• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya tidak tetap

Dalam dokumen Rancang Bangun Alat Pencetak Terasi (Halaman 68-76)

TINJAUAN PUSTAKA

2. Biaya tidak tetap

2. Biaya tidak tetap

Biaya tidak tetap terdiri dari biaya perbaikan untuk motor listrik sebagai sumber tenaga penggerak. Biaya perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan : Biaya reparasi

=

1,2% (P-S)

x ... (9)

Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya (Hidayat dkk, 1999).

Break even point

Break even point (BEP) adalah suatu titik atau keadaan dimana perusahaan di dalam operasinya tidak memperoleh keuntungan dan tidak menderita rugi. Dengan kata lain, pada keadaan itu keuntungan dan kerugian sama dengan nol. Hal ini biasa terjadi apabila perusahaan didalam operasinya menggunakan biaya tetap dan volume penjualannya hanya cukup untuk menutupi biaya tetap dan variabel.

Penerapan analisis BEP adalah untuk menentukan tingkat produksi agar perusahaan berada pada titik impas. Analisis BEP dapat memberikan informasi kepada pimpinan, bagaimana pola hubungan antara volume penjualan, biaya dan tingkat keuntungan yang akan diperoleh pada level penjualan tertentu.

Break even point (analisis titik impas) umumnya berhubungan dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usahan yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing) dan selanjutnya dapat berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada disebelah kiri titik impas

23

maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila disebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan.

Analisis titik impas juga digunakan untuk:

1. Hitungan biaya dan pendapatan untuk setiap alternatif kegiatan usaha.

2. Rencana pengembangan pemasaran untuk menetapkan tambahan investasi untuk peralatan produksi.

3. Tingkat produksi dan penjualan yang menghasilkan ekuivalensi (kesamaan) dari dua alternatif usulan investasi

(Waldiyono, 2008).

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya operasional dan ada keuntungan. Untuk mendefinisikan antara titik impas pada keuntungan (P) nol dan titik impas dengan kontribusi keuntungan, keuntungan sebelum pajak (P) yaitu:

N = F

(R-V) ... (10) dimana:

F = biaya tetap pada tahun ke- 5 R = penerimaan setiap produksi V = biaya tidak tetap

24

Net present value

Net present value (NPV) adalah metode menghitung nilai bersih (netto) pada waktu sekarang (present). Asumsi present yaitu menjelaskan waktu awal per hitungan bertepatan dengan saat evaluasi dilakukan atau pada periode tahun ke nol dalam perhitungan cash flow investasi. Cash flow yang benefit saja perhitungannya disebut dengan cash in flow (CIF), sedangkan jika yang diperhitungkan hanya cash out (cost) disebut dengan cash out flow (COF). Sementara itu NPV diperoleh dari CIF dikurangi COF, yaitu:

NPV= CIF - COF ... (11) dimana:

CIF = cash in flow COF = cash out flow

Untuk mengetahui apakah rencana suatu investasi tersebut layak secara ekonomi atau tidak, maka diperlukan kriteria tertentu dalam merode NPV yaitu:

NPV > 0 artinya investasi akan menguntungkan/layak NPV < 0 artinya investasi tidak menguntungkan (Giatman, 2006).

Internal rate of return

Tingkat suku bunga yang menyebabkan terjadinya keseimbangan antara pemasukan dengan pengeluaran pada suatu periode tertentu disebut dengan internal rate of return (IRR). Dengan kata lain, IRR adalah suatu tingkat suku bunga yang mengurangi harga sekarang dari serangkaian pemasukan dan pengeluaran menjadi nol (Purnomo, 2004).

25

Dengan menggunakan metode internal rate of return (IRR) akan mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % periode waktu. Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus dipenuhi (Giatman, 2006).

Internal rate of return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama (umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Harga IRR dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

IRR = p% +

�+� (q% - p%) (positif dan negatif)

dan IRR = q% +

�−� (q% - p%) (positif dan positif). ... (12)

Dimana:

p = suku bunga bank paling atraktif q = suku bunga coba-coba ( > dari p) X = NPV awal pada p

Y = NPV awal pada q (Kastaman, 2006).

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang hampir dua per tiga wilayahnya berupa lautan. Kekayaan laut yang besar tersebut meliputi berbagai jenis ikan, udang-udangan, kerang-kerangan, dan alga uniseluler maupun multiseluler. Kekayaan laut dapat dimanfaatkan sebagai olahan pangan yang berdaya simpan fungsi yang baik seperti olahan terasi yang merupakan hasil olahan fermentasi udang rebon.

Indonesia yang kaya akan hasil perikanan dimana terdapat bermacam-macam jenis pengolahan ikan, pembuatan terasi merupakan salah satu cara pengolahan ikan yang dapat memanfaatkan udang rebon atau ikan kecil lainnya sebagai bahan utama. Terasi merupakan suatu bahan penyedap masakan yag sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, sehingga pemasarannya relatif mudah (Sutrisno, 1983).

Semakin dewasa ini sumber daya pesisir dan laut merupakan kekayaan alam yang tidak ternilai harganya, disamping tidak semua negara memilikinya, juga tidak mampu untuk melakukan pengolahannya serta tidak juga dijadikan sebagai sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat. Begitu juga dengan Indonesia yang terkenal sebagai negara maritim belum bisa untuk mengelola sumber daya pesisirnya dengan baik. Provinsi Sumatera Utara menurut data dari BAPPEDA Sumatera Utara, memiliki garis pantai sepanjang 545 km dikawasan pantai timur. Kawasan ini memiliki potensi lestari beberapa jenis ikan diperairan pantai timur terdiri dari: ikan pelagis 126.500 ton/tahun, ikan demersal 110.000 ton/tahun, ikan karang 6.800 ton/tahun dan udang 20.000 ton/tahun. Wilayah

2

pesisir timur terdiri dari 7 Kabupaten/Kota, yaitu: Kabupaten Langkat, Kota Medan, Kota Tanjung Balai, Kabupaten Asahan, Kabupaten Labuhan Batu, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai. Luas wilayah kecamatan pesisir dibagian timur Sumatera Utara adalah 43.133.44 km2 yang terdiri dari 35 kecamatan pesisir dengan jumlah desa sebanyak 436 desa. Dipantai timur Sumatera Utara hanya terdapat 6 (enam) pulau-pulau kecil.

Terasi adalah salah satu produk hasil fermentasi ikan atau udang yang hanya mengalami perlakuan penggaraman (tanpa diikuti dengan penambahan asam), kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses fermentasi. Pembuatan terasi banyak dilakukan oleh penduduk di daerah pesisir secara tradisional. Dewasa ini, pembuatan terasi juga telah diproduksi dalam skala besar oleh pabrik-pabrik secara modern (Afrianto dan Liviawaty, 1991).

Terasi yang banyak diperdagangkan dipasar, secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam berdasarkan bahan bakunya, yaitu terasi udang dan terasi ikan. Terasi udang biasanya memiliki warna cokelat kemerahan, sedangkan terasi ikan berwarna kehitaman. Terasi udang umumnya memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan terasi ikan.

Industri terasi biasanya merupakan industri rumah tangga yang pengolahannya masih dilakukan secara manual dan tradisional dengan tumbukan dan lumatan sebagai proses utama. Kapasitas dan mutu produksi pengolahan secara tradisional masih dalam tingkat yang rendah. Kapasitas dan mutu produksi terasi dapat ditingkatkan antara lain dengan pengembangan alat yang bekerja secara mekanis dengan efisiensi yang tinggi dan biaya yang rendah (Sutrisno, 1983).

3

Oleh karena permintaan pasar yang cukup besar akan terasi, maka produsen pembuat terasi harus berusaha memproduksi terasi dengan kualitas yang baik dan dengan produktivitas yang tinggi pula. Pencetakan terasi secara manual dinilai kurang menarik karena bentuk yang tidak seragam sehingga mengurangi nilai jual terasi tersebut. Pencetakan terasi dengan suatu alat semi-mekanis dapat menghasilkan produk terasi dengan bentuk yang lebih seragam disamping dapat meningkatkan produktivitas kerja produsen.

Tujuan Penelitian

Merancang, membuat, menguji serta menganalisis nilai ekonomis alat pencetak terasi.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis, yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai alat pencetak terasi.

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan terutama pengusaha terasi.

i

ABSTRAK

MUHAMMAD RASYID LUBIS: Rancang Bangun Alat Pencetak Terasi, dibimbing oleh AINUN ROHANAH dan NAZIF ICHWAN.

Pencetakan terasi secara manual dinilai kurang menarik karena bentuk yang tidak seragam dan mengurangi nilai jual terasi. Penelitian ini bertujuan untuk merancang, membuat, menguji serta menganalisis nilai ekonomis alat pencetak terasi. Penelitian ini dilakukan pada bulan April hingga Agustus 2015 di Laboratorium Keteknikan Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan cara studi literatur, pengujian alat dan pengamatan parameter. Parameter yang diamati yaitu kapasitas efektif alat, rendemen dan analisis ekonomi.

Dari hasil penelitian diperoleh kapasitas efektif alat sebesar 51,54 kg/jam dan rendemen sebesar 71,33%. Analisis ekonomi, biaya pokok untuk tahun pertama sampai tahun kelima berturut-turut yaitu Rp.224,59/kg, Rp.225,16/kg, Rp.225,38/kg, Rp.226,45/kg, Rp.227,16/kg. Alat ini akan mencapai nilai break even point (BEP) apabila telah mencetak adonan terasi sebanyak 5540,27 kg/tahun. Net present value (NPV) sebesar Rp.128.931.698. Internal rate of return (IRR) adalah sebesar 42,2%.

Kata kunci: terasi, alat pencetak, mesin

ABSTRACT

MUHAMMAD RASYID LUBIS : Design and construction of shrimp paste molder, supervised by AINUN ROHANAH and NAZIF ICHWAN.

Manual molding shrimp paste was considered not attractive because the shape of the paste was not the same and reduced the price of shrimp paste. The purpose of this research was to design, build, test and analyze the economic value of shrimp paste molder. This research was conducted in April and August 2015 in the Laboratory of Agricultural Engineering, Faculty of Agriculture, University of North Sumatra, Medan, by literature study, equipment tests and parameters observation. The parameters observed were effective capacity, yield and economic analysis.

Based on this research, it was summarized that the effective capacity of the equipment was 51,54 kg/hour and the yield was 71,33%. Economic analysis was as follows: basic costs for the first to the fifth year was Rp.224,59/kg, Rp.225,16/kg, Rp.225,38/kg, Rp.226,45/kg, Rp.227,16/kg respectively. Break even point (BEP) was at 5540,27 kg/year of shrimp paste molded. Net present value (NPV) was Rp.128.931.698. Internal rate of return (IRR) was 42.2%.

Dalam dokumen Rancang Bangun Alat Pencetak Terasi (Halaman 68-76)

Dokumen terkait