BAB III TEKNIK PEMBUATAN GITAR BONA PASOGIT SIPOHOLON
3.2 Asal Mula Pembuatan Gitar Bona Pasogit Sipoholon
3.2.1 Biografi Bapak Albert Hutagalung
Biografi yang akan dibahas disini hanya berupa biografi ringkas, artinya
hanya memuat hal-hal umum mengenai kehidupan bapak Albert Hutagalung
dimulai dari masa kecil hingga masa kehidupannya sekarang ini, termasuk pula
pengalaman beliau sebagai pembuat instrumen gitar tersebut, dan pengalaman
berkesenian lainnya. Biografi yang di bahas di sini sebagian besar adalah hasil
wawancara dengan bapak Albert Hutagalung, dan juga wawancara dengan
saudara-saudara beliau, sahabat-sahabat beliau, keluarga beliau, dan juga
masyarakat setempat yang mengetahui tentang pembuatan gitar yang dilakukan
oleh beliau.
Albert Hutagalung lahir di Kecamatan Sipoholon, Kabupaten Tapanuli
Utara, tepatnya di desa Hutauruk. Ia adalah anak dari Bapak Karal Hutagalung
dan Ibu R. br. Parapat. Karal Hutagalung sendiri adalah orang yang pertama kali
membuat dan merintis usaha pembuatan gitar Bona Pasogit tersebut. Albert
Hutagalung adalah anak pertama dari Alm.Karal Hutagalung dan tentunya
menjadi generasi pertama yang menjadi penerus usaha pembuatan gitar sampai
pada saat sekarang ini. Karal Hutagalung sendiri mempunyai sembilan orang
anak.
Dari kecil sampai beranjak dewasa Bapak Albert Hutagalung sudah terbiasa
melihat bapak nya yaitu Karal Hutagalung membuat gitar dan beberapa instrumen
buatan beliau lainnya diantaranya seperti poti marende, biola, hasapi, ataupun
mandolin. Beliau juga dahulu nya berperan penting di dalam mengajarkan tentang
bagaimana teknik dan proses pembuatan gitar tersebut kepada bapak Albert
diajarkan. Sebelumnya dia dan adiknya hanya bekerja membantu dan tugas
mereka mengerjakan bagian-bagian yang tidak terlalu rumit di dalam proses
pembuatan gitar tersebut. Pada akhirnya Karal Hutagalung memberikan segala
teknik teknik di dalam proses pembuatannya terutama kepada Bapak Albert
Hutagalung. Lama kelamaan karena sudah terbiasa melihat dan juga berkat
didikan sang ayah mereka sudah bisa membuat dan mengerjakan sendiri.
Semula proses pengerjaannya dilakukan di rumah mereka saja. Tetapi pada
tahun 1954 berkat uang yang dikumpul dari usaha pembuatan beberapa instrumen
tersebut akhirnya dapat membeli tanah yang letaknya di pinggir jalan raya Jalan
Balige Lumban Baringin Kecamatan Sipoholon. Semenjak itu mereka mempunyai
lokasi sendiri untuk proses pengerjaannya, dan termasuk tempat yang strategis
karena berada di jalan lintas menuju beberapa kota atau kabupaten yang mudah
dijangkau oleh masyarakat. Bapak Albert Hutagalung beserta adiknya akhirnya
ikut membantu usaha tersebut setelah mereka menamatkan sekolahnya masing-
masing.
Beliau sendiri hanya menamatkan pendidikan sampai jenjang SMA
(Sekolah Menengah Atas) saja. Sebelum ikut bersama ayahnya membantu di
dalam proses pengerjaannya dia sempat bekerja sebagai supir angkutan umum.
Tetapi sekitar tahun 1964 dia berhenti dan ikut ayahnya beralih pekerjaan untuk
membuat gitar tersebut. Banyak hal yang mereka alami di dalam menggeluti
usaha ini. Kurangnya modal dan pendapatan yang menurun karena permintaan
sedikit membuat usaha pembuatan yang mereka tekuni mengalami pasang surut
setiap tahunnya. Terkadang mengalami peningkatan dan kadang mengalami
sempat beberapa kali menjadi masalah lainnya di dalam usaha yang mereka
jalankan ini.
Sekitar tahun 1990-an usaha mereka bisa dibilang mengalami kestabilan dan
semakin berkembang. Itu karena semakin banyaknya permintaan yang datang
untuk membuat gitar tersebut. Gitar tersebut sudah ramai dibicarakan oleh banyak
masyarakat yang tertarik untuk membelinya. Gaung bersambut permintaan pun
semakin banyak. Bukan hanya dari daerah Sipoholon sendiri, tetapi banyak juga
permintaan yang datang dari luar daerah Kecamatan Sipoholon, dari luar provinsi,
bahkan beberapa kali permintaan datang dari mancanegara.
Pada tahun 2005 tepatnya pada usia 82 tahun Karal Hutagalung tidak lagi
aktif dan ikut di dalam mengerjakan proses pembuatan gitar tersebut. Karena
kondisi fisiknya yang menurun mengingat umur beliau yang sudah tua dia
memutuskan untuk pensiun. Bapak Albert Hutagalung akhirnya meneruskan
semenjak itu bersama adiknya tanpa sang ayah dan beberapa orang pekerja yang
masih saudara dekat mereka juga. Bapak Karal Hutagalung sendiri akhirnya
meninggal dunia pada tahun 2009 pada usia 86 tahun.
Bapak Albert Hutagalung menikah dengan R. br. Hutabarat dan dikaruniai 8
orang anak, 6 anak laki-laki dan 2 anak perempuan, dan sudah mempunyai
beberapa cucu dari anak-anaknya tersebut. Dengan profesi yang digelutinya dalam
usaha tersebut beliau dapat menyekolahkan anak-anaknya sampai pada tingkat
perguruan tinggi.
Menariknya meskipun dia mengetahui cara membuat gitar, tetapi beliau
tidak terlalu mahir di dalam memainkannya. Justru dia mahir di dalam memainkan
Dia tertarik memainkannya semenjak remaja karena melihat poti marende yang
dibuat oleh ayahnya sendiri dan semenjak saat itu belajar untuk memainkannya.
Beliau juga sempat menjadi pelayan di gereja nya sendiri dan beberapa kali di
beberapa gereja lainnya untuk mengiringi ibadah setiap minggunya dan beberapa
kegiatan keagamaannya lainnya. Meskipun begitu beliau hanya mengetahui
sebatas lagu-lagu rohani yang dibawakan pada saat ibadah dan tidak terlalu
mengetahui lagu lagu selain dari itu.
Sudah banyak acara-acara yang juga diikuti oleh bapak Albert Hutagalung
karena pekerjaannya di dalam membuat produk gitar handmade dengan nama
Bona Pasogit ini, baik dahulu bersama ayahnya ataupun semenjak dia menjadi
penerus usaha sampai pada saat ini. Itu karena produk gitarnya sudah dikenal
masyarakat luas. Beberapa event yang pernah diikuti antara lain PRSU (Pekan
Raya Sumatera Utara), Lake Toba Ecotourism Summit, pameran di acara Medan
Fair, The Season of Indonesian Cultural Heritage and Craft pada tahun 2007 di
Jakarta, Jakarta Expo Tourism (Jakarta Fair), mengikuti pameran kesenian di
Bandung, mengikuti festival seni di Dusseldoorf, Jerman yang dibawa langsung
oleh pemerintah Kabupaten Tapanuli Utara. Gitar Bona Pasogit ini juga sempat
beberapa kali menembus pasar Amerika Serikat dan Belanda karena ada
permintaan dari kedua negara tersebut. Para jemaat gereja yang berasal dari
mancanegara seperti dari Jerman, Belanda, Inggris yang melakukan kegiatan
keagamaan di sekitar wilayah Kabupaten Tapanuli Utara juga beberapa kali
membeli produk gitar tersebut dan membawanya pulang ke negara nya masing-
masing. Hal inilah yang membuat usaha pembuatan gitar ini tetap bertahan hingga