini, sebuah keputusan akan diambil atau disetujui jika didalam proses pengambilan keputusan telah disepakati oleh semua anggota organisasi, secara transparan

“Dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp

Berdasarkan hasil analisa SWOT yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa prospek usahatani jamur merang melalui pemanfaatan limbah kulit kopi di Desa Garahan