• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III

M. QURAISH SHIHAB DAN TAFSIR AL-MIS}BA>H

A. Biografi Quraish Shihab

Penulis Tafsir al-Misbah bernama Muhammad Quraish Shihab, lahir di

Rampang, Sulawesi Selatan, pada 16 Februari 19441. Ia berasal dari keluarga

keturunan Arab yang terpelajar. Ayahnya, Prof. Abdurrahman Shihab (1905-1986) adalah seorang ulama dan guru besar dalam bidang tafsir. Abdurrahman Shihab dipandang sebagai salah seorang ulama, pengusaha, dan politikus yang memiliki reputasi baik di kalangan masyarakat Sulawesi Selatan. Beliau adalah

lulusan Jamiat al-Khair Jakarta, sebuah lembaga pendidikan Islam tertua yang

turut meletakkan pondasi modernisme Islam di Indonesia. Jalinan kerjasama dengan lembaga pendidikan ini dengan pusat-pusat keilmuan Islam di Timur Tengah, baik Hadramaut, Haromain, maupun Kairo, membawanya pada posisi

penting dalam gerakan Islam di Indonesia2. Kontribusinya dalam bidang

pendidikan terbukti dari usahanya membina dua Perguruan Tinggi di Ujung Pandang, yaitu Universitas Muslim Indonesia (UMI), sebuah perguruan tinggi swasta terbesar di kawasan Indonesia bagian timur, dan IAIN Alauddin Ujung Pandang. Ia juga tercatat sebagai rektor pada dua Perguruan Tinggi tersebut: UMI 1959-1965 dan IAIN 1972–1977.

Quraish Shihab sama seperti anak-anak yang lain, juga mengenyam pendidikan. Pendidikan dasarnya, ia selesaikan di Ujung Pandang, selanjutnya,

1 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an Fungsi dan Peran Wahyu dalam Kehidupan Masyarakat (Bandung : Mizan, 1998), 6. Juga dalam M. Fatih. Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Misbah, (Disertasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), 115

2 Ibid. h. 115. Lihat juga dalam Anshari. “Penafsiran ayat-Ayat Gender dalam Tafsir al-Misbah”, (Disertasi, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2006), 53

69

Quraish Shihab belajar pendidikan menengahnya di Malang. Tidak hanya itu, dia juga ‘nyantri’ di Pondok Pesantren Darul Hadits Al-Faqihiyyah Malang juga. Pada 1958, dalam usia 14 tahun dia berangkat ke Kairo, Mesir, dan diterima di kelas II Tsanawiyyah al-Azhar. Pada 1967, dalam usia 23 tahun dia meraih gelar Lc. (S-1) pada Fakultas Ushuluddin Jurusan Tafsir dan Hadis Universitas al-Azhar. Kemudian dia melanjutkan pendidikannya di fakultas yang sama, dan pada 1969 usia 25 tahun meraih gelar MA untuk spesialisasi bidang Tafsir Al-Qur’a>n dengan tesis berjudul al-I'ja>z al-Tashri'iy li al-Qur’a>n al-Kari>m

(Kemukjizatan Al-Qur’an dari segi Hukum)3.

Sekembalinya ke Ujung Pandang, Quraish Shihab dipercaya untuk menjabat Wakil Rektor bidang Akademik dan Kemahasiswaan pada IAIN Alauddin Ujung Pandang. Selain itu, dia juga diserahi jabatan-jabatan lain, baik di dalam kampus seperti Koordinator Perguruan Tinggi Swasta (Wilayah VII Indonesia Bagian Timur), maupun di luar kampus seperti Pembantu Pimpinan Kepolisian Indonesia Timur dalam bidang pembinaan mental. Selama di Ujung Pandang ini, dia juga sempat melakukan berbagai penelitian; antara lain, penelitian dengan tema "Penerapan Kerukunan Hidup Beragama di Indonesia Timur" (1975) dan "Masalah Wakaf Sulawesi Selatan" (1978)4.

Pada 1980, Quraish Shihab kembali ke Kairo dan melanjutkan pendidikannya di almamaternya yang lama, Universitas Al-Azhar. Pada 1982, dengan disertasi berjudul Nazhm al-Durar li al-Biqa>'iy, Tahqi>q wa Dira>sah, dia

3 M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Jakarta, Lentera Hati, 2011), 6. Lihat juga dalam M. Fatih. Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Misbah, (Disertasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), 118

70

berhasil meraih gelar doktor dalam ilmu-ilmu Al-Qur’an dengan yudisium Summa Cum Laude disertai penghargaan tingkat I (mumtaz ma'a martabat

al-syaraf al-'ula)5. Dengan prestasinya itu, M. Quraish Shihab tercatat sebagai orang

pertama dari Asia Tenggara yang meraih gelar tersebut6.

Sekembalinya ke Indonesia, sejak 19847, Quraish Shihab ditugaskan di

Fakultas Ushuluddin dan Fakultas Pasca-Sarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selain itu, di luar kampus, dia juga dipercaya untuk menduduki berbagai jabatan. Antara lain: Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat (sejak 1984-1989); Anggota Lajnah Pentashih Al-Qur’an Departemen Agama (sejak 1989-1994); Anggota Badan Pertimbangan Pendidikan Nasional (sejak 1989-1994), dan Ketua Lembaga Pengembangan. Dia juga banyak terlibat dalam beberapa organisasi profesional; antara lain: Pengurus Perhimpunan Ilmu-ilmu Syari'ah; Pengurus Konsorsium Ilmu-ilmu Agama Departemen Pendidikan dan Kebudayaan; dan Asisten Ketua Umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI)8.

Di sela-sela segala kesibukannya itu, dia juga terlibat dalam berbagai kegiatan ilmiah di dalam maupun luar negeri. Yang tidak kalah pentingnya, Quraish Shihab juga aktif dalam kegiatan tulis-menulis. Di surat kabar Pelita, pada setiap hari Rabu dia menulis dalam rubrik "Pelita Hati." Dia juga mengasuh rubrik "Tafsir Al-Amanah" dalam majalah dua mingguan yang terbit di Jakarta.

5 M. Quraish Shihab. Membumikan al-Qur’an, 7 . Baca juga M. Fatih. Munasabah Al-Qur’an dalam Tafsir al-Misbah, (Disertasi, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2013), 118.

6 Ibid. 119. Lihat M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an: Tafsir Maud}ui atas Perbagai Persoalan Umat (Bandung : Mizan, 1999).

7 Op.cit hal. 120.

71

Selain itu, dia juga tercatat sebagai anggota Dewan Redaksi majalah Ulumul Qur'an dan Mimbar Ulama, keduanya terbit di Jakarta.

Quraish Shihab memang bukan satu-satunya pakar Al-Qur’an dan tafsir di Indonesia, tetapi kemampuannya menerjemahkan dan menyampaikan

pesan-pesan Al-Qur’an dalam konteks kekinian dan masa post modern membuatnya

lebih dikenal dan lebih unggul daripada pakar Al-Qur’an dan tafsir lainnya. Dalam hal penafsiran, ia cenderung menekankan pentingnya penggunaan metode tafsir mawd}u>’i> (tematik), yaitu penafsiran dengan cara menghimpun sejumlah ayat Al-Qur’an yang tersebar dalam berbagai surah yang membahas masalah yang sama, kemudian menjelaskan pengertian menyeluruh dari ayat-ayat tersebut dan selanjutnya menarik kesimpulan sebagai jawaban terhadap masalah yang menjadi pokok bahasan. Menurutnya, dengan metode ini dapat diungkap penjelasan Al-Qur’an tentang berbagai masalah kehidupan, sekaligus dapat dijadikan bukti bahwa ayat Al-Qur’an sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kemajuan peradaban masyarakat.

Ketertarikannya terhadap tafsir Al-Qur’an sangat beralasan. Semenjak kecil ia di didik dengan Al-Qur’an, karena Ayahnya adalah pakar Al-Qur’an dan tafsir. Quraish kecil telah menjalani pergumulan dan kecintaan terhadap Al-Qur’an sejak umur 6-7 tahun. Ia harus mengikuti pengajian Al-Al-Qur’an yang diadakan oleh ayahnya sendiri. Selain menyuruh membaca Al-Qur’an, ayahnya juga menguraikan secara sepintas kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Di sinilah, benih-benih kecintaannya kepada Al-Qur’an mulai tumbuh.

72