• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usaha Tani

Dalam dokumen NOER AYU FAJRINA OKHTA NUGRAHENI H0808033 (Halaman 104-107)

B. Pembahasan

1. Biaya, Penerimaan, dan Pendapatan Usaha Tani

Analisis yang digunakan dalam konsep biaya adalah biaya mengusahakan, yaitu biaya yang terdiri dari biaya alat-alat luar ditambah dengan upah tenaga kerja dalam yang dihitung berdasarkan upah tenaga kerja luar. Komponen biaya terdiri dari biaya sarana produksi, biaya tenaga kerja, dan biaya lain-lain. Komponen biaya yang digunakan dalam usaha tani antara petani pengguna KKP-E dan petani bukan pengguna KKP-E sama, hanya saja pada komponen biaya lain-lain petani pengguna KKP-E ditambah dengan bunga pinjaman.

Biaya terbesar yang dikeluarkan oleh petani baik pengguna KKP-E maupun petani bukan pengguna KKP-E adalah biaya tenaga kerja. Tenaga kerja yang digunakan dalam usaha tani adalah tenaga kerja dalam dan tenaga kerja luar. Tidak ada jam kerja yang mengikat. Hal ini tergantung pada jenis pekerjaan yang dilakukan. Pekerjaan petani berupa pemupukan dan pengendalian hama dan penyakit biasa dilakukan pada pagi hari pukul 06.00 WIB hingga pukul 09.00 WIB, karena pada saat itu stomata tanaman padi sedang dalam kondisi membuka sehingga penyerapan pupuk dan pestisida oleh tanaman lebih optimal. Sedangkan pelaksanaan penanaman, pengolahan lahan dengan traktor, dan pemanenan sesuai dengan ketersediaan tenaga kerja dan dilakukan secara bergantian dengan sawah milik petani lain.

commit to user

Upah tenaga kerja yang diberikan bervariasi sesuai dengan jenis kegiatan. Besar upah tenaga kerja perorangan adalah sebesar Rp 45.000,00/HOK/hari. Upah pengolahan tanah dengan traktor adalah sebesar Rp 200.000,00/patok. Upah tanam adalah sebesar Rp 170.000,00 hingga Rp 300.000,00/patok. Upah pemanenan adalah sebesar Rp 400.000,00/patok hingga Rp 800.000,00/patok tergantung letak lahan dan kondisi tanaman. Bila tanaman dalam kondisi rubuh, biaya yang dikeluarkan untuk pemanenan lebih tinggi. Upah tanam dan pemanenan diberikan secara borongan dengan jumlah tenaga kerja per patok bervariasi sesuai dengan kelompoknya. Rata-rata luasan lahan satu patok di Kelurahan Lalung adalah seluas 3.300 m2, sedangkan di Desa Jati adalah seluas 3.000 m2.

Komponen biaya terbesar kedua setelah biaya tenaga kerja adalah biaya lain-lain. Biaya lain-lain terdiri dari biaya penyusutan, biaya sewa lahan, pajak, transportasi, pengairan, bunga pinjaman dan selamatan. Tidak semua petani anggota kelompok tani Rukun Tani dan Rukun Makaryo merupakan petani pemilik, ada beberapa petani yang merupakan petani penggarap (penyewa dan penyakap). Sewa lahan merupakan komponen biaya lain-lain yang paling besar jumlahnya. Biaya sewa lahan bervariasi tergantung letak lahan. Besarnya biaya transportasi berbeda- beda tergantung pada letak lahan dan jumlah produksi yang hendak diangkut.

Biaya penyusutan merupakan besaran biaya yang harus dikeluarkan atas penurunan nilai peralatan per satuan waktu. Peralatan yang biasa digunakan petani baik pengguna KKP-E maupun bukan pengguna KKP-E antara lain: cangkul, sabit, sosrog, traktor, diesel, sprayer manual, dan sprayer mesin. Nilai ekonomis dari peralatan usaha tani bervariasi tergantung jenis peralatan. Besarnya biaya pengairan per usaha tani ditentukan dalam peraturan desa. Pada kelompok tani Rukun Tani besar biaya pengairan adalah senilai dengan gabah sebanyak 25 Kg/patok, sedangkan untuk kelompok tani Rukun Makaryo senilai dengan gabah

commit to user

sebanyak 20 Kg/patok pada musim tanam (MT) II. Besarnya biaya bunga pinjaman yang harus dibayar oleh petani pengguna KKP-E adalah 0,5% per bulan dari jumlah pinjaman satu tahun. Komponen biaya lain-lain terkecil adalah untuk selamatan, karena tidak semua petani mengadakan acara selamatan baik sebelum tanam maupun setelah panen.

Komponen biaya yang paling sedikit dikeluarkan dalam usaha tani baik oleh petani pengguna KKP-E maupun petani bukan pengguna KKP-E adalah biaya sarana produksi. Sarana produksi yang digunakan antara lain benih, pupuk, pestisida, dan lain-lain. Jenis benih yang banyak digunakan antara lain IR64, Mikongga, dan Ciherang. Harga benih bervariasi dari Rp 8.000,00/Kg hingga Rp 10.000,00/Kg. Kebutuhan benih sebagaian besar disediakan oleh kelompok tani melalui kemitraan dengan PT. Pertani, namun ada beberapa petani yang membeli benih sendiri dari toko saprodi.

Pupuk yang digunakan petani dalam usaha tani padi antara lain pupuk organik granul, Phonska, ZA, Urea, SP36, KCl, dan pupuk organik cair. Pada usaha tani padi petani pengguna KKP-E penggunaan pupuk organik granul dan pupuk organik cair lebih besar, namun penggunaan pupuk kimia lebih rendah daripada usaha tani petani bukan pengguna KKP-E. Penggunaan pupuk organik granul dan pupuk organik cair yang tinggi disebabkan oleh berubahnya sudut pandang petani dan kerja sama yang terjalin antara petani dengan mitra yaitu PT. Pertani dalam hal pengadaan pupuk organik granul dan pupuk organik cair. Biaya pestisida yang dikeluarkan oleh petani pengguna KKP-E lebih sedikit daripada petani bukan pengguna KKP-E, hal ini disebabkan oleh kesadaran petani untuk mengurangi curahan zat kimia dalam tanaman selama tanaman tidak terserang hama dan penyakit. Biaya lain-lain yang dikeluarkan oleh petani pengguna KKP-E lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan oleh petani bukan pengguna KKP-E, yakni penggunaan Gandasil dan Antonik untuk menunjang pertumbuhan padi.

Penerimaan merupakan hasil perkalian dari jumlah produksi dengan harga padi per satuan. Rata-rata jumlah produksi dan harga jual

commit to user

hasil panen petani pengguna KKP-E lebih tinggi daripada petani bukan pengguna KKP-E sehingga penerimaannya pun lebih besar. Rata-rata harga jual gabah di daerah penelitian Rp 3.721,00/Kg untuk petani pengguna KKP-E dan Rp 3.527,00/Kg untuk petani bukan pengguna KKP- E. Harga ini merupakan harga hasil produksi berupa gabah basah karena sebagian besar petani menjual hasil panen berupa gabah basah ke PT. Pertani untuk dijadikan benih dan sebagian petani menjual ke pedagang pengumpul dengan mengikuti harga yang berlaku. Gabah yang dijual ke PT. Pertani untuk pembenihan memiliki harga relatif tinggi dibandingkan dengan gabah yang dijual untuk keperluan konsumsi ke pedagang pengumpul yang mengikuti harga pasar. Oleh karena jumlah produksi dan harga jual yang lebih tinggi menyebabkan penerimaan dan pendapatan petani pengguna KKP-E juga lebih tinggi. Selain itu, juga dikarenakan adanya pinjaman dana KKP-E dari BRI cabang Karanganyar sehingga modal yang dimiliki petani lebih besar.

Dalam dokumen NOER AYU FAJRINA OKHTA NUGRAHENI H0808033 (Halaman 104-107)

Dokumen terkait