• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN LAPORAN AKHIR TAHUN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN LAPORAN AKHIR TAHUN"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI BERBASIS

SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI PENGGUNAAN

ENERGI DALAM USAHA-USAHA PERIKANAN

LAPORAN AKHIR TAHUN

BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN LITBANG KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2012

(2)

i

LAPORAN AKHIR TAHUN

PENELITIAN TA 2012

KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI

BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI

PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA

PERIKANAN

BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2012

(3)

ii

LAPORAN AKHIR TAHUN

PENELITIAN TA. 2012

KAJIAN KELAYAKAN PENGEMBANGAN ENERGI

BERBASIS SUMBERDAYA KELAUTAN DAN EFISIENSI

PENGGUNAAN ENERGI DALAM USAHA-USAHA

PERIKANAN

Dr. Siti Hajar Suryawati Rizky Muhartono, M.Si.

Estu Sri Luhur, S.E. Dr. Agus Heri Purnomo Rodiah Nurbayasari, M.Si. Dysi Polite Dyspriani, M.Sc.

Dwi Yoga Nugroho, M.T. Novianti Trisaka Bualangi, S.Kom.

BALAI BESAR PENELITIAN SOSIAL EKONOMI KELAUTAN DAN PERIKANAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN 2012

(4)

iii

LEMBAR PENGESAHAN

Lembaga Riset : Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Judul Proposal : Kajian Ekonomi Pemanfaatan Energi pada Usaha Perikanan

Judul Kegiatan : Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan

Status : Baru

Pagu Anggaran (Rp) : Rp 225.599.000,-

(dua ratus dua puluh lima juta lima ratus sembilan puluh sembilan ribu rupiah)

Tahun Anggaran : 2012

Penanggungjawab Proposal/Kegiatan

: Dr. Siti Hajar Suryawati NIP. 19770812 200212 2 002 Wakil Penanggungjawab : Rizky Muhartono, M.Si

NIP. 19801005 200502 1 001

Jakarta, Desember 2012

Penanggung Jawab Kegiatan

Dr. Siti Hajar Suryawati

NIP. 19770812 200212 2 002

Wakil Penanggung Jawab

Rizky Muhartono, M.Si NIP. 19801005 200502 1 001

Mengetahui,

Kepala Balai Besar Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan

Dr. Ir. Agus Heri Purnomo, M.Sc.

(5)

iv

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara kepulauan dengan laut sangat luas yang mengandung potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang besar untuk dijadikan tumpuan (prime

mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy).

Sumberdaya tersebut adalah misalnya perikanan, pertambangan dan energi. Namun demikian, fakta empiris menyatakan bahwa pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya ini masih belum optimal sehingga manfaat, yang berupa pendapatan nasional maupun kesejahteraan rakyat,tidak maksimal. Di antara sumberdaya laut lainnya, energi laut merupakan salah satu yang rendah pemanfaatannya.

Sektor kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan seluruh tahapan pada usaha perikanan bersentuhan secara langsung dan tidak langsung terhadap energi (khususnya energi berbahan bakar fosil). Untuk usaha budidaya, energi dibutuhkan mulai dari penyediaan lahan, pengadaan bibit/benih, pemeliharaan, dan pemanenan. Untuk usaha-usaha pengolahan, energi digunakan pada tahapan penanganan produk setelah panen, pengolahan produk hingga kepada konsumen.

Kajian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 2) menganalisis kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 3) menganalisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan; 4) merumuskan kebijakan terkait pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan.

Untuk menjawab tujuan penelitian ini digunakan beberapa pendekatan dan piranti analisis yang sesuai dengan tujuannya. Pendekatan utama untuk identifikasi jenis, potensi dan pemanfaatan berbagai bentuk energi adalah penelaahan literatur dan konsultasi. Efisiensi penggunaan energi diukur menggunakan piranti analisis kelayakan. Data untuk penelitian ini diperoleh dari sumber-sumber sekunder, konsultasi dengan ahli dan praktisi, dan pendalaman melalui survei di lapangan dengan sampel lokasi 4 (empat) kabupaten dan kota di Jawa Barat, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi (Kecamatan Palabuhanratu), Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.

Potensi energi laut yang secara teknologis telah dapat diupayakan menjadi energi, yaitu: gelombang laut, pasang surut, arus laut, perbedaan temperatur laut atau OTEC (Ocean

(6)

v

Thermal Energy Conversion) dan energi kimia bioetanol. Potensi energi laut tersebar di

seluruh perairan Indonesia. Potensi Arus Laut sebesar 6.000 MW dan berlokasi di Bali dan NTT. Potensi OTEC sebesar 220.000 MW dan energi pasang surut di Indonesia sebesar 4.800 MW di kawasan timur Indonesia. Potensi energi gelombang di Indonesia sebesar 1.200 MW, di perairan sebelah barat pantai Sumatera, sebelah selatan pantai Jawa, Bali, NTB, NTT, sebelah selatan Maluku dan Papua.

Biaya investasi untuk pembangunan pembangkit listrik tenaga arus ($ 256.277) dengan harga energi per kwh Rp 2.127, tenaga gelombang ($ 260.304)- harga energi per kwh Rp 1.176, pasang surut ($175.000)-harga energi per kwh Rp 1.211 dan OTEC ($4.000.000.000) harga energi per kwh Rp 34.210.

Langkah efisiensi yang dilakukan baru sebatas mengurangi biaya operasional, sedangkan kegiatan pengembangan investasi untuk penghematan berupa mengganti atau mengkonversi bahan bakar dengan menggunakan bahan bakar dari energi baru dan terbarukan belum dilakukan. Kegiatan efisiensi pada kegiatan penangkapan di antaranya: mencampur (mengoplos) BBM, menservis kapal secara rutin dan menjalankan mesin kapal secara stabil. Kegiatan yang dilakukan dalam rangka efisiensi budidaya adalah menambahkan kincir pada mesin pemutar. Sementara itu, efisiensi pada kegiatan pengolahan skala rumah tangga adalah mengganti penggunaan kayu bakar dengan bahan bakar gas ataupun briket batubara.

Langkah strategis yang dilakukan untuk mengurangi permasalahan energi adalah melakukan pemanfaatan peta potensi pasokan dan permintaan energi laut serta tingkat pengembangannya di wilayah pesisir / sentra-sentra perikanan. Prioritasi pengembangan energi alternatif untuk menopang usaha-usaha budidaya dan pengolahan hasil perikanan diprioritaskan pada tiga jenis energi, yaitu energi tenaga surya, energi angin dan energi air.

(7)

vi

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir Tahun untuk kegiatan Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan. Secara umum, kajian ini bertujuan untuk: 1) mengidentifikasi jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 2) menganalisis kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 3) menganalisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan; 4) merumuskan kebijakan terkait kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan.

Sistematika laporan akhir ini adalah Pendahuluan, Tinjauan Pustaka, Metodologi, Hasil dan Pembahasan, serta Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Pada bagian akhir disertakan lampiran yang mendukung laporan akhir ini.

Kami menyadari bahwa laporan ini belum sempurna sehingga kami mengharapkan saran dan masukan yang bersifat membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan ke depan. Harapan kami semoga laporan ini dapat menjadi rujukan atau referensi bagi

stakeholders yang terkait baik sebagai penentu kebijakan maupun pihak-pihak lain yang

terkait lainnya.

Jakarta, Desember 2012

(8)

vii

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN iii

RINGKASAN iv

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI vii

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR xi

I. PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 8

1.3 Tujuan, Sasaran dan Keluaran 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 10

2.1 Energi 10

2.2 Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 10

2.3 Penyediaan Energi 12

2.3.1 Bahan Bakar Minyak (BBM) 13

2.3.2 Energi Baru dan Terbarukan 14

2.4 Energi Berbasis Sumberdaya Laut 15

2.5 Kebijakan Energi 16

III. METODOLOGI PENELITIAN 19

3.1 Kerangka Pemikiran 19

3.2 Metode Analisis 20

3.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik 20

3.2.2 Analisis Deskripsi 21

3.3 Lokasi Penelitian 22

3.4 Sumber Data 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 25

4.1 Identifikasi Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan 25

4.1.1 Jenis dan Sumber Energi Laut 25

4.1.2 Potensi dan Lokasi Sumber Energi Laut 26 4.1.3 Potensi Permintaan Energi Laut Indonesia 29 4.1.4 Perkembangan Berbagai Jenis Energi Laut 33 4.1.5 Penggunaan Teknologi pada Energi Laut 35

4.1.5.1 Energi Arus Laut 35

4.1.5.2 Energi Gelombang 35

4.1.5.3 Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) 36

4.1.5.4 Energi Pasang Surut 38

(9)

viii 4.2 Kelayakan Energi dari Sumberdaya Kelautan 40 4.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Laut 40

4.2.1.1 Energi Arus Laut 42

4.2.1.1.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 42 4.2.1.1.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 43 4.2.1.1.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga

Listrik (kWh/Tahun)

43

4.2.1.1.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 43

4.2.1.2 Energi Gelombang 43

4.2.1.2.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 44 4.2.1.2.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 44 4.2.1.2.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga

Listrik (kWh/Tahun)

44

4.2.1.2.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 45 4.2.1.3 Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) 45 4.2.1.3.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 45 4.2.1.3.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 46 4.2.1.3.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga

Listrik (kWh/Tahun)

46

4.2.1.3.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 46

4.2.1.4 Energi Pasang Surut 47

4.2.1.4.1. Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost) 47 4.2.1.4.2. Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost) 47 4.2.1.4.3. Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga

Listrik (kWh/Tahun)

47

4.2.1.4.4. Perhitungan Biaya Pembangkit Total 48 4.2.2 Aspek Ekonomi Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 53 4.2.3 Aspek Sosial Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan 53 4.2.4 Aspek Teknologi Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan

Perikanan

54

4.2.5 Aspek Lingkungan Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan

55

4.3 Efisiensi Penggunaan Energi pada Usaha-usaha Perikanan 55 4.3.1 Karakteristik Umum Penggunaan Energi di Sektor Kelautan

dan Perikanan

55

4.3.1.1. Perikanan Tangkap 56

4.3.1.2. Perikanan Budidaya 62

4.3.1.3. Pengolahan Hasil Perikanan 64

4.3.1.4. Rumah Tangga Perikanan 67

4.3.2 Strategi Penghematan Energi pada Kegiatan Penangkapan 68

4.3.2.1 Mencampur (Mengoplos) BBM 68

4.3.2.2Menservis Kapal Secara Rutin 69

(10)

ix

4.3.3 Penggunaan Energi pada Usaha Budidaya 70

4.3.4 Penggunaan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan 72 4.3.4.1 Usaha Pembuatan Ikan Asin dan Dendeng Ikan 72

4.3.4.2 Kerupuk Ikan 73

4.3.4.3 Ikan Pindang/Cue 74

4.4. Dukungan Terhadap Isu Strategis 75

4.5. Implikasi Hasil Penelitian dalam Mendukung Kebijakan Pembangunan Kelautan dan Perikanan

76

4.5.1. Kebijakan Prioritas Nasional 76

V. KESIMPULAN DAN LANGKAH-LANGKAH STRATEGIS DALAM

MENDUKUNG PEMBANGUNAN

78

DAFTAR PUSTAKA 81

(11)

x

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1 Penggunaan Energi Primer di Indonesia Tahun 2000 - 2008 11

2 Matriks Metodologi Penelitian 23

3 Potensi Energi Laut, Kapasitas Pembangkit, Lokasi dan Kebutuhan Listrik di Indonesia

28

4 Tahapan Pengembangan Energi Laut di Indonesia 29 5 Lokasi-lokasi Potensial Energi Laut Indonesia Berdasarkan Jumlah

Penduduk, Rasio Elektrifikasi dan Potensi Permintaan Listriknya

31

6 Biaya Investasi Pembangkit Tenaga Laut 40

7 Investasi Instalasi Darat 41

8 Biaya Investasi Energi Arus Laut 42

9 Biaya Investasi Energi Gelombang 44

10 Biaya Investasi Energi Perbedaan Temperatur Air Laut (OTEC) 46

11 Biaya Investasi Energi Pasang Surut 47

12 Perbandingan Harga Listrik dari Berbagai Sumber Energi di Indonesia 49 13 Overlay Kebutuhan Listrik Rumah Tangga di Pulau-Pulau Kecil dengan

Pasokan Listrik dari Energi Laut

52 14 Contoh Penggunaan Energi pada Usaha-usaha Perikanan 56

15 Penggunaan Energi pada Usaha Penangkapan 57

16 Konsumsi BBM untuk Kapal-kapal Berukuran Kecil dan Jumlah Perjalanan per Tahun

58

17 Konsumsi BBM untuk Kapal-kapal Berukuran Besar dan Jumlah Perjalanan per Tahun

58

18 Permintaan Energi pada Usaha Perikanan Tangkap untuk Kapal Motor Menurut Ukuran Kapal di Indonesia

60

19 Kebutuhan Energi pada Usaha Perikanan Budidaya Udang Windu Teknologi Intensif Menurut Provinsi

63 20 Perimintaan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan Menurut Jenis

Pengolahan di Indonesia

65

21 Pengelompokan Responden Menurut Jenis Kelamin 75 22 Pertimbangan Kondisi Implementasi Energi di Wilayah Pesisir dan

Pulau-pulau Kecil

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1 Jumlah Kapal Perikanan menurut Ukuran Kapal, 2000 – 2010 2 2 Produksi Perikanan Udang Budidaya di Tambak, 2001 – 2010 3 3 Jumlah Unit Pengolahan Hasil Perikanan Menurut Jenis Pengolahan, 2010 4 4 Jumlah Rumah Tangga Perikanan Menurut Jenis Perikanan, 2001 – 2010 5

5 Proyeksi Penyediaan Energi Indonesia 14

6 Kerangka Pemikiran Pemanfaatan Energi pada Sektor Kelautan dan Perikanan 20 7 Potensi Tiga Jenis Teknologi Energi Laut di Indonesia 27

8 Peta Potensi Energi Laut di Indonesia 32

9 Perkembangan Energi Laut di Indonesia 33

10 Teknologi yang Digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut 35 11 Teknologi yang Digunakan untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang

Laut

36

12 Skema Prinsip Konversi OTEC (Siklus Tertutup) 37

13 Skema Prinsip Konversi OTEC (Siklus Terbuka 38

14 Cara Kerja Pembangkit Listrik Tenaga Pasang Surut Air Laut 39 15 Kebutuhan Energi Bahan Bakar Minyak pada Usaha Perikanan Tangkap Laut

Menurut Ukuran Kapal, 2000 – 2010

59

16 Kebutuhan Energi Bahan Bakar Minyak (Ribu Liter) pada Usaha Perikanan Perairan Umum Menurut Jenis Motor, 2000 – 2010

59

17 Kebutuhan Energi pada Usaha Perikanan Budidaya Udang, 2001 – 2010 62 18 Kebutuhan Energi pada Usaha Pengolahan Hasil Perikanan 64 19 Kebutuhan Energi Listrik pada Rumah Tangga Perikanan Menurut Jenis

Kegiatan Usaha Perikanan

(13)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 1

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Energi mempunyai peranan penting dalam pencapaian tujuan sosial ekonomi dan lingkungan untuk pembangunan berkelanjutan serta merupakan pendukung bagi kegiatan ekonomi nasional. Penggunaan energi di Indonesia meningkat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Sementara itu akses ke energi yang handal dan terjangkau merupakan prasyarat utama untuk meningkatkan standar hidup masyarakat (Anonim, 2006).

Secara sederhana pembagian energi dapat dibedakan menjadi dua yaitu energi terbarukan dan energi tidak terbarukan. Energi terbarukan adalah energi yang memanfaatkan sumberdaya yang dapat diperbaharui seperti tenaga angin, tenaga surya, pasang surut dan bahan bakar nabati. Sedangkan energi yang tidak terbarukan adalah energi yang memiliki persediaan yang dibatasi waktu seperti energi yang berasal dari fossil seperti minyak bumi. Sampai saat ini, minyak bumi masih merupakan sumber energi yang utama dalam memenuhi kebutuhan di dalam negeri. Selain untuk memenuhi kebutuhan energi didalam negeri, minyak bumi juga berperan sebagai penghasil penerimaan negara dan devisa (Anonim, 2012). Seringkali ditengah meningkatnya kebutuhan masyarakat akan energi justru meningkat pula modal (kesulitan akses) yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mendapatkan energi tersebut.

Disadari atupun tidak, saat ini Indonesia selalu dibayangi krisis energi. Hal ini dikarenakan Indonesia masih mengandalkan penggunaan energi yang berasal dari fossil seperti minyak bumi dan turunannya. Ketergantungan ini akan sangat berat dan sulit untuk diringankan mengingat substitusi dengan sumber energi non-fosil membutuhkan waktu yang lama dan terbatas (IPB, 2009). Saat ini dua pertiga dari total kebutuhan energi nasional berdasar dari energi komersial dan siasanya berasal dari biomassa yang digunakan secara tradisional (non komersial) (Anonim, 2006).

Sektor pembangunan khususnya kelautan dan perikanan sangat berkepentingan terhadap isu energi. Hal ini dikarenakan seluruh tahapan pada usaha perikanan bersentuhan secara langsung maupun tidak langsung terhadap

(14)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 2 energi (khususnya energi berbahan bakar fossil). Untuk usaha budidaya, energi dibutuhkan mulai dari penyediaan lahan, pengadaan bibit/benih, pemeliharaan, dan pemanenan. Untuk sektor pengolahan, energi digunakan pada tahapan penanganan produk setelah panen, pengolahan produk hingga kepada konsumen. Sedangkan pada usaha penangkapan, energi (BBM) memiliki peran utama dalam kegiatan mendapatkan hasil tangkapan (Suharsono, 2009).

Energi pada usaha penangkapan tangkap digunakan untuk mesin-mesin guna menggerakkan kapal, jaring, alat pendingin (freezer) dan alat penerangan, seperti lampu. Berdasarkan hasil penelitian Muhartono (2004) disebutkan penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) seperti oli, solar, bensin, dan minyak tanah yang mencapai 60% dari biaya operasional pada unit penangkapan < 30 GT dengan alat tangkap Gillnet. Dengan peningkatan terus menerus jumlah kapal perikanan yang menggunakan BBM (Anonim, 2011), kondisi ini akan berakibat negatif terhadap pendapatan nelayan dan perikanan tangkap pada umumnya. Jumlah kapal perikanan menurut ukuran kapal pada tahun 2000 – 2010 disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1. Jumlah Kapal Perikanan menurut Ukuran Kapal, 2000 – 2010 (Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2011)

0 25000 50000 75000 100000 125000 150000 175000 200000 225000 250000 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

Jumlah kapal (buah)

Motor tempel < 5 GT 5 - 10 GT 10 - 20 GT 20 - 30 GT 30 - 50 GT 50 - 100 GT 100 - 200 GT > 200 GT

(15)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 3 Energi pada usaha perikanan budidaya terutama pada usaha budidaya tambak. Produktivitas 1 kg udang membutuhkan hampir 1,2 liter solar (Anonim, 2011). Ke depan, dalam rangka industrialisasi perikanan, pemerintah mengejar peningkatan produksi perikanan dari usaha budidaya tentunya membutuhkan energi yang lebih besar lagi. Produksi udang di tambak pada tahun 2001 sampai 2010 dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Produksi Perikanan Udang Budidaya di Tambak, 2001 – 2010 (Sumber: Statistik Perikanan Budidaya, 2011)

Pada usaha pengolahan hasil perikanan, kebutuhan energi diperlukan dalam rangkaian kegiatan dari mulai bahan baku ikan sampai menjadi produk akhir untuk dikonsumsi. Kegiatan pengolahan yang dapat dilakukan diantaranya dalam bentuk segar (pendinginan) dan bentuk olahan (pemanasan, pengasapan, dan lain-lain). Jumlah unit pengolahan hasil perikanan menurut jenis pengolahan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 3.

20.000 40.000 60.000 80.000 100.000 120.000 140.000 160.000 180.000 200.000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 Jumlah (ton)

(16)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 4 Gambar 3. Jumlah Unit Pengolahan Hasil Perikanan Menurut Jenis Pengolahan, 2010 (Sumber: Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan, 2010)

Dalam kerangka kebijakan industrialisasi perikanan, usaha budidaya dan pengolahan diharapkan dapat memainkan peran sentral dan mampu mendukung upaya pencapaian target volume produksi dan untuk maksimalisasi nilai tambah. Salah satu faktor pengungkit yang menentukan kinerja dari kedua jenis usaha perikanan tersebut adalah pemenuhan kebutuhan energi. Berbagai bentuk energi yang secara tradisi digunakan dalam usaha-usaha budidaya dan pengolahan adalah energibahan bakar minyak, listrik dan gas. Di antara jenis-jenis tersebut, bahan bakar minyak (BBM) dan listrik sangat berperan menentukan keberhasilan atau kinerja usaha-usaha tersebut.

Pengguna BBM dan listrik yang juga terdapat disektor perikanan adalah rumah tangga perikanan. Jika dilihat menurut jenis perikanan, dalam hal ini perikanan tangkap dan budidaya yang selama periode tahun 2001 – 2010 menunjukkan adanya trend peningkatan. Jumlah rumah tangga perikanan menurut jenis perikanan pada tahun 2001 sampai dengan tahun 2010 dapat dilihat pada Gambar 4. - 5.000 10.000 15.000 20.000 25.000 30.000 Pengalengan Pembekuan Penggaraman Pemindangan Pengasapan Peragian Pereduksian Pengolahan surimi Produk segar Lainnya

(17)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 5 Gambar 4. Jumlah Rumah Tangga Perikanan menurut Jenis Perikanan, 2001 - 2010 (Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2010; Statistik Perikanan Budidaya, 2010)

Sumberdaya energi bidang kelautan dan perikanan bisa dikembangkan untuk mendukung perkembangan pembangunan di sektor selain kelautan dan perikanan. Sementara itu, selain berpotensi menghasilkan energi, sektor kelautan dan perikanan juga membutuhkan energi dari berbagai sumber dalam jumlah yang besar. Sebagai contoh adalah penggunaan bahan bakar untuk operasional usaha perikanan tangkap dan budidaya. Pemakaian energi pada sektor perikanan dapat dikelompokkan atas dua jenis, yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan. Pada mesin penggerak digunakan premium, minyak solar dan minyak tanah, sedangkan untuk penerangan pada sarana dan peralatan penangkapan ikan digunakan minyak tanah ataupun digunakan gas untuk memasak.

Disisi lain terdapat berbagai macam permasalahan terkait energi fossil, yang menyebabkan pembahasannya menjadikan pemenuhan kebutuhan energi menjadi isu yang strategis. Isu-isu tersebut diantaranya adalah produksi bahan bakar fossil makin berkurang; cadangan semakin menipis; harga minyak dunia terus naik; kebutuhan pengguna meningkat; subsidi BBM terkesan membebani APBN; wacana pengurangan subsidi BBM; dan wacana konversi BBM ke Gas.

Salah satu indikasi pentingnya isu energi (fosil) dapat dilihat dari dampak dan implikasi kenaikan harga minyak dunia terhadap pemerintah dan masyarakat.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 J u ta R T P Perikanan Laut Perikanan Umum Budidaya Laut Tambak Kolam Karamba Jaring Apung Sawah Total

(18)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 6 Jika harga minyak dunia mengalami kenaikan dan nilainya melebihi asumsi APBN akan berdampak pembengkakan nilai subsidi yang harus dibayarkan oleh negara. Jika kondisi ini berlangsung lama akan berdampak terhadap kondisi keuangan negara, sedangkan jika kebijakan yang dilakukan adalah kenaikan harga jual untuk menyesuaikan harga maka akan berdampak sangat luas terhadap masyarakat.

Dalam kondisi ketersediaan sumber daya energi yang semakin terbatas, eksplorasi, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya yang dimiliki menjadi penting dan merupakan prioritas perhatian bagi setiap negara. Menurut Lubis (2007) langkah kebijakan terkait energi terbarukan dapat dilihat menjadi tiga tahapan yaitu: 1) Konservasi energi, 2) Diversifikasi energi dan 3) Intensifikasi energi.

Konservasi energi adalah mendorong pemanfaatan energi yang efisien dan rasional tanpa mengurangi penggunaan energi yang benar-benar diperlukan. Hal ini dapat diawali dengan konservasi dari sisi pembangkit yang didahului oleh audit energi; mengurangi pemakaian energi yang bersifat konsumtif, keindahan dan kenyamanan; mengganti peralatan yang tidak efisien; mengatur waktu pemakaian peralatan listrik. Diversifikasi energi adalah upaya penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi dalam rangka optimasi penyediaan energi. Dalam rangka diversifikasi, penggunaan energi diarahkan dari tidak dapat terbarukan (non-renewable) kepada penggunaan energi terbarukan (renewable). Misalnya mengganti penggunaan BBM dengan bio diesel, mengurangi peran pembangkit yang menggunakan BBM dan mengganti dengan pembangkit yang non BBM. Intensifikasi energi adalah upaya pencarian sumber energi baru agar dapat meningkatkan cadangan energi guna menghasilkan negergi yang lebih besar.

Sebagai negara kepulauan yang memiliki laut sangat luas, sumber daya kelautan dan perikanan mempunyai potensi besar untuk dijadikan tumpuan (prime

mover) pembangunan ekonomi berbasis sumber daya alam (resource based economy). Sementara itu, kondisi empiris menyatakan bahwa pemanfaatan dan

pengelolaan sumber daya ini masih belum optimal dalam peningkatan pendapatan nasional dan peningkatan kesejahteraan rakyat.

(19)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 7 Bidang kelautan dan perikanan dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan ekonomi penting karena: (a) kapasitas suplai sangat besar, sementara permintaan terus meningkat; (b) pada umumnya ouput dapat diekspor, sedangkan input berasal dari sumber daya lokal; (c) dapat membangkitkan industri hulu dan hilir yang besar, sehingga menyerap tenaga kerja cukup banyak; (d) umumnya berlangsung di daerah; dan (e) industri perikanan, bioteknologi dan pariwisata bahari bersifat dapat diperbarui (renewable resources), sehingga mendukung pelaksanaan pembangunan berkelanjutan.

Pemanfaatan energi dalam sektor kelautan dan perikanan sangat potensial untuk dikembangkan. Energi ini dapat berasal dari tenaga angin, tenaga surya, energi arus dan gelombang, energi pasang surut. Energi-energi tersebut merupakan energi terbarukan karena berasal dari proses alam yang berkelanjutan (Anonim, 2012). Sayangnya, sampai saat ini potensi energi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal dan belum teruji kelayakannya. Dengan mengetahui potensi dan pemanfaatan energi dapat dilakukan penentuan prioritas pengembangan energi agar dapat memberikan sumbangan yang positif bagi pengelolaan sumberdaya kelautan dan perikanan. Selain itu, dapat dikembangkan ke arah perencanaan energi agar dapat dimanfaatkan oleh pengambil kebijakan dalam pemilihan jenis energi dan teknologi serta membantu para investor di bidang energi dan industri yang berkeinginan untuk menanamkan modalnya di berbagai wilayah yang potensial.

Di tengah isu keterbatasan cadangan BBM, maka memahami pola konsumsi energi yang dilakukan masyarakat khususnya pada sektor perikanan merupakan suatu keharusan. Hal ini penting mengingat pemerintah sebagai regulator dan pengendali kebijakan dalam perekonomian khususnya dalam membuat kebijakan dan aturan-aturan di bidang energi. Kebijakan energi nasional dan target pengembangan energi harus dirinci sampai level kabupaten/kota, terutama untuk tataran implementasi (Winarno, 2012). Mengingat masyarakat sebagai konsumen dituntut untuk turut serta dalam upaya efisiensi dan diversifikasi pemakaian sumber energi. Terkait pentingnya isu-isu tersebut, penelitian ini akan melakukan kajian kelayakan pengembangan energi berbasis

(20)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 8 sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan.

1.2 Perumusan Masalah

Pada saat ini permasalahan energi sudah tidak dapat dipisahkan lagi dengan masalah politik, ekonomi dan lingkungan. Keterbatasan sumber energi terbarukan dan kebutuhan yang terus meningkat mengakibatkan energi menjadi komoditi yang pada saat ini sangat menjajikan keuntungan. Keadaan tersebut semakin mendorong kegiatan-kegiatan yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi energi dan mencari sumber energi alternatif di luar minyak dan gas bumi yang layak secara ekonomis. Sumber energi yang diperoleh dari alam sendiri meliputi bahan bakar minyak dan gas bumi (BBM) dan energi baru terbarukan termasuk energi yang berbasis sumberdaya kelautan.

Di Indonesia, hingga saat ini upaya pemanfaatan energi kelautan masih bersifat riset murni yang dilakukan oleh berbagai institusi pengembangan energi seperti Perguruan Tinggi (potensi sumberdaya), institusi litbang (kajian prototype) dan lembaga penelitian sub sektor kelistrikan (mini pilot plant). Permasalahan dalam pemanfaatan energi kelautan ini umumnya menyangkut kebijakan pemerintah yang masih berpihak pada pemanfaatan energi bahan bakar fosil bersubsidi. Sehingga, dari segi tarif dan kualitas, energi kelautan belum dapat bersaing. Energi kelautan masih berada dalam tahap riset murni, maka belum dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap program energi mix.

Bertolak dari uraian tersebut maka permasalahan pokok yang perlu dijawab antara lain:

1) Apa saja jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan?

2) Bagaimana kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan?

3) Bagaimana upaya efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan?

(21)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 9 4) Bagaimana kebijakan terkait kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan?

1.3 Tujuan, Sasaran dan Keluaran Tujuan dari penelitian ini adalah:

1) Melakukan identifikasi jenis, sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; 2) Melakukan analisis kelayakan berbagai jenis energi yang dapat

dikembangkan dari sumberdaya kelautan;

3) Melakukan analisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan;

4) Merumuskan kebijakan terkait kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan.

Sasaran dari penelitian ini adalah pengambil kebijakan di lingkup Kementerian Kelautan dan Perikanan terkait isu nasional untuk mengembangkan energi alternatif yang bersumber dari sektor kelautan dan perikanan. Sementara itu, keluaran dari penelitian ini adalah:

1. Paket data dan informasi mengenai:

– Identifikasi jenis, sumber, potensi, produksi dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan

– Kelayakan energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan; – Efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha

perikanan.

2. Rekomendasi tentang strategi kebijakan kelayakan pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan.

(22)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 10

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Energi

Energi adalah kemampuan untuk melakukan usaha dan menghasilkan panas. Pada hakikatnya, sumber energi di alam dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu fosil, dapat diperbaharui (renewable) dan nuklir (fissile). Bahan bakar fosil terbentuk secara geologi yang memerlukan waktu bertahun-tahun sehingga tidak dapat diperbaharui dengan cepat (non-renewable) seperti minyak bumi, batubara, bitumen, dan gas alam. Sumber energi yang dapat diperbaharui antara lain biomasa, tenaga air, angin, matahari, panas bumi dan energi laut. Sumber energi nuklir terutama adalah uranium dan thorium.

Menurut Badan Energi Dunia (International Energy Agency – IEA), permintaan energi dunia diproyeksikan hingga tahun 2030 meningkat 45% atau rata-rata 1,2% per tahun yang sekitar 80% dipasok dari bahan bakar fosil. Peningkatan permintaan energi ini disebabkan oleh laju pertumbuhan penduduk, kemajuan teknologi, dan peningkatan perekonomian yang ditandai oleh meningkatnya laju pertumbuhan GDP (growth domestic product). Sampai saat ini, pemakaian energi di dunia masih didominasi oleh minyak dan batubara yang diikuti oleh gas, biomassa, nuklir, hydro dan energi baru terbarukan. Namun, peran energi baru terbarukan diproyeksikan akan meningkat pada tahun 2010 dengan dijadikannya sumber energi setelah batubara dan hydro (Anonim, 2008).

Pemakaian energi final di Indonesia pada tahun 2007 – 2010 masih didominasi biomassa yang besarnya mencapai 30% terhadap total energi final dan diikuti oleh pemakaian batubara, gas bumi, bensin dan diesel, sedangkan pemakaian listrik memiliki pangsa 8%. Porsi pemakaian BBM terutama diesel dan bensin mula menurun, sedangkan pemakaian gas bumi meningkat akibat program konversi bahan bakar minyak (BBM) ke bahan bakar gas (BBG) pada tahun 2010 (BPPT, 2010).

2.2 Penggunaan Energi di Sektor Kelautan dan Perikanan

Penggunaan energi primer untuk semua sektor di Indonesia masih didominasi oleh bahan bakar minyak seperti solar, bensin dan minyak tanah.

(23)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 11 Tabel 1 menunjukkan bahwa konsumsi energi dari minyak bumi, batubara, gas, tenaga air dan tenaga bumi tahun 2000—2008 menunjukkan pertumbuhan yang terus meningkat.

Tabel 1. Penggunaan Energi Primer di Indonesia Tahun 2000 – 2008

Satuan: Juta SBM Jenis Energi Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Minyak Bumi 433,4 441,7 452,8 456,6 498,1 493,6 459,3 474,0 455,6 Gas 164,6 172,1 188,8 204,1 187,6 191,2 196,6 183,6 193,4 Batubara 93,8 119,1 122,9 165,0 151,5 173,7 205,8 258,2 322,9 Tenaga Air 25,2 29,4 25,0 22,9 24,4 27,0 24,3 28,5 29,1 Tenaga Bumi 9,6 10,0 10,2 10,4 11,1 10,9 11,2 11,4 13,4

Sumber: Outlook Energi Indonesia (2010)

Penggunaan energi di sektor Kelautan dan Perikanan dapat dikelompokkan atas dua jenis yaitu untuk mesin penggerak dan untuk penerangan. Untuk penggerakan mesin dapat dibedakan berdasarkan jenis usaha yang dilakukan oleh masyarakat yaitu penangkapan, budidaya, dan pengolahan.

Penggunaan energi dalam hal ini bahan bakar pada kegiatan penangkapan ikan dapat dilihat dari penggunaan mesinnya. Mesin sebagai penggerak ditinjau dari letaknya terbagi menjadi dua yaitu: mesin kapal yang terletak di dalam lambung kapal atau disebut mesin dalam (inboard engine system), dan mesin kapal yang terletak di luar kapal atau disebut mesin tempel (outboard engine

system). Umumnya mesin tempel banyak digunakan oleh kapal-kapal ukuran

kecil, seperti perahu pancing, sedangkan mesin dalam digunakan oleh kapal berukuran besar. Pada kapal besar selain mesin utama (main engine) yang berfungsi untuk menggerakkan kapal pada kecepatan tertentu, biasanya disertai dengan mesin bantu (auxiliary engine) yang berfungsi menggerakkan/ mengaktifkan seluruh unit perlengkapan kapal, seperti pompa-pompa,

winch-winch, sistem pendingin, sistem navigasi, komunikasi dan penerangan.

Penggunaan energi di usaha perikanan tangkap, budidaya dan pengolahan hasil perikanan juga masih didominasi oleh bahan bakar minyak terutama solar dan premium. Untuk usaha perikanan tangkap, ketergantungan terhadap bahan bakar minyak ini dapat dikatakan sangat tinggi karena porsi solar dan premium

(24)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 12 untuk operasional usaha mencapai 60 persen untuk setiap tripnya (Muhartono, 2004). Tingginya ketergantungan terhadap bahan bakar minyak ini dan terus meningkatnya harga bahan bakar minyak (BBM) seiring dengan kenaikan harga minyak mentah dunia mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan melakukan konversi ke sumber energi lainnya. Alasannya kenaikan harga BBM berpengaruh signifikan terhadap biaya operasional pelaku usaha perikanan. Salah satu program yang dijalankan oleh Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan terkait hal ini adalah Program Konversi BBM Solar ke BBG (CNG) kepada nelayan. Konversi BBM ke BBG merupakan pengembangan sumber-sumber energi alternatif dalam rangka mengurangi ketergantungan pada satu sumber energi.

Program ini dicanangkan pada tanggal 8 Mei 2010 di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Lekok, Kabupaten Pasuruan, Provinsi Jawa Timur. Pemilihan PPP Lekok sebagai pilot project didasarkan pada banyaknya nelayan kecil (ukuran 1-5 GT/Mesin 5-24 PK) dan di Kabupaten Pasuruan sebagai lokasi fasilitas migas mendapat bagian alokasi gas sebesar 3 MMBTU. Pada tahun 2011, telah dilakukan uji coba di BBPPI Semarang dengan menggunakan 200 unit tabung gas BBG yang merupakan bantuan dari asosiasi/himpunan pengusaha perikanan tangkap. Hasil uji coba menunjukkan bahwa penghematan biaya (efisiensi) mencapai 30% (Direktorat Kapal Perikanan dan Alat Penangkap Ikan, 2012).

Ketergantungan terhadap BBM juga sangat tinggi pada usaha perikanan budidaya intensif dan usaha pengolahan hasil perikanan. Kedua jenis usaha ini secara langsung sangat bergantung pada energi listrik yang juga dipasok oleh PLN yang menggunakan batubara dan listrik yang dihasilkan oleh mesin diesel berbahan bakar solar. Dengan demikian, kedua jenis usaha ini secara tidak langsung masing bergantung pada pasokan energi berbahan bakar minyak.

2.3 Penyediaan Energi

Sumber energi yang ideal adalah energi yang mempunyai cadangan yang tidak terbatas, mudah dan murah dalam proses produksi dan konservasi serta tidak merusak lingkungan. Akan tetapi, belum ada sumber energi yang memenuhi semua kriteria tersebut karena semua sumber energi memiliki kekurangan dan

(25)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 13 kelebihan masing-masing, baik dari segi ekonomi maupun lingkungan. Sumber energi yang dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi sumber energi konvensional berupa energi dari minyak bumi dan sumber energi terbarukan.

2.3.1 Bahan Bakar Minyak (BBM)

BBM adalah sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Persediaan minyak bumi Indonesia hanya bisa mencukupi kebutuhan untuk 20 – 30 tahun lagi. Jika semua kebutuhan penyediaan energi nasional termasuk listrik dibebankan pada BBM, maka praktis 20-30 tahun itu akan berkurang dengan semakin menipisnya inyak bumi. Konsumsi BBM Indonesia mencapai 405 juta barel/tahun, yang terdiri atas kebutuhan solar 148,5 juta barel/tahun, minyak tanah 80,10 juta barel/tahun, minyak bakar 39 juta barel/tahun, dan premium 135 juta barel/tahun (Hamdi, Bobo dan Ishom, 2005).

Penyediaan energi selama kurun waktu 2000—2008 didominasi oleh minyak bumi dengan pangsa terhadap total penyediaan energi sekitar 59,6% pada tahun 2000. Akan tetapi laju pertumbuhannya hanya sebesar 0,6% sehingga pangsanya terus menurun dan menjadi 44,9% pada tahun 2008. Sementara itu, penyediaan batubara meningkat tajam yaitu dengan laju pertumbuhan 16,7% per tahun hingga pada tahun 2008 komoditas batubara dan minyak bumi cukup bersaing. Demikian juga dengan gas bumi, penyediaannya meningkat dengan laju pertumbuhan 2% per tahun. Hal ini menunjukkan mulai terealisasinya diversifikasi dalam penyediaan energi (Outlook Energi Indonesia, 2010).

Berdasarkan proyeksi dalam Outlook Energi Indonesia (2010) yang dikeluarkan BPPT, penyediaan energi di Indonesia sampai dengan tahun 2030 masih didominasi oleh energi fosil seperti minyak mentah dan BBM, batubara dan gas bumi. Dari ketiga jenis energi fosil tersebut, minyak bumi masih menduduki posisi teatas. Namun hasil proyeksi menyebutkan bahwa batubara mampu menggeser dominasi minyak bumi di akhir tahun proyeksi dengan pangsa menjadi 45,5% pada tahun 2030 dibandingkan tahun 2009 yang hanya memiliki pangsa sebesar 25,4%. Sebaliknya, penyediaan gas bumi justru menunjukkan penurunan di tengah tahun proyeksi karena kendala keterbatasan cadangan dan penurunan

(26)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 14 produksi tambang yang sebagian besar sudah tua. Penyediaan gas bumi hingga tahun 2018 masih menunjukkan pertumbuhan 2,3% per tahun, tetapi menurun 1,48% per tahun hingga akhir tahun proyeksi (Gambar 5).

Gambar 5. Proyeksi Penyediaan Energi Indonesia (Sumber: BPPT, 2010)

2.3.2 Energi Baru dan Terbarukan

Definisi paling umum energi terbarukan adalah sumber energi yang dapat dengan cepat diisi kembali oleh alam, proses berkelanjutan. Berdasarkan definisi ini, bahan bakar nuklir dan fosil tidak termasuk ke dalamnya. Seluruh energi terbarukan secara definisi juga merupakan sustainable energy, yang berarti energi yang tersedia dalam waktu jauh ke depan. Meskipun tenaga nuklir bukan energi terbarukan, namun mendukung nuklir dapat berkelanjutan dengan penggunaan

reactor breeder menggunakan uranium-238 atau thorium atau keduanya. Di sisi

lain banyak penentang nuklir menggunakan istilah sustainable energy sebagai sinonim untuk energi terbarukan, dan oleh karena itu tidak memasukkan nuklir ke dalam sustainable energy.

Penyediaan energi terbarukan seperti panas bumi dan tenaga air memperlihatkan peningkatan. Selama tahun 2000 – 2008, panas bumi meningkat sebesar 4,3% per tahun, sedangkan tenaga air tumbuh dengan laju pertumbuhan 1,8% per tahun. Rendahnya pertumbuhan energi terbarukan disebabkan oleh

0 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 2007 2010 2015 2020 2025 2030 Juta SBM

Biomassa Tenaga Angin Tenaga Air

Panas Bumi BBN Gas

(27)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 15 sumber daya panas bumi dan tenaga air terbatas dan hanya terdapat di beberapa wilayah (Anonim, 2010).

2.4 Energi Berbasis Sumberdaya Laut

Selain berkepentingan dalam penggunaan energi, sektor kelautan dan perikanan juga berpotensi sebagai penghasil energi berbasis sumberdaya kelautan. Sebagaimana yang sudah diratifikasi oleh Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI), energi berbasis sumberdaya kelautan diantaranya adalah energi arus laut, energi gelombang, energi pasang surut dan energi perbedaan temperatur laut (ocean thermal energy conversion – OTEC). Potensi energi lainnya yang berasal dari laut adalah bahan bakar nabati berbahan baku rumput laut sebagai sumber bahan bakar nabati (BBN).

Energi laut merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan segala bentuk energi terbarukan yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya laut, meliputi energi gelombang, energi pasang surut, arus sungai, energi arus laut, angin lepas pantai, energi gradien salinitas dan energi laut gradien termal (Busaeri, 2011).Secara teknis, energi laut adalah energi yang dapat dihasilkan dari energi kinetik pergerakan mekanik air laut, energi potensial dari perbedaan ketinggian muka air laut serta perbedaan termperatur air laut. Energi laut dapat dikonversi menjadi energi listrik dengan menggunakan teknologi yang telah berkembang pesat di dunia internasional.

Rumput laut sebagai salah satu komoditas dari sektor kelautan juga telah dikembangkan menjadi sumber energi yang berasal dari minyak nabati atau menjadi bahan bakar nabati (BBN) berupa bioetanol. BBN merupakan sumber energi terbarukan yang dijadikan sebagai pengganti bahan bakar konvensional seperti bensin, solar dan minyak tanah. Oleh karena itu, BBN dapat berupa biodiesel yang memanfaatkan esternya, bioetanol yang memanfaatkan anhydrous alkoholnya, bio-oil yang memanfaatkan minyak nabati murninya (Pure Plant Oil atau PPO).

Rumput laut dapat dimanfaatkan sebagai bietanol yang digunakan untuk campuran atau pengganti bensin. Jenis rumput laut yang dapat dimanfaatkan antara lain Caulerpa serrulata dan Gracilaria verrucosa. Kedua jenis rumput laut

(28)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 16 ini memiliki kandungan selulosa yang dapat dihidrolisis menjadi glukosa yang selanjutnya dapat diubah menjadi bioetanol. Akan tetapi, pemanfaatan jenis rumput laut ini mengalami kendala karena harus bersaing dengan kebutuhan pangan. Untuk itu, saat ini KKP sedang melakukan uji coba Sargassum atau rumput laut cokelat sebagai bahan baku pembuatan bioetanol karena jenis rumput laut ini tidak dimanfaatkan sebagai bahan pangan.

Proses pembuatan bioetanol dari rumput laut adalah persiapan bahan baku berupa proses hidrolisa pati menjadi glukosa. Tahap kedua berupa proses fermentasi yang mengubah glukosa menjadi etanol dan CO2. Tahap ketiga adalah pemurnian hasil dengan cara distilasi. Tetapi sebelum distilasi, perlu dilakukan pemisahan antara padatan dengan cairan untuk menghindari terjadinya penyumbatan selama proses distilasi. Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dengan air dimana titik didih etanol murni adalah 78oC sedangkan air adalah 100oC untuk kondisi standar. Proses memanaskan larutan pada suhu rentang 78 – 100 oC akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume (Adya, 2010).

2.5 Kebijakan Energi

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang energi, bahwa dalam rangka mendukung pembangunan nasional secara berkelanjutan dan meningkatkan ketahanan energi nasional, tujuan pengelolaan energi adalah: (a). Tercapainya kemandirian pengelolaan energi;

(b). Terjaminnya ketersediaan energi dalam negeri, baik dari sumber di dalam negeri maupun di luar negeri;

(c). Tersedianya sumber energi dari dari dalam negeri dan/atau luar negeri sebagaimana dimaksud pada huruf b untuk:

1. pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri;

2. pemenuhan kebutuhan bahan baku industri dalam negeri; dan 3. peningkatan devisa negara;

(d). Terjaminnya pengelolaan sumberdaya energi secara optimal, terpadu dan berkelanjutan;

(29)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 17 (e). Termanfaatkannya energi secara efisien di semua sektor;

(f). Tercapainya peningkatan akses masyarakat yang tidak mampu dan/atau yang tinggal di daerah terpencil terhadap energi untuk mewujudkan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat secara adil dan merata dengan cara: 1. menyediakan bantuan untuk meningkatkan ketersediaan energi kepada

masyarakat tidak mampu;

2. membangun infrastruktur energi untuk daerah belum berkembang sehingga dapat mengurangi disparitas antar daerah;

(g). Tercapainya pengembangan kemampuan industri energi dan jasa energi dalam negeri agar mandiri dan meningkatkan profesionalisme sumber daya manusia;

(h). Terciptanya lapangan kerja; dan

(i). Terjaganya kelestarian fungsi lingkungan hidup.

Berdasarkan Perpres No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN) pemerintah harus memfokuskan kebijakannya pada pencapaian sasaran kebijakan energi nasional yang mensyaratkan bahwa pemanfaatan minyak bumi menjadi kurang dari 20%, gas bumi menjadi lebih dari 30%, batubara menjadi lebih dari 33%, bahan bakar nabati (biofuel) menjadi lebih dari 5%, panas bumi menjadi lebih dari 5%, energi baru dan terbarukan lainnya, khususnya biomassa, nuklir, tenaga air, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dri 5%, batubara yang dicairkan (liquefied coal) menjadi lebih dari 2%. Implementasi dari Perpres tersebut yaitu pemerintah harus mulai membangun pembangkit-pembangkit tenaga listrik yang berasal dari non minyak bumi.

Ada 8 (delapan) hal yang menjadi prioritas untuk mencapai tujuan dan sasaran KEN, yaitu: (1) prioritas penyediaan energi, (2) pemanfaatan sumber daya energi, (3) cadangan energi nasional, (4) konservasi dan diversifikasi, (5) lingkungan, keselamatan, harga, subsidi dan insentif energi, (6) infrastruktur dan industri energi, (7) penelitian dan pengembangan energi, dan (8) kelembagaan dan pendanaan.

Kebijakan Energi Nasional akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED). Rencana umum energi adalah rencana pengelolaan energi

(30)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 18 untuk memenuhi kebutuhan energi di suatu wilayah, antar wilayah, atau nasional. Sektor kelautan dan perikanan memandang perlu disusunnya suatu Rencana Energi Sektoral mengingat besaran penggunaan energi dan juga potensi sumber energi alternatifnya. Agar lebih efektif dan efisien dalam pengelolaan sumber daya energi, pemerintah memiliki strategi yang disebut Visi 25/25, yang secara garis besar merupakan tekad untuk: Meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan menjadi 25% pada tahun 2025.

Visi ini melampaui target sebesar 17% yang ditetapkan oleh pemerintah sebelumnya dalam Perpres No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Saat ini pangsa energi terbarukan hanya sebesar 4% dari total sumber daya energi yang dimanfaatkan. Mengurangi permintaan energi sebesar 33,85% terhadap skenario keadaan normal (BAU/Business as Usual) pada tahun 2025.

Saat ini permintaan energi adalah sebesar 1,131 juta SBM dan diperkirakan pada tahun 2025 akan meningkat menjadi 4,300 juta SBM. Dengan berbagai upaya diharapkan permintaan energi dapat ditekan menjadi 2,852 juta SBM. Arah kebijakan utama pemerintah meliputi: 1) Konservasi Energi untuk meningkatkan efisiensi penggunaan dan pemanfaatan energi (Demand Side); dan 2) Diversifikasi Energi untuk meningkatkan pangsa energi baru terbarukan dalam bauran energi nasional (Supply Side).

(31)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 19

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Kerangka Pemikiran

Kebutuhan manusia akan energi terus meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tersebut didorong oleh pertumbuhan populasi dan perbaikan kesejahteraan manusia. Sebagian besar energi tersebut berasal dari sumberdaya energi tidak dapat pulih, terutama energi fosil. Demikian pula halnya dengan pemenuhan energi pada usaha perikanan yang selama ini dipenuhi oleh BBM. Pemanfaatan dalam jumlah besar telah menjadi faktor lahirnya permasalahan baru, yaitu: persediaan energi fosil dunia semakin cepat berkurang, permasalahan lingkungan dalam bentuk pencemaran karbondioksida, sulitnya penambangan bahan energi.

Permasalahan energi tersebut perlu ditanggulangi dengan cara meningkatkan peran sumberdaya energi lain. Pilihan yang terbaik adalah dari sumberdaya yang mempunyai karakteristik tertentu yang dapat diperbaharui yang menjamin terjadinya keberlanjutan, menghasilkan energi bersih, dan baik secara teknologi maupun secara ekonomi dapat dimanfaatkan. Salah satunya adalah mengefektifkan pemanfaatan energi dari sumberdaya kelautan.

Kerangka pemikiran dalam penelitian ini memfokuskan pada kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan. Kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 6.

(32)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 20 Gambar 6. Kerangka Pemikiran Pemanfaatan Energi pada Sektor Kelautan dan

Perikanan

3.2 Metode Analisis

3.2.1 Analisis Finansial Pembangunan Pembangkit Listrik

Analisa investasi energi dilakukan untuk menghitung biaya yang dibutuhkan untuk membangun sebuah instalasi energi dengan mempertimbangkan tingkat suku bunga, umur pembangkit listrik, biaya modal, Faktor Kapasitas (kWh terpasang/kWh terpakai), dan biaya investasi (investment cost) sehingga terlihat besaran biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan listrik 1 kwh.

Masalah Pemenuhan Kebutuhan Energi

Identifikasi Potensi Sumber Energi Laut

Identifikasi aspek sosial:  Kebiasaan /praktek masyarakat  Kemerataan akses  Populasi penduduk  dll Identifikasi aspek teknologi:  Ketersediaan teknologi  Kesesuaian sifat energy & penggunaannya  Penguasaan teknis  Kompetisi antar pengguna,  dll Identifikasi aspek ekonomi:  Kelayakan finansial  Ketersediaan modal  Ketergantung an/ kemandirian  dll

Efisiensi Penggunaan Energi

Rekomendasi Kebijakan Pemanfaatan Energi Berkelanjutan Analisis Perencanaan Energi Jangka Panjang

Identifikasi aspek lingkungan:  Potensi dampak terhadap layanan sumberdaya  Kerusakan lingkungan  dll

(33)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 21

Perhitungan Biaya Modal (Capital Cost)

Perhitungan ini sangat bergantung dengan tingkat suku bunga (discount rate) dan umur ekonomis. Nilai suku bunga yang diperhitungkan adalah suku bunga pertahun yang harus dibayar dengan memperhitungkan umur dari pembangkit dengan rumus:

CRF = [i (1+i)n] / [(1+i)n-1]

CRF = Capital Recovery Factor (desimal) i = Suku Bunga (%)

n = Umur Pembangkit/Lama waktu penyusutan (tahun)

CC = Capital Cost/Biaya Modal (US$/kWh)

Biaya Pembangunan (Capital Investment Cost)

Kebutuhan biaya pembangunan dapat dihitung berdasarkan perhitungan biaya investasi (investment cost)/ investment capacity (kapasitas investasi).

Perhitungan Jumlah Pembangkitan Tenaga Listrik (kWh/Tahun)

kWh = Daya terpasang x Faktor kapasitas x (jam terpakai x jumlah hari dalam satu tahun)

Perhitungan Biaya Pembangkit Total

TC = CC + FC + O&M

Dengan :

TC = Biaya Total CC = Biaya Modal FC = Biaya Bahan Bakar

O&M = Biaya Operasi dan Perawatan

3.2.2 Analisis Deskripsi

Analisis data bertujuan untuk menyederhanakan data dalam bentuk yang lebih mudah dipahami (Nazir 1988). Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini dikelompokkan, kemudian disusun dan dilakukan analisis secara deskriptif kualitatif. Analisa deskripsi digunakan untuk menjelaskan hasil identifikasi jenis

(34)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 22 dan sumber energi, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan.

3.3 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada Bulan Januari – Desember 2012. Lokasi penelitian difokuskan pada wilayah Jawa Barat (Bogor, Pelabuhan Ratu, Subang, Indramayu). Sasaran lokasi untuk penggalian informasi sekunder dalam penelitian ini adalah lokasi-lokasi yang menurut data Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) ditetapkan sebagai lokasi-lokasi potensial pengembangan energi laut, dan lokasi survei lapangan untuk melakukan pendalaman yang meliputi 4 (empat) kabupaten dan kota di Jawa Barat, yaitu Kota Bogor, Kabupaten Sukabumi (Kecamatan Palabuhanratu), Kabupaten Subang dan Kabupaten Indramayu.

3.4 Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan responden dan informan kunci di Kabupaten Subang, Indramayu dan Sukabumi. Teknik wawancara dilakukan secara terstruktur dengan pendekatan teknik “open-ended” yang diarahkan kepada upaya pengungkapan informasi mengenai: (a) potensi energi dari sektor kelautan, (b) pemanfaatan energi pada usaha perikanan, (c) efisiensi penggunaan energi pada usaha perikanan, dan (d) kebijakan-kebijakan pemerintah yang dipandang berpengaruh terhadap penyediaan energi untuk sektor kelautan dan perikanan. Matrik yang menunjukkan metode analisis data yang sesuai dengan konteks permasalahan dan hasil yang akan menjawab tujuan penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.

(35)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 23

Tabel 2. Matriks Metodologi Penelitian

No Tujuan Pendekatan Data yang diperlukan Metode

Pengumpulan Data

Jenis dan Sumber Data

Metode Analisis Data 1. Melakukan identifikasi jenis,

sumber, potensi, produksi, dan pemanfaatan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan

Desk study Jenis-jenis energi terbarukan Sumber energi terbarukan Potensi energi terbarukan Jumlah produksi energi terbarukan

Pemanfaatan (distribusi dan konsumsi) energi terbarukan

1. Penulusuran data dan informasi ke instansi-instansi terkait.

2. Pencarian data dan informasi melalui internet

Data sekunder dari: ESDM, ASELI, KKP, BPPT, Ristek, LIPI, P3GL, Internet

Deskriptif kualitatif

2. Melakukan analisis kelayakan berbagai jenis energi yang dapat dikembangkan dari sumberdaya kelautan

Desk study Survey

1. Hasil-hasil penelitian sebelumnya

2. Biaya dan keuntungan penggunaan energi terbarukan 1. Penelusuran data dan informasi 2. Wawancara dengan key informan dan responden

- Data sekunder dari ESDM, BPPT, Ristek, LIPI, P3GL - Data primer (purposive sampling): responden 30 orang/lokasi Analisis kelayakan investasi (aspek sosial, ekologi, teknologi dan ekonomi)

Descriptive quantitative

3. Melakukan analisis efisiensi penggunaan berbagai bentuk energi pada berbagai jenis usaha perikanan

Desk study

Survey Observasi

1. Data jumlah kapal penangkap perikanan 2. Data produksi udang 3. Data jumlah usaha

pengolahan ikan 4. Sarana dan peralatan

penangkapan

5. Intensitas dan konsumsi pemakaian energi 1. Statistik Perikanan Tangkap 2. Statistik Perikanan Budidaya 3. Statistik Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 4. Study on the Assessment of Oil

- Data sekunder dari PUSDATIN, ESDM, BPPT, BPS - Data primer (purposive sampling): responden 30 orang/lokasi Analisis Konsumsi Energi (KE)

(36)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 24

No Tujuan Pendekatan Data yang diperlukan Metode

Pengumpulan Data

Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Fuel Consumption in Indonesia on 2002 5. Hasil wawancara dengan key informan dan responden 4. Merumuskan paket kebijakan

terkait kelayakan

pengembangan energi berbasis sumberdaya kelautan dan efisiensi penggunaan energi dalam usaha-usaha perikanan

Pemodelan Sintesis interpretative

(37)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 25

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Identifikasi Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan 4.1.1 Jenis dan Sumber Energi Laut

Berdasarkan hasil penelaahan berbagai laporan ilmiah, teridentifikasi sejumlah sumber energi dari laut yang dapat dikembangkan untuk menopang kebutuhan energi untuk sektor tersebut aupun sektor lain. Sumber energi tersebut adalah angin, arus laut, arus pasang surut, gelombang laut, perbedaan salinitas, perbedaan temperatur air laut di permukaan dan di dasar laut dan flora-flora laut yang dapat dikonversi menjadi biofuel. Sumber-sumber ini secara teknis merupakan alternatif bagi energi konvensional dalam pemenuhan kebutuhan energi masyarakat yang terus meningkat seiring dengan bertambahnya penduduk. Untuk sektor kelautan dan perikanan, energi laut memberikan harapan terutama bagi penyelesaian masalah keenergian di pulau-pulau terpencil yang belum terjangkau listrik.

Energi-energi yang disebutkan di atas merupakan bentuk-bentuk energi terbarukan yang dapat dihasilkan dari pemanfaatan sumberdaya laut. Menurut hasil penelaahan laporan mengenai perkembangan sumber-sumber energi tersebut di atas (Busaeri, 2011), secara teknis, energi-energi laut tersebut di atas dapat dikonversi dari bentuk-bentuk energi kinetik, energi potensial dan energi perbedaan temperatur air laut. Namun demikian, sejauh ini belum semua potensi energi laut dapat direalisasikan menggunakan teknologi yang tersedia pada saat ini. Di antara yang secara teknologis telah dapat diupayakan untuk dikonversi terbatas pada lima jenis, yaitu:

1. Energi listrik gelombang laut, yang dikonversi dari tenaga kinetik pergerakan vertikal muka air laut (gelombang laut) melalui parameter tinggi, panjang dan periode gelombang.

2. Energi listrik pasang surut, yang dikoversi dari tenaga potensial perbedaan tinggi muka air laut.

3. Energi listrik arus laut, yang dikonversi dari tenaga kinetik pergerakan massa air laut yang melewati selat akibat pergerakan siklus pasang surut.

(38)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 26 4. Energi listrik perbedaan temperatur laut atau OTEC (Ocean Thermal Energy

Conversion), yang dikonversi dari tenaga yang terkandung pada perbedaan

temperatur air laut di permukaan dan di laut dalam.

5. Energi kimia bioetanol, yang dikonversi melalui proses kimia dari tanaman laut.

Rumput laut merupakan salah satu komoditas budidaya laut yang teridentifikasi telah secara teknologis dapat dimanfaatkan sebagai sumber energi baru terbarukan melalui proses konversi untuk menghasilkan bioetanol. Jenis energi ini termasuk ke dalam kelompok biofuel, yaitu bahan bakar yang diproduksi dari sumber-sumber hayati yang disebut juga bahan bakar nabati (BBN). Pemanfaatan rumput laut sebagai bahan baku penghasil bioetanol dan biogas telah berkembang pesat di dunia internasional.

Di luar negeri, misal di Norwegia, rumput laut Laminaria telah dimanfaatkan sebagai penghasil bioetanol, sedangkan di Jepang selain Laminaria, Ulva dikonversi menjadi sebagai penghasil biogas. Di Indonesia, teknologi konversi energy dari bahan hayati laut telah dihasilkan oleh Badan Litbang Kelautan dan Perikanan, namun sejauh ini teknologi tersebut masih perlu diuji lebih lanjut aspek pengembangan dan komersialisasinya.

4.1.2 Potensi dan Lokasi Sumber Energi Laut

Potensi energi laut di Indonesia telah banyak dikaji dan dihitung oleh berbagai pihak, salah satunya adalah perhitungan yang dikeluarkan oleh Asosiasi Energi Laut Indonesia (ASELI) (2011), Erwandi (2011) dan P3GL (2011). Potensi energi laut tersebut dikelompokkan menjadi potensi teoritis, potensi teknis, dan potensi praktis untuk tiga jenis teknologi konversi energi laut, yaitu arus pasang surut, gelombang laut dan energi perbedaan temperatur laut seperti yang ditampilkan dalam Gambar 7. Arus pasang surut memiliki potensi teoritis sebesar 160 gigawatt (GW), potensi teknis 22,5 GW, dan potensi praktis 4,8 GW. Gelombang laut mempunyai potensi teoritis 510 GW, potensi teknis 2 GW, dan potensi praktis 1,2 GW. Serta panas laut memiliki potensi teoritis 57 GW, potensi teknis 52 GW, dan potensi praktis 43 GW.

(39)

LAPORAN AKHIR TAHUN

Kajian Kelayakan Pengembangan Energi Berbasis Sumberdaya Kelautan

dan Efisiensi Penggunaan Energi dalam Usaha-usaha Perikanan 27 Gambar 7. Potensi Tiga Jenis Teknologi Energi Laut di Indonesia

(Sumber: ASELI, 2011; Erwandi, 2011; P3GL, 2011; diolah)

Seperti terlihat pada Gambar 7, sumberdaya laut yang paling memiliki prospek untuk dikembangkan adalah energi perbedaan temperatur laut (OTEC) karena potensi praktisnya paling tinggi dibandingkan sumber energi laut lainnya. Berdasarkan data yang dikeluarkan P3GL dan ESDM (2011), potensi OTEC di perairan Indonesia mencapai 2,5 x 1023 Joule. Dengan efisiensi konversi energi panas laut sebesar 3%, maka dapat menghasilkan daya sekitar 240.000 MW. Estimasi potensi OTEC tersebut diperoleh melalui perhitungan berikut (Achiruddin, 2011):

Panjang garis pantai Indonesia : 95.181 km

Potensi OTEC 70% dari garis pantai : 0,7 x 95.181 = 66.627 km Jarak antara pembangkit OTEC 100 MW : 30 km

Koefisien faktor : 0,8 – 0,9

Estimasi potensi OTEC di Indonesia : 222 GW Daya listrik per jam : 15.557 TWh

510 160 57 2 22,5 52 1,2 4,8 43 1 2 4 8 16 32 64 128 256 512

Gelombang Arus OTEC

Gigawatt (GW)

Gambar

Gambar 1.  Jumlah  Kapal  Perikanan  menurut  Ukuran  Kapal,  2000  –  2010  (Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2011)
Gambar 2.  Produksi  Perikanan  Udang  Budidaya  di  Tambak,  2001  –  2010  (Sumber: Statistik Perikanan Budidaya, 2011)
Gambar 3.  Jumlah Unit Pengolahan Hasil Perikanan  Menurut Jenis Pengolahan,  2010 (Sumber: Statistik  Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan,  2010)
Gambar 4.  Jumlah  Rumah  Tangga  Perikanan    menurut  Jenis  Perikanan,  2001  -  2010 (Sumber: Statistik Perikanan Tangkap, 2010; Statistik Perikanan  Budidaya, 2010)
+7

Referensi

Dokumen terkait

di dalam proses kegiatan belajar mengajar yang baik. Selama dalam pengajaran model, praktikan mempelajari bagaimana. cara guru pamong melakukan pembelajaran dan

The aims of the research are to find out the implicature in the dialogue of the characters in the film and the intention of the speakers in flouting the maxims in

  Pada  pusat  suku  cadang  kendaraan  bermotor  bangunan 

Apabila dilihat secara sepintas kumpulan itu mirip dengan gemeinschaft yaitu sejauh para individual hidup bersama dan tinggal bersama secara damai tetapi

Kekuatan sosial dan politik, kecenderungan, dan konteksnya perlu diperhatikan untuk menentukan seberapa jauh perubahan tersebut berpengaruh terhadap tingkah laku

Setelah mengetahui keinginan dan kebutuhan konsumen terhadap suatu studio foto dan membandingkan dengan kepuasan konsumen terhadap studi foto yang dimiliki oleh

RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN (RPP) Satuan Pendidikan : SDN 01 MULYA KENCANA Kelas / Semester  : V / 1 Tema 3 : Makanan Sehat Sub Tema 1 : Bagaimana Tubuh Mengolah

Otot atrofi atau tidak dapat dinilai dengan cara:. - Membandingkan dengan ukuran otot pada