• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.2 Kelayakan Energi dari Sumberdaya Kelautan

4.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Laut

4.2.1.1 Energi Arus Laut

4.2.1.2.2 Biaya Pembangunan (Capital investment Cost)

4.2.1.2.2 Biaya Pembangunan (Capital investment Cost)

Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi).

Biaya pembangunan: USD 260.304,40/50 kW= USD 5206,088 /kW.

4.2.1.2.3 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun)

Dengan daya terpasang 50 kW dan faktor kapasitas 75% maka jumlah pembangkit tenaga listrik (kWh) adalah:

kWh = daya terpasang x faktor kapasitas x 8760 = 50 kW x 0,75 x 8760

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 45 Maka, Capital Cost nya adalah

= (USD 5.206,088 /kW x 50 x 0,1469) / 328.500 = USD 0,1164 /kWh

= USD cent 11,64 /kWh

4.2.1.2.4 Perhitungan Biaya Pembangkit Total

TC = CC + FC + O&M

Dengan :

TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar

O&M = Biaya Operasi dan Perawatan

TC = USD cent 11,64 /kWh + USD Cent 0,09/kWh + USD Cent 0,03/kWh = USD cent 11,76 /kWh = USD 0,1176 /kwh

= Rp 1.176 /kWh

4.2.1.3 Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC)

Pembangkit Listrik Tenaga OTEC (PLT-OTEC) memanfaatkan arus laut sehingga tidak memanfaatkan bahan bakar minyak sebagai sumber energi utama, namun tetap menggunakan pelumas mesin sebesar USD Cent 0,09/kWh. Perhitungan biaya ekonomi untuk membangun investasi arus laut dapat di jabarkan dengan melakukan perhitungan CRF, perhitungan biaya pembangunan, perhitungan jumlah pembangkitan tenaga listrik (kWh/Tahun).

4.2.1.3.1 Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost)

Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount

rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku

bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus:

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 46 Tabel 10. Biaya Investasi Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC)

No Jenis Data Nilai

1 Kapasitas Terpasang 100.000 kW

2 Umur Pembangkit 20 tahun

3 Biaya Investasi USD 40.000/kW

4 Suku bunga 13%

5 CRF 0,14

6 Faktor kapasitas(kWh terpasang/kWh terpakai) 30%

Sumber: data diolah dari berbagai sumber 2012

4.2.1.3.2 Biaya Pembangunan (Capital investment Cost)

Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi).

Biaya pembangunan: USD 40.000/kw

4.2.1.3.3 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun)

Dengan daya terpasang 100.000 kW dan faktor kapasitas 30% maka jumlah pembangkit tenaga listrik (kWh) adalah:

kWh = daya terpasang x faktor kapasitas x 5.475 (15 jam x 365 hari) = 100.000 kW x 0,3 x 5.475

= 164.250.000 kWh/tahun. Maka, Capital Cost-nya adalah

= (USD 40.000/kW x 100.000 x 0,14) / 164.250.000 = USD 3,409 /kWh = USD Cent 340,9/kWh

4.2.1.3.4 Perhitungan Biaya Pembangkit Total

TC = CC + FC + O&M

Dengan :

TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar

O&M = Biaya Operasi dan Perawatan

TC = USD Cent 340,9/kWh + USD Cent 0,09/kWh + USD Cent 0,03/kWh = USD Cent 341,02/kWh = USD 3,421/kWh = Rp 34.210/kWh

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 47

4.2.1.4 Energi Pasang Surut

4.2.1.4.1 Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost)

Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus:

CRF = [i(1+i)n] / [(1+i)n-1]

CRF = Capital Recovery Factor (desimal) i = Suku Bunga (%)

n = Umur Pembangkit/Lama waktu penyusutan (tahun)

CC = Capital Cost/Biaya Modal (US$/kWh)

Tabel 11. Biaya Investasi Energi Pasang Surut

No Jenis Data Nilai

1 Kapasitas Terpasang 70 kW

2 Umur Pembangkit 20 tahun

3 Biaya Investasi USD 2.500/kW

4 Suku bunga 13%

5 CRF 0,14

6 Faktor kapasitas(kWh terpasang/kWh terpakai) 80%

Sumber: data diolah dari berbagai sumber 2012

4.2.1.4.2 Biaya Pembangunan (Capital investment Cost)

Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi).

Biaya pembangunan: USD 2.500/kw

4.2.1.4.3 Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun)

Dengan daya terpasang 70 kW dan faktor kapasitas 30% maka jumlah pembangkit tenaga listrik (kWh) adalah :

kWh = daya terpasang x faktor kapasitas x 3.650 hari (10 jam x 365 hari) = 70 kW x 0,8 x 3.650

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 48 Maka, Capital Cost-nya adalah

= (USD 2.500/kW x 70 x 0,14) / 204.400 = USD 0,1199 /kwh = USD Cent 11,99/kWh

4.2.1.4.4 Perhitungan Biaya Pembangkit Total

TC = CC + FC + O&M

Dengan :

TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar

O&M = Biaya Operasi dan Perawatan

TC = USD Cent 11,99/kWh + USD Cent 0,09/kWh + USD Cent 0,03/kWh = USD Cent 12,11/kWh = USD 0,1211/kWh = Rp 1.211/kWh

Berdasarkan hitungan sebelumnya, besarnya tarif listrik yang memanfaatkan sumberdaya kelautan menunjukkan harga yang lebih mahal dibandingkan dengan tarif dasar listrik (TDL) bagi rumah tangga dari PLN yang menggunakan sumber energi fosil. Besarnya tarif listrik dari energi laut ini tidak berbeda jauh dengan listrik dari sumber energi alternatif lainnya, seperti harga listrik dari panas bumi, biomassa, mini dan mikro hidro. Bahkan harga listrik dari tenaga surya dan tenaga bayu jauh lebih mahal dibandingkan sumber energi lainnya. Perbandingan harga listrik dari berbagai sumber energi tersebut disajikan dalam Tabel 12.

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 49 Tabel 12. Perbandingan Harga Listrik dari Berbagai Sumber Energi di Indonesia No. Jenis Energi Tarif Listrik/kWh Besaran Subsidi

per kWh (Rp) Subsidi (Rp) Non-Subsidi (Rp)

1. Energi Konvensional a) 795 1.163 368

2. Energi alternatif bersumber dari laut b)

a. Arus laut - 2.127 -

b. Gelombang - 1.176 -

c. OTEC - 34.210 -

d. Pasang Surut - 1.211 -

3 Energi alternatif lainnya c)

a. Panas bumi d) - 1.665 -

b. Biomassa - 1.050 -

c. Mini dan mikro hidro - 1.050 -

d. Tenaga surya - 3.135 -

e. Tenaga bayu - 1.810 -

Sumber : a) Perpres No. 8 Tahun 2011

b) Data primer (diolah)

c) Pradipta (2012)

d) Permen ESDM No. 22 Tahun 2012

Berdasarkan Tabel 12, harga listrik per kWh yang paling murah bagi rumah tangga adalah listrik yang bersumber dari bahan bakar minyak yang disediakan oleh PT PLN (Persero). Rendahnya harga jual listrik tersebut dikarenakan adanya intervensi pemerintah berupa subsidi harga listrik sebesar Rp 368 per kWh. Sementara harga listrik dari sumber energi alternatif, baik energi laut maupun energi alternatif lainnya tidak memperoleh perlakuan yang sama sehingga harga jual listrik per kWh sama dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Namun demikian, pemerintah berupaya mengurangi besarnya subsidi listrik yang disediakan PLN pada tahun 2013 dengan cara menaikkan tarif dasar listrik (TDL) 15%. Langkah ini ditempuh untuk mengurangi beban APBN karena besarnya subsidi sudah mencapai angka Rp 93,52 triliun (Dhany, 2012).

Sementara itu, harga listrik dari sumber energi alternatif relatif lebih tinggi dibandingkan harga listrik dari PLN karena tidak adanya subsidi dari pemerintah. Bahkan, harga listrik dari energi alternatif lainnya akan dinaikkan pada tahun 2013 (Pradipta, 2012). Untuk kenaikan harga listrik dari panas bumi telah diatur melalui Peraturan Menteri Enegi dan Sumber Daya Mineral No. 22 Tahun 2012. Hal ini ditujukan agar PLN akan membeli listrik dengan harga lebih mahal dari pihak swasta yang menghasilkan energi alternatif tersebut. Dengan

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 50 demikian, tingginya harga listrik dari energi alternatif ini diharapkan akan mengundang investor, baik asing maupun dalam negeri untuk membangun pembangkit listrik dari sumber energi baru terbarukan karena proyek yang ditawarkan bernilai ekonomis. Pada gilirannya, diharapkan ke depan terjadi peralihan (shifting) konsumsi listrik dari sumber energi konvensional ke sumber energi alternatif (Pradipta, 2012).

Namun demikian, rencana pemerintah ini perlu juga mempertimbangkan tentang harga jual listrik dari energi baru terbarukan (EBT) kepada masyarakat. Apabila harga atau tarif listrik dari PLN masih lebih rendah dibandingkan dengan tarif listrik EBT maka masyarakat akan tetap bertahan untuk menggunakan energi konvensional. Di samping itu, kondisi ini akan membuat energi EBT tidak akan mampu bersaing dengan listrik PLN dalam hal tarif listrik. Untuk menciptakan kondisi yang kondusif maka pemerintah memiliki 2 (dua) alternatif, yaitu menghapus subsidi listrik PLN atau memberi subsidi tarif listrik untuk semua sumber energi agar harga listrik yang ditawarkan ke masyarakat dapat bersaing.

Masih tingginya harga atau tarif dan terbatasnya ketersediaan listrik dari energi baru dan terbarukan (EBT) tersebut menyebabkan konsumsi energi konvensional di Indonesia masih sangat tinggi. Data dari ESDM menunjukkan bahwa penggunaan energi baru dan terbarukan dalam bauran energi di Indonesia sangat rendah yang hanya sebesar 5,7%. Rencana kenaikan harga listrik energi EBT ini mampu meningkatkan porsi energi EBT menjadi 6,7% pada tahun 2013 dan terus naik menjadi 17% pada tahun 2025 (Rubiandini dalam Pradipta, 2012).

Tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar minyak membuat PLN kesulitan dalam memenuhi kebutuhan energi masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari rasio elektrifikasi Indonesia pada tahun 2011 yang masih sebesar 71,23%. Artinya, dari jumlah rumah tangga sebanyak 59.778.200 Indonesia maka rumah tangga yang telah terpenuhi kebutuhan listriknya baru sejumlah 42.557.542. Kekosongan pasokan energi ini sangat berpotensi dipenuhi dari penggunaan listrik energi EBT, seperti energi laut.

Potensi energi laut tersebar di seluruh perairan Indonesia, tetapi sebagian besar terletak di bagian timur wilayah Indonesia. Sumber energi laut tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan listrik masyarakat di wilayah

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 51 timur Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah kepulauan yang sulit dijangkau oleh PLN. Hasil observasi peneliti di wilayah pulau-pulau kecil menunjukkan bahwa pasokan listrik dari PLN sangat sulit diperoleh sehingga masyarakat pesisir menggunakan mesin diesel untuk penerangan di malam hari. Untuk itu, ketersediaan listrik dari energi alternatif sangat perlu dipercepat sehingga kebutuhan listrik masyarakat dapat terpenuhi. Oleh karena itu, jika dapat direalisasikan segera maka listrik yang dihasilkan dari PLT Arus laut atau PLT Ombak akan disalurkan kepada masyarakat atau nelayan pinggir pantai yang berada dekat instalasi dan dapat dimanfaatkan untuk berbagai kegiatan, seperti: a) Pembuatan es untuk pengawetan ikan; b) Penyuplai daya ruang pendingin (cold storage) skala kecil, dan c) Penerangan masyarakat di malam hari atau kegiatan lainnya.

Berikut pada Tabel 13 dilakukan overlay kebutuhan listrik rumah tangga di wilayah pulau-pulau kecil yang mempertimbangkan jumlah penduduk, jumlah rumah tangga, rasio elektrifikasi, dan jumlah energi yang dikonsumsi, yang disandingkan dengan daya listrik yang dapat dihasilkan dari energi laut (gelombang, pasang surut, arus laut dan OTEC). Pada Tabel 13 dapat dilihat bahwa rasio elektrifikasi pada wilayah timur Indonesia masih rendah karena rasio elektrifikasi 11 wilayah dari 13 provinsi di Indonesia timur di bawah rasio elektrifikasi nasional (71,23%). Hanya Provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Selatan yang memiliki rasio elektrifikasi di atas rata-rata nasional yang masing-masing sebesar 77,99% dan 71,97%. Salah satu faktor penyebabnya adalah wilayah timur Indonesia didominasi oleh pulau-pulau kecil yang tersebar sehingga sulit dijangkau oleh PLN karena memerlukan investasi yang cukup besar untuk membangun tiang dan jaringan dari darat ke seberang pulau.

Kondisi ini dapat salah satunya dapat diakomodir oleh energi yang bersumber dari laut, seperti energi arus laut, pasang surut dan gelombang karena lokasi sasaran sangat dekat dengan sumberdaya tersebut. Tabel 13 menunjukkan bahwa potensi energi laut berkisar 0,5 – 200 MW sehingga energi laut berpotensi untuk dimanfaatkan sehingga mampu mengisi kekurangan pasokan listrik yang selama ini disediakan oleh PLN dengan menggunakan minyak bumi sebagai bakan bakarnya.

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 52

Tabel 13. Overlay Kebutuhan Listrik Rumah Tangga di Pulau-Pulau Kecil dengan Pasokan Listrik dari Energi Laut

Provinsi Penduduk (x1.000) Rumah Tangga (x1.000) Rumah Tangga Pelanggan PLN Rasio Elektrifikasi (%) Konsumsi per kapita (kWh) Total Konsumsi listrik rumah tangga (MWh) Konsumsi listrik rumah tangga yang terlayani (MWh)

Potensi energi laut

Gelombang Pasang Surut Arus Laut OTEC Sulawesi Utara 2.296,7 544,1 424,321 77,99 429,59 233.739,919 182.284,058 0,5- 2 MW 10-200 MW 5-100 MW Gorontalo 1.062,9 178,0 119,934 67,38 222,53 39.610,340 26.688,913 Sulawesi Tengah 2684,7 540,6 335,371 62,03 214,07 115.726,242 71.792,870 Sulawesi Selatan 8.115,7 1.791,3 1,289,257 71,97 400,02 716.555,826 515.728,585 Sulawesi Tenggara 2.278,9 467,7 238,932 51,08 193,55 90.523,335 46.245,289 Sulawesi Barat 1.189,3 305,0 102,357 33,56 127,40 38.857,000 13.040,282 Maluku 1.577,1 336,3 207,846 61,80 213,49 71.796,687 44.373,043 Maluku Utara 1.063,6 226,7 121,207 53,48 192,43 43.623,881 23.323,863 Papua 3.000,3 482,7 148,631 30,79 174,25 84.110,475 25.898,952 Papua Barat 789,3 165,5 89,842 54,29 386,54 63.972,370 34.727,527 Bali 3.974,7 1.062,4 729,153 68,63 811,12 861.733,888 591.430,581 10-200 MW Nusa Tenggara Timur 4.791,1 994,1 569,042 34,52 101,63 101.030,383 57.831,738 Nusa Tenggara Barat 4.545,6 1.205,6 343,144 47,20 184,17 222.035,352 63.196,830

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 53

Dokumen terkait