• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biodiesel didefinisikan sebagai bahan bakar mesin diesel yang berasal dari sumber lipida alami terbarukan (Soerawidjaja, 2001). Secara kimiawi, biodiesel adalah monoalkil ester dari rantai panjang asam lemak yang berasal dari bahan baku yang dapat diperbarui, seperti minyak nabati atau lemak hewani, untuk digunakan dalam mesin diesel (Meher et al., 2004). Biodiesel umumnya berupa metil ester atau etil ester, yang mana kedua substansi tersebut adalah senyawa yang relatif stabil, cair pada suhu ruang (titik leleh antara 4-18°C), non-korosif, dan titik didihnya rendah. Dalam beberapa penggunaan, metil ester lebih banyak disukai daripada etil ester karena lebih ekonomis, viskositasnya lebih rendah serta penggunaan ulang (recovery) metanolnya dapat menggunakan suhu rendah (Sonntag, 1982).

9 Biodiesel, sebagai bahan bakar alternatif, memiliki banyak manfaat, di antaranya berasal dari bahan baku yang dapat diperbarui (renewable) serta merupakan sumber daya domestik, dapat menggantikan bahan bakar diesel dan turunannya dari petroleum, dan bersifat biodegradable. Dibandingkan petroleum diesel, biodiesel memiliki emisi bahan bakar (gas buang) yang lebih baik, seperti emisi karbon monoksida dan SOx yang rendah. Karbondioksida yang diproduksi oleh pembakaran biodiesel dapat digunakan kembali (recycle) untuk fotosintesis, sehingga meminimalisir efek rumah kaca akibat pembakaran. Biodiesel memiliki titik nyala yang relatif tinggi (150°C) sehingga aman bagi alat transportasi atau lebih mudah ditangani daripada petroleum diesel. Biodiesel juga memberikan sifat lubrikasi yang dapat mengurangi pemakaian pelumas mesin memperpanjang umur mesin. Secara singkat, kegunaan ini membuat biodiesel menjadi alternatif pengganti bahan bakar petroleum yang memegang peranan penting dalam penggunaannya di berbagai negara, terutama di daerah yang sensitif lingkungan (Zhang et al., 2003).

Pryde (1983) di dalam Ma dan Hanna (1999) memaparkan keuntungan dari penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar diesel adalah bentuknya berupa zat cair alamiah yang mudah ditransportasikan, kandungan kalornya sebesar 80% dari bahan bakar diesel, mudah didapatkan, dan dapat diperbarui. Kekurangannya adalah viskositas tinggi, volatilitas rendah, dan sifat reaktif dari rantai hidrokarbon tak jenuh. Kualitas biodiesel ditentukan oleh kemurnian senyawa alkil ester di dalam biodiesel. Senyawa selain alkil ester (kontaminan) yang terdapat di dalam biodiesel dapat menyebabkan masalah ketika biodiesel digunakan pada mesin. Kontaminan dapat menyebabkan timbulnya kerak pada mesin, penyumbatan pada saluran injeksi, dan kerusakan pada biodiesel. Kontaminan yang terdapat dalam biodiesel dapat berupa asam lemak bebas, gliserol serta mono-, di-, dan trigliserida yang masih terdapat pada biodiesel (Knothe, 2006). Standar mutu biodiesel Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.

10 Tabel 5. Standar Mutu Biodiesel Indonesia

Parameter dan Satuannya Batas Nilai Metode Uji Massa jenis (kg/m3, 40°C) 850-890 ASTM D 1298 Viskositas kinematik (40°C, cSt) 2,3-6,0 ASTM D 445

Angka setana Min. 51 ASTM D 613

Titik nyala (°C) Min. 100 ASTM D 93

Titik kabut (°C) Maks. 18 ASTM D 2500 Korosi bilah tembaga (3 jam, 50°C) Maks. No. 3 ASTM D 130 Residu karbon (%-b) Maks. 0,05 ASTM D 4530 Air dan sedimen (%-vol.) Maks. 0,05 ASTM D 2709 Temperatur distilasi 90% (°C) Maks. 360 ASTM D 1160 Abu tersulfatkan (%-b) Maks. 0,02 ASTM D 874 Belerang (mg/kg) Maks. 100 ASTM D 5453

Fosfor (mg/kg) Maks. 10 AOCS Ca 12-55

Angka asam (mg KOH/g) Maks. 0,8 AOCS Ca 3-63 Gliserol bebas (%-b) Maks. 0,02 AOCS Ca 14-56 Gliserol total (%-b) Maks. 0,24 AOCS Ca 14-56 Kadar ester alkil (%-b) Min. 96,5 Dihitung Angka iodium (g I2/100 g) Maks. 115 AOCS Cd 1-25

Uji Halphen Negatif AOCS Cb 1-25

Sumber: Forum Biodiesel Indonesia di dalam Hambali et al. (2006)

Biodiesel terdiri atas asam-asam lemak metil ester yang dapat diperoleh dari trigliserida dalam minyak nabati melalui proses transesterifikasi dengan metanol. Biodiesel akhir yang diperoleh dari proses ini memiliki karakteristik utama yang sama dengan bahan bakar diesel konvensional (Meher et al., 2004). Menurut Darnoko dan Cheryan (2000), bilangan setana, kandungan energi, viskositas, dan perubahan fasa biodiesel serupa dengan bahan bakar petroleum diesel. Perbandingan biodiesel jarak pagar dengan standar kualitas biodiesel menurut ASTM (American Society for Testing and Materials) dan European Normalization (EN) dapat dilihat pada Tabel 6.

11 Tabel 6. Karakteristik Biodiesel Jarak Pagar dan Standar Kualitas

Biodiesel

Parameter Satuan Biodiesel

Jarak Pagar EN 14214 ASTM D 6751 Densitas (15°C) g/cm3 0,879 0,86 – 0,90 - Viskositas kinematik (40°C) cSt 4,84 a 3,5 – 5,0 1,9 – 6,0

Flash point °C 191 Min. 120 Min. 130

Bilangan asam mg KOH/g 0,24 Maks. 0,5 Maks. 0,8 Abu sulfat % m/m 0,014 Maks. 0,02 Maks. 0,02

Angka setana 51 Min. 51 Min. 47

Conradson carbon

residue % b/b 0,025 Maks. 0,03 Maks. 0,05

Copper strip

corrossion - 1 Maks. No. 3

Cloud point* °C - - dihitung

Pour point °C - Maks. 0 -

Bilangan iod g I2/100 g - Maks. 120 - Kandungan metil ester % b/b 99,6 Min. 96,5 - Monogliserida % b/b 0,24 Maks. 0,8 - Digliserida % b/b 0,07 Maks. 0,2 - Trigliserida % b/b tidak terdeteksi Maks. 0,2 -

Kadar metanol % b/b 0,06 Maks. 0,2 -

Kadar air % b/b 0,16 Maks. 500b Maks. 0,05c Kadar gliserol

bebas % b/b 0,015 Maks. 0,02 0,02

Kadar gliserol total % b/b 0,088 Maks. 0,25 0,24

Fosfor mg/kg 17,5 Maks. 10 Maks. 0,001d

Kalsium mg/kg 6,1 Maks. 5 -

Magnesium mg/kg 1,4 Maks. 5 -

Besi mg/kg 0,9 - -

Natrium/kalium mg/kg - Maks. 5 Maks. 5

Sulfur mg/kg - Maks. 10 Maks. 0,0015e

Sumber: Knothe (2006)

Gübitz et al. (1999) untuk biodiesel jarak pagar

Keterangan: a = viskositas pada 30°C d = dalam satuan % massa b = dalam satuan mg/kg e = dalam satuan % massa c = dalam satuan % volume

Teknologi proses produksi biodiesel yang berkembang saat ini dapat dikelompokkan menjadi proses satu tahap (transesterifikasi) dan proses dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Reaksi satu tahap (transesterifikasi) dipakai apabila minyak nabati memiliki nilai FFA di bawah 1 persen,

sedangkan minyak yang memiliki nilai FFA di atas 1 persen, seperti minyak jarak pagar, sebaiknya menggunakan proses dua tahap (esterifikasi-transesterifikasi). Menurut Lele (2004), transesterifikasi hanya bekerja dengan baik terhadap minyak yang mempunyai kualitas yang tinggi. Minyak yang mengandung asam lemak bebas lebih dari 1 persen akan membentuk formasi emulsi sabun yang menyulitkan pada saat pemisahan biodiesel.

Esterifikasi merupakan reaksi antara asam lemak bebas dengan alkohol sehingga membentuk ester dan melepaskan molekul air (Sonntag, 1982). Reaksi esterifikasi dapat terjadi dengan bantuan katalis asam, seperti H2SO4 atau HCl. Proses yang terjadi dalam reaksi esterifikasi dapat dilihat pada Gambar 3.

R1COOH + CH3OH R1COOCH3 + H2O

Asam lemak Metanol Metil Ester Air bebas Katalis (Biodiesel)

asam

Gambar 3. Reaksi Esterifikasi Asam Lemak Bebas dan Metanol Reaksi esterifikasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya adalah jumlah pereaksi, waktu reaksi, suhu, konsentrasi katalis, dan kandungan air pada minyak. Semakin tinggi asam lemak bebas dan jumlah metanol yang digunakan, maka semakin tinggi pula rendemen metil ester yang dihasilkan dan semakin kecil kandungan asam lemak bebas pada produk (Canakci dan Gerpen, 2003). Katalis asam selain mengesterifikasi asam lemak bebas juga mengkonversi trigliserida menjadi metil ester, tetapi kecepatannya lebih rendah dibandingkan dengan transesterifikasi menggunakan katalis basa (Freedman etal., 1984 di dalam Canakci dan Gerpen, 2003).

Menurut Lepper dan Friesenhagen (1986) di dalam Canakci dan Gerpen (2001), perlakuan pendahuluan terhadap minyak yang mengandung asam lemak tinggi melalui proses esterifikasi menggunakan metanol dan katalis asam dapat menghasilkan minyak dengan FFA kurang dari 0,5% b/b sebelum dilakukan transesterifikasi basa. Gerpen et al. (2004) menambahkan 12

bahwa esterifikasi dengan katalis asam terhadap minyak FFA tinggi dan telah dikeringkan terlebih dahulu memerlukan alkohol dalam jumlah banyak (20:1), suhu 60°C, dan waktu 1-2 jam. Apabila suhu dinaikkan menjadi 135°C, maka waktu dapat dipersingkat menjadi 45 menit.

Tahapan proses untuk memperoleh biodiesel setelah esterifikasi adalah transesterifikasi berkatalis basa. Secara kimia, transesterifikasi (juga disebut alkoholisis) berarti mengambil molekul trigliserida atau kompleks asam lemak, menetralisir asam lemak bebas, menghilangkan gliserol, dan membentuk alkil ester. Reaksi ini dapat dilihat pada Gambar 4. Katalis biasanya digunakan untuk memperbesar laju reaksi dan rendemen. Secara teoritis, reaksi transesterifikasi adalah reaksi kesetimbangan. Dalam reaksi ini sejumlah besar alkohol digunakan untuk mengarahkan reaksi ekuilibrium ke kanan dan memproduksi metil ester, produk akhir yang diinginkan, dalam jumlah tinggi (Demirbaş, 2003). Alkohol adalah monohidrat alifatik primer atau sekunder yang memiliki 1-8 atom karbon. Beberapa jenis alkohol yang dapat digunakan untuk reaksi transesterifikasi adalah metanol, etanol, propanol, dan butanol. Metanol dan etanol adalah jenis yang paling sering digunakan, terutama metanol karena harganya murah serta menguntungkan sifat fisik dan kimianya, yaitu memiliki rantai alkohol terpendek. Sifat metanol ini menyebabkannya cepat bereaksi dengan trigliserida serta membuat NaOH lebih mudah larut di dalamnya (Ma dan Hanna, 1999).

O H O R1 C O C H R1 C O R HO CH2 O O 13 R2 C O C H + 3R OH R2 C O R + HO CH O O R3 C O C H R3 C O R HO CH2 H Katalis basa

Minyak atau lemak Alkohol Biodiesel Gliserol

14 Gambar 4. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Alkohol

Untuk memenuhi stoikiometrik transesterifikasi, dibutuhkan rasio mol alkohol dan trigliserida sebesar 3:1. Dalam prakteknya rasio tersebut harus lebih besar untuk mendorong reaksi memperoleh rendemen ester maksimum. Reaksi transesterifikasi dapat dikatalisa oleh alkali, asam atau enzim. Katalis alkali terdiri atas NaOH, KOH, karbonat, dan sodium atau potasium alkoksida seperti sodium metoksida, sodium etoksida, sodium propoksida, dan sodium butoksida. Asam sulfat, asam sulfonat, dan asam hidroklorin biasanya digunakan sebagai katalis asam. Lipase juga dapat digunakan sebagai biokatalis. Transesterifikasi yang dikatalisa alkali lebih cepat daripada transesterifikasi yang dikatalisa asam, dan lebih sering digunakan secara komersial. Untuk reaksi transesterifikasi yang dikatalisa alkali, gliserida dan alkohol harus bersifat anhidrous karena air dapat menyebabkan reaksi saponifikasi yang menghasilkan sabun (Wright et al., 1944).

Trigliserida yang mengandung asam lemak bebas dalam kadar rendah diperlukan dalam proses transesterifikasi yang dikatalisa alkali. Jika trigliserida mengandung asam lemak bebas dan kadar air yang tinggi, transesterifikasi yang dikatalisa asam dapat digunakan terlebih dahulu (Keim, 1945 di dalam Ma dan Hanna, 1999). Transesterifikasi terdiri atas sejumlah reaksi reversibel yang berurutan. Trigliserida dikonversi secara bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan akhirnya gliserol. Dari setiap tahap akan dihasilkan metil ester, laju konversi monogliserida menjadi metil ester lebih cepat daripada digliserida dan trigliserida. Hal tersebut terjadi karena monogliserida lebih mudah larut dalam fase polar (gliserol) tempat katalis berada (Darnoko dan Cheryan, 2000). Gambar 5 memperlihatkan mekanisme transesterifikasi berkatalis basa NaOH (Ma dan Hanna, 1999).

Mekanisme reaksi untuk transesterifikasi berkatalis basa dapat diformulasikan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penyerangan atom karbon karbonil dari molekul trigliserida oleh anion alkohol (ion metoksida) untuk membentuk senyawa antara. Di tahap kedua, senyawa antara bereaksi dengan alkohol (metanol) untuk meregenerasi anion alkohol (ion metoksida). Di tahap terakhir, pembentukan kembali senyawa antara dihasilkan dalam

bentuk ester asam lemak dan digliserida. Ketika NaOH, KOH, K2CO3 atau katalis sejenis lainnya dicampur dengan alkohol, katalis sebenarnya (grup alkoksida) terbentuk. Sejumlah kecil air, akibat reaksi transesterifikasi, dapat menyebabkan terbentuknya sabun selama transesterifikasi, reaksinya dapat dilihat pada Gambar 6 (Ma dan Hanna, 1999). Menurut Rodica dan Caprita (2005), adanya sabun akan mengurangi rendemen ester karena sabun akan mengikat metil ester dengan air.

Pre-step: 15 Tahap 1: Tahap 2: Tahap 3: OR R1COOR + R’O¯ R1 – C – O¯

OR’

ROH+

R1 – C – O¯ R1COOR’ + ROH OR’

OR ROH+

R1 – C – O¯ + R’OH R1 – C – O¯ + R’O¯ OR’ OR’

OH¯ + R’OH R’O¯ + H2O atau R’ONa R’O¯ + Na+

Dimana R–OH digliserida, R1 grup alkil berantai panjang, dan R’ grup alkil berantai pendek

Gambar 5. Mekanisme Transesterifikasi Trigliserida (Ma dan Hanna, 1999)

Metanolisis berkatalis basa memerlukan minyak dengan syarat tertentu. Sifat dasar minyak yang harus dipenuhi adalah bersih, tanpa air, dan netral secara substansial. Kegagalan reaksi ini menghasilkan sabun yang dapat mengurangi kebasaan katalis dan membentuk lapisan gel yang dapat mempersulit pemisahan dan pengendapan gliserol (Canakci dan Gerpen,

1999). Reaksi transesterifikasi berkatalis basa dipengaruhi oleh faktor internal dan eksernal. Faktor internal di antaranya kualitas minyak itu sendiri seperti kadar air dan asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi reaksi. Faktor eksternal dapat berupa jenis katalis, rasio mol antara alkohol dan minyak, suhu, waktu reaksi, dan parameter-parameter pascatransesterifikasi (Gerpen dan Knothe, 2004).

CH2 – O – CO – R1 CH2 – OH R1 – COOCH3 CH – O – CO – R2 CH – OH + R2 – COOCH3 CH2 – O – CO – R3 CH2 – OH R3 – COOCH3

Trigliserida Gliserin Metil ester (Biodiesel) 16 CH2 – O – CO – R1 CH2 – OH R1 – COONa CH – O – CO – R2 CH – OH + R2 – COONa CH2 – O – CO – R3 CH2 – OH R3 – COONa NaOH CH3OH NaOH H2O

Trigliserida Gliserin Sabun

Gambar 6. Reaksi Penyabunan Saat Transesterifikasi (Ma dan Hanna, 1999)

Untuk reaksi transesterifikasi, katalis basa yang dapat dipakai adalah 1,0% bobot minyak atau kurang dan rasio mol metanol terhadap minyak adalah 6:1. Tidak ada peningkatan rendemen yang signifikan jika kedua variabel tersebut ditingkatkan. Reaksi ini menghasilkan 95% metil ester dalam waktu 1 jam pada suhu 65°C (Freedman et al., 1984). Kusdiana dan Saka (2003) mengklaim bahwa minyak dan alkohol dapat direaksikan tanpa katalis sehingga mengurangi kebutuhan untuk tahap pencucian air dan katalis. Namun reaksi ini membutuhkan temperatur tinggi dan ekses metanol yang besar (42:1), sehingga ongkos produksi pun akan meningkat. Proses untuk memperoleh biodiesel dengan cara ini disebut supercritical methanol transesterification method.

Dengan demikian, tahapan proses pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar dengan cara transesterifikasi berkatalis basa dapat digambarkan dalam diagram alir seperti terlihat pada Gambar 7.

17 Biodiesel Recovery metanol Gliserol Purifikasi Separasi Biodiesel kasar Pencampuran Transesterifikasi Pemanasan

Minyak jarak Katalis Metanol

Gambar 7. Diagram Alir Proses Pembuatan Biodiesel dari Minyak Jarak (Hambali et al., 2006)

Dokumen terkait