• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (Non

Dalam dokumen Jasmine Aviriani (Halaman 34-38)

II- 15 perusahaan untuk antar jemput para pegawai, dapat dibebankan

2.2.7 Biaya yang Tidak Diperkenankan sebagai Pengurang (Non

Deductable Expense)

Pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto meliputi pengeluaran yang sifatnya sebagai pemakaian penghasilan, atau yang jumlahnya melebihi kewajaran. Pengeluaran yang tidak diperkenankan dikurangkan dari penghasilan bruto ini diatur dalam Pasal 9 ayat 1 UU No. 36 Tahun 2008, sebagai berikut:

a. Pembagian laba dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti dividen, termasuk dividen yang dibayarkan oleh perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha operasi.

b. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi pemegang saham, sekutu, atau anggota.

c. Pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali:

1) Cadangan piutang tak tertagih untuk usaha bank dan badan usaha lain yang menyalurkan kredit, sewa guna usaha dengan hak opsi, perusahaan pembiayaan konsumen, dan perusahaan anjak piutang. 2) Cadangan untuk usaha asuransi termasuk cadangan bantuan sosial

3) Cadangan penjaminan untuk Lembaga Penjamin Simpanan. 4) Cadangan biaya reklamasi untuk usaha pertambangan. 5) Cadangan biaya penanaman kembali untuk usaha kehutanan.

6) Cadangan biaya penutupan dan pemeliharaan tempat pembuangan limbah industri untuk usaha pengolahan limbah industri, yang ketentuan dan syarat-syaratnya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

d. Premi asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa, yang dibayar oleh Wajib Pajak orang pribadi, kecuali jika dibayar oleh pemberi kerja dan premi tersebut dihitung sebagai penghasilan bagi Wajib Pajak yang bersangkutan.

e. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diberikan dalam bentuk natura dan kenikmatan, kecuali penyediaan makanan dan minuman bagi seluruh pegawai serta penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.

f. Jumlah yang melebihi kewajaran yang dibayarkan kepada pemegang saham atau kepada pihak yang mempunyai hubungan istimewa sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan.

g. Harta yang dihibahkan, bantuan atau sumbangan, dan warisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 3 huruf a dan huruf b UU PPh, kecuali sumbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat 1 huruf I sampai dengan huruf m UU PPh serta zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintahan atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemilik agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

h. Pajak penghasilan.

i. Biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi Wajib Pajak atau orang yang menjadi tanggungannya.

II-17 j. Gaji yang dibayarkan kepada anggota persekutuan, firma, atau perseroan

komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham.

k. Sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkenaan dengan pelaksanaaan perundang-undangan di bidang perpajakan.

2.2.8 Penyusutan

Salah satu biaya usaha yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto, saat menghitung penghasilan kena pajak, adalah biaya Penyusutan. Meski secara umum sama dengan prinsip akuntansi umum, sebenarnya peraturan pajak memiliki ketentuan tersendiri dalam soal penghitungan biaya Penyusutan. Melalui ketentuan Pasal 9 ayat (2) Undang-undang No. 36 Tahun 2008 menyatakan bahwa,

“Pengeluaran-pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun harus dibebankan sebagai biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan cara mengalokasikan pengeluaran tersebut selama masa manfaat harta yang bersangkutan melalui penyusutan (depresiasi).”

Menurut Resmi (2011:100) beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan besarnya biaya penyusutan adalah sebagai berikut:

a. Saat Dimulainya Penyusutan

Penyusutan harta berwujud dimulai pada bulan dilakukannya pengeluaran, atau pada bulan selesainya pengerjaan suatu harta sehingga penyusutan pada tahun pertama dihitung secara prorata. Namun berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak, saat dimulainya penyusutan dapat dilakukan pada bulan harta tersebut digunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan atau pada bulan harta tersebut mulai menghasilkan (saat mulai berproduksi dan tidak dikaitkan dengan saat diterimanya atau diperolehnya penghasilan).

b. Metode Penyusutan

Metode penyusutan yang diperbolehkan untuk kelompok harta berwujud dikelompokkan menjadi dua, yaitu penyusutan harta berwujud bangunan dan harta berwujud selain (bukan) bangunan. Metode yang

diperbolehkan adalah metode garis lurus (straight-line method) atau saldo menurun (declining balanced method) di mana pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. Untuk harta berwujud bangunan, Wajib Pajak hanya dapat menggunakan metode garis lurus.

c. Kelompok Masa Manfaat Harta dan Tarif Penyusutan

Masa manfaat harta berwujud dan tarif penyusutan, baik menurut metode garis lurus maupun metode saldo menurun diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Jenis harta yang termasuk dalam kelompok harta berwujud bukan bangunan untuk keperluan penyusutan diatur dalam Kep.Menteri Keuangan No 96/PMK.03/2009. Berikut adalah masa manfaat dan tarif penyusutan harta berwujud:

Tabel II.2 Masa Manfaat dan Tarif Penyusutan Harta Berwujud

Kelompok Harta Berwujud

Masa Manfaat

Tarif Penyusutan

Garis Lurus Saldo Menurun

I. Bukan Bangunan Kelompok 1 4 Tahun 25% 50% Kelompok 2 8 Tahun 12,5% 25% Kelompok 3 16 Tahun 6,25% 12,5% Kelompok 4 20 Tahun 5% 5% II. Bangunan Permanen 20 Tahun 5% - Tidak Permanen 10 Tahun 10% -

Sumber : Undang-Undang No. 36 Tahun 2008 Pasal 11

Bangunan tidak permanen adalah bangunan yang bersifat sementara dan terbuat dari bahan yang tidak tahan lama atau bangunan yang dapat dipindah-pindahkan, yang masa manfaatnya tidak lebih dari 10 tahun.

Menurut Agoes dan Trisnawati (2012:105) ada harta berwujud yang menurut akuntansi dapat disusutkan tetapi menurut pajak tidak dapat dibebankan sebagai penyusutan secara keseluruhan yang dapat menjadi pengurang penghasilan bruto, yaitu:

a. Atas perolehan asset tersebut termasuk pengeluaran yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto sesuai Pasal 9 ayat 1 Undang-undang

II-19 No. 36 Tahun 2008, misalnya:

1) Biaya perolehan asset yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.

2) Biaya perolehan asset yang digunakan untuk memberi penggantian atau imbalan dalam bentuk natura dan kenikmatan di daerah tertentu dan yang berkaitan dengan pelaksanaan pekerjaan yang ditetapkan dengan KMK.

b. Barang modal yang disewa guna usahakan, baik SGU dengan hak opsi ataupun tanpa hak opsi bagi Lessee dan SGU dengan hak opsi bagi Lessor.

Dalam dokumen Jasmine Aviriani (Halaman 34-38)

Dokumen terkait