• Tidak ada hasil yang ditemukan

Menurut Chou dan Cheng (1997), biofilter adalah reaktor dengan material padat sebagai bahan pengisi dimana mikroba terjerat secara alami di

dalamnya dengan membentuk biolayer (lapisan tipis). Gas-gas yang melalui biofilter akan larut atau terserap kedalam lapisan biolayer dan akan diuraikan oleh mikroba yang ada (Ottenggraf, 1986).

Metode biofilter baik untuk dikembangkan karena biaya investasi dan operasional rendah, stabil dalam waktu yang relatif lama dan memiliki daya penguraian/pengolahan yang tinggi jika dibandingkan dengan metode pengolahan yang dipakai saat ini (Adrew dan Noah, 1995). Bahan pengisi alami yang biasa digunakan adalah gambut, kompos, arang aktif, sabut kelapa, humus, dan tanah. Bahan-bahan ini mengandung sejumlah nutrisi yang mencukupi untuk pertumbuhan mikroba sehingga penambahan nutrisi tidak diperlukan untuk pemakaian yang tidak terlalu lama (kurang dari 3 bulan) (Shoda, 1991).

Menurut Ottenggraf (1986), kinerja biofilter dapat dinilai berdasarkan beberapa hal berikut :

1. laju atau kapasitas penghilangan maksimum (g-senyawa polutan/kg-media kering)

2. kecepatan tercapainya kondisi aklimatisasi mikroba. Parameter ini akan menunjukkan kinerja dari bioavailabilitas konsorsium mikroba yang dikembangkan untuk pendegradasian polutan target. Semakin cepat masa adaptasi (lag phase), maka kinerja biofilter akan semakin baik.

3. kemampuan mempertahankan rasio penghilangan gas (efisiensi) dalam waktu yang relatif lama. Rasio penghilangan polutan gas dari biofilter umumnya diatas 95 % dalam waktu yang relatif lama.

4. kemampuan bahan pengisi dalam mempertahankan kondisi pH, suhu, dan kadar air. Kemampuan ini menggambarkan kinerja biofilter terhadap fluktuasi beban polutan gas yang tinggi, kurangnya humidifikasi dan masa tidak terpakainya biofilter akibat fluktuasi proses produksi pada industri.

D. BAHAN PENGISI BIOFILTER

Penentuan bahan pengisi biofilter mutlak dilakukan. Karena bahan yang dipilih akan menjadi media tempat tumbuh bakteri, sehingga bahan pengisi dipilih yang bisa mendukung kehidupan bakteri (Hirai et al., 2001).

Persyaratan untuk bahan pengisi/penyangga antara lain : 1. Kapasitas menahan air yang tinggi (Water Holding Capacity). 2. Porositas yang tinggi dan area permukaan spesifik yang luas. 3. Sifat kepadatan yang rendah.

4. Penurunan tekanan yang rendah pada berbagai kandungan air. 5. Perubahan bentuk yang sedikit pada waktu penggunaan yang lama. 6. Tingkat keringanan (lightness).

7. Murah.

8. Kemampuan menyerap bau yang sesuai.

Tabel 3 menunjukkan beberapa jenis bahan pengisi baik organik maupun anorganik yang pernah diaplikasikan pada biofilter dengan jenis polutan yang berbeda-beda. Tabel 4 menunjukkan ringkasan ciri-ciri bahan pengisi menurut Devinny et al. (1999)

Tabel 3 . Beberapa bahan pengisi biofilter yang pernah diaplikasikan

Bahan pengisi Jenis polutan Sumber

Bahan Organik : Kompos Kompos Serbuk gergaji Tanah Tanah landfill Tanah hutan Serasah daun Gambut Campuran tanah, kompos, sekam kulit padi

Campuran tanah, kompos, serasah daun karet

Campuan tanah, kompos, kulit kayu karet Hidrogen sulfida Sulfur dioksida Sulfur dioksida Sulfur dioksida Hidrogen sulfida Hidrogen sulfida Hidrogen sulfida Hidrogen sulfida Emisi gudang penyimpanan leum Emisi gudang penyimpanan leum Emisi gudang penyimpanan leum Wahyuni, 2004 Prayoga, 2005 Manik, 2004 Manik, 2004 Kurniawan, 2005 Kurniawan, 2005 Kurniawan, 2005 Kurniawan, 2005 Indriasari, 2005 Indriasari, 2005 Indriasari, 2005 Bahan anorganik : Arang aktif Arang aktif Koral Koral Batu apung Batu apung Hidrogen sulfida Sulfur dioksida Hidrogen sulfida Sulfur dioksida Hidrogen sulfida Sulfur dioksida Marseno, 2005 Prayoga, 2005 Simangunsong, 2004 Prasetiati, 2004 Simangunsong, 2004 Prasetiati, 2004

Tabel 4. Ringkasan ciri-ciri penting bahan pengisi biofilter yang biasa digunakan

Ciri-ciri Kompos Gambut Tanah Karbon

aktif, perlit dan bahan lembam lain Bahan sintetis densitas populasi mikroorganisme endogenous tinggi Sedang- rendah

tinggi Tidak ada Tidak ada

area permukaan

sedang tinggi Rendah- sedang

tinggi tinggi

permeabilitas udara

sedang tinggi rendah Sedang- tinggi

Sangat tinggi

konsentrasi nutrien

tinggi Sedang-tinggi tinggi Tidak ada Tidak ada

Kapasitas penyerapan polutan

sedang sedang sedang Rendah- tinggi Tidak ada- tinggi, sangat tinggi waktu pemakaian

2-4 tahun 2-4 tahun >30 tahun >5 tahun >15 tahun

biaya rendah rendah Sangat

rendah Sedang- tinggi Sangat tinggi pemakaian umum Mudah, efektifitas biaya Sedang, masalah pengendalian air Mudah, aktifitas biofilter rendah Butuh nutrien, mungkin mahal Hanya prototype atau biotrickling filter Sumber : Devinny et al. (1999)

E. KORAL

Terumbu karang dapat berkembang baik di daerah tropis dan mampu menahan nutrien dalam sistemnya sehingga berfungsi sebagai kolam untuk menampung segala masukkan dari luar. Tiap nutrien yang dihasilkan dapat digunakan langsung oleh tumbuhan tanpa mengedarkannya terlebih dahulu ke perairan (Nybakken, 1992). Terumbu karang adalah endapan masif yang

merupakan hasil akhir dari kombinasi dinamika produksi kalsium karbonat oleh alga berkapur, organisme-organisme lain penghasil kalsium karbonat dan hewan karang dengan erosi terumbu akibat faktor biologis dan fisik (Webber dan Thurman, 1991). Keberhasilan terbentuknya karang pembentuk terumbu dengan alga mikroskopik uniseluler dinoflagellata (Symbiodinium microadriaticum), yang umum disebut zooxanthellae.

Koral merupakan penyusun utama dari terumbu karang. Koral termasuk anggota filum Cnidaria, klas Anthozoa, dan ordo Madreporaria atau Scleractinia. Koral memiliki kerangka luar dari kalsium karbonat (CaCO3). Pada umumnya karang hidup secara koloni. Koloni karang dengan kerangka- kerangka yang padat dan keras dari CaCO3 tidak akan rusak oleh gelombang yang kuat. Karang akan mati karena terlalu lama di udara terbuka (Nybakken, 1992).

Proses kalsifikasi adalah proses mineralisasi karikoblast epidermis. Bahan utama yang digunakan dalam proses kalsifikasi sebenarnya merupakan hasil sekresi metabolisme. Pembentukkan CaCO3 tergantung kepada kecepatan pemindahan asam karbonat pada proses kalsifikasi (Suharsono, 1984). Menurut pengamatan laboratoris terbentuknya endapan (kalsium karbonat) adalah sebagai berikut :

Ca2+ + 2HCO3-Q Ca(HCO3)2Q CaCO3 + H2CO3

CaCO3 (aroganit kristal) inilah yang mengendap dan membentuk karang (Sya`rani, 1982). Asam karbonat (H2CO3) berubah menjadi ion hidrogen (H+) dan karbonat (HCO3-) yang cenderung berubah menjadi H2O dan CO2. semua reaksi ini terjadi di dalam tubuh karang, dimana pembentukkan air dan karbondioksida dipercepat oleh adanya enzim anhydrase (Mapstone, 1990). Zooxanthellae memanfaatkan hasil-hasil metabolisme dari terumbu karang yang berupa bahan-bahan organik dan respirasi (CO2) dari terumbu karang, yang digunakan untuk proses fotosintesa. Di dalam air CHO tidak stabil dalam bentuk 2 HCO3-, yang kemudian mengikat kalsium (Ca2+) dari perairan yang akan membentuk Ca(HCO3)2 yang berada dalam keadaan stabil (Suharsono, 1984). Apabila proses ini berjalan cepat, maka keseimbangan akan bergeser ke arah kanan, dan terurai menjadi

CaCO3 + H2CO3. Hal ini terjadi setiap hari dan pusat pendepositan CaCO3 adalah pada siang hari dimana proses asimilasi mencapai level tertinggi (Mapstone, 1990).

Hewan karang atau polip memperoleh energi dalam bentuk makanan dan oksigen langsung dari zooxanthellae dimana hal ini sangat membantu pertumbuhan dari polip karang itu sendiri. Sebaliknya, zooxanthellae yang hidup pada jaringan karang, selain memperoleh tempat berlindung dari pemangsa, dapat juga memakai karbondioksida yang dihasilkan polip karang dari proses respirasi, nutrien-nutrien (PO43-, NH3-) dan produk-produk metabolisme lainnya (urea, asam amino) yang berasal dari ekskresi karang untuk proses fotosintesis (Burke et al., 2002).

Zooxanthellae adalah algae bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis berwarna coklat dan memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesa. Warna coklat dari algae ini mempengaruhi sebagian besar warna karang, sehingga hampir semua karang berwarna coklat walaupun sebenarnya karang juga mempunyai pigmen sendiri (Suharsono, 1996). Dalam kondisi perairan tertentu zooxanthellae dapat keluar dari karang misalnya sebagai akibat dari stress lingkungan (kecerahan yang kurang atau berlebihan, salinitas rendah, suhu terlalu tinggi) atau adanya penyakit yang menimpa karang tersebut dan menyebabkan karang menjadi putih (Veron, 1993).

F. ARANG AKTIF

Arang dapat diaktifkan dengan menggunakan gas CO2, uap air, dan bahan kimia. Bahan-bahan yang menutup pori-pori arang dihilangkan sehingga arang tersebut akan menjadi arang aktif dengan daya adsorbsi yang lebih tinggi. Proses pengaktifan arang bertujuan agar arang lebih mampu menyerap zat warna dan gas secara efektif walaupun dalam jumlah yang kecil (Ketaren dan Djatmiko, 1978).

Sifat fisik dan kimia arang aktif tergantung dari cara pengaktifannya. Arang yang diaktifkan dengan menggunakan gas, masih menunjukkan struktur bahan mentahnya dan mempunyai reaksi basa, sedangkan arang yang

diaktifkan dengan menggunakan bahan kimia, menunjukan struktur yang berlainan dengan bahan mentah dan bereaksi asam (Djatmiko et al., 1985).

Dibandingkan dengan adsorben komersial lainnya, arang aktif mudah dibuat dari bahan-bahan yang mengandung karbon seperti bahan-bahan buangan. Kelebihan lainnya yaitu memiliki aktivitas dengan spektrum penyerapan yang luas dan stabilitas fisik dan kimia yang sangat baik. Arang aktif mempunyai sifat penyerapan yang selektif, lebih menyukai bahan-bahan non polar daripada bahan polar. Pada bahan-bahan dalam satu deret homolog, biasanya daya serap arang aktif meningkat dengan meningkatnya titik didih. Kemampuan daya serap bertambah dengan meningkatnya tekanan dan menurunnya temperatur (Djatmiko et al., 1985).

Mutu arang aktif tergantung dari luas permukaan, luas melintang dan isi kapiler untuk setiap unit bobot, ukuran partikel, sifat kimia permukaan, dan bahan baku serta cara pengaktifan yang dilakukan. Arang yang baik mutunya adalah arang dengan kadar karbon tinggi dan kadar abu serta hidrogen rendah (Djatmiko et al., 1985).

G. KOMPOS

Kompos merupakan bahan organik yang berfungsi sebagai pupuk. Selain itu dapat memperbaiki sifat fisik tanah karena tanah menjadi remah dan mikroba-mikroba tanah yang bermanfaat dapat hidup dengan subur (Wudianto, 1996).

Menurut Cosico (1985) pengomposan berarti suatu proses yang dapat mengakibatkan suatu campuran bahan-bahan organik akan terurai menjadi produk akhir (kompos) yang stabil di bawah kondisi yang optimum ataupun buruk yang kemudian kompos tersebut dapat dipergunakan ataupun buruk yang kemudian kompos tersebut dapat dipergunakan sebagai pupuk dan penyubur tanah.

Harada et al. (1993), menyatakan bahwa bahan organik yang dikomposkan dan akan digunakan untuk tanah pertanian sebaiknya terdekomposisi dengan baik dan tidak menimbulkan berbagai efek yang

merugikan terhadap pertumbuhan tanaman. Kompos dicirikan oleh sifat-sifat berikut :

1. berwarna coklat tua sampai hitam

2. tidak larut dalam air meskipin sebagian dari kompos dapat membentuk suspensi

3. sangat larut dalam pelarut alkali, natrium pirifosfat, atau larutan amoniak oksalat menghasilkan ekstrak berwarna gelap dan dapat difraksinasi lebih lanjut menjadi humic, fulfic, dan humin

4. nisbah C/N berkisar antara 10 – 20 (tergantung bahan baku dan derajat humidifikasi)

5. memiliki kapasitas pemindahan kation dan absorbsi air yang tinggi

6. jika digunakan pada tanah, kompos menberikan efek-efek menguntungkan bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Nilai pupuknya ditentukan oleh N, P, K, Ca, dan Mg.

7. tidak berbau

8. secara biokimiawi tidak stabil tetapi komposisinya berubah karena aktifitas mikroba, sepanjang kondisi lingkungannya sesuai (seperti suhu dan kelembaban), yang akan dioksidasi menjadi garam-garam anorganik, karbondioksida, dan air.

Mutu kompos dipengaruhi oleh tingkat kematangannya. Kompos yang telah matang akan memiliki kandungan bahan organik yang dapat didekomposisi dengan mudah dan nisbah C/N yang rendah. Kompos yang baik tidak mengandung bahan-bahan yang dapat merugikan pertumbuhan tanaman dan tidak menebarkan bau yang ofensif serta kandungan airnya mencukupi.

Kompos juga bisa digunakan sebagai bahan pengisi organik, karena memiliki keragaman dan jumlah mikroorganisme yang tinggi, mempunyai kapasitas penyangga air yang tinggi serta pH yang netral. Bahan kompos mempunyai tahanan penurunan permukaan lebih tinggi dibanding gambut (Devinny et al., 1999).

H. TANAH

Menurut Devinny et al., (1999) tanah dapat digunakan sebagai bahan pengisi biofilter sebab tanah sangat murah, mudah didapat, tersedia dalam jumlah melimpah, serta mengandung populasi mikroba yang tinggi. Tanah secara alami bersifat hidrofilik dan kemampuan untuk menahan kehilangan air lebih tinggi bila dibandingkan dengan kompos dan gambut walaupun dalam kondisi yang kering. Namun kekurangan tanah sebagai bahan pengisi adalah mempunyai daya penurunan tekanan yang besar dan mudah terbentuk celah untuk aliran udara. Tanah mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap gas. Tanah adalah faktor lingkungan yang mengandung komponen- komponen biotik maupun abiotik yang diperlukan oleh organisme termasuk aktifitas organik. Bahan organik pada tanah harus cukup tinggi karena untuk mempertahankan tanah berstruktur remah, sebab tanaman pada tanah tersebut memerlukan struktur remah agar sirkulasi udara dan air berjalan dengan baik. Tanah yang cukup mengandung bahan organik, maka tanah tidak terlalu cepat kering karena adanya bahan organik kemampuan tanah tersebut menahan air diperbesar, air tidak lepas tetapi diikat, disamping itu juga akan menjelmakan tanah dari struktur ringan menjadi lebih baik dan daya mengikat air tinggi, sedangkan pada tanah berat akan menjadi ringan (Soesrosudirdjo et al., 1977). Pengaruh fisik yang lain bahwa bahan organik bersama tanah membentuk koloid yang dapat mengikat ion-ion hara tanaman sehingga tidak mudah tercuci oleh air hujan meupun air pengairan. Keadaan adalah sebaliknya apabila tanah hanya mengandung sedikit bahan organik, maka tanah akan cepat mengeras dan mengering, dimana keadaan tersebut sudah barang tentu tidak dikehendaki oleh tanaman (Hadmadi, 1977).

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah: NH4OH, pereaksi Nessler, larutan penyerap asam borat 0.01 %, larutan induk standar NH4Cl 10 ppm, Nutrient Agar, Bacto Agar dan aquabidest.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain aerator, selang plastik, flowmeter, kolom dari pipa peralon PVC, bahan pengisi (koral, arang aktif, kompos, tanah landfill TPA Galuga), inkubator, peralatan gelas, spektrofotometer.

B. METODE PENELITIAN

1. Pembuatan Reaktor Biofilter

Kolom biofilter yang digunakan terbuat dari pipa PVC dengan ketinggian tabung 60 cm dan diameter dalam 15.24 cm. Masing-masing kolom biofilter diberi 5 lubang yaitu 2 lubang untuk lubang pemasukan dan pengeluaran gas, 3 lubang untuk pengambilan sampel bahan pengisi. Rancangan biofilter dapat dilihat pada Gambar 5.

Masing-masing kolom diberi ukuran untuk pengisian bahan pengisi. Setiap kolom diberikan jarak untuk udara sebesar 5 cm pada bagian atas dan 10 cm pada bagian bawah. Ketinggian bahan pengisi dalam kolom dibagi menjadi 3, masing-masing 15 cm. Lubang pengambilan contoh bahan pengisi berada di tengah bahan pengisi itu. Masing-masing bahan pengisi memiliki berat densitas yang berbeda, sehingga berat bahan pengisi yang diisikan pada masing-masing kolom juga berbeda. Biofilter yang dioperasikan dapat dilihat pada Lampiran 4.

2. Penyiapan inokulum bakteri Nitrosomonas sp. dan penghitungan bakteri heterotrof pada bahan pengisi

Bakteri yang digunakan adalah bakteri Nitrosomonas sp. Pengkondisian bakteri seperti pada Gambar 3 dilakukan sebelum

diaplikasikan dalam biofilter, yaitu memberikan asupan nutrien dengan pengamatan perubahan warna sebagai indikator. Menurut Yani (1999), bakteri pengoksidasi amoniak dapat tumbuh pada kondisi pH 5.8 - 8.5 dan suhu 5 - 30 oC. Sedangkan bakteri pengoksidasi nitrit dapat tumbuh pada suhu 5 - 40 oC dan pH 6.5 – 8.5.

Media yang digunakan untuk memperbanyak Nitrosomonas sp. adalah media Alexander (AL). Indikator warna menggunakan fenol red. Adapun komposisi media AL dapat dilihat pada Tabel 5. Nilai pH media diatur sampai 8 dengan menggunakan NaOH 0.1 N sehingga media berwarna merah. Jika pH turun, warna akan berubah menjadi kuning, nilai pH mencapai 6. Bakteri diinkubasi selama empat minggu, kemudian dilakukan penambahan media untuk perbanyakan. Hal ini dilakukan sampai perubahan pH media relatif cepat dari 8 ke 6. Perubahan nilai pH yang relatif cepat, yaitu sekitar 3-4 hari sudah berubah dari nilai pH 8 menjadi 6, mengindikasikan pertumbuhan bakteri Nitrosomonas sp.

Gambar 3. Tahapan propagasi Nitrosomonas sp.. (a) Media pertumbuhan Nitrosomonas sp., (b) Nitrosomonas sp. diinkubasi selama 1 minggu, (c) Nitrosomonas sp. diinkubasi selama 4 minggu.

Tabel 5. Komposisi media pertumbuhan Nitrosomonas sp.

Bahan Jumlah (per liter)

(NH4)2SO4 K2HPO4 Fe-sitrat CaCl2.2H2O MgSO4.7H2O Fenol-red (pH 6.2 – 8.4) Aquades 0.59 g 0.2 g 0.5 mg 0.04 g 0.04 g 0.5 mg 900 ml Sumber : Verstraete (1981) di dalam Anas (1989).

Pengujian TPC terhadap bakteri heterotrof dan MPN terhadap bakteri Nitrosomonas sp. Hal ini dilakukan untuk mengetahui jumlah sel mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pengisi sebelum aplikasi biofilter.

3. Karakterisasi bahan pengisi

Tahap ini merupakan tahap persiapan bahan pengisi biofilter. Bahan pengisi terdiri dari :

1. Koral 2. Arang aktif

3. Kompos dari tempat pengomposan Tumaritis, TPA Galuga, Bogor. 4. Tanah landfill dari TPA Galuga, Bogor.

Bahan pengisi yang akan digunakan dilakukan pengujian awal bahan antara lain kadar air, pH, kadar nitrogen organik dan karbon organik.

3. Penelitian Utama

Biofilter yang digunakan sebanyak 4 buah kolom yang diisi dengan bahan pengisi yang berbeda setinggi ± 45 cm. Gas NH3 diperoleh dari larutan NH4OH teknis yang diaerasi dengan flow 1-1.3 liter/menit dengan rentang konsentrasi amoniak rata-rata antara 0.1 – 70 ppm.

Gas NH3 yang digunakan dinaikkan secara bertahap. Hal ini dilakukan untuk menambah beban pada biofilter, tetapi disesuaikan dengan kapasitas penyerapannya. Secara teknis, konsentrasi dinaikkan jika efisiensi lebih dari 90%).

4. Analisis data

Analisis data dilakukan dengan analisis deskriptif untuk parameter laju penghilangan gas, laju pertumbuhan mikroorganisme dan laju pembentukan nitrat. Data yang diperoleh digunakan untuk menentukan kondisi terbaik penghilangan gas.

Contoh perhitungan pengolahan data adalah sebagai berikut :

a). Perhitungan g-N dalam kurva standar :

b). Perhitungan g-N dalam contoh :

Contoh : Y = a X + b = 11.314 X + 0.0746 Y = Nilai absorbansi X = Konsentrasi (g-N)

c). Perhitungan g-N per udara yang masuk :

g-N = ml standar x 53.5 14 x 10 ppm x 1 gram 1000 mg x 1 liter 1000 ml

g-N = ((nilai absorbansi x pengenceran) - b) a x 5 ((0.450 x 1) – 0.0746) = g-N x 5 11.341 = 0.00017 g-N/l = g-N yang terserap

Volume (m3) = (waktu sampling (menit) x Flow (liter/menit) x (273+25 0C))

Contoh :

d). Perhitungan konsentrasi NH3 dalam ppm :

e). Perhitungan beban yang ditambahkan dan penyerapan NH3 dalam

bahan pengisi :

Berat kering bahan = (100 % - % kadar air) x berat bahan pengisi = (100 % - 22.16 %) x 3.477 kg = 2.71 kg berat kering Contoh : = 0.00017 0.0010 g-N/l = 0.00017 µg/m3 = (g-N/l x (17/14) x 109) 1000 (0.00017 x (17/14) x 109) 1000 = = 202.994 ppm = (8.314 x (273 + t 0C) x µg NH3/m3) 103205 x BM NH3 (8.314 x (273+28) x 202.994)) 103250 x 17 = = 0.29 ppm

g-N total/hari = g-N/l udara x flow (l/menit) x 24 jam x 60 menit x ((H+1) – H)

0.00017 x 1 x 24 x 60 (2-1) =

= 202.994 g-N total/hari

Penyerapan = Beban inlet – Beban outlet = 0.09 – 0.03

= 0.06 g-N/kg berat bahan kering

Penentuan kapasitas penyerapan optimal bahan pengisi dapat dilihat pada Gambar 4, yaitu dilakukan dengan plot data beban (sumbu x) dan kapasitas penyerapan (sumbu y). Kapasitas penyerapan optimum ditentukan sebagai titik dimana kurva penyerapan menyimpang dari kurva penyerapan ideal (Hirai et al.).

Gambar 4. Grafik hubungan beban (x) dan kapasitas penyerapan (y) untuk menentukan kapasitas penyerapan bahan.

f). Perhitungan persen penghilangan polutan (efisiensi) biofilter :

Contoh :

g-N/ kg berat kering bahan = 0.241 g-N total/hari 2.71 kg berat kering = 0.09 g-N/kg berat kering/hari

Efisiensi = (Konsentrasi inlet – Konsentrasi oulet) Konsentrasi inlet

x 100 %

Efisiensi = (0.29 ppm – 0.097 ppm) 0.29 ppm

x 100 % Beban pada sum bu x

P e n y e ra p a n pa da s u m bu Y

g). Perhitungan kinetika biofilter :

Rumus umum kinetika menurut persamaan Michaelis-Menten :

Keterangan :

Vm : Laju penghilangan maksimum (g-N/kg-bahan kering/hari) Ks : Konstanta jenuh (ppm)

α : Koefisien konversi (kg-bahan kering/g-N) SV : Space velocity (per hari)

Contoh :

Grafik dibuat dengan C ln pada sumbu X dan C ln/R pada sumbu Y untuk mencari V maksimum (Vm) dan konstanta jenuh (Ks), dengan menggunakan persamaan umum kinetika. Perhitungan dilakukan dengan persamaan garis Y= aX + b, sehingga didapatkan a = 1/Vm dan b = Ks/Vm atau Vm = 1/a dan Ks = Vm x b.

C ln = (konsentrasi inlet – konsentrasi outlet)

konsentrasi outlet x ln konsentrasi inlet C ln = (3.244 ppm – 0.142 ppm) 0.142 ppm x ln 3.244 ppm = 9.71

R = SV x (konsentrasi inlet – konsentrasi outlet)

α R = 1020.13 x (3.244 ppm – 0.142 ppm) 4748392.16 = 0.00067 C ln = R Ks Vm + C ln Vm

Gambar 5. Model kolom biofilter skala laboratorium. (a) Pompa udara, (b) Larutan NH4OH pekat, (c) Flow meter, (d) Larutan NH4OH cair, (e) Lubang inlet, (f) Lubang sampling, (g) Lubang outlet.

a

b

d

c

e

f / L-2

a

g

5 cm ruang kosong 15 cm bahan pengisi 15 cm bahan pengisi 15 cm bahan pengisi 10 cm ruang kosong L-1 L-3

Biofilter yang dioperasikan menggunakan larutan NH4OH teknis yang diencerkan pada konsentrasi tertentu dan dimasukkan pada wadah b. Dari wadah b diteteskan pada wadah d untuk menghasilkan gas amoniak tambahan yang kemudian gas tersebut diakumulasikan ke dalam wadah b. Pompa udara memompa gas yang terkumpul untuk dialirkan ke dalam kolom biofilter dengan diatur kecepatan alirannya sebesar 1 liter per menit. Gas yang dialirkan dilakukan pengambilan contoh dengan menggunakan tabung sampling yang diisi larutan penyerap asam borat 0.01 % sebanyak 10 ml. Sampling dilakukan selama 1 menit, kemudian diberikan peraksi nessler sebanyak 1 ml, kemudian dilanjutkan dengan pengukuran nilai absorbansi pada panjang gelombang 420 nm dengan blanko. Pengambilan contoh udara dilakukan pada inlet dan outlet.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. KARAKTERISTIK DAN FUNGSI BAHAN PENGISI

Bahan pengisi yang digunakan sangat menentukan kinerja biofilter. Hal ini terkait dengan sifat fisik dan kimia bahan pengisi. Sifat fisik berpengaruh pada penyerapan secara fisik polutan ke bahan pengabsorb. Menurut Devinny et al., (1999) absorbsi menghilangkan polutan dengan mengubahnya dari fasa gas menjadi fasa cair.

Bahan pengisi yang digunakan terdiri dari bahan organik dan anorganik. Bahan ini dipilih karena memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu koral dan arang aktif sebagai media anorganik, kompos dan tanah sebagai media organik. Berikut data analisis bahan pengisi yang akan digunakan dapat dilihat di Tabel 6.

Tabel 6. Karakteristik bahan pengisi yang digunakan

Analisa Koral Arang aktif Kompos Tanah

Berat basah (g) 3 500 2 040 5 000 5 000

Densitas (Kg-bahan kering/m3) 206.10 153.66 373.17 403.66

Kadar air (%) 22.16 38.12 33.77 38.8

Kadar nitrogen organik (%) 0.03 0.05 0.43 0.34

Kadar karbon organik (%) 27.74 33.12 32.35 28.86

pH 7.99 7.28 7.54 7.34

Koral yang digunakan memiliki kadar air yang cukup rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat koral yang memiliki porositas yang tinggi dan tidak mudah menyerap air. Oleh karena itu, pada kolom koral diperlukan penambahan air secara berkala agar kadar air bahan relatif stabil. Kadar karbon total koral relatif lebih rendah dibanding bahan pengisi yang lain, demikian halnya kadar nitrogen relatif lebih rendah dari bahan pengisi lainnya. Nilai pH koral relatif netral. Densitas menentukan tingkat kerapatan

secara fisik yang akan menentukan besarnya penyerapan polutan terhadap bahan.

Arang aktif yang digunakan memiliki kadar air paling tinggi dari bahan pengisi lainnya. Arang aktif dipilih sebagai bahan pengisi biofilter karena memiliki sifat penyerapan yang selektif, terutama terhadap bahan nonpolar. Nilai pH arang aktif cenderung netral, namun untuk mengantisipasi cepat basanya kondisi arang aktif, maka diberikan dolomit 2% dari berat bahan pengisi. Dolomit berfungsi sebagai penstabil nilai pH. Dalam hal ini kadar karbon arang aktif lebih tinggi dibanding bahan pengisi lain. Karena komponen utama arang aktif adalah karbon yang diberikan perlakuan untuk mengaktifkan ion pada arang. Menurut Djatmiko et al., (1985) nilai pH sangat berpengaruh dalam proses adsorbsi secara fisik, karena pH mempengaruhi kelarutan suatu zat. Sifat adsorbsi disebabkan karena adanya perbedaan

Dokumen terkait