Universitas Kristen Maranatha
Abstrak
Penelitian ini dilakukan untuk memahami secara mendalam apakah rancangan modul penyuluhan yang dibuat ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal ibu yang memiliki anak autistik di Lembaga Studi Autis ‘X’ dalam melakukan kegiatan Mothering untuk dapat membina attachment . selain itu juga untuk mengetahui bagaimana efektivitas dari penyuluhan ini dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal ibu yang memiliki anak autistik di Lembaga Studi Autisme ‘X’ dalam melakukan kegiatan Mothering untuk dapat membina attachment.?
Pada penelitian ini rancangan yang digunakan adalah quasi experimantal design yaitu penelitian yang dilakukan pada seting industri dengan menggunakan desain semi eksperimental. Teknik yang digunakan adalah single group evaluation design, observe before and after program. Penelitian dilakukan pada satu kelompok ibu yang memiliki anak autistik dengan pengukuran dan observasi yang dilakukan sebelum dan sesudah diberikan pelatihan komunikasi interpersonal (Campbell, 1963,7. Perbedaan skor antara pre-test dan post-test akan dianggap sebagai indikasi dari efektivitas pemberian penyuluhan komunikasi interpersonal terhadap subjek penelitian. Pemberian penyuluhan komunikasi interpersonal yang dilakukan disesuaikan dengan analisa kebutuhan.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa :
Modul penyuluhan yang dibuat ini dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan komunikasi interpersonal ibu yang memiliki anak autistik dalam melakukan kegiatan Mothering untuk membina attachment, berdasarkan pada adanya peningkatan pengetahuan pada 50% ibu yang mengikuti kegiatan penyuluhan.
Keurutan aspek yang memiliki signifikansi tertinggi terhadap komunikasi
interpersonal, yaitu equality, support, empathy, openness, positiveness.
Ibu yang mencapai pengembangan pengetahuan pada kegiatan penyuluhan tentang
komunikasi interpersonal ini adalah ibu-ibu yang memiliki skor Mother’s Caretaking tinggi.
Pengetahuan yang diberikan pada kegiatan penyuluhan tentang komunikasi
interpersonal bagi ibu yang memiliki anak autistik dengan anak autistik tetap bertahan selama sebulan setelah kegiatan penyuluhan diberikan.
Universitas Kristen Maranatha Abstract
Title : A design of of module that can be used to enhance the interpersonal communication ability of mothers with autistic child, in "X" Autism Study Group, in the attachment building mothering activities.
This research was conducted in order to further comprehend whether or not this counselling module design can be used to enhance the interpersonal communication ability of mothers with autistic child, in "X" Autism Study Group, in the attachment building mothering activities.
In this research, Quasi Experimental Design was used, in which the research was conducted in industrial settingd using semi-experimental design. The used technique was single group evaluation design,observe before and after program. The research was conducted on a group of mothers of autistic children, using observation and measurement taken before and after interpersonal communication consultation sessions.The difference between pre-test and post-test scores will be considered as effectivity indicator of the consultation sessions of the research subjects. The interpersonal communication consultation was adjusted to necessity analysis.
The Mother’s caretaking questionnaire used was a modification of David R. Pederson, Greg Moran, & Sandi Bento (1999), about : New Growing Points of Attachment based on the theory of Bowlby (1970). Meanwhile for the interpersonal communication derived based on the communication theory of Kumar(2000).
• This consultation module can be used to develop the interpersonal communication abilities and to promote attachment of mothers with autistic child in mothering activities, based on the 50% improvement of knowledge after the consultation sessions.
• Aspects order with higher significance to interpersonal communication, which are equality, support, empathy, openness, positiveness.
• Mothers whom achieve higher knowledge improvement are mothers who scored high in Mother’s Caretaking tests.
• The knowledge provided during the sessions persisted for more than a month after the sessions ended.
Based on these results, advice that can be put forward is to initiate another separate research focused on the effort of
Universitas Kristen Maranatha
1.3 Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...10
Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Masa Perkembangan Kanak-Kanak...12
2.1.1 Perkembangan pada anak-anak Tipikal ...13
2.1.2 Perkembangan pada anak autistik...16
2.2 Mothering Pada Anak Tipikal ...27
2.2.1 Pemahaman Mother’s Caretaking ...27
2.2.2 Perilaku Mothering ...31
2.3 Mothering Pada Anak Autistik ...36
2.3.1 Perilaku Mothering ...36
2.4 Komunikasi Interpersonal ...39
2.4.1 Pengertian Komunikasi Interpersonal...39
2.4.2 Efektivitas Komunikasi Interpersonal ...43
2.4.3 Komunikasi Interpersonal Sebagai Sesuatu Proses Transaksional...44
2.4.4 Kesadaran Diri...46
2.5. Masa Dewasa Awal ...49
2.5.1 Karakteristik Masa Dewasa Awal ...49
2.5.2 Perkembangan Kognisi Masa Dewasa Awal ...50
2.6 Pembelajaran pada Area Kognisi dan Afeksi...51
2.6.2 Pembelajaran Pada Kategori Awareness...54
2.7. Pelatihan sebagai Salah Satu Metode Belajar Orang Dewasa...55
2.7.1 Merancang Modul/Program Pelatihan ... 56
2.8 Kerangka Pemikiran ...66 3.2 Variabel penelitian dan definisi operasional86 3.2.1 Variabel Penelitian86
4.1.3.1 Hasil Mother’s Caretaking pada ibu yang memiliki Anak autistik ...95
4.1.3.2 Hasil dari penilaian akan komunikasi interpersonal
Universitas Kristen Maranatha sesudah diberikan pelatihan komunikasi interpersonal ...95
4.1.3.3 Tanggapan responden terhadap program
penyuluhan komunikasi interpersonal ...99
4.1.2.4 Rekapitulasi Modul...106
4.3 Pembahasan Hasil Penelitian...109
4.3.1 Pembahasan Hasil Mother’s Caretaking pada ibu
yang memiliki anak autistik...109
4.3.2 Pembahasan hasil dari penilaian komunikasi
interpersonal pada ibu-ibu yang memiliki anak
autistik sebelum dan sesudah diberikan pelatihan
komunikasi interpersonal...109
4.3.3 Hasil dari tanggapan responden terhadap
program penyuluhan komunikasi interpersonal...116
4.3.3.1 Pembahasan Evaluasi Reaksi Peserta Penyuluhan ...116
4.3.3.2 Pembahasan Tahapan Belajar Peserta Pelatihan ...122
Bab V Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan...126
DAFTAR BAGAN
Bagan Kerangka Pemikiran...82
Universitas Kristen Maranatha Daftar Tabel
Tabel 3.3 Alat Ukur...88
Tabel 4.1 Taraf Pendidikan Responden...94
Tabel 4.2 Usia Anak Penyandang Autistik ...95
Tabel 4.3 Skor MOTHER’S CARETAKING ...96
Tabel 4.4 Skor Pre-Test komunikasi interpersonal ...97
Tabel 4.5 Skor Post-Test I komunikasi interpersonal ...97
Tabel 4.6 Skor Post-Test II (sebulan berikutnya) komunikasi interpersonal ...97
Tabel 4.7 Keterangan Skor Komunikasi Interpersonal ...97
Tabel 4.8 Hasil Uji t dengan menggunakan SPSS 15.00 for Windows ...98
Tabel 4.9 Tabel Persentase Pemenuhan Kebutuhan akan materi autis ...100
Tabel 4.10 Tabel Persentase Pengembangan Diri...100
Tabel 4.11 Tabel Persentase Pemenuhan Kebutuhan Akan Materi komunikasi interpersonal ...101
Tabel 4.12 Tabel Persentase Pengembangan Diri...101
Tabel 4.13. Tabel Persentase Role Play ...102
Tabel 4.14. Tabel Persentase Pemenuhan Kebutuhan Akan Materi (film) ...103
Tabel 4.15. Tabel Evaluasi Fasilitator...104
Tabel 4.16. Tabel Persentase Penyusunan Jadwal ...104
Tabel 4.17. Tabel Persentase Evaluasi Fasilitas Penyuluhan ...105
Tabel 4.18 Skor Post-Test (sebulan berikutnya) komunikasi interpersonal ...106
DAFTAR LAMPRAN
LAMPIRAN I KISI-KISI ALAT UKUR KOMUNIKASI INTERPERSONAL
LAMPIRAN II ALAT UKUR KOMUNIKASI INTERPERSONAL
LAMPIRAN III ALAT UKUR MOTHER’S CARETAKING
LAMPIRAN IV RANCANGAN MODUL PELATIHAN
LAMPIRAN V LEMBAR EVALUASI PROGRAM PELATIHAN
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Perkembangan anak merupakan hal yang sangat kompleks, meliputi
perkembangan motorik, perseptual, bahasa, kognitif, dan sosial. Selain itu, perkembangan
seorang anak juga merupakan suatu kesatuan yang utuh, pembagian tersebut semata-mata
hanya untuk memudahkan pengamatan, diagnosis dan penanganan bila terjadi suatu
penyimpangan.
Berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhan anak setiap orang tua
menginginkan anaknya berkembang sempurna. Pada kenyataannya dapat terjadi anak
memperlihatkan gejala masalah perkembangan sejak usia dini. Salah satu gangguan
perkembangan yang dialami anak ialah AUTISTIC SPECTRUM DISORDER (ASD).
Menurut kriteria diagnostik ICD-10 ataupun DSM-IV-R, anak autistik memiliki
tiga ciri utama (Frances A, Pincus HA, First MB, Anderson NC, Barlow DH, Cambell M,
1994: 66-71), yaitu :
1. Interaksi sosial dan perkembangan sosial yang abnormal.
2. Tidak terjadinya perkembangan komunikasi yang normal.
3. Minat dan tingkah laku anak terpaku, berulang-ulang dan terbatas, tidak fleksibel dan
tidak imajinatif.
Tidak ada angka yang pasti untuk populasi penyandang autisme di Indonesia,
mengingat lemahnya sistem pendataan di sini akan tetapi menurut dr. Ika Widyawati,
RSCM) menunjukkan hanya dua anak penyandang autistik datang berobat. Namun
berdasarkan data pada tahun 2000, jumlah itu menjadi 103 pasien, dan ini baru data dari
satu rumah sakit. (TRUST, Edisi 31 tahun 1, 7-14 Mei 2003). Data yang diperoleh
tersebut bisa menjadi gambaran yang serius mengenai kondisi autisme di masyarakat,
apabila para orangtua tidak waspada.
Berdasarkan tingkat keparahan gangguannya anak penyandang autisme dapat
dikelompokkan menjadi anak dengan autisme ringan dan autisme berat. Pada autisme
ringan terdapat gangguan-gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang bersifat timbal
balik, seperti kontak mata yang sangat kurang, ekspresi muka yang kurang “hidup”,
gerak-gerik yang kurang tertuju, tidak bisa bermain dengan teman sebaya, tidak memiliki
empati, kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal balik.
Anak autistik berat umumnya disertai kelemahan fisik serta banyaknya respon
yang muncul, dan memiliki kadar racun dalam tubuh yang lebih besar dibandingkan
dengan anak-anak penyandang autistme ringan. Mereka yang tergolong penyandang
autisme berat lebih sering mengalami tantrum, banyak melakukan gerakan yang
berulang, sangat sensitif terhadap sentuhan, suara bahkan adapula yang sensitif terhadap
cahaya sehingga apabila melihat cahaya mata mereka akan terpejam terus. Selain itu
penyandang autisme berat sangat lemah pada motoriknya, mencakup motorik kasar dan
halus. (Simposium Autis Masa Anak, Semarang 24-10-1998).
Anak autistik memiliki kesulitan untuk berkomunikasi dengan cara paling
sederhana sekalipun, seperti “kontak mata” dengan orangtuanya. Hal ini seringkali
menyebabkan orang tua merasa ditolak oleh anak atau merasa anak tidak menyayanginya,
Univesitas Kristen Maranatha 3 orangtua mengenai perkembangan anak karena kesibukan mereka, ketidaktahuan
orangtua mengenai gejala autisme dan cara penanggulangannya, dapat memperparah
kondisi autisme yang berkaitan dengan kurangnya kedekatan emosional antara orangtua
dengan anak (W, Ingrid Ariestanty, 1998). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
keterlibatan orang tua (khususnya ibu) memiliki peran yang sangat penting bagi
perkembangan dan kemajuan anak autistik. Dengan demikian, orang tua (khususnya ibu)
dituntut untuk bisa mengatasi tekanan psikologis yang dirasakan. Orang tua terutama ibu
sebagai caregiver utama harus senantiasa berusaha untuk mengajak anaknya
“berkomunikasi” baik verbal maupun nonverbal, agar anak dapat menjalin hubungan
sosial.
Dengan terjalinnya komunikasi yang antara ibu dan anak diharapkan ibu dapat
memahami anak dengan baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan anak autistik dengan
tepat, menciptakan rasa aman bagi anak. Rasa aman sangat diperlukan oleh anak autistik
maupun anak tipikal karena dengan terbentuknya rasa aman anak terhadap ibu (keluarga
sebagai lingkungan terkecil) akan membuat anak mampu menggeneralisasikan rasa aman
yang telah ia miliki kepada lingkungan sekitarnya (masyarakat). Rasa aman yang telah
terbentuk ini juga akan membantu anak untuk dapat mengeksplorasi lingkungan guna
menambah berbagai pengetahuan yang ia perlukan.
Dalam proses pengasuhan (mothering) yang dilakukan oleh ibu kepada anak
terjadi proses komunikasi interpersonal yaitu komunikasi yang berlangsung di antara dua
orang yang mempunyai hubungan yang mantap dan jelas (DeVito : 1996). Pada
hakikatnya komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan
seseorang. Komunikasi interpersonal bersifat dialogis artinya, arus balik terjadi langsung.
Komunikator mengetahui secara pasti apakah komunikasinya positif, negatif, berhasil
atau tidak. Jika tidak berhasil maka komunikator dapat memberi kesempatan kepada
komunikan untuk bertanya seluas-luasnya.
Menurut Kumar (2000:; 121-122) komunikasi interpersonal yang efektif
mempunyai lima ciri, sebagai berikut :
1. Keterbukaan (openess).
Kesediaan menanggapi dengan senang hati informasi yang diterima di dalam
menghadapi hubungan interpersonal.
2. Empati (empathy).
Merasakan apa yang dirasakan orang lain.
3. Dukungan (supportiveness).
Situasi yang menyenangkan sehingga terjalin komunikasi interpersonal yang efektif
dengan anak.
4. Rasa positif (positiveness).
Seseorang harus memiliki memiliki perasaaan positif terhadap diri, mendorong
anak lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan situasi yang kondusif untuk
melakukan komunikasi interpersonal yang efektif.Kesetaraan (equality).
5. Kesetaraan (Equality)
Pengakuan dalam diri ibu bahwa ibu menghargai kondisi anak autistik dan
menghayati bahwa komunikasi yang terjalin akan berguna bagi ibu dan anak
Univesitas Kristen Maranatha 5 Namun disebabkan adanya kesulitan anak untuk mampu melakukan komunikasi
terutama menyampaikan apa yang ia rasakan maupun apa yang ia butuhkan
sehingga arus komunikasi diantara ibu dan anak mengalami hambatan dan menjadi
tidak efektif.
Komunikasi yang efektif diantara ibu dan anak autistik diharapkan dapat terjalin
agar ibu mampu memenuhi kebutuhan anak dengan sesuai. Ibu merupakan orang pertama
dan terpenting dalam kehidupan anak karena ibu yang melahirkan anak sehingga
diharapkan dapat lebih mudah untuk dapat menjalin kedekatan secara emosional dengan
anak.
Namun, pada saat ini dengan semakin banyaknya tuntutan dalam kehidupan
sehari-hari seperti kebutuhan ekonomi keluarga, eksistensi diri sebagai wanita modern,
banyak kaum ibu yang juga berperan sebagai wanita karir (bekerja). Dengan demikian,
tidak sedikit ibu yang mengalihkan tanggung jawab pengasuhan anak kepada baby sitter
atau anggota keluarga lainnya. Namun demikian, diharapkan kurangnya waktu interaksi
antara ibu dan anak tidak dengan sendirinya menyebabkan kurangnya perangsangan yang
diberikan ibu kepada anak. Diharapkan ibu senantiasa berusaha menciptakan interaksi
yang berkualitas ketika bersama-sama anak. Ibu yang bekerja juga dapat menunjukkan
kepeduliannya melalui kualitas interaksi yang baik dengan anak-anaknya karena inti dari
interaksi yang berkualitas adalah mampu memahami kebutuhan anak dan
mengintegrasikannya sesuai dengan pendidikan/pengasuhan yang direncanakan oleh
orangtua untuk anaknya. Interaksi yang berkualitas juga dapat membantu anak
Berdasarkan survei dan penelitian (Oktober, 1996) di Yayasan Nirmala
Nugraha-Cilandak Jakarta Selatan, sebuah sekolah yang dikhususkan untuk penyandang autistik,
diketahui bahwa sebagian besar orangtua dari penyandang autistik yang bersekolah di
yayasan tersebut adalah orangtua yang sibuk bekerja. Menurut Bapak Saragih (1996),
salah seorang pendiri yayasan tersebut, kedekatan emosional antara orangtua, terutama
ibu dengan anak memegang peranan penting bagi kondisi autisme. Kenyataan ini didasari
oleh pengamatan bahwa sebagian besar anak yang sebelumnya hanya diasuh oleh baby
sitter karena kesibukan ibu, mulai menunjukkan perubahan tingkah laku yang positif atau berkurang gejala-gejala autistiknya ketika ibu berhenti bekerja. Ibu yang berhenti bekerja
mulai mengambil alih sebagian besar tanggungjawab pengasuhan anak, dan juga
memberikan kasih sayang kepada anak dalam porsi yang tepat.
Berikut adalah hasil wawancara peneliti dengan lima orang ibu yang anaknya
adalah penyandang autistik, tiga orang dari ibi-ibu tersebut pada mulanya adalah ibu yang
bekerja di luar rumah. Namun setelah mengetahui anaknya adalah penyandang autistik
mereka kemudian berhenti bekerja dengan pertimbangan agar dapat lebih dekat dengan
anak, memahami kondisi anak dan dapat memantau sejauhmana perkembangan yang
terjadi pada anaknya. Sedangkan ibu-ibu lainnya mengatakan bahwa meskipun mereka
ibu rumah tangga namun seringkali merasa kurang peka terhadap kebutuhan anak
sehingga tidak sering memberikan stimulasi kepada anak seperti mengajak anak
mengobrol, menggendong anak ketika menangis atau bentuk kedekatan lainnya. Hal ini
selain disebabkan keengganan ibu untuk berinteraksi dengan anak autistik (karena adanya
hambatan dalam menjalin komunikasi) juga karena sibuk dengan pekerjaan rumah tangga
Univesitas Kristen Maranatha 7 memenuhi kebutuhan anak sehingga ibu merasa dapat mengalihkan tanggung jawab
mengasuh anak kepada baby sitter/pengasuh anak.
Selain dari itu, hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti di tempat terapi
autisme di Bandung terhadap 20 orang ibu yang memiliki anak autistik, 75 % ibu
mengatakan bahwa mereka kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi ketika mengasuh
anak autistik, yaitu kesulitan untuk memahami kebutuhan anak karena adanya
keterbatasan dalam melakukan komunikasi dan mengelola emosi ketika berinteraksi
dengan anak autistik. Selain kesulitan tersebut juga terdapat beberapa kesulitan lain
seperti memenuhi mahalnya biaya perawatan (terapi) anak autis, bekerjasama dengan
anggota keluarga lainnya maupun lingkungan sekitar. Sedangkan 25% ibu mengatakan
bahwa mereka kurang merasakan adanya kesulitan ketika mengasuh anaknya karena
sibuk bekerja dan ketika di rumah anak lebih banyak diurus oleh pengasuhnya. Namun
demikian, terdapat persamaan pendapat (diantara ibu yang bekerja dan tidak bekerja)
yaitu mereka mengatakan kesulitan yang seringkali dialami adalah kurangnya kesabaran
ketika harus berinteraksi dengan anak autistik karena tidak mampu memahami apa yang
anak inginkan sehubungan dengan keterbatasan anak dalam berkomunikasi.
Mendukung hasil wawancara di atas, hasil penelitian (Cut Aida R, 2003) di
beberapa tempat terapi anak autistik yang juga telah dilakukan, diketahui bahwa dari 20
orang responden hanya terdapat 25% ibu (5 orang) yang memiliki skor total Mother’s
Caretaking yang tergolong dalam kategori tinggi, dibandingkan dengan populasi ibu yang memiliki skor total Mother’s Caretaking yang tergolong dalam kategori cenderung
tinggi (15 orang). Hal ini menunjukkan bahwa hanya lima orang ibu yang tergolong
kebutuhan anak dan cukup mampu melakukan komunikasi yang efektif dengan anak
autistik.
Timbulnya perasaan-perasaan negatif pada diri ibu baik pada dirinya sendiri
maupun kepada anak (perasaan bersalah, frustasi dan menolak untuk berinteraksi dengan
anak) yang disebabkan oleh sulitnya melakukan komunikasi yang efektif dengan anak
autistik akan menghambat pemenuhan kebutuhan anak dan menyebabkan ibu mengalami
kesulitan untuk dapat menumbuhkan perasaan love dan acceptance kepada anak. Love
dan acceptance pada diri ibu kepada anak berfungsi untuk dapat terbinanya attachment
dengan anak.
Attachment (keterikatan/kelekatan) berfungsi sebagai media bagi anak untuk
dapat merasa aman, yang diperlukan anak untuk dapat mengeksplorasi lingkungannya
(Bowbly,1970). Orangtua terutama ibu adalah kunci utama bagaimana sebuah keluarga
dapat beradaptasi dengan kondisi anak autistik. anak-anak yang lain, suami, tetangga,
teman-teman akan menyesuaikan sikap mereka terhadap anak autistik dengan meniru
sikap dan petunjuk yang diberikan oleh ibu sebagai individu yang (idealnya) paling dekat
dengan anak. Maka dari itu, ibu harus mampu untuk memperlakukan anak autis tersebut
dengan penuh kasih sayang (love) dan penerimaan (acceptance) untuk dapat menentukan
tujuan (goals) yang setinggi-tingginya namun masuk akal dan juga untuk membesarkan
hati anak autistik bahwa ia mampu melakukan apa pun sama halnya dengan orang-orang
pada umumnya, sesuai dengan kemampuannya. (Powers, 1989). Dengan demikian, dapat
dikatakan bahwa Love dan Acceptance memiliki peran yang sangat penting dalam pola
Univesitas Kristen Maranatha 9 Diketahui bahwa perlakuan orangtua terutama ibu terhadap anaklah yang lebih
memberikan sumbangan pada perkembangan kondisi Early Infantile Autism (Bruno,
Bettleheim, dalam Niko & Elisabeth Tinbergen, 1983). Perlakuan ini dapat berupa
meningkatkan kualitas diri melalui pendidikan, pelatihan-pelatihan, dan mencari
informasi-informasi seputar autisme, mendiskusikan dan mengantisipasi
kebutuhan-kebutuhan penting anak autistik dan mencari terapi yang cocok bagi anaknya. Upaya
tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup anak penyandang autistik agar
dapat hidup mandiri di masyarakat.
Dengan demikian peneliti tertarik untuk menyusun sebuah modul penyuluhan
komunikasi interpersonal bagi ibu yang memiliki anak autistik dalam rangka melakukan
Mothering untuk dapat membina attachment. Dengan penyuluhan ini diharapkan ibu dapat meningkatkan pengetahuan yang berkaitan dengan kemampuan komunikasi
interpersonal ibu agar dapat melakukan komunikasi yang efektif sehingga dapat
memenuhi kebutuhan anak dengan tepat
Penyuluhan merupakan salah satu metode pembelajaran bagi orang dewasa untuk
area kognisi. Pembelajaran di area kognisi meliputi mengingat dan mengenal
pengetahuan dalam bidang tertentu dan perkembangan kemampuan intelektual dan
keahlian. Tujuan pembelajaran pada area Knowledge adalah mengingat; termasuk
memahami, memperoleh insight atau mengetahui suatu informasi atau pengetahuan
dengan jelas (Bloom, 1956)
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang dikemukakan di atas, maka pada
penelitian perumusan masalahnya adalah :
1. Apakah rancangan modul penyuluhan yang dibuat ini dapat digunakan untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal ibu yang memiliki anak autistik
di Lembaga Studi Autis ‘X’ dalam melakukan kegiatan Mothering untuk dapat
membina attachment ?
2. Bagaimana efektivitas dari penyuluhan ini dapat digunakan untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi interpersonal ibu yang memiliki anak autistik di Lembaga
Studi Autis ‘X’ dalam melakukan kegiatan Mothering untuk dapat membina
attachment.?
1.3 Maksud, Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian ini adalah membuat rancangan modul komunikasi
interpersonal yang diberikan kepada para ibu yang memiliki anak autistik di Lembaga
Studi Autis ‘X’ sebagai alternatif pemecahan masalah yang berkaitan dengan kesulitan
ibu untuk dapat melakukan komunikasi interpersonal yang efektif. Hal ini dilakukan
berdasarkan analisa kebutuhan.
1.3.2 Tujuan Penelitian
Memberikan suatu sumbangan pemikiran berupa rancangan modul penyuluhan
Univesitas Kristen Maranatha 11 autistik di Lembaga Studi Autis ‘X’ dalam rangka kegiatan Mothering untuk dapat
membina attachment.
1.3.3 Kegunaan Penelitian
1.3.3.1 Kegunaan Ilmiah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan informasi empiris bagi Psikologi Klinis dan Psikologi Perkembangan
khususnya yang berkaitan dengan penanganan bagi individu autistic spectrum
disorder (ASD) dalam aspek kegiatan Mothering untuk dapat membina attachment. 2. Digunakan sebagai informasi oleh peneliti lain, jika ingin melakukan penelitian
serupa.
1.3.3.2 Kegunaan Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat :
1. Memberikan pemahaman dan masukan informasi bagi lembaga studi autisme “X”
berkaitan dengan pemberian pelatihan mengenai upaya meningkatkan kemampuan
komunikasi interpersonal para ibu dalam rangka melakukan Mothering untuk dapat
membina attachment, pada penanganan individu autistic spectrum disorder (ASD).
2. Informasi bagi para praktisi yang bergerak dalam bidang Psikologi Klinis Anak
dalam memberikan saran maupun konsultasi mengenai peran (khususnya) ibu dalam
3. Membantu orang tua yang mengalami kesulitan dalam menjalankan rutinitas dan
aktivitas-aktivitas yang bermakna bagi anak dan mengalami kesulitan untuk membina
dan mengembangkan relasi-relasi yang penting dalam proses pendidikan anak mereka
Uiversitas Kristen Maranatha BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap enam orang ibu yang memiliki anak autistik
yang merupakan sampel peneltian ini sebagaimana telah dikemukakan pada Bab IV, serta
dengan mendasarkan diri pada landasan teori Attachment seperti yang tertuang pada Bab
II, maka dalam bab ini akan diajukan beberapa kesimpulan yang diperoleh. Kesimpulan
yang dikemukakan berikut ini akan berorientasi pada maksud dan tujuan studi ini sendiri,
seperti yang tercantum dalam Bab I. :
Modul penyuluhan yang dibuat ini dapat digunakan untuk mengembangkan
kemampuan komunikasi interpersonal ibu yang memiliki anak autistik dalam
melakukan kegiatan Mothering untuk membina attachment, berdasarkan pada adanya
peningkatan pengetahuan pada 50% ibu yang mengikuti kegiatan penyuluhan.
Berikut adalah keurutan aspek yang memiliki signifikansi tertinggi terhadap
komunikasi interpersonal, yaitu equality, support, empathy, openness, positiveness.
Berdasarkan hasil evaluasi pada modul ini diperoleh hasil yang menunjukkan bahwa
rata-rata 100% peserta memberikan reaksi yang positif pada faktor penunjang yang
berkaitan erat dengan kegiatan penyuluhan yaitu materi, fasilitator dan fasilitas
penunjang pelaksanaan kegiatan penyuluhan.
Ibu yang mencapai pengembangan pengetahuan pada kegiatan penyuluhan tentang
komunikasi interpersonal ini adalah ibu yang memiliki skor Mother’s Caretaking
Pengetahuan yang diberikan pada kegiatan penyuluhan tentang komunikasi
interpersonal bagi ibu yang memiliki anak autistik dengan anak autistik tetap bertahan
selama sebulan setelah kegiatan penyuluhan diberikan.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti menganjurkan
beberapa saran bagi peneliti selanjutnya yaitu :
Kegiatan penyuluhan seperti ini sebaiknya diberikan secara berkala dan
dilaksanakan dengan durasi waktu yang lebih lama,sehingga memudahkan para
ibu untuk mencerna informasi yang diberikan, terutama untuk kegiatan role
play/simulasi.
Untuk dapat meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal ibu dengan
anak autistik, sebaiknya dilakukan kegiatan pelatihan agar para ibu dapat
mengembangkan pengetahuannya melalui kegiatan simulasi ataupun role play
yang lebih banyak.
Diharapkan pula agar penelitian selanjutnya dilakukan di lokasi yang berbeda
dengan durasi waktu penyuluhan yang lebih lama dan dilakukan secara berkala
agar peningkatan hasil pada peserta penyuluhan lebih signifikan dan menyeluruh.
Pihak pusat terapi autisme dan para ahli yang menangani masalah autisme
sebaiknya menyebarkan informasi tentang autisme seluas mungkin agar dapat
menambah pengetahuan masyarakat (terutama ibu yang memiliki anak autis)
karena Mother’s Caretaking yang tinggi juga dipengaruhi oleh pengetahuan ibu
Universitas Kristen Maranatha DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, Rita.L, 1953 , Pengantar Psikologi. Edisi ke-11, jilid 1 & 2, Jakarta : Erlangga
Bowbly, John, 1970, Attachment and Loss. London: Hogarth Press
Bloom, Benjamin S., etc. 1956. Taxonomy of Educational Objectives. The Classification of Educational Goals, Handbook 1 Cognitive Domain. New York. Longmans, Green and co.
Bruner, Jerome, Cole, Michael, Lloyd, Barbara. 1977, Mothering: the developing child series. Seri ke-2, Amerika
DeVito, Joseph A. (1992). The Interpersonal Communication Book. New York : Harper Collin Publisher, Inc
DeVito, A.Joseph A. (1997). Komunikasi Antarmanusia. Edisi kelima. Jakarta : Professional Books.
Frances A, Pincus HA, First MB, Anderson NC, Barlow DH, Cambell M, 1994, Task Force on DSM-IV. Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders. Edisi ke-4;66-71, DSM-IV TM: American Psychiatric Association
Hurlock, Elizabeth.S, 1994. Psikologi Perkembangan. Jakarta: Erlangga
Jansen, Janice E., 1996. Undersatanding The Nature of Autism, A Practical Guide, Texas: Therapy Skill Builders
Jessie, Bernard. 1973. The Future of Motherhood. Penguin Books
Kirkpatrick, Donald L., 1998. Evaluating Training Program, the Four Level 2nd Ed., San Fransisco: Berrett-Koehler Publishers, Inc.
Krathwohl, David R., Benjamin S. Bloom, Bertram B.Masia. 1956. Taxonomy of Educational Objectives, The Classification of Educational Goals, Handbook II Affective Domain, New York: David McKay Company, Inc.
Lie, Fun Fun, 2005, Pengaruh Pelatihan Relasi Menolong Terhadap Peningkatan Motif Prososial Pada Tutor Fakultas Kedokteran Di Universitas Kristen Maranatha Bandung.Tesis.UNPAD, Bandung
Pederson, David R., Moran, Greg, Bento, Sandi (1999),1999, New Growing Points of Attachment, Department of Psychology, University of Western Ontario: London, Ontario
Powers, Michael D. 1989, Children With Autism, United States of America : Woodbine House
Pekasa, Stefanie, Perancangan Modul pelatihan Untuk Meningkatkan Empati Perawat Unit Rawat Inap Yang Telah Bekerja Kurang Dari 1 Tahun di Rumah Sakit Immanuel. Tesis. Universitas Kristen Maranatha. Bandung
Rusyiyah, Cut Aida, 2003, Studi Kasus Tentang Mother’s Caretaking pada ibu yang memiliki Anak Autis Di Pusat Terapi ‘X’ dan Lembaga Pendidikan Autis ‘X’
Strommen, Ellen A, 1983, Developmental Psychology, The school-aged child. United States of America : The Dorsey Press
Tinbergen FRS, Niko. & Tinbergen, Elisabeth.A..1983, Autistic Children-New Hope For A Cure. London : George Allen & Unwin
Wing, Lorna, 1974, Autistic Children. United States of America: Citadel Press
Wiryanto (220), Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta:PT.Grasindo
W, Ingrid Ariestanty, Skripsi No:0202, 1998. Hubungan Antara Relasi Ibu-Anak Dengan Kondisi Autisme. Bandung
www.Kompas.co.id
www.Autisma.com