• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian utama adalah Rancangan Acak Lengkap dengan pengamatan satu faktor perlakuan, yaitu kecepatan sentrifugasi. Faktor ini terdiri dari empat taraf dengan tiga kali ulangan untuk masing-masing taraf perlakuan. Bentuk model linier rancangan percobaan yang digunakan dapat dituliskan sebagai berikut:

Yij = μ + τi + εij

Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

μ = rataan umum (nilai tengah populasi)

τi = pengaruh kecepatan sentrifugasi taraf ke-i (i = 1, 2, 3, 4) εi = pengaruh galat pada perlakuan ke-i ulangan ke-j (j = 1, 2, 3) Perlakuan terdiri dari:

S1 = 500 rpm (30 g) S2 = 1000 rpm (120 g) S3 = 1500 rpm (270 g) S4 = 2000 rpm (480 g)

Berdasarkan model rancangan percobaan yang digunakan, maka jumlah satuan percobaan penelitian ini adalah 4x3 = 12 satuan percobaan.

Gambar 9. Diagram Alir Penelitian Utama

H2SO4 (1% dari bobot minyak) Metanol (Rasio mol metanol:minyak=20:1) Analisa Selesai Minyak jarak pagar Mulai Pemanasan hingga suhu 55-60°C Esterifikasi (55-60°C, 1 jam) Penyaringan (kapas) Transesterifikasi (55-60°C, 1 jam) Sentrifugasi (25°C, 1 menit, 500 rpm, 1000 rpm, 1500 rpm, 2000 rpm) Gliserol kasar Metil ester (biodiesel) kasar KOH (1%dari bobot minyak) Metanol (Rasio mol metanol:minyak=6:1) Kotoran padat 26

27 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

Penelitian pendahuluan dilakukan salah satunya untuk mengetahui karakteristik minyak jarak pagar sebelum diproses menjadi metil ester (biodiesel). Hasil karakterisasi minyak jarak pagar dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Karakterisasi Minyak Jarak Pagar dan Pembanding

Parameter Hasil Analisis Karakteristik Pembanding Kadar air (%b/b) 0,0025 0,07 Densitas (15°C, g/cm3) 0,92 0,92 Viskositas kinematik (30°C, cSt) 35,84 52

Bilangan asam (mg KOH/g minyak) 10,39 0,92 Kadar asam lemak bebas (%) 5,22 0,45 Bilangan penyabunan (g KOH/g minyak) 207,63 202,6* Bilangan iod (g I2/100 g minyak) 96,44 96,5** Sumber: a = Gübitz, et al. (1999)

* = Hambali et al. (2006) ** = Azam et al. (2005)

Hasil karakterisasi menunjukkan bahwa kadar air minyak jarak lebih rendah dibandingkan kadar air pada karakteristik pembanding. Perbedaan ini dipengaruhi oleh perlakuan pascapanen terhadap biji jarak pagar sebelum diekstrak minyaknya. Kadar air minyak jarak yang tinggi dapat menyebabkan proses pembuatan biodiesel terhambat karena minyak akan mengalami hidrolisis selama proses berlangsung. Proses hidrolisis minyak dan lemak merupakan suatu proses pembentukan gliserol dan asam lemak bebas melalui pemecahan molekul lemak dengan penambahan elemen air. Lebih lanjut, Sonntag (1979) mengatakan bahwa hidrolisis dapat dikatalisa oleh asam, senyawa yang mengandung sabun asam lemak, beberapa emulsifier, dan senyawa lainnya, termasuk enzim lipolitik. Oleh karena itu sebelum diekstrak

28 menjadi minyak, biasanya biji jarak pagar dikeringkan dengan cara dijemur di bawah sinar matahari untuk mengurangi kadar air yang terdapat dalam biji.

Densitas atau berat jenis minyak jarak pagar yang diperoleh dari hasil pengukuran sama besarnya dengan densitas pembanding, yaitu sebesar 0,92 g/cm3. Semakin tinggi bobot molekul asam lemak dan gliserida dan semakin rendah ketidakjenuhannya, maka semakin besar densitasnya (Formo, 1979). Komposisi asam lemak tidak jenuh terbesar dari minyak jarak pagar adalah asam oleat (18:1) yang secara otomatis mempengaruhi densitas minyak jarak.

Viskositas kinematik minyak jarak pagar yang digunakan sebagai bahan baku dalam penelitian lebih rendah daripada viskositas minyak jarak pembanding. Hal ini dipengaruhi oleh komposisi masing-masing jenis asam lemak yang terdapat pada minyak jarak pagar. Minyak menunjukkan viskositasnya yang relatif tinggi terhadap tingkah laku intermolekular dari rantai panjang molekul-molekul gliserida. Secara umum, viskositas minyak menurun dengan semakin tingginya ketidakjenuhan, dan meningkat dengan adanya hidrogenasi. Minyak yang mengandung asam-asam lemak berbobot molekul rendah cenderung memiliki viskositas lebih rendah dibandingkan minyak dengan derajat ketidakjenuhan sama yang hanya mengandung asam-asam lemak berbobot molekul tinggi (Formo, 1979). Viskositas minyak jarak yang tinggi ini menjadi salah satu kendala dalam penggunaannya secara langsung terhadap mesin diesel.

Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (ALB) menunjukkan besarnya kandungan asam lemak bebas pada minyak jarak pagar. Dari hasil karakterisasi terlihat bahwa minyak jarak pagar yang digunakan dalam penelitian memiliki kandungan asam lemak bebas cukup tinggi dibandingkan karakteristik pembanding. Perbedaan nilai bilangan asam dan kadar ALB ini dapat dipengaruhi oleh lama waktu dan suhu penyimpanan minyak jarak pagar sebelum diolah. Asam lemak bebas dapat terbentuk akibat adanya proses hidrolisis antara minyak (trigliserida) dan air, seperti terlihat pada Gambar 10.

katalis CH3H5(OOCR)3 + 3HOH C3H5(OH)3 + 3HOOCR

Gambar 10. Reaksi Hidrolisis antara Minyak dan Air

Bilangan penyabunan minyak jarak pagar menggambarkan besarnya bobot molekul minyak, dimana keduanya berbanding terbalik. Semakin tinggi bobot molekul minyak, maka bilangan penyabunan akan semakin rendah, sedangkan semakin rendah bobot molekul minyak, maka semakin tinggi bilangan penyabunan. Hasil karakterisasi menunjukkan bilangan penyabunan minyak jarak yang lebih tinggi dibandingkan pembanding. Bilangan penyabunan minyak jarak pagar yang cukup tinggi disebabkan minyak jarak mengandung asam lemak bebas dalam jumlah besar. Asam-asam lemak bebas ini memiliki bobot molekul yang lebih rendah dibandingkan trigliseridanya. Kandungan lainnya seperti monogliserida dan digliserida yang juga berbobot molekul lebih rendah daripada trigliserida juga mempengaruhi tingginya bilangan penyabunan minyak jarak.

Karakteristik lain yang diamati pada bahan baku adalah bilangan iod, yang menyatakan tingkat ketidakjenuhan minyak. Minyak jarak pagar mengandung asam-asam lemak tidak jenuh seperti asam palmitoleat, oleat, linoleat, dan linolenat. Asam oleat (18:1) dan linoleat (18:2) memiliki kadar terbesar dari komposisi asam-asam lemak yang terdapat dalam minyak jarak. Bilangan iod minyak jarak yang digunakan dalam penelitian jumlahnya tidak jauh berbeda dibandingkan minyak jarak pembanding.

29 B. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama mencakup proses pembuatan metil ester (biodiesel) dari minyak jarak pagar dan perlakuan sentrifugasi untuk pemisahan biodiesel dari by product pada fasa hidrofiliknya. Meher et al. (2004) mengatakan bahwa asam lemak bebas dan kadar air adalah parameter-parameter penting dalam menentukan proses pembuatan biodiesel. Untuk memasuki tahap transesterifikasi, kadar asam lemak bebas dalam minyak harus kurang dari satu persen. Semakin tinggi keasaman minyak, maka semakin rendah efisiensi

30 konversi transesterifikasi berkatalis basa. Minyak yang mengandung asam lemak bebas dalam jumlah besar tidak dapat dikonversi menjadi biodiesel dengan menggunakan katalis basa karena dapat membentuk formasi sabun yang menyulitkan pemisahan biodiesel dari gliserol selama proses berlangsung. Alternatif prosesnya adalah menggunakan katalis asam yang tidak akan membentuk sabun. Oleh karena itu, pembuatan biodiesel dari minyak jarak pagar terdiri atas dua tahap proses, yaitu esterifikasi dilanjutkan dengan transesterifikasi (estrans). Proses esterifikasi terlebih dahulu dilakukan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas pada minyak mengingat bilangan asam minyak jarak yang digunakan cukup tinggi.

Reaksi esterifikasi terjadi antara asam lemak bebas dan alkohol sehingga menghasilkan ester dan air. Reaksi ini merupakan reaksi reversibel dan kebalikan dari reaksi hidrolisis. Alkohol yang digunakan (baik untuk proses esterifikasi maupun transesterifikasi) dalam penelitian berjenis metanol, berdasarkan pertimbangan ekonomis dan keuntungan sifat fisikokimianya. Metanol untuk proses esterifikasi ditambahkan dengan perbandingan rasio mol metanol:minyak=20:1. Reaksi esterifikasi membutuhkan energi aktivasi yang sangat tinggi sehingga diperlukan katalis untuk mempercepat reaksi, biasanya digunakan katalis asam. Keberadaan katalis asam ini dapat mengganggu proses esterifikasi jika kadar air minyak berada dalam kisaran yang tinggi karena trigliserida minyak akan terhidrolisis menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Namun, hal tersebut tidak terlalu berpengaruh karena kadar air minyak jarak pagar yang digunakan dalam penelitian sangat rendah, yaitu sebesar 0,0025%.

Katalis asam yang digunakan untuk proses esterifikasi berupa H2SO4 (asam sulfat) sebanyak satu persen dari bobot minyak jarak. Asam sulfat dapat larut dalam pelarut polar seperti air dan alkohol serta memiliki berat jenis yang lebih besar dibandingkan metil ester sehingga lebih mudah dipisahkan dalam proses akhir. Menurut Sonntag (1982), katalis asam sulfat memberikan kecepatan konversi yang baik dalam reaksi esterifikasi. Suhu reaksi untuk proses estrans dikondisikan pada kisaran 55-60°C, di bawah titik didih metanol (65°C) sehingga bejana reaksi tidak perlu diberikan tekanan

31 udara. Ma dan Hanna (1999) mengatakan bahwa suhu dan kecepatan reaksi dapat ditingkatkan jika digunakan sistem tertutup atau reflux. Oleh karena itu, dalam proses estrans digunakan kondensor untuk menjaga kekonstanan suhu dan mencegah terjadinya penguapan metanol selama proses.

Selama proses estrans berlangsung minyak jarak dicampur dengan metanol menggunakan magnetic stirrer. Proses pengadukan ini akan meningkatkan kontak antara minyak, metanol, dan katalis sehingga meningkatkan kecepatan reaksi pembentukan metil ester. Selain itu, adanya pemanasan menyebabkan molekul-molekul minyak terdispersi dan terdistribusi ke dalam molekul-molekul metanol dan bereaksi sehingga memutuskan ikatan gliserida membentuk metil ester (Noureddini dan Zhu, 1997). Gunadi (1999) menambahkan bahwa pemanasan akan meningkatkan pergerakan molekul-molekul yang terdapat dalam campuran minyak dan metanol sehingga menyebabkan terjadinya tumbukan antarmolekul dan memberikan energi yang cukup untuk mencapai kompleks aktivasi, akibatnya terjadilah reaksi estrans. Selama proses esterifikasi sebenarnya juga terjadi perubahan trigliserida menjadi metil ester, hanya saja kecepatan konversinya lebih rendah dibandingkan saat transesterifikasi.

Proses selanjutnya setelah esterifikasi selama satu jam adalah transesterifikasi. Transesterifikasi bertujuan untuk memecah dan menghilangkan gliserida, menurunkan viskositas serta meningkatkan angka setana minyak jarak. Proses transesterifikasi menggunakan katalis basa berupa KOH (potasium hidroksida). Pemilihan katalis ini dikarenakan dengan adanya katalis basa, reaksi akan berjalan lebih cepat dan dengan suhu rendah dibandingkan penggunaan katalis asam. Potasium hidroksida bersifat lebih elektropositif dibandingkan sodium hidroksida (NaOH) sehingga lebih mudah mengion. Selain itu, potasium hidroksida merupakan jenis katalis yang mudah didapat dan residu akhirnya dapat diolah kembali menjadi pupuk potasium sehingga tidak terbuang percuma. Katalis yang sebenarnya mempercepat reaksi transesterifikasi adalah potasium metoksida (KOCH3). Katalis ini terbentuk ketika KOH dicampur dengan metanol (CH3OH) sebelum larutan katalis alkali ditambahkan ke dalam minyak jarak.

Stoikiometri reaksi transesterifikasi adalah 3:1 (metanol:minyak), tetapi karena reaksi ini reversibel, digunakan perbandingan 6:1 untuk mendorong reaksi ke arah kanan. Menurut Sonntag (1982), reaksi transesterifikasi harus menggunakan ekses metanol sebanyak 100% atau lebih untuk meningkatkan rendemen metil ester. Transesterifikasi terdiri dari sejumlah reaksi reversibel, dimana trigliserida dikonversi bertahap menjadi digliserida, monogliserida, dan akhirnya gliserol (Gambar 11). Masing-masing tahap menghasilkan metil ester. Reaksi ini berlangsung selama satu jam.

Trigliserida + R’OH Digliserida + R’COOR1 Digliserida + R’OH Monogliserida + R’COOR2 Monogliserida + R’OH Gliserol + R’COOR3

Gambar 11. Reaksi Transesterifikasi Trigliserida dengan Alkohol

Setelah proses transesterifikasi selesai, produk yang diperoleh adalah campuran metil ester, gliserol, metanol yang tidak bereaksi, katalis, sabun serta tri-, di-, dan monogliserida yang tidak bereaksi sempurna menjadi metil ester. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi untuk memisahkan metil ester kasar dengan gliserol dan senyawa-senyawa hidrofilik lainnya yang diperoleh selama proses estrans. Sentrifugasi dilakukan pada suhu 25°C karena umumnya pemisahan metil ester dan gliserol dikondisikan pada suhu ruang. Waktu yang digunakan untuk sentrifugasi adalah satu menit berdasarkan waktu minimum yang dapat dicapai alat centrifuge yang digunakan. Biodiesel yang telah terpisah dengan gliserol selanjutnya dianalisis, baik sifat fisik dan kimianya, di antaranya viskositas kinematik, densitas, dan kadar katalis KOH. Ketiga analisa tersebut akan dibandingkan dengan biodiesel hasil pengenapan (settling) konvensional yang belum mengalami proses pencucian. Selain itu juga perolehan biodiesel setelah sentrifugasi, kadar air, kadar asam lemak bebas, bilangan asam, bilangan iod, bilangan penyabunan, dan angka setana dianalisis sebagai data tambahan untuk mengetahui karakteristik biodiesel yang diperoleh.

33 1. Viskositas Kinematik

Viskositas yang tinggi adalah kelemahan pokok minyak nabati karena nilainya jauh lebih besar (10 kali lipat) dari viskositas solar sehingga akan menyulitkan pemompaan bahan bakar dari tangki ke ruang bakar mesin. Viskositas asam lemak lebih tinggi daripada metil atau etil esternya karena adanya ikatan hidrogen intermolekular dalam asam di luar grup karboksil. Viskositas metil ester tidak jenuh akan menurun dengan adanya ketidakjenuhan, tetapi ikatan rangkap berturut-turut tidak terlalu berpengaruh terhadap fluiditas daripada ikatan rangkap tunggal dalam rantai asam lemak (Formo, 1979).

Knothe dan Steidley (2005) mengatakan bahwa viskositas kinematik akan meningkat seiring dengan panjang rantai asam lemak dan alkohol dalam ester asam atau dalam hidrokarbon alifatik. Percabangan memiliki efek yang tidak signifikan terhadap viskositas kinematik dibandingkan adanya ikatan rangkap, namun posisi ikatan rangkap tidak terlalu mempengaruhi viskositas. Alkohol bercabang tidak mempengaruhi viskositas secara signifikan dibandingkan rantai lurus, sedangkan adanya asam lemak bebas akan meningkatkan viskositas secara nyata. Kisaran viskositas campuran asam lebih besar daripada berbagai macam hidrokarbon yang terdapat dalam petrodiesel.

Biodiesel adalah campuran dari ester-ester asam lemak, dimana masing-masing komponennya berkontribusi terhadap viskositas kinematik biodiesel secara keseluruhan. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa viskositas biodiesel dipengaruhi oleh panjang rantai dan komposisi asam lemak, posisi dan jumlah ikatan rangkap (derajat ketidakjenuhan) dalam biodiesel serta jenis alkohol yang digunakan untuk proses estrans. Hasil uji viskositas kinematik dapat dilihat pada Tabel 9.

Viskositas adalah salah satu faktor yang mempengaruhi kecepatan pemisahan gliserol dari biodiesel selain densitas. Gliserol merupakan salah satu senyawa yang dapat meningkatkan viskositas biodiesel. Dari data yang diperoleh terlihat adanya penurunan viskositas kinematik yang signifikan setelah minyak jarak diolah menjadi biodiesel. Menurut

34 Openshaw (2000), solar adalah hidrokarbon dengan 8-10 atom karbon per molekul, tetapi minyak jarak memiliki 16-18 atom karbon per molekulnya. Oleh karena itu, minyak jarak jauh lebih viskous daripada diesel dan memiliki kualitas pembakaran yang rendah.

Tabel 9. Hasil Uji Viskositas Kinematik Biodiesel (40°C)

Kecepatan Sentrifugasi Viskositas Kinematik (cSt)

500 rpm (30 g) 4,61

1000 rpm (120 g) 4,71

1500 rpm (270 g) 4,65

2000 rpm (480 g) 4,65

Viskositas biodiesel juga dipengaruhi oleh kandungan trigliserida yang tidak bereaksi dengan metanol, komposisi asam lemak penyusun metil ester biodiesel serta senyawa intermediet seperti monogliserida dan digliserida yang mempunyai polaritas dan bobot molekul yang cukup tinggi. Digliserida dan monogliserida merupakan senyawa yang mempunyai sifat aktif permukaan atau menurunkan tegangan permukaan lebih baik daripada trigliserida. Hasil ANOVA (α=0,05) pada Lampiran 5(1) menunjukkan tidak adanya perbedaan yang nyata dari perlakuan kecepatan sentrifugasi terhadap viskositas kinematik biodiesel. Rata-rata viskositas kinematik biodiesel yang diperoleh sudah memenuhi standar mutu biodiesel Indonesia dan ASTM D 6751. Dibandingkan biodiesel hasil pengenapan (settling) selama 12 jam (5,09 cSt), sesuai hasil uji t-student (Lampiran 6(1)), maka viskositas kinematik biodiesel hasil sentrifugasi ini lebih baik. Dengan metode sentrifugasi zat-zat pengotor yang dapat meningkatkan viskositas kinematik metil ester hasil transesterifikasi, mengenap lebih sempurna daripada pengenapan biasa. Zat-zat pengotor ini dapat berupa gliserol serta katalis basa dan monogliserida yang bersifat lebih polar (larut dalam gliserol) dibandingkan biodiesel.

35 2. Densitas

Parameter seperti densitas atau berat jenis minyak dan metil ester (biodiesel) dipengaruhi oleh panjang rantai asam lemak, ketidakjenuhan, dan temperatur lingkungan (Formo, 1979). Seperti halnya viskositas, semakin panjang rantai asam lemak, maka densitas akan semakin meningkat. Ketidakjenuhan juga mempengaruhi densitas, dimana semakin banyak jumlah ikatan rangkap yang terdapat dalam produk akan terjadi penurunan densitas. Biodiesel harus stabil pada suhu rendah, semakin rendah suhu, maka berat jenis biodiesel akan semakin tinggi dan begitu juga sebaliknya. Keberadaan gliserol dalam biodiesel mempengaruhi densitas biodiesel karena gliserol memiliki densitas yang cukup tinggi (1,26 g/cm3) sehingga jika gliserol tidak terpisah dengan baik dari biodiesel, maka densitas biodiesel pun akan meningkat. Hasil uji densitas biodiesel hasil sentrifugasi pada suhu 15°C dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Uji Densitas Biodiesel (15°C)

Kecepatan Sentrifugasi Densitas (g/cm3)

500 rpm (30 g) 0,8848

1000 rpm (120 g) 0,8832

1500 rpm (270 g) 0,8823

2000 rpm (480 g) 0,8831

Proses estrans dapat menurunkan densitas minyak jarak (0,92 g/cm3) karena sebagian besar trigliserida telah terkonversi menjadi metil ester yang memiliki densitas lebih kecil daripada minyak. Selama proses estrans rantai-rantai asam lemak dalam minyak jarak akan terpecah menjadi rantai metil ester yang lebih pendek sehingga densitas pun akan menurun seiring dengan penurunan bobot molekul.

Hasil uji ANOVA (α=0,05) pada Lampiran 5(2) menunjukkan tidak ada pengaruh kecepatan sentrifugasi terhadap densitas biodiesel yang diperoleh, dimana rata-rata densitas biodiesel hasil sentrifugasi adalah sebesar 0,88 g/cm3. Namun, dari hasil uji t-student (Lampiran 6(2)) terlihat

36 adanya perbedaan nyata antara densitas biodiesel hasil sentrifugasi dan biodiesel hasil settling selama 12 jam (0,89 g/cm3). Hal ini dapat disebabkan karena senyawa-senyawa seperti sabun, katalis basa, dan metanol yang mengenap bersama gliserol lebih maksimal hasilnya melalui proses sentrifugasi. Kondisi tersebut menyebabkan berat jenis biodiesel hasil sentrifugasi lebih rendah dibandingkan settling.

Dengan demikian, jika dipertimbangkan keuntungan waktu dan kecepatan pemisahan campuran heterogen biodiesel-gliserol kasar hasil transesterifikasi, maka proses sentrifugasi lebih baik dibandingkan settling

selama 12 jam. Standar biodiesel yang juga menggunakan suhu 15°C adalah standar negara Eropa (EN 14214), dimana angka rata-rata densitas biodiesel kasar yang diperoleh dari perlakuan sentrifugasi memenuhi standar ini.

3. Kadar Katalis KOH

Parameter kandungan alkali bertujuan untuk mengukur sisa katalis basa yang masih terkandung dalam produk. Schindlbauer (1998) mengatakan bahwa pengotor dari sisa katalis KOH lebih banyak pengaruhnya pada nilai karbon residu Conradson biodiesel daripada asam lemak bebas atau gliserida. Standar yang telah ada umumnya menetapkan angka kandungan alkali dalam biodiesel berkisar pada 5-10 ppm. Adanya katalis yang tidak bereaksi dalam proses transesterifikasi dapat menyebabkan korosi pada mesin diesel. Katalis yang tersisa setelah proses transesterifikasi dapat menghasilkan reaksi ulang antara residu metanol dan molekul-molekul gliserida sehingga perlu dilakukan penetralan dan pencucian metil ester yang sebaik-baiknya. Hasil uji kadar KOH biodiesel hasil sentrifugasi dapat dilihat pada Tabel 11.

37 Tabel 11. Hasil Uji Kadar Katalis KOH dalam Biodiesel

Kecepatan Sentrifugasi Kadar Katalis KOH (ppm)

500 rpm (30 g) 714

1000 rpm (120 g) 982

1500 rpm (270 g) 749

2000 rpm (480 g) 719

Berdasarkan uji ANOVA (α=0,05) pada Lampiran 5(3), tidak terdapat perbedaan yang nyata dari perlakuan kecepatan sentrifugasi terhadap hasil uji kadar katalis biodiesel. Namun, uji t-student (Lampiran 6(3)) menunjukkan adanya perbedaan yang nyata antara nilai kadar katalis KOH pada biodiesel hasil sentrifugasi dan hasil settling selama 12 jam (1.714 ppm). Sebagian besar sisa katalis KOH hasil transesterifikasi terdapat dalam gliserol yang mengenap selama proses separasi karena sifat kepolarannya. Perbedaan proses pemisahan gliserol dari metil ester kasar dapat mempengaruhi kadar alkali dalam biodiesel hasil separasi, dimana proses sentrifugasi menghasilkan karakteristik biodiesel yang lebih baik dibandingkan proses settling dalam hal parameter kadar katalis basanya.

Parameter-parameter pasca transesterifikasi, seperti proses separasi dan pencucian biodiesel setelah separasi adalah beberapa faktor yang mempengaruhi kandungan logam alkali dalam biodiesel. Proses pencucian biodiesel kasar, yang bertujuan untuk menghilangkan sisa katalis basa pada biodiesel, biasanya diawali dengan penambahan larutan asam lemah seperti asam asetat atau asam fosfat, kemudian disusul dengan penambahan air hangat secara berulang-ulang hingga pH-nya netral. Jika dari hasil sentrifugasi selama satu menit dengan kecepatan 500 rpm (30 g) dapat memaksimalkan jumlah katalis basa yang mengenap dibandingkan dengan cara settling, maka metode sentrifugasi ini dapat mengefisiensikan proses pencucian biodiesel kasar hasil estrans. Dalam hal ini efisien dapat berarti mereduksi jumlah penggunaan air untuk proses pencucian biodiesel dan juga mempercepat proses pemisahan biodiesel dari gliserol.

38 Untuk mengetahui seberapa efisien proses sentrifugasi dalam meminimalisasi penggunaan air pada tahap pencucian biodiesel, dilakukan pencucian pada biodiesel hasil settling dan biodiesel hasil sentrifugasi. Sampel biodiesel yang digunakan masing-masing sebanyak 10 ml, kemudian ke dalam sampel ditambahkan larutan asam asetat 0,1 N sebanyak 10 ml untuk menetralkan KOH pada biodiesel. Setelah larutan asam asetat dicampur dengan biodiesel, dilakukan pemisahan secara

settling hingga larutan asam asetat mengenap dan dipisahkan dari biodiesel. Tahap selanjutnya ialah penambahan air hangat bersuhu sekitar 50°C sebanyak 50 ml pada biodiesel. Air hangat dicampur dengan biodiesel dan dibiarkan mengenap, kemudian dipisahkan dari biodiesel dan pH-nya diukur. Jika pH air yang diperoleh belum netral, maka biodiesel ditambahkan air hangat lagi secara berulang-ulang hingga diperoleh pH air netral. Biodiesel yang diperoleh dari hasil separasi secara settling selama 12 jam membutuhkan tiga kali penambahan air hangat (3x50 ml) hingga diperoleh pH netral, sedangkan biodiesel hasil sentrifugasi hanya membutuhkan satu kali penambahan air hangat (50 ml) agar pH-nya netral.

4. Perolehan Biodiesel Setelah Sentrifugasi

Perolehan biodiesel dihitung untuk mengetahui jumlah biodiesel kasar yang diperoleh setelah sentrifugasi dibandingkan terhadap total seluruh campuran sebelum sentrifugasi (%v/v). Sentrifugasi dapat mempercepat pemisahan produk gliserol dari biodiesel kasar. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pemisahan tersebut adalah viskositas, perbedaan densitas antara gliserol serta senyawa-senyawa hidrofilik lainnya dan biodiesel. Laju pemisahan akan meningkat jika viskositas biodiesel rendah, sementara viskositas bergantung pada temperatur. Hasil sentrifugasi yang dilakukan menunjukkan bahwa suhu pada ruang sentrifugasi 25°C menyebabkan gliserol mengental atau dengan kata lain partikel-partikelnya membentuk suatu agregat yang kompak dan padat. Akibatnya, gliserol serta partikel-partikel senyawa lain yang larut di dalamnya lebih mudah terpisah dari biodiesel. Hal ini juga dipengaruhi

39 oleh densitas gliserol (1,26 g/cm3) yang memang lebih besar daripada biodiesel serta sifatnya yang tidak larut dalam biodiesel. Pengaruh dari kecepatan sentrifugasi diharapkan dapat memperbesar perolehan metil ester atau memaksimalkan jumlah gliserol serta senyawa lain yang mengendap. Hasil penghitungan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Uji Perolehan Biodiesel Setelah Sentrifugasi Kecepatan

Sentrifugasi

Perolehan Biodiesel Setelah Sentrifugasi (%v/v)

500 rpm (30 g) 77,37

1000 rpm (120 g) 78,82

1500 rpm (270 g) 80,20

2000 rpm (480 g) 81,49

Dokumen terkait