• Tidak ada hasil yang ditemukan

A. Riwayat hidup Imam Nawawi

Beliau adalah seorang yang memiliki nama Abu Abdul Mu’ti Muhammad bin ‘Umar bin ‘Arabi bin ‘Ali at-Tanari al-Bantani al-Jawi. Beliau dilahirkan di desa Tanar, Banten, Jawa Barat pada tahun 1230 H /1813 M dalam keluarga yang terkenal dengan dakwah islamiahnya. Kedua orang tua beliau memberi nama dengan Muhammad Nawawi. Nama pada bagian awal diambil dari nama pemimpinya para Nabi dan Rasul yang memiliki risalah yaitu Muhammad bin Abdullah SAW. Dan nama pada bagian dua diambil dari nama syaikhul Islam waliyullah Mukhyiddin Abi Zakaria Yahya bi Syarif an-Nawawi. Beliau wafat di Makkah pada tahun 1314 H diakhir bulan ayawal bertepatan dengan tahun 1897 M. Beliau dimakamkan di pemakaman Mi’la dekat dengan makam sayyidah Asma’ binti Abu Bakar as-Sidiq, dan dekat dengan ulama’ ahli tahqiq yaitu Ibnu Hajar al-Haitami. (Nawawi, 2008:6).

Ayah beliau bernama K. H ‘Umar bin ‘Arabi, seorang pejabat penghulu yang memimpin sebuah masjid. Dilacak dari segi silsilah, imam Nawawi merupakan keturunan ke-11 dari Maulana Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati, Cirebon), yaitu cucu dari Maulana Hasanuddin (Sultan Banten I) yang bernama Sunyaratas (Tajul Arsy). Nasabnya bersambung dengan Nabi Muhammad SAW. Melalui jalur imam Ja’far

15 ash-Shadiq, imam Muhammad al-Baqir, imam Ali Zainal Abidin, Sayyidina Husain, Fatimah az-Zahra (Ghofur, 2008:189). Beliau bersaudara tiga orang yaitu Nawawi, Tamim dan Ahmad (Syamsu, 1996:271).

B. Pendidikan

Imam Nawawi adalah pecinta ilmu agama yang mengamalkan ilmunya, yang mencintai sampai dilubuk hatinya (Al-Qof, 2008:183). Semenjak kecil beliau terkenal cerdas, otaknya dengan mudah menyerap pelajaran yang diberikan ayahnya sejak umur 5 tahun. Pertanyaan-pertanyaan kritisnya sering membuat ayahnya bingung. Melihat potensi yang begitu besar pada putranya, pada usia 8 tahun sang ayah mengirimkannya keberbagai pesantren di Jawa. Beliau mula-mula mendapat bimbingan langsung dari ayahnya, kemudian berguru kepada kiyai Sahal banten, setelah itu mengaji kepada kiyai Yusuf Purwakarta (http://id.Wikipedia.org).

Pada usia 15 tahun, Imam Nawawi bersama dua saudaranya berangkat ke Makkah untuk menunaikan haji. Namun selepas musim haji, ia enggan kembali ke Indonesia. Dahaga keilmuan yang mencekik telah meneguhkan keinginannya untuk tetap menetap di Makkah. Di tanah suci ini beliau mencerap pelbagai pengetahuan. Ilmu kalam (teologi), bahasa dan sastra arab, ilmu hadis, tafsir dan terutama ilmu fiqih adalah sederet pengetahuan yang dikajinya dari para ulama besar di sana (Ghofur, 2008:190). Beliau berguru kepada para ulama’ terkenal di Makkah,

16 seperti: syeikh Khatib al-Sambasi, Abdul Ghani Bima, Yusuf Sumbulaweni, ‘Abdul Hamid Dhagestani, Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, Syeikh Muhammad Khatib Hambali, dan Syeikh Junaid al-Betawi. Akan tetapi guru yang paling berpengaruh adalah Syeikh Sayyid Ahmad Nahrawi, Syeikh Juneid al-Betawi, dan Syeikh Ahmad Dimyati ulama’ terkemuka di Makkah, lewat karakter ketiga syeikh inilah karakter beliau terbentuk. Selain itu juga ada dua ulama’ lain yang berpengaruh besar mengubah alam pikirannya, yaitu Syeikh Muhammad Khatib al-Sambasi dan Syeikh Ahmad Zaini Dahlan, ulama’ besar Madinah (http://id.Wikipedia.org).

Setelah beliau menggali ilmu di Madinah, kemudian beliau mengembara jauh dari tempat tinggalnya di Makkah, menuju ke daerah Kinanah, Mesir, yang menjadi kota sekaligus gudangnya ilmu, dan menuju universitas Al-Azhar yang menjadi kiblat ilmu dan ulama’. Beliau di sana berkeinginan berjumpa dengan pembesar para ulama’. Dan akhir perjalanannya menuju ke kota Syam (Syiria) untuk mencari jati dirinya (Nawawi, 2008:6).

C. Nasionalisme

Tiga tahun lamanya Imam Nawawi bermukim di Makkah. Setelah merasa cukup, beliau kembali ke tanah air untuk menyebarkan ilmu dan hukum yang ia peroleh, terhadap putra-putri atau generasi tanah air dan para pecintanya. Beliau melakukannya dengan nasehat dan menguatkan para tokoh mereka dengan jalan dakwah, dan berperan aktif dalam

17 membangun serta membina masyarakat Islam. Ketika beliau pulang ke tanah air, dan menyebarkan ilmunya, beliau melihat praktik-praktik ketidak adilan, kesewenang-wenangan, dan penindasan dari Pemerintah Hindia Belanda. Beliau melihat itu semua lantaran kebodohan yang masih menyelimuti umat. Tak ayal, semangat jihad pun berkobar. Beliau keliling Banten mengobarkan perlawanan terhadap penjajah. Tentu saja pemerintah belanda membatasi gerak geriknya. Beliau dilarang berkhutbah di masjid-masjid. Bahkan belakangan beliau dituduh sebagai pengikut pangeran Diponegoro yang ketika itu sedang mengobarkan perlawanan terhadap

penjajahan belanda (http://id.wikipedia.org).

Sebagai intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap prinsip-prinsip keadilan dan kebenaran, apa boleh buat, Imam Nawawi terpaksa kembali ke negeri Makkah, tepat ketika perlawanan Pangeran Diponegoro padam pada tahun 1830 M. Ulama besar ini di masa mudanya juga menularkan semangat Nasionalisme dan Patriotisme di kalangan Rakyat Indonesia. Begitulah pengakuan Snouck Hourgronje. Begitu sampai di Makkah beliau segera kembali memperdalam ilmu agama kepada guru-gurunya. Beliau tekun belajar selama 30 tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860 M. Ketika itu memang beliau berketepatan hati untuk mukim di tanah suci, satu dan lain hal untuk menghindari tekanan kaum penjajah Belanda. Nama beliau mulai masyhur ketika menetap di Syi'ib

18 Beliau mengajar di halaman rumahnya. Mula-mula muridnya cuma puluhan, tapi makin lama makin jumlahnya kian banyak. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia. Maka jadilah Syeikh Nawawi Bantani al-Jawi sebagai ulama yang dikenal piawai dalam ilmu agama, terutama

tentang tauhid, fiqih, tafsir, dan tasawwuf (http://id.wikipedia.org).

Seorang orientalis kenamaan yang pernah berkunjung ke Makkah pada 1884-1885, Snouck Hourgronje, menuturkan bahwa Imam Nawawi setiap hari sejak pukul 07.30-12.00 menyampaikan tiga perkuliahan sesuai dengan kebutuhan jumlah muridnya. Di antara muridnya yang berasal dari Indonesia adalah K.H. Asnawi dari Kudus, K.H. Tubagus Bakri, K.H. Arsyad Thawil dari Banten, K.H. Hasyim Asy’ari dari Jombang, dan K.H. Kholil dari Madura. Merekalah yang kelak menjelma sebagai ulama besar dan berpengaruh di Indonesia (Ghofur, 2008:191).

D. Gelar-gelar

Untuk kedua kalinya Imam Nawawi tinggal di Makkah. Kesempatan ini tidak disia-siakannya. Bahkan, lantaran ketajaman otaknya, ia tercatat sebagai salah satu murid terpandang di Masjidil Haram. Sewaktu Syeikh Ahmad Khatib Sambas uzur sebagai Imam Masjidil Haram, Imam Nawawi ditunjuk sebagai pengganti. Sejak saat itu, ia dikenal dengan sebutan Syekh Nawawi al-Jawi (Ghofur, 2008:191).

Ketika berada di Mesir, para ulama’ Mesir memuliakan kedudukannya dan derajatnya karena ketakjubannya pada beliau, dan mereka memberikan gelar sebagai “Sayyid Ulama’ Hijaz” yaitu tokoh

19 ulama’ hijaz (jazirah arab), atau sekarang lebih dikenal dengan Arab Saudi, karena kesemangatannya yang tinggi di dalam meraih ilmu agama dan kedudukan yang mulia dalam berilmu. Beliau merupakan seorang syeikh yang terkemuka, dermawan, bertakwa, zuhud, rendah hati, lembut hatinya, dan pecinta para fakir miskin. Semoga Allah merahmati beliau dan memberi ampunan (Nawawi, 2008:6). Itulah sebabnya ketika Indonesia memproklamirkan kemerdekaanya, Mesir negara yang

pertama-tama mendukung atas kemerdekaan Indonesia (http://id.wikipedia.org).

Kemudian Snouck Hourgronje mengelarinya sebagai “Doktor Ketuhanan”, karena memiliki ilmu yang dalam, rendah hati, tidak congkak, bersedia berkorban demi kepentingan bangsa dan negara. Di

kalangan intelektual masa itu juga mengelarinya sebagai Imam wa

al-Mudaqqiq (Tokoh dan pakar dengan pemahaman yang sangat mendalam).

Sementara para ulama’ Indonesia mengelarinya sebagai “Bapak Kitab

Kuning Indonesia” (http://id.wikipedia.org).

E. Karya-karya

Kurang lebih 15 tahun sebelum wafat, Imam Nawawi sangat subur dalam membuahkan kitab. Waktu mengajarnya pun sengaja dikurangi untuk menambah kesempatan menulis. Maka tak heran jika Nawawi mampu melahirkan puluhan, bahkan menurut sebuah sumber ratusan karya tulis meliputi berbagai disiplin ilmu, seperti tauhid, ilmu teolog, sejarah, syari’ah, tafsir dan lainnya. Paling tidak, Yusuf alias Sarkis mencatat 34

20

karya Imam Nawawi dalam Dictionary of Arabic Printed Books (Ghofur,

2008:192).

Sedangkan ulama mesir Syeikh ‘Umar ‘Abdul Jabbar dalam

kitabnya “Durus min Madhi Ta’lim wa Hadrilih bi Masjidil

al-Haram” (beberapa kajian masa lalu dan masa kini tentang pendidikan di

Masjidil Haram) menulis bahwa syeikh Nawawi sangat produktif dalam menulis hingga karyanya mencapai seratus judul lebih, meliputi berbagai disiplin ilmu. Banyak pula karyanya yang berupa syarah atau komentar

terhadap kitab-kitab klasik (http://id.wikipedia.org).

Sebagian diantara karya-karya Imam Nawawi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sullam Munajah syarah Safînah al-Shalâh

2. Tanqihul al-Qoul al-Hasis syarah Lubab al-Hadits

3. Salalim al-Fudala syarah Mandhumah Hidayah al-Azkiya

4. As-Simar al-Yani’ah fi Riyadh al-Badi’ah

5. Al-‘Aqd al-Tsamin syarah Fath al-Mubin

6. Bahjah Wasail syarah Risalah Jami’ah bayn Usul wa

al-Fiqh wa al-Tasawwuf

7. Al-Tausyih/Quwt al-Habib al-Gharib syarah Fath al-Qarib al-Mujib

8. Nihayah al-Zayyin syarah Qurrah al-‘Ain bi Muhimmah al-Din

9. Maraqi al-‘Ubudiyyah syarah Matan Bidayah al-Hidayah

10. Nashaih ‘Ibad syarah Manbahatu ‘ala Isti’dad li yaum al-Mi’ad

21 11. Qami’u al-Thugyan syarah Mandhumah Syu’bu al-Iman

12. Kasyf al-Maruthiyyah syarah Matan al-Jurumiyyah

13. Fath al-Ghafir al-Khathiyyah syarah Nadham al-Jurumiyyah musamma al-Kawakib al-Jaliyyah

14. Nur Dhalam ‘ala Mandhumah Musammah bi ‘Aqîdah al-‘Awwam

15. Madarij al-Shu’ud syarah Maulid al-Barzanji

16. Targhib al-Mustaqin syarah Mandhumah Maulid al-Barzanji 17. Fath al-Shamad al ‘Alam syarah Maulid Syarif al-‘Anam 18. Fath al-Majid syarah al-Durr al-Farid

19. Tîjan al-Darary syarah Matan al-Baijury 20. Fath al-Mujib syarah Mukhtashar al-Khathib

21. Muraqah Shu’ud al-Tashdiq syarah Sulam al-Taufiq 22. Kasyifah al-Saja syarah Safinah al-Naja

23. Al-Futuhah al-Madaniyyah syarah al-Syu’b al-Imaniyyah 24. ‘Uqud al-Lujain fi Bayan Huquq al-Zaujain

25. Qathr al-Ghais syarah Masail Abi al-Laits 26. Naqawah al-‘Aqidah Mandhumah fi Tauhid

27. Al-Nahjah al-Jayyidah syarah Naqawah al-‘Aqidah

28. Suluk al-Jadah syarah Lam’ah al-Mafadah fi bayan al-Jumu’ah wa almu’adah

22 30. Al-Fushush al-Yaqutiyyah ‘ala al-Raudlah al-Bahiyyah fi Abwab

al-Tashrifiyyah

31. Mishbah al-Dhalam’ala Minhaj al-Atamma fi Tabwib al-Hukm 32. Dzariyy’ah al-Yaqin ‘ala Umm al-Barahin fi al-Tauhid

33. Al-Ibriz Daniy fi Maulid Sayyidina Muhammad Sayyid al-Adnany

34. Baghyah al-‘Awwam fi Syarah Maulid Sayyid al-Anam 35. Al-Durrur al-Bahiyyah fi syarah al-Khashaish al-Nabawiyyah 36. Lubab al-bayyan fi ‘Ilmi Bayyan

37. Al-Tafsir al-Munir li al-Mu’alim al-Tanzil al-Mufassir ‘an wujuh mahasin al-Ta΄wil musamma Murah Labid li Kasyafi Ma’na Qur΄an Majid

Kitab yang disebut terakhir ini bahkan telah ditetapkan sebagai

buku wajib di dunia pesantren. Popularitasnya hanya diungguli oleh Tafsir

Jalalain karya Jalaludin as-Suyuthi dan Jalaludi al-Mahalli. Lantaran

karyanya yang bergaung luas dengan bahasa yang mudah dicerna tanpa mengurangi kepadatan isi, nama Nawawi termasuk dalam barisan ulama

besar abad ke-14 H/ 19 M. Karena keilmuannya ia dikaruniai gelar:

al-Imam al-Muhaqqiq wa al-Fahhmah al-Mudaqqiq dan Sayyid Ulama

al-Hijaz (Ghofur, 2008:192).

Karya-karya di atas itulah merupakan sebagian dari karya Imam Nawawi yang penulis sebutkan hanya sebagian saja, masih banyak karya-karya beliau yang belum bisa disebutkan di sini dikarenakan terbatasnya

23 sumber yang penulis dapatkan. Dan memang dari sumber yang penulis dapatkan, banyak dari karya-karya beliau yang belum diterbitkan oleh penerbit-penerbit.

F. Nasab Imam Nawawi

Telah disebutkan di atas, bahwa nasab Imam Nawawi bersambung sampai pada baginda Nabi Muhammad SAW. Adapun urutan nasab beliau adalah sebagai berikut:

1. Sayyiduna Muhammad SAW

2. Sayyiduda ‘Ali bin Abi Tholib Karomawallahu wajh wa Sayyidatuna

Hababah Fatimah Azzahro al-Batul Ra.

3. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra.

4. Sayyiduna Imam ‘Ali Zainal ‘Abidin Assajad Ra.

5. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra.

6. Sayyiduna Imam Ja’far Shodiq Ra.

7. Sayyiduna Imam ‘Ali ‘Uroidhi Ra.

8. Sayyiduna Imam Muhammad Naqib Ra.

9. Sayyiduna Imam Isa Syakir Arrumi Ra.

10. Sayyiduna Imam Ahmad al-Muhajir Ra. 11. Sayyiduna Imam Ubaidullah Ra.

12. Sayyiduna Imam Alawi Ra. 13. Sayyiduna Imam Muhammad Ra. 14. Sayyiduna Imam Alawi Ra.

24 16. Sayyiduna Imam Muhannad Shohib Marbath Ra.

17. Sayyiduna Imam ‘Ali Hadroh Maut (yaman) Ra. 18. Sayyiduna Imam Abdul Malik Ra.

19. Sayyiduna Imam Abdullah Khon Ra.

20. Sayyiduna Imam Ahmad Syah Jalaliddin Ra. 21. Sayyiduna Imam Jmaluddin al-Akbar Ra. 22. Sayyiduna Imam ‘Ali Nurril ‘Alim Siyam Ra. 23. Sayyiduna Imam Abdullah Umdataddin Ra.

24. Sunan Gunung Jati Raden Syarif Hidayatullah Cirebon Ra. 25. Maulana Hasanuddin Banten Ra.

26. Maulana Yusuf Banten Ra.

27. Maulana Muhammad Nashriddin Banten Ra.

28. Maulana Abul Mafakhir Muhammad Abdil Qadir Ra. 29. Maulana Abul Ma’ali Ahmad Kanari Banten Ra. 30. Maulana Abul Fath Abdil Fattah Tirtayasa Banten Ra. 31. Maulana Mangsuruddin Cikaduen Banten Ra.

32. Maulana Nawawi Ra. 33. Maulana ‘Ali Ra.

34. Maulana ‘Umar Attanar al-Bantani Ra.

35. Syaikhul Kabir wa ‘Alim Hijaz Abdul Mu’thi Muhammad Nawawi Ra.

25 Demikianlah runtunan nasab beliau yang sampai pada baginda

Nabi Muhammad melalui jalur sayyiduna Husain ra

(http://id.wikipedia.org).

G. Silsilah Guru-guru Imam Nawawi

Guru Imam Nawawi yang paling berpengaruh terhadap beliau yang mampu mengubah alam pikirnya adalah syeikh Khatib as-Sambasi yang pada waktu uzur Imam Nawawi mengantikan beliau menjadi imam masjidil haram sehingga menjadikan beliau masyhur dan terkenal sebagai syekh Nawawi al-Jawi. Adapun silsilah guru-guru beliau melalui syeikh Khatib as-Sambasi adalah sebagai berikut:

1. Allah SWT.

2. Malaikat Jibril

3. Nabi Muhammad SAW.

4. Sayyiduna ‘Ali bin Abi Thalib Karromawallahu Wajh.

5. Sayyiduna Imam Maulana Husain Ra.

6. Sayyiduna Imam Ali Zainal Abidin Ra.

7. Sayyiduna Imam Muhammad Baqir Ra.

8. Sayyiduna Imam Ja’far Shodiq Ra.

9. Sayyiduna Imam Musal Khazim Ra.

10. Sayyiduna Imam Ali Ridho Ra.

11. Sayyiduna Syeikh Abu Mahfuzh Ma’ruf al-Kharkhi Ra. 12. Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Sirriddin Assaqathi Ra. 13. Sayyiduna Syeikh Abul Qasimil Junaidi al-Baghdadi Ra.

26 14. Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Dullaf bin Juhdur Asy-Syibli Ra.

15. Sayyiduna Syeikh Abdul Aziz at-Tamimi Ra.

16. Sayyiduna Syeikh Abu Fadl Abdil Wahid bin Abdil Aziz at-Tamimi Ra.

17. Sayyiduna Syeikh Abul Faraj Ath-Thartusi Ra.

18. Sayyiduna Syeikh Abul Hasan Ali bin Yusuf al-Qirusyi al-Hankari Ra.

19. Sayyiduna Abu Said Mubarrok bin Ali al-Makhzumi RA.

20. Sayyiduna Imam Ghoutsul A’zhom Abu Muhammad Abdil Qadir Jailani Ra.

21. Sayyiduna Imam Abdul Aziz bin Abdil Qadir jailani Ra. 22. Sayyiduna Syeikh Muhammad Hattak Ra.

23. Sayyiduna Syeikh Samsuddin Ra. 24. Sayyiduna Syeikh Syarofuddin Ra.

25. Sayyiduna Syeikh Nuruddin Zainiddin Ra. 26. Sayyiduna Syeikh Waliyuddin Ra.

27. Sayyiduna Syeikh Nuruddin Hisyamiddin Ra. 28. Sayyiduna Syeikh Yahya Ra.

29. Sayyiduna Syeikh Abu Bakar Ra. 30. Sayyiduna Syeikh Abdur Rohim Ra. 31. Sayyiduna Syeikh Utsman Ra. 32. Sayyiduna Syeikh Abdul Fattah Ra. 33. Sayyiduna Syeikh Muhammad Murad Ra.

27 34. Sayyiduna Syeikh Syamsuddin Ra.

35. Sayyiduna Syeikh Ahmad Khatib Syambasi bin Abdil Ghaffar Ra. 36. Syeikhul kabir wa Alimul Hijaz Abu Abdil Mu’thi Muhammad

Nawawi Ra.

Demikian silsilah guru-guru beliau melalui jalur syeikh khatib as-Sambasi yang wusul pada Allah SWT. yang mana telah kita ketahui di atas, bahwasannya syeikh khatib merupakan guru beliau yang memberikan kontribusi yang sangat besar bagi diri pribadi Imam Nawawi, sehingga diri beliau lebih terbentuk dan termotivasi dengannya. Dengan demikian, Semoga dapat memberikan kefahaman dan pengetahuan kepada para pembaca.

H. Latar Belakang Penulisan Kitab Qami’uth Thughyan

Segala puji bagi Allah Swt. yang memiliki sifat kesempurnaan, Salawat dan salam semoga diberikan atas penghulu kita, Nabi Muhammad Saw. yang dikukuhkan oleh Allah Swt dengan beberapa mukjizat, juga diberikan kepada keluarga dan sahabat-sahabat beliau yang banyak berbuat kebaikan dan meninggalkan kemungkaran. (Nawawi, 2008:7).

Setelah Mushanif, Muhammad Nawawi Al-Bantani membaca

hamdalah dan sholawat kemudian Ia mengharap ampunan Allah SWT.

Atas dosa-dosa dan pemenuhan Allah SWT. Pada hajat-Nya. Sudah lama Ia berfikir untuk mengkaji syair-syair karya Syaikh Zainuddin bin Ali bin Ahmad Al-Kusyini Asy-Syafi’i Al-Malibary dalam kitab-Nya yang

28 bahasa arab dari kitab yang berjudul sama dalam bahasa Parsi (Iran) karya sayyid Nuruddin Al-Ijiy. Syair-syair itu dirangkai dalam 26 bait dengan

bahar kamil. Dan Ia berharap Syarah tersebut supaya bermanfaat bagi Ia

pribadi dan anak cucunya yang menginginkan kebahagiaan. Kitab syarah

ini saya beri nama “Qami’uth Thughyan ‘Ala Manzhumati Syu’abil Iman”.

Ia memohon kepada Allah SWT., semoga Allah SWT. Memberikan manfaat dengan anugrah-Nya pada kitab ini. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu yang dikehendaki-Nya dan Dzat yang paling layak mengabulkan segala permohonan. (Asrori, 1996:1).

I. Sistematika Penulisan Kitab

Sistematika yang dipakai dalam penulisan kitab Qami’uth

Thughyan adalah tematik, yang penulisannya dari satu pasal (furu’) ke

pasal yang lain berdasarkan pokok masalah yang terkandung didalamnya. Jumlah pembahasannya ada 77 yang didasarkan pada 34 ayat Al-Qur’an,

56 matan Hadits dan sisanya merupakan atsar (perkataan sahabat dan

tabi’in), dan beberapa wirid. Adapun rincian bab yang terdapat dalam kitab

ini yaitu:

1. Khutbatul kitab, yang berisi:

a. Bacaan tasmiyah, dengan tujuan mengikuti tulisan pada awal

Al-Qur’an dan untuk mengambil keberkahan pada Al-Al-Qur’anul Karim,

karena ayat pertama yang tuliskan adalah lafad tasmiyah. Maka

29

bismillahirrahmanirrahim sebagaimana beliau mengamalkan hadis

dari Nabi Muhammad Saw. berikut:

مَﺬْﺟَأ َﻮُﻬَـﻓ ِﻢْﻴِﺣﱠﺮﻟا ِﻦَْﲪﱠﺮﻟا ِﷲا ِﻢْﺴِﺒِﺑ ِﻪْﻴِﻓ ُأَﺪْﺒُـﻳ َﻻ ٍلﺎَﺑ ْيِذ ٍﺮْﻣَأ ﱡﻞُﻛ

Artinya: “Segala perkara yang mempunyai maksud baik jika tidak diawali dengan membaca bismillah, maka perbuatan itu akan terputus”. (Zakaria, tt, 2).

b. Kata Pengantar, kemudian beliau menyertakan kata pengantar ini

juga bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur atas nikmat yang telah diberikan oleh Allah SWT. Maka Ia menuliskan lafad

hamdalah atau pujian di dalam muqaddimah-nya sebagaimana di

dalam Al-Qur’an Allah SWT. Berfirman:





































Artinya: ”Dan Sesungguhnya telah Kami berikan hikmat kepada Luqman, Yaitu: "Bersyukurlah kepada Allah. dan Barangsiapa yang bersyukur (kepada Allah), Maka Sesungguhnya ia bersyukur untuk dirinya sendiri; dan Barangsiapa yang tidak bersyukur, Maka Sesungguhnya Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji". (QS. Al-Luqman: 12). (http//www.al-quran-digital.com).

Kemudian Ia menuliskan shalawat kepada Nabi Muhammad SAW. dengan tujuan semoga tetap tercurahkan kepada Beliau. Sebagaimana dalam Al-Qur’an Allah SWT. Berfirman:





 

























Artinya: Sesungguhnya Allah dan para Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah

30 kamu untuk nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (QS. Al-Ahzab:56). ( Al-Qur’an digital).

2. Pembahasan.

Kitab ini berisikan nasehat-nasehat yang terkumpul dalam suatu

pasal terdiri dari tujuh puluh tujuh Syu’bah (cabang-cabang)

pembahasan, dimulai dari Khutbatul Kitab dilanjutkan dengan cabang

pertama, kedua, ketiga, sampai ketujuh puluh tujuh pada akhir kitab. Juga disertai penjelasan dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah pada masing-masing babnya. Pada kitab ini terdapat 77 pasal dan setiap pasal ini, menjelaskan tentang sebagimana pokok dasar iman seseorang karena iman (keyakinan) memiliki beberapa unsur dan perilaku yang dapat menambah amal manusia dengan melakukan semuanya dan mengurangi amal manusia dengan meninggalkannya. (Asrori, 1996:2).

Adapun pokok isi pada kitab Qami’uth Thughyan terdiri dari 77 pembahasan diantaranya sebagai berikut:

o Iman Kepada Allah

o Iman Kepada Malaikat

o Iman Kepada Kitab-kitab Allah

o Iman Kepada Para Nabi

o Iman Kepada Hancurnya Alam

o Iman Kepada Kebangkitan Manusia dari Kematian

o Iman Kepada Takdir

o Iman Kepada Hasyr

31

o Cinta Kepada Allah

o Takut Kepada Siksa Allah

o Mengharap Rahmat Allah

o Tawakal (Pasrah Kepada Allah)

o Cinta Kepada Nabi Muhammad Saw.

o Mengagungkan Derajat Nabi Muhammad Saw.

o Kikir dengan Memegang Teguh Agama Islam

o Mencari Ilmu

o Menyebar Luaskan Ilmu Syariat

o Mengagungkan dan Memuliakan Al-Qur’an

o Bersuci

o Menjalankan Salat Lima Waktu Pada Waktunya dengan Sempurna

o Membayar Zakat Kepada Orang-orang Yang Berhak Menerimanya

o Berpuasa Di Bulan Ramadhan

o I’tikaf

o Haji

o Berjuang Melawan Orang Kafir Untuk Menolong Agama Islam

o Membentengi Kaum Muslimin Dari Serangan Orang Kafir

o Bertahan Di Dalam Kancah Perang Kepada Pemimpin Atau

Pembantunya

o Memerdekakan Budak (Hamba Sahaya) yang Muslim

o Bersedia Membayar Kafarah

32

o Bersyukur

o Menjaga Lisan dari Hal-hal yang Tidak Layak

o Menjaga Kemaluan dari Hal-hal yang Dilarang Allah Swt.

o Menyampaikan Amanat yang Berhak Menerimanya

o Tidak Membunuh Sesama Manusia Muslim

o Menghindari Makanan dan Minuman yang Haram

o Menghindari Harta yang Haram

o Menghindari Pakaian, Perhiasan dan Perabot yang Haram

o Menghindari Permainan yang Sia-sia yang Dilarang

o Sederhana Dalam Memberikan Nafakah, Tidak Berlebihan dan

Dokumen terkait