• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioremediation and Biodegradation.4:2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Biodegradasi Karbofuran

Biodegradasi merupakan proses penguraian suatu senyawa organik yang berlangusng secara alami dengan bantuan mikroorganime dan menghasilkan produk metabolisme akhir berupa air, karbondioksida, senyawa oksidasi dan biomassa. Proses biodegradasi merupakan salah satu oksidasi dasar, dimana enzim bakteri mengkatalisis penempatan oksigen ke dalam senyawa hidrokarbon, sehingga molekul dapat digunakan dalam metabolisme seluler. Beberapa molekul didegradasi secara lengkap menjadi CO2 dan H2

Biodegradasi sempurna dari pestisida melibatkan proses oksidasi dari senyawa utama membentuk karbondioksida dan air. Proses ini menyediakan karbon dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksi mikroba. Setiap tahapan degradasi dikatalis oleh enzim spesifik yang diproduksi melalui sekresi sel atau enzim yang ada pada lingkungan eksternal sel. Degradasi pestisida melalui salah satu enzim eksternal atau internal akan berhenti pada tahapan tertentu jika tidak terdapat enzim yang tepat untuk mendegradasinya. Ketidaktersediaan enzim yang tepat merupakan salah satu alasan mengapa suatu pestisida dapat bertahan lama (persisten) di dalam tanah. Jika mikroorganisme yang sesuai tidak ada di dalam O, sedangkan yang lain diubah dan digabungkan menjadi biomassa (Sarbini, 2012).

untuk meningkatkan aktivitas atau kemampuan mikroorganisme yang sudah ada dalam mendegradasi pestisida (Singh, 2008).

Keberhasilan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim. Selain menghasilkan enzim beberapa mikroorganisme juga berpotensi dalam menghasilkan bioemulsifier atau biosurfaktan sebagai produk metabolit sekunder dalam fase pertumbuhannya. Biosurfaktan ini berfungsi dalam meningkatkan kelarutan substrat (senyawa hidrokarbon) dalam fase cair untuk lebih mudah dikonsumsi oleh mikroorganisme tersebut. Beberapa jenis bakteri (Imycobacterium, Pseodomonas, Bacillus) menghasilkan biosurfaktan dan juga enzim seperti dioxygenase, dihydrogenase dalam pemutusan rantai oksigen dan hidrogen (Sarbini, 2012).

Degradasi karbofuran pada tanah juga terjadi karena pH yang tinggi, tanah yang mengandung pasir, kelembaban tanah sangat tinggi, dan biodegradasi oleh bakteri (Sing, 1996). Venkateswarlu et al. (1977) menemukan bahwa karbofuran yang terdapat dalam tanah yang tergenang air akan lebih cepat terdegradasi dibandingkan dengan di dalam tanah yang tidak tergenang air. Mikroorganisme berperan dalam proses degradasi karbofuran dalam tanah terutama tanah yang bersifat asam atau netral.

Kondisi lingkungan basa yang biasanya terdapat pada lahan sawah, dan hasil hidrolisisnya juga mengalami degradasi dengan cepat. Degradasi insektisida dapat dipercepat dengan proses gabungan antara fisika (sinar matahari) dan biologi (mikroorganisme). Degradasi mikroba dapat berlangsung pada masing- masing jenis pestisida. Pada keadaan tertentu populasi mikroba (Pseudomonas spp.) digunakan untuk melakukan proses degradasi karbofuran, tetapi tidak efisien untuk mendegradasi produk hidrolisis (metabolit) karbofuran yang dikenal sebagai karbofuran fenol (Mabury et al. 1996). Beberapa Actinomycetes, jamur dan bakteri lainnya dilaporkan dapat melangsungkan proses biodegradasi terhadap karbamat seperti bensulfuron metil melalui proses oksidasi dan hidrolisis sekaligus. Tiobenkarb dapat mengalami biodegradasi pada kondisi anaerob dalam

ramanianus dapat mendegradasi karbofuran dan metabolit karbofuran fenol menjadi senyawa yang tidak toksik.

Studi oleh Parekh et al. (1994) menetapkan bahwa bakteri memiliki kinerja paling baik dalam mendegradasi karbofuran di tanah yang bersifat asam dan netral. Ada dua jalur utama degradasi dari N-metil karbamat dan Karbofuran yaitu: jalur oksidatif dan hidrolitik, telah diketahui bahwa degradasi secara hidrolitik dari karbofuran menghasilkan metabolit dengan tingkat toksik yang rendah dibandingkan dengan jalur oksidatif. Hidrolisis karbofuran dapat terjadi melalui dua jalur: ketidakstabilan ikatan ester pada gugus karbonil dari asam methylcarbamic N melekat pada fenol atau ikatan amida dari N-metil asam karbamat, akan memproduksi karbofuran 7-fenol (2,3-dihidro-2,2-dimetil-7- benzofuranol), metabolit kurang beracun dari karbofuran, karbon dioksida dan metilamin. Produk akhir digunakan sebagai sumber karbon dan/atau nitrogen oleh berbagai kelompok bakteri yang menghidrolisis karbofuran tapi tidak untuk mendegradasi cincin aromatik (Trabue et al. 2001).

Beberapa penelitian, menjelaskan bakteri yang mampu menghidrolisis karbofuran, telah menunjukkan kemampuan dalam mendegradasi cincin aromatik secara lengkap. Feng et al. (1997) melaporkan bahwa genus Sphingomonas strain CF06 mampu sepenuhnya memineralisasi cincin aromatik karbofuran. Kim et al. (2004) mengidentifikasi dari Sphingomonas sp. galur SB5a., diisolasi dari tanah yang telah terpapar oleh karbofuran selama 5 tahun, yang menunjukkan aktivitas pada cincin aromatik oleh hidrolisis karbofuran 7-fenol, menghasilkan metabolit perantara yang disebut 2 hidroksi-3-(3 -methylpropan-2-ol) fenol, yang kemudian diubah menjadi metabolit merah. Park et al. (2006) dengan spektrometri massa dan analisis resonansi magnetik nuklir (NMR), 5- (2-hidroksi-2-methylpropyl) - 2,2-dimetil-2,3-dihidro-naphtho [2, 3-6] furan-4,6,7,9-tetrone sebagai salah satu metabolit merah, lanjut menunjukkan bahwa metabolit merah ini berasal dari kondensasi beberapa metabolit dari degradasi 2-hidroksi 3- (3-metilpropan-2-ol) - fenol. Di sisi lain, Yan et al. (2007) mengisolasi Novosphingobium sp. strain FND-3, yang diisolasi dari sistem pengolahan air limbah di perusahaan manufaktur pestisida di Cina, menemukan bahwa bakteri ini, selain menurunkan cincin aromatik karbofuran dengan jalur hidrolitik dan memproduksi metabolit

2-hidroksi-3-(3-metilpropan-2-ol) benzena-N-metil karbamat dan karbofuran, menghasilkan metabolit 5-hydroxy karbofuran.

Esterase adalah enzim yang menghidrolisis senyawa karboksil ester (karboksilesterase), amida (amidase), fosfat ester (fosfatase) dan lain-lain. Enzim yang biasanya dapat menghidrolisis ikatan ester dikenal dengan nama karboksilesterase. Degradasi karbofuran dapat dilihat pada gambar 2. Pertama, enzim karbofuran furanhidrolase memecah karbofuran menjadi senyawa 2- hidroksi-3-(3-metilpropan-2-ol) benzen-N-metilkarbamat yang kemudian dengan bantuan enzim enzim 2-hidroksi-3-(3-metilpropan-2-ol) benzen-N-metilkarbamat hidrolase, senyawa tersebut diubah menjadi 3-(2- hidroksi-2 metilpropil) benze- 1,2-diol yang tidak bersifat toksik lagi. Kedua, enzim karbofuran hidrolase dapat memecah karbofuran membentuk senyawa karbofuran-7-fenol dan metilamin dan dengan bantuan enzim karbofuran-7-fenol hidrolase, senyawa tersebut diubah menjadi 3-(2-hidroksi-2-metilpropil) benze-1,2-diol. Ketiga, karbofuran dapat didegradasi dengan enzim karbofuran hidroksilase dan memecahnya menjadi senyawa 4-hidroksikarbofuran dan selanjutnya akan menghasilkan karbon dioksida sebagai hasil metabolitnya (Ortiz-Hernández et al. 2011).

2.6. Imobilisasi Bakteri

Imobilisasiagenbiologis seperti misalnyamakromolekul, seldanmikroorganisme, bertujuan untuk meningkatkan teknis bio-efisiensi jangka panjang yang sukses. Teknik imobilisasi memungkinkan untuk dilakukannya pengontrolan denganpemeliharaanfungsi danselektivitasyang tepat untukbebanbiologis. Mungkin untukaplikasisecara luas,teknikimobilisasimemerlukanpenyesuaian yang harus diperhatikan, beberapa hal yang harus diperhatikan dan hendaknya dimiliki oleh bakteri terimobilisasi adalah: i) kekakuanmekanikvsaduktegangan geser; ii) inertnessvssubstratbiokonversi; iii) stabilitasvsjangka panjang/kebocoranproses yang berkesinambungan; iv) biokompatibilitasdannon-toksisitas vsagen biologisaktif. Selain itu, materiharus menunjukkanporositasdisesuaikanuntuk difusibebas darisubstratdanproduk (Callone et al. 2008)

Dalam penelitiaan yang dilakukan oleh Asok et al. (2015), .

jebakanfisikseldalammatriks polimeradalah salah satuteknik yang palingbanyak digunakandan mudahuntukimobilisasiselular, karenatidak tergantungsecara signifikanpadasifatseluler. Imobilisasimikrobatelahterbuktimenguntungkan dalampengolahan limbahkota dan industrikarena efisiensidegradasitinggi danstabilitas operasionalyang baik

Telah banyak penelitian mengenai imobilisasi bakteri dalam aplikasi lingkungan, terutama sebagai pendegradasi cemaran residu pestisida, diantaranya : Sethunathan dan Yoshida (1973), Stormo dan Crawford (1992), Mansee et al.(2000), Singh dan Walker (2006), Bazot dan Lebeau (2009), Porto et al. (2012), Farragher (2013), Fuentes et al. (2013), Hernandez et al. (2013). Dan hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa bakteri terimobilisasi memiliki banyak kelebihan dalam mendegradasi cemaran residu pestisida, ditinjau dari ketahanan terhadap kondisi lingkungan, terjalinya transduksi sinyal yang baik oleh koloni . Peningkatan degradasi oleh sel amobil mungkin disebabkan oleh laju reaksi yang cepat karena kepadatan sel lokal yang tinggi di dalam atau pada matriks amobil. Imobilisasi juga menyediakan jenis membran yang stabil, sehingga meningkatkan perlindungan sel dan tingkat degradasi yang lebih baik oleh sel amobil. Potensi biodegradasi alam ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan bioteknologi untuk dekontaminasi lingkungan serta badan air yang tercemar.

bakteri, jumlah bakteri yang terkandung dalam jumlah besar. Sehingga imobilisasi bakteri merupakan salah satu pilihan yang tepat dalam cara pengaplikasian agen-agen bioremediasi pada lahan tercemar.

Gentili et al. (2006) menggunakan kitin dan kitosan untuk mengimobilisasi Rhodococcus corynebacterioides QBTo. Bahan tersebut alami, tidak beracun, tidak mencemari dan biodegradable yang diperoleh dari udang dan kepiting. R. corynebacterioides QBT imobil pada kitin dan kitosan meningkat secara signifikan dalam mendegradasi minyak mentah.

Xu danLu (2010), menunjukkan bahwa aplikasi degradasi minyak di tanah yang terkontaminasi minyak mentah meningkat setelah pengaplikasian bakteri pendegradasi hidrokarbon yang diimobilisasi mengunakan tepung pati kacang sebagai biocarrier. Biocarrier ini memberikan area permukaan besar dan kemampuan adsorpsi yang kuat, di samping meningkatkan difusi oksigen dan meningkatkan aktivitas dehidrogenase di dalam tanah

Diaz et al. (2002) mengimobilisasi konsorsium bakteri MPD-M mengunakan serat polypropylene untuk mendegradasi minyak mentah dalam air dengan salinitas yang bervariasi yaitu 0 - 180 gL-1. Mereka mendapati bahwa sel amobil secara signifikan meningkatkan biodegradasi minyak mentah dibandingkan dengan sel-sel yang hidup bebas, konsorsium bakteri MPD-M amobil sangat stabil dalam melakukan pergerakan dan itu sangat tidak dipengaruhi oleh penambahan salinitas.