• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KEPEMIMPINAN NIZHAM AL MULK PADA MASA DINASTI

B. Biografi Nizham Al Mulk

Nizham al-Mulk adalah seorang perdana menteri Dinasti Saljuk pada masa pemerintahan Sultan Alp Arslan dan Sultan Maliksyah. Nama aslinya Abu Ali al-Hasan bin Ali bin Ishaq at-Tusi, yang di lahirkan di Radkan, Tus pada tanggal 10 April 1018 dan wafat di Sihna pada tanggal 14 Oktober 1092.11

Disebutkan dalam al-Kamil fi at-Tarikh (Sejarah Lengkap) bahwa Nizham al-Mulk adalah seorang alim, agamawan, dermawan, adil, penyantun, suka memaafkan orang yang bersalah, banyak diam, majelisnya ramai didatangi para qari, faqih, ulama dan orang-orang yang suka kebaikan dan kebajikan. Ia juga dikatakan menyampaikan hadits di Baghdad, Khurasan dan kota lainnya dengan alasan ikut berpartisipasi menyebarkan hadits Nabi SAW, sekalipun ia mengakui bahwa ia bukan ahli hadits. Dikatakan pula ia senang menjamu dan menghibur orang-orang fakir miskin.12 Nizham al-Mulk juga adalah seorang terpelajar dan berbudaya.13

11

Haroon khan Sherwani, Buku mempelajari pendapat sarjana sarjana Islam tentang Administrasi Negara, Ter. Dari Studies in Muslim Political Thought and Administration oleh M. Arief Lubis, (Jakarta: Tintamas, 1964), hal. 108

12

Dewan Redaksi Ensiklopedi, dalam Ensiklopedi Islam, jilid 4 (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hove, 1997), hal. 44

13

Philip K. Hitti, History Of The Arab, hal. 607, lihat juga Ibn al Atsir, jilid x, hal. 104 dan

Nizham al-Mulk pernah pergi ke Nisabur untuk menuntut ilmu pada ulama’ Mazhab Syafi’i, Hibatullah al-Muwaffaq. Ayahnya adalah Bayhaq Dahaqin, seorang pegawai pemerintahan Dinasti Gaznawi di Tus, Khurasan. Ketika sebagian besar Khurasan jatuh ke tangan pasukan Dinasti Saljuk, ayahnya dengan membawa Nizam al-Mulk lari ke Khusrawijrd dan seterusnya ke Gazna. Di Gazna, Nizam al-Mulk bekerja pada sebuah kantor pemerintah Mahmud Gaznawi.14

Namun tiga atau empat tahun kemudian ia meninggalkan Gazna dan menuju ke daerah kekuasaan Dinasti Salajuk. Awal kariernya ia bekerja di Balkh yang dikuasai Dinasti Saljuk (1040-1041 M), kemudian pindah ke Marw. Kariernya meningkat dengan cepat sehingga ia ditarik ke istana Sultan Alp Arslan dengan perdana menterinya Abu Ali Ahmad bin Syazan. Ketika perdana menteri ini meninggal dunia, Nizam al-Mulk ditunjuk oleh Sultan sebagai perdana menterinya.

Dalam jabatannya sebagai perdana menteri ini Nizham al-Mulk menunjukkan kecakapannya sebagai negarawan yang terpercaya. Untuk memelihara stabilitas negara ia menasihatkan Sultan agar memberi lapangan pekerjaan kepada pengungsi-pengungsi Turki yang datang ke Persia (Iran) akibat kemenangan Dinasti Salajuk, dan meningkatkan kekuatan tempur angkatan bersenjata Dinasti Saljuk serta gerak cepatnya untuk menumpas pemberontakan, tetapi pemberontak yang menyerah harus diampuni. Nizham al-Mulk juga bertindak menghindari perebutan kekuasaan setelah meninggalnya sultan, dengan cara mengumumkan dan menunjuk Maliksyah sebagai putra mahkota yang akan

14

20

menggantikan sultan. Hubungan dengan Khilafah Abbasyiah sebagai penguasa tertinggi dunia Islam ketika itu juga dijalin dengan baik oleh Nizam al-Mulk sehingga ia mendapat penghargaan dari Khalifah al-Qa’im dari Abbasyiah berupa gelar Qiwam ad-Din (Pendukung Agama) dan Radi Amir al-Mu’minin (yang meridhai dan pemimpin orang-orang beriman).

Nizam al-Mulk tetap menjadi perdana menteri Dinasti Saljuk, bahkan setelah Alp Arslan terbunuh pada tahun 165 H/1072 M dan digantikan oleh Maliksyah. Jadi Nizham al-Mulk memerintah dua priode pemerintahan, yaitu pada masa Sultan Alp Arselan dan Maliksyah.

Pada priode Sulttan Alp Arselan Nizham al-Mulk dikenal sebagai perdana menteri yang berpaham Asy’ariyah dan mengusahakan penyebarannya melalui madrasah-madrasah di beberapa kota dalam wilayah Dinasti Salajuk. Madrasah terkenal yang didirikannya adalah Madrasah Nizamiyah di Baghdad, yang diresmikan pada tahun 459 H/1067 M. Menurut Philip K. Hitti, Madrasah Nizamiyah merupakan contoh awal dari perguruan tinggi yang menyediakan sarana belajar yang memadai bagi para penuntut ilmu. Diantara ulama’ yang mengajar di Madrasah Nizamiyah adalah Syekh Abu Ishaq asy-Syirazi, Syekh Abu Nasr bin as-Sabbagh dan Syekh Abu Mansur bin Yusuf bin Abdul Malik. Cabang-cabang Nizamiyah kemudian juga didirikan di hampir kota di Irak dan Khurasan.

Usaha Nizham al-Mulk mendirikan madrasah dan lembaga keagamaan lainnya mendapat dukungan dari ulama’-ulama’ yang bermazhab Syafi’i dan dalam teologi beraliran Asy’ariyah. Para ulama tersebut bergembira dengan naiknya Nizam al-Mulk dan kebijaksanaannya mengembalikan nama baik

ulam-ulama Asy’ariyah yang dikutuk oleh Perdana Menteri al-Kunduri pada masa Sultan Tugril Bek. Pada masa al-Kunduri aliran Asy’ariyah bersama dengan Rafidah dikutuk melalui mimbar-mimbar masjid, sehingga banyak ulama’ yang melarikan diri, seperti Imam al-Haramain Abu Ma’ali al-Juwaini dan al-Qusyairi. Ulama-ulama baru mau kembali ke negeri mereka setelah Nizham al-Mulk menjadi perdana menteri dan melarang pengutukan Asy’ariyah di mimbar-mimbar masjid.

Perannya pada masa Sultan Maliksyah bertambah besar dibanding sebelumnya. Ia dipercaya oleh Sultan Maliksyah, yang ketika naik tahta berumur 18 tahun, untuk mengatur pemerintahan dan menjalankan keputusan politik. Oleh Sultan ia diberi gelar Ata Beq, artinya amir yang dianggap ayah. Ia tetap menjalankan politik kerjasama dan taat kepada Khalifah Abbasyiah, di antaranya dengan mengawinkan sorang putrinya kepada Khalifah Abbasyiah, ketika itu al-Muqtadi bin Amr Allah.

Pada tahun 479 H (1086-1087 M) ia menghapuskan khumus (pajak yang tidak dikenai sanksi syariat), dan meningkatkan sarana dan prasarana bagi mereka yang menunaikan ibadah haji. Setelah Hedzjaz kembali kepada kekhalifahan Abbasyiah dari kekuasaan Dinasti Fatimiyah pada tahun 468 H/1076 M, ia mengamankan jalur perjalanan haji dari Irak ke Tanah Suci dengan memberantas perampok-perampok yang mengancam jama’ah haji. Selain itu, ia memprakarsai perluasan Masjid al-Haram di Makkah dan Masjid Nabawi di Madinah, serta pendirian tempat-tempat khusus bagi para abid, zahid dan faqih, serta pendirian rumah sakit di Nisabur.

22

Setahun sebelum meninggal, pada tahun 484 H/1091 M ia menulis kitab Siyaset-Name (buku mengenai politik) tentang siasat pemerintahan, berisi 50 bab nasihat yang digambarkan melalui anekdot-anekdot sejarah.15 Karyanya tersebut juga di kenal sebagai Siyar al-Mulk/ siyasat name (The Morals of Kings) dan Panjahu-yak-Fassl (Fifty-One-Chapters) adalah buku pegangan tentang ilmu pemerintahan yang paling tajam dan paling banyak digunakan, yang pernah ditulisnya, dan kitab itu dipelajari di Iran dan Saljuk Anatolia, Sementara di India kitab itu menjadi “bacaan wajib seorang administrator muslim”. Dibanding tradisi Ustmani yang statis, kitab itu menjadi cahaya yang inspiratif.16

Pada tahun berikutnya, ia menambah 11 bab tentang bahaya yang mengancam negara utamanya dari kaum Qaramithah Ismailiyah. Ia mengingatkan bahaya yang mengancam keutuhan Dinasti Saljuk yang datang dari kaum Qaramithah yang pada tahun 483 H (1090-1091 M) menyerbu kota Basra, dan bermarkas di benteng yang kokoh di Alamut. Kaum ini mempunyai pasukan pembunuh yang disebut Assassin17, yang bertujuan menghidupkan Dinasti Fatimiyah. Seorang pasukan Hasan bin Sabbah, yang menyamar sebagai sufi, berhasil membunuh Nizham al-Mulk di Sihna Nahawand, ketika ia dalam perjalanan dari Isfahan ke Baghdad. Nizham al-Mulk terbunuh pada tanggal 10 Ramadhan 485 H/14 Oktober 1092.

15

Ibid 16

Antony Black, The History of Islamic Politial Thought: From the Prophet to the Present,

(Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2001), hal. 187-188 17

Assassin adalah sebuah kelompok yang terkenal dengan perbuatan-perbuatan kejam, menipu, dan membunuh. Kelompok ini diketuai oleh Hasan bin Saba yang semasa kecil telah belajar mazhab Bathiniah dan menganutnya. Pada tahun 471 H/ 1079 M, dia pergi ke Mesir untuk belajar mazhab Ismailiyah lebih mendalam, dan tahun 473 H/1080 M dia pulang ke Persia dengan menyebarkan seruan kaum Fatimiyah. Seruannya pun mendapat sambutan dari masyarakat, lalu ia berhasil pula menundukan benteng-benteng di Persia dan Syiria (benteng Misyad dan Kahf) dalam waktu singkt. Lihat Ahmad Syalaby, Sejarah Kebudayan Islam, jilid 3, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1993), cet. 1, hal 347-348.

Dokumen terkait