• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 BIJI DURIAN

Durian (Durio zibethinus murr) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of fruits ini termasuk dalam famili

Bombacaceae dan banyak ditemukan di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman durian terdapat di seluruh pelosok Jawa dan Sumatera. Sedangkan di Kalimantan dan Irian Jaya umumnya hanya terdapat di hutan. Tiap pohon durian dapat menghasilkan 80 sampai 100 buah, bahkan hingga 200 buah terutama pada pohon yang tua. Tiap rongga buah terdapat 2 sampai 6 biji atau lebih [45].

Biasanya masyarakat mengkonsumsi daging buah durian karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan cita rasa yang enak. Sedangkan kulit dan biji durian dibuang sebagai limbah. Padahal persentase berat bagian salut buah atau dagingnya ini termasuk rendah yaitu hanya 20-35%. Hal ini berarti kulit (60-75%) dan biji (5-15%) belum bermanfaat secara maksimal [46]. Biji durian diketahui mengandung kadar pati yang cukup tinggi. Berikut merupakan kandungan nutrisi di dalam 100 gram biji durian yang disajikan dalam tabel 2.1. Berdasarkan data tabel tersebut dapat dilihat bahwa 100 gram biji durian mempunyai kadar karbohidrat (pati) 43,6 % untuk biji durian segar dan 46,2 % untuk biji yang sudah masak. Nilai ini cukup tinggi sehingga biji durian berpotensi untuk dimanfaatkan lagi sebagai bahan sumber karbohidrat yang akan menambah nilai ekonomis biji durian.

Tabel 2.1 Kandungan Nutrisi Biji Durian [12]

Zat

Per 100 gram Biji Segar (Mentah) tanpa Kulitnya

Per 100 gram Biji Telah Dimasak tanpa Kulitnya Kadar Air 51,5 g 51,1 g Lemak 0,4 g 0,2-0,23 g Protein 2,6 g 1,5 g Karbohidrat Total 43,6 g 43,2 g Serat Kasar 0,7-0,71 g Nitrogen 0,297 g Abu 1,9 g 1,0 g Kalsium 17 mg 3,9-88,9 mg Pospor 68 mg 86,5-87 mg Besi 1,0 mg 0,6-0,64 mg Natrium 3 mg Kalium 962 mg Beta Karotin 250 μg Riboflavin 0,05 mg 0,05-0,052 mg Thiamin 0,03-0,032 mg Niacin 0,9 mg 0,89-0,9 mg

2.4 KITOSAN

Kitosan adalah polisakarida yang banyak terdapat di alam setelah selulosa. Kitosan merupakan suatu senyawa poli (N-amino-2 deoksi β-D-glukopiranosa) atau glukosamin hasil deasetilasi kitin/poli (N-asetil-2 amino-2-deoksi β-D glukopiranosa) yang diproduksi dalam jumlah besar di alam, yaitu terdapat pada limbah udang dan kepiting [47]. Khitosan tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut asam organik di bawah pH 6 antara lain asam formiat, asam asetat, dan asam laktat. Kelarutan khitosan dalam pelarut asam anorganik sangat terbatas, antara lain sedikit larut dalam larutan HCl 1% tetapi tidak larut dalam asam sulfat dan asam pospat [48]

Kitosan dihasilkan dengan proses hidrolisis kitin menggunakan basa kuat yaitu dengan reaksi deasetilasi. Saat ini terdapat lebih dari 200 aplikasi dari kitin dan kitosan serta turunannya di industri makanan, pemrosesan makanan, bioteknologi, pertanian, farmasi, kesehatan, dan lingkungan [49].

Gambar 2.2 Reaksi Deasetilasi Kitin Dengan Basa Kuat Menjadi Kitosan [50]

Khitosan mempunyai potensi untuk dimanfaatkan pada berbagai jenis industri maupun aplikasi pada bidang kesehatan. Salah satu contoh aplikasi khitosan yaitu sebagai pengikat bahan-bahan untuk pembentukan alat-alat gelas, plastik, karet, dan selulosa yang sering disebut dengan formulasi adesif khusus. Pemanfaatan khitosan sebagai bahan tambahan pada pembuatan film plastik berfungsi untuk memperbaiki transparasi film plastik yang dihasilkan [51]. Semakin banyak

khitosan yang digunakan maka sifat mekanik dan ketahanan terhadap air dari produk bioplastik yang dihasilkan semakin baik [52]. Selain itu, kitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi, dan bersifat polielektrolitik. Karakteristik lain kitosan adalah dapat dengan mudah berinteraksi dengan zat-zat organik lain, seperti protein dan lemak. Karena itu, kitosan relatif lebih banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri farmasi dan kesehatan Sifat-sifat yang dimiliki kitosan inilah yang menyebabkan ketahanan terhadap air bahan bioplastik menjadi baik [27]. Pengembangan edible film

antimikroba dan bahan kemasan dari kitosan cangkang udang dapat memperluas aplikasi kitosan dalam sistem pangan. Kemungkinan memproduksi kitosan cangkang udang dengan berbagai sifat fisikokimia memberikan kesesuaian untuk memilih kitosan yang paling cocok untuk pengembangan film antimikroba dan bahan kemasan [48].

Pada penelitian ini digunakan kitosan sebagai pengisi dalam pembuatan bioplastik dari pati biji durian. Bioplastik yang hanya berbahan baku pati memiliki beberapa kelemahan, salah satunya kurang tahan terhadap air. Salah satu cara untuk mengurangi sifat hidrofilik bioplastik tersebut adalah dengan cara menambahkan biopolimer lain yang bersifat hidrofobik seperti kitosan. Dari penelitian yang dilakukan Yuli dan Herti (2010) dengan variasi perbandingan pati dengan kitosan 6:4, 7:3, 8:2 dan 9:1 (m/m) dalam pembuatan bioplastik dari pati sorgum, dihasilkan nilai ketahanan air terbaik sebesar 36,825 % pada perbandingan 7:3. Nilai ketahanan air yang baik adalah pada saat bioplastik menyerap air lebih sedikit [27]. Semakin besar konsentrasi kitosan, ketahanan airnya cenderung meningkat dengan persentase water uptake semakin kecil yang berarti bahwa proses penyerapan air paling kecil [53].

2.5 SORBITOL

Sorbitol merupakan bahan pengganti gula dari golongan gula alkohol yang paling banyak digunakan, terutama di Indonesia [54]. Di Indonesia sorbitol (C6H14O6) paling banyak digunakan sebagai pemanis pengganti gula karena bahan

dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah [55]. Di Indonesia, sorbitol diproduksi dari tepung umbi tanaman singkong (Manihot Utillissima Pohl) yang

termasuk keluarga Euphoribiaceae. Selain itu sorbitol juga dapat ditemui pada alga merah Bostrychia scorpiodes yang mengandung 13,6% sorbitol. Tanaman berri dari spesies Sorbus Americana mengandung 10% sorbitol. Famili Rosaceae

seperti buah pir, apel, ceri, prune, peach, dan aprikot juga mengandung sorbitol [56]. Sorbitol juga diproduksi dalam jaringan tubuh manusia yang merupakan hasil katalisasi dari D-glukosa oleh enzim aldose reductase, yang mengubah struktur aldehid (CHO) dalam molekul glukosa menjadi alkohol (CH2OH) [57].

Gambar 2.3 Struktur Molekul Sorbitol [58]

Sorbitol dapat digunakan sebagai plasticizer dalam pembuatan bioplastik berbasis pati. Plasticizer didefinisikan sebagai bahan nonvolatil, bertitik didih tinggi yang jika ditambahkan pada material lain akan merubah sifat fisik material tersebut. Penambahan plasticizer dapat meningkatkan fleksibilitas edible film

[59]. Jenis dan konsentrasi dari plasticizer yang digunakan juga akan memberikan pengaruh terhadap kelarutan dari film berbahan dasar pati. Semakin banyak air yang masuk ke dalam struktur pati akan meningkatkan kelarutan dalam air dan asam, hal ini karena sorbitol memiliki sifat hidrofil. Nilai kelarutan dalam air bioplastik dapat digunakan untuk memprediksi kestabilan bioplastik terhadap pengaruh air [6].

Pada penelitian ini digunakan sorbitol sebagai plasticizer dalam pembuatan bioplastik, hal ini dikarenakan bioplastik berbahan pati saja bersifat kaku dan kurang elastis. Menurut Wirawan dkk. (2012), pengaruh penambahan plasticizer

plasticizer yang ditambahkan maka nilai kekuatan tarikcenderung menurun sedangkan persentase elongation of break cenderung naik dan sorbitol memberikan nilai kekuatan tarikyang lebih tinggi daripada gliserol, namun memberikan nilai elongation of break yang lebih rendah daripada gliserol karena sorbitol lebih bersifat rapuh (brittle) [60]. Dari penelitian Yuli dan Herti (2010) yaitu pembuatan bioplastik dati pati sorgum digunakan variasi konsentrasi sorbitol 20%, 25%, 30% dan 40% (%berat), dimana nilai kekuatan tarik tertinggi adalah pada konsentrasi sorbitol 20%, yaitu sebesar 6,9711 Mpa dan cenderung mengalami penurunan nilai kekuatan tarik seiring peningkatan konsentrasi sorbitol pada bioplastik [27].

Dokumen terkait