• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK FINANSIAL

2. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya yang dikeluarkan selama kegiatan budidaya lada putih. Biaya operasional termasuk semua biaya produksi, pemeliharaan, dan lainnya yang menggambarkan pengeluaran selama kegiatan budidaya lada putih dalam periode produksi. Komponen biaya operasional terdiri dari biaya variabel dan biaya tetap.

a. Biaya Variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang menggambarkan pengeluaran untuk menghasilkan produksi yang digunakan bagi setiap proses produksi dalam satu periode produksi. Biaya variabel dalam budidaya lada putih di Desa Kundi terdiri dari beberapa komponen, yaitu: biaya pupuk, obat-obatan, tali, dan biaya tenaga kerja. Setiap tahunnya, nilai biaya variabel dari budidaya lada putih tidaklah sama karena bergantung pada jumlah produksi yang dihasilkan dari budidaya lada putih.

1. Pupuk

Dalam kegiatan budidaya lada putih, para petani menggunakan beberapa jenis pupuk. Dalam perhitungan ini, hanya digunakan jenis pupuk organik, urea, NPK, SP-36/ TSP dan phonska, karena jenis-jenis pupuk tersebut merupakan jenis pupuk yang paling banyak digunakan oleh para petani. Sementara itu, pupuk yang lainnya memiliki fungsi yang hampir sama dengan jenis pupuk yang digunakan

dalam perhitungan, sehingga dapat disetarakan dan dianggap sebagai pengganti. Data dapat dilihat pada tabel 20.

Tabel 20 Penggunaan pupuk dalam budidaya lada putih pada luasan 1 hektar

Jenis Harga Tahun 1 Tahun 2 Tahun 3 Tahun 4 Tahun 5 Tahun 6

Pupuk Persatuan (kg) Jumlah (Kg) Organik 1000 600 - - - - - Urea 2200 100 150 300 400 400 400 SP-36 2400 50 100 200 300 300 300 NPK 9000 50 50 50 50 50 50 Phonska 2800 50 50 100 100 100 100 Total (Kg) 850 350 750 850 850 850 Biaya (Rp) 2 490 000 2 580 000 4 710 000 6 540 000 4 210 000 4 210 000 2. Pestisida/ Obat

Dalam budidaya lada putih di Desa Kundi, terdapat beberapa jenis obat atau pestisida yang digunakan untuk meningkatkan fungsi tanaman dan menjaga tanaman dari serangan berbagai hama dan penyakit. Dalam analisis ini, jenis-jenis obat atau pestisida yang digunakan dalam perhitungan dibatasi pada jenis-jebis obat, yaitu: furadan, matador, dan baycid. Hal ini dikarenakan jenis-jenis obat tersebut tidak seluruhnya digunakan oleh para petani dan terdapat beberapa jenis obat yang memiliki fungsi yang sama. Petani yang satu dapat menggunakan jenis obat A sementara petani yang lain menggunakan jenis obat B. Oleh karenanya, dalam perhitungan ini hanya digunakan beberapa jenis obat yang dapat mewakili jenis obat yang lainnya karena memiliki fungsi yang sama dan merupakan jenis- jenis obat yang paling banyak digunakan oleh para petani. Data dapat dilihat pada tabel 21.

Tabel 21 Penggunaan obat-obatan/ pestisida dalam budidaya lada putih pada luasan 1 hektar

Jenis obat/ pestisida Harga per satuan

Jumlah Waktu pemakaian Furadan 25 000/ 2 kg 10 Pada awal penanaman

Matador 20 000/ btl 1 Setelah pemupukan

Baycid 20 000/ btl 1 Setelah pemupukan

Penggunaan jenis obat atau pestisida furadan dalam budidaya lada hanya digunakan sekali, yaitu pada saat awal penanaman. Sehingga pada tahun pertama biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan furadan sebesar Rp250 000.00. Sementara itu, jenis obat atau pestisida matador dan baycid dapat saling menggantikan karena memiliki fungsi yang sama. Penggunaan pestisida hanya dilakukan petani apabila terdapat serangan dari hama dan penyakit. Biasanya pemyemprotan obat atau pestisida dilakukan setelah pemupukan. Adapun biaya

yang dikeluarkan untuk pembelian obat atau pestisida tersebut sebesar Rp60 000.00 pada tahun pertama sampai tahun keempat dan Rp40 000.00 pada tahun kelima dan keenam.

3. Tali

Penggunaan tali diperlukan untuk mengikat lada ke tiang panjat (tajar). Dalam satu hektar, petani membutuhkan kurang lebih 6 gulungan tali setiap tahun dengan harga Rp9000.00 per gulungan. Setiap tahunnya, petani harus mengeluarkan biaya sebesar Rp54 000.00 untuk pembelian tali. Namun, penggunaan tali ini juga bergantung kesuburan dari tanaman lada.

4. Tenaga kerja

Dalam kegiatan budidaya lada putih tenaga kerja variabel merupakan tenaga kerja yang melakukan kegiatan yang saling berpengaruh terhadap output. Pada umumnya, petani menggunakan tenaga kerja keluarga dalam budidaya lada putih. Para petani hanya menggunakan jasa para tenaga kerja pada waktu tertentu. Pada tahun pertama terdapat pengeluaran biaya tenaga kerja yang digunakan untuk melakukan pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam, dan menanam lada. Pada saat mulai menghasilkan, jika hasil panen sedikit maka jumlah tenaga kerja akan berkurang, bahkan petani tidak menggunakan tenaga kerja luar keluarga karena petani dapat melakukan kegiatan pemanenan sendiri. Dalam penelitian ini, biaya tenaga kerja dalam keluarga dimasukkan ke dalam perhitungan sebagai biaya yang diperhitungkan. Selama panen lada, yaitu 2 sampai 3 bulan, lada dipetik sebanyak 2 sampai 3 kali atau sebanyak 20 sampai 30 hari kerja, kecuali pada tahun ketiga hanya 6 hari karena produksi lada masih sangat sedikit. Waktu yang digunakan adalah 6 jam per hari, yaitu 3 jam di pagi hari dan 3 jam di siang sampai sore hari. Rincian biaya tenaga kerja dapat dilihat pada tabel 22.

Tabel 22 Rincian biaya tenaga kerja dalam budidaya lada putih pada luasan 1 hektar

Kegiatan ∑ Upah Total Persentase

HOK (Rp) Biaya (Rp) (%) Pengolahan Tanah 14.1 1 000 000/ha 2 000 000 4.46 Pembuatan Lubang Tanam 14.1 1 500/lubang 2 335 500 5.20 Penanaman 6.3 1 500/pohon 2 335 500 5.20 Pemupukan 7.2 75 000/HOK 536 250 1.19 Pemeliharaan 147.8 75 000/HOK 11 085 000 24.69 Panen 1 3.0 75 000/HOK 225 000 0.50 Panen 2 161.4 75 000/HOK 12 103 000 26.96 Panen 3 137.7 75 000/HOK 10 323 750 23.00 Panen 4 35.3 75 000/HOK 2 646 750 5.90 Pengangkutan panen 1 0.9 75 000/HOK 67 500 0.15 Pengangkutan Panen 2 9.1 75 000/HOK 682 500 1.52 Pengangkutan Panen 3 4.4 75 000/HOK 330 000 0.74 Pengangkutan Panen 4 2.9 75 000/HOK 217 500 0.48

Dalam perhitungan biaya tenaga pada tabel 23 dapat dilihat bahwa biaya penggunaan tenaga kerja terbesar terdapat pada total kegiatan selama panen, yaitu sebesar 56.36 persen. Pada tahun pertama, terdapat penggunaan biaya tenaga kerja untuk pengolahan tanah, pembuatan lubang tanam dan penanaman. Sementara itu, pemupukan dan pemeliharaan diperhitungkan pada tahun pertama hingga tahun keenam dengan jumlah yang tetap. Biaya penggunaan tenaga kerja untuk panen dan pengangkutan diperhitungkan pada tahun ketiga sampai tahun keenam.

Secara keseluruhan pengeluaran biaya variabelnya, biaya tenaga kerja merupakan biaya variabel terbesar pada kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi dengan persentase 78.18% atau sebesar Rp93 018 000.00 selama umur bisnis. Adapun perinciannya dapat dilihat pada tabel 24.

Tabel 23 Biaya variabel dalam budidaya lada putih di Desa Kundi pada luasan 1 hektar

Komponen Biaya Tahun ke- Total

(Rp) Persentase (%) 1 2 3 4 5 6 Pupuk 2 490 000 2 580 000 4 710 000 6 540 000 4 210 000 4 210 000 24 740 000 20.79 Pestisida 250 000 60 000 60 000 60 000 40 000 40 000 890 000 0.75 Tali 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 54 000 324 000 0.27 Tenaga Kerja 18 292 250 11 621 250 11 913 750 24 406 750 22 275 000 4 509 000 93 018 000 78.18 Total 23 0696 25 16 955 250 21 507 750 37 660 750 30 829 000 13 063 000 118 972 000 100.00 b. Biaya Tetap

Biaya tetap dalam kegiatan budidaya lada putih adalah biaya-biaya yang diperhitungkan terkait dengan biaya PBB. Pajak bumi bangunan dibayarkan setiap tahunnya untuk tanah yang dijadikan perkebunan lada sebesar Rp15 000.00. Dalam laporan laba rugi terdapat biaya tetap berupa nilai penyusutan dari peralatan sebesar Rp74 850.00 per tahunnya.

Analisis Laba Rugi

Penyusunan laporan laba rugi dalam budidaya lada putih berkaitan dengan total penerimaan, pengeluaran, penyusutan, dan kondisi keuntungan yang diperoleh dalam satu tahun produksi. Berdasarkan perhitungan tersebut, bahwa total laba bersih setelah pajak yang diperoleh dalam budidaya lada putih adalah Rp106 047 900.00 selama umur usaha budidaya lada putih. Rata-rata laba bersih per tahun sebesar Rp17 674 650.00. Rincian laporan laba rugi dapat dilihat pada lampiran 5..

Analisis Kelayakan Investasi

Dalam menganalisis kelayakan investasi budidaya lada putih di Desa Kundi, digunakan kriteria investasi yang berupa: Net present value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period (PP). Nilai hasil kelayakan investasi yang didapatkan dari perhitungan cashflow dapat dilihat pada tabel 24. Sementara itu, rincian cahsflow budidaya lada putih dapat dilihat pada lampiran 6.

Tabel 24 Nilai hasil kelayakan investasi yang didapatkan dari hasil perhitungan cashflow Kriteria Investasi Nilai Indikator Kelayakan Hasil Kelayakan NPV (Rp) 42 469 987 > 0 Layak IRR (%) 22 > 5.75 Layak Net B/C 1.72 >1 Layak

PP (Tahun) 4 tahun 3 bulan 8 hari < 6 Layak

Net Present Value (NPV)

Perhitungan NPV dilakukan untuk mengetahui nilai kini manfaat bersih yang diperoleh selama periode kegiatan budidaya lada putih. Nilai NPV dapat dilihat pada cashflow (Lampiran 6). Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan nilai NPV dari budidaya lada putih adalah sebesar Rp42 469 987. Nilai ini menunjukkan bahwa kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi akan menghasilkan manfaat bersih tambahan sebesar Rp42 469 987. Uraian tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi ini layak untuk dilaksanakan, karena menghasilkan NPV lebih besar dari nol (NPV > 0).

Internal Rate of Return (IRR)

Dalam menghitung kelayakan budidaya lada putih pada tingkat Internal Rate of Return (IRR) maka dilakukan dengan membandingkan hasil Internal Rate of Return (IRR) yang diperoleh dengan nilai opportunity cost of capital (OCC). Nilai OCC yang digunakan sebagai pembanding dan indikator kelayakan berdasarkan kriteria IRR dalam analisa ini adalah sebesar 5.75%. Nilai tersebut merupakan nilai suku bunga BI rate seperti yang telah dijelaskan pada penjelasan asumsi perhitungan. Berdasarkan hasil perhitungan (Lampiran 6) didapatkan nilai IRR dari kegiatan budidaya lada putih adalah sebesar 22%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa tingkat pengembalian kegiatan budidaya lada putih terhadap investasi yang ditanamkan adalah sebesar 22%. Nilai IRR yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan ini lebih besar dibandingkan dengan nilai OCC yang telah ditentukan, yaitu sebesar 5.75% (IRR=22% > 5.75%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi layak untuk dilaksanakan. Terdapat hubungan antara IRR dan NPV. IRR merupakan tingkat discount rate (DR) yang menghasilkan NPV sama dengan 0. Artinya, pada saat tingkat discount rate sebesar 22% akan menghasilkan NPV sama dengan 0. Adapun hubungan antara NPV dan IRR ditunjukkan pada gambar 8.

Net Benefit Cost Ratio (Net B/C)

Berdasarkan hasil perhitungan cashflow (Lampiran 6) dapat dilihat bahwa nilai Net B/C Ratio yang diperoleh dari kegiatan budidaya lada putih adalah sebesar 1.72. Hal ini menunjukkan bahwa setiap tambahan biaya sebesar Rp1.00 akan menghasilkan tambahan manfaat sebesar Rp1.72 pada kegiatan budidaya

lada putih di Desa Kundi. Nilai Net B/C Ratio yang dihasilkan lebih besar dari 1 (Net B/C Ratio=1.72 > 1). Berdasarkan indikator kelayakan kriteria Net B/C Ratio

Gambar 2 Aplikasi hubungan antara NPV dan IRR

Payback Period (PP)

Payback Period (PP) merupakan suatu perhitungan untuk melihat jangka waktu pengembalian modal dari pelaksanaan kegiatan budidaya lada. Dalam kegiatan budidaya lada putih ini, diperoleh Payback Period (PP) selama 4 tahun 3 bulan 8 hari. Bila dibandingkan dengan umur usaha budidaya lada putih selama 6 tahun maka jangka waktu pengembalian modal kegiatan budidaya lada putih ini lebih cepat daripada umur usaha sehingga kegiatan budidaya lada putih layak untuk dilaksanakan.

Nilai IRR dan Net B/C Ratio yang didapatkan pada perhitungan ini mempunyai nilai yang lebih kecil dari penelitian terdahulu. Pada kedua penelitian terdahulu yang dilakukan pada tahun 2004 dan tahun 2002, nilai IRR yang diperoleh adalah sebesar 37.50% dan 32.49% dengan perolehan Net B/C Ratio sebesar 2.5 dan 1.23. Adanya perbedaan ini dapat disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya: biaya investasi yang dikeluarkan untuk keperluan kayu panjat, biaya operasional untuk pembelian sarana dan prasarana produksi yang terus meningkat setiap tahunnya akibat pengaruh inflasi atau faktor lainnya, serta tingkat suku bunga (discount factor) yang ditetapkan pada perhitungan tersebut. Selain itu, perbedaan pada umur ekonomis bibit lada, harga jual lada putih yang berfluktuatif, dan faktor lainnya. Meskipun demikian, kegiatan budidaya lada putih yang sejak lama diusahakan ini sampai sekarang masih layak untuk dilakukan karena masih memberikan manfaat bagi petani dan masyarakat khususnya, serta pemerintah pada umumnya.

Analisis Switching Value

Analisis switching value merupakan variasi dari analisis sensitivitas yang digunakan untuk melihat perubahan maksimal agar kegiatan budidaya lada putih di Desa Kundi masih layak untuk di lakukan. Variabel yang digunakan adalah penurunan harga jual lada putih, penurunan produksi lada putih, dan kenaikan biaya pupuk. Adanya perubahan tersebut tentunya akan mempengaruhi perhitungan cashflow dari sisi inflow (penerimaan) dan outflow (pengeluaran).

NPV i = Discount rate (%) 5.75 22 IRR 42 469 987 0 8

Perubahan variabel ini menyebabkan keuntungan mendekati normal dimana NPV mendekati atau sama dengan nol.

Berdasarkan simulasi penurunan harga jual lada putih pada proyeksi arus kas, diperoleh hasil switching value sebesar 25.64% atau sebesar Rp61 718.80 dari harga sekarang. Pada simulasi penurunan jumlah produksi diperoleh switching value sebesar 25.64%. Kedua simulasi tersebut menghasilkan NPV sama dengan 0, IRR sama dengan nilai discount rate-nya, dan Net B/C Ratio sama dengan satu. Sementara itu, pada simulasi kenaikan biaya pupuk switching value yang didapatkan adalah 311.637% yang menghasilkan NPV sama dengan 0, IRR sama dengan nilai discount rate-nya, dan Net B/C Ratio sama dengan satu. Dari hasil perhitungan ketiga skenario tersebut menunjukkan bahwa kegiatan budidaya lada putih masih layak untuk dilaksanakan jika terjadi penurunan jumlah produksi dan harga jual lada putih sebesar 25.64% dan kenaikan biaya pupuk sebesar 311.637%. Apabila terjadi perubahan penurunan harga jual dan poduksi lada putih melebihi 25.64% dan kenaikan biaya pupuk lebih dari 311.637% maka budidaya lada putih ini tidak layak untuk dilakukan karena secara perhitungan finansial tidak lagi menguntungkan. Usaha budidaya lada putih lebih sensitif terhadap penurunan harga jual dan penurunan jumlah produksi daripada peningkatan biaya pupuk. Kenaikan biaya pupuk pada budidaya lada putih tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pendapatan petani.

Dokumen terkait