• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: Gambaran Umum Masyarakat Simalungun

2.9 Biografi Taralamsyah Saragih

Taralamsyah Saragih adalah seorang bangsawan Simalungun yang memiliki kepedulian terhadap seni, budaya dan sejarah Simalungun. Penguasaannya terhadap sejarah seni dan kebudayaan Simalungun khusunya perlu dihargai dan dikenang meskipun beliau telah lam berpulang.

Gambar 2.1

Dalam catatan yang dibuat oleh putra tertuanya, Eddy Taralamsyah Saragih,beliau pernah menjadi duta budaya Indonesia dalam tour misi kesenian dalam pertukaran budaya Indonesia ke RRC(Beijing) tahun 1954 di mana beliau mementaskan tarian Sitalasari dan Pamuhunan. Ketika menjadi dosen Sejarah di Universitas Sumatera Utara (1968 –1970), bersama mahasiswa USU, beliau mengikuti tour Misi Kesenian Indonesia ke Johor Malaysia pada 1970 dan mementaskan tarian Makkail dan Haroan Bolon.

Sebagai pegawai pemerintah, nampaknya beliau berpindah-pindah, pernah tinggal di Jakarta, Medan, Pematang Siantar dan terakhir di Jambi , sungguh proses kreatif (penciptaan) bukanlah sesuatu yang mudah. Boleh jadi, justru di rantau beliau lebih produktif karena kerinduan yang mendalam akan kampung halamannya.

Beberapa aktivitas berkesenian yang digeluti Taralamsyah Saragih diantaranya:

 menjadi pemimpin kelompok musik Siantar Hawaiian Band di Pematang Siantar.

 Pernah rekaman yang menghasilkan 6 piringan hitam (ODEON), berisikan lagu-lagu daerah Simalungun dan Karo.

 Mendirikan dan memimpin orkes keroncong di Pematang Siantar (1936- 1941).

 Menjadi pemimpin musik pada kelompok musik Siantar Geki (1942-1946).

 Mendirikan Kesenian Simalungun di Medan pada tahun 1952.

Untuk menunjukkan kecintaannya kepada Simalungun, beliaujuga mengadakan siaran berkala lagu-lagu daerah Simalungun di RRI Medan. Pada tahun 1959 ia membentuk Orkes Na Laingan untuk musik Simalungun dan merekam 2 piringan hitam di Lokananta yang berisi lagu-lagu Simalungun dan Karo. Beliau juga melatih rombongan Sabang-Merauke untuk tari Haroan Bolon pada pembukaan Ganefo di Jakarta. Pernah diperbantukan dalam pembinaan kesenian, diantaranya membantu pembinaan kesenian Simalungun di Lubuk Pakam dan Pematang Siantar.

Ia bukan hanya milik orang Simalungun, kiprahnya di pentas seni Nasional ditunjukkan dengan keterlibatannya membantu pembentukan Sekolah Musik Indonesia di Medan. Membantu menyusun tari-tari Melayu seperti Kuala Deli, Mainang, Tanjung Katung, dan lain-lain (1952-1953).

Setahun setelah mengikuti misi kesenian RI yang pertama keluar negeri pada tahun 1954, ia melatih tari Melayu dan tari-tari daerah Sumatera Utara di Medan. Diperbantukan kepada pemerintah daerah Jambi oleh Pangkowilhan Sumatera Utara untuk membina kesenian setempat. Melatih dan membawa kesenian daerah Jambi pada pembukaan Jakarta Fair (1972).

Dua kali membawa rombongan kesenian Jambi ke Jakarta, untuk Festival Kesenian Mahasiswa se-Indonesia dan untuk pameran Visuil Pembangunan Indonesia (1973). Membawa rombongan kesenian Jambi ke Singapura (1974) dan ke Jakarta untuk pembukaan Taman Mini Indonesia Indah (1975).\

Membawa koor ibu mengikuti Festival Koor Ibu se-Indonesia dan memimpin tim penelitian musik dan tari daerah Jambi, proyek P3KD Dep. P dan K (1977), dan

lain-lain. Bahkan beliau memulai karir nya dengan meneliti seni musik dan tarian daerah Jambi yang diterbitkan menjadi sebuah buku (1978) yang masih berupa manuscript dengan judul “Ensiklopedia Musik dan Tarian daerah Jambi”

Pada catatan yang sama, beliau menciptakan 14 tarian Simalungun dan 36 buah lagu Simalungun. Lahir sebagai keturunan ningrat Raja Raya di lingkungan Rumah Bolon (Istana) di Pamatang Raya Simalungun. Mulai mempelajari tari dan musik tradisi Simalungun pada tahun 1926. Antara tahun 1928-1935, ia mempelajari alat-alat musik barat seperti biola, gitar dan lain-lain.

Taralamsyah Saragih lahir di Pematang Raya, Simalungun pada tanggal 18 Agustus 1918, dari keluarga keturunan Raja Simalungun. Sejak kecil Taralamsyah Saragih telah menunjukkan bakat seni yang dimilikinya, terutama di bidang seni musik dan seni tari.

Ia menyelesaikan pendidikan formal di Holandse Inlandse School (HIS). Sebagai komponis, karya-karyanya beranjak dari tradisi etnik Simalungun dan Melayu hal itu dapat telihat dari karakter melodi dan penggunaan teks bahasa daerah yang khas Simalungun. Di usia yang relatif muda pada tahun 1936 hingga tahun 1941.

Pernah menjadi dosen luar biasa pada mata kuliah sejarah di Univesitas Sumatera Utara (USU) yakni dari tahun 1968 hingga tahun 1970. Di selah kesibukannya berorganisasi, Taralamsyah Saragih banyak menciptakan lagu-lagu atau menggubah lagu rakyat Simalungun serta menciptakan berbagai tari daerah Simalungun.

Sejak itu, Taralamsyah Saragih sempat tinggal di USI (Universitas Simalungun), menempati salah satu kamar di lantai 2. Disela-sela kegiatannya menulis, pada malam hari beliau berdendang dengan clarinetnya. Masa itulah Taralamsyah Saragih merampungkan bukunya berisi Sejarah Kerajaan Raya dan Silsilah Raja Raya serta penyebaran keturunan Raja Raya.

Nama Taralamsyah Saragih dan nama Ibunya tercantum sebagai generasi ke- 15, yang berarti Taralamsyah Saragih generasi ke-16. Lalu, naskahnya tersebut diserahkan kepada seorang penulis agar diterbitkan. Dan akhirnya, oleh penulis diterbitkan di percetakan Tapian Raya, dengan biaya sendiri. Judulnya “Saragih Garingging”. Taralamsyah saragih sangat berharap mendapatkan honor dari penerbitan buku tersebut. Tetapi, hanya sedikit yg Ia dapatkan, karena pengiriman buku tersebut tersendat.

Pada pertengahan tahun 1971 Taralamsyah Saragih hijrah ke Jambi atas permintaan Gubernur Provinsi Jambi yang pada saat itu dijabat oleh RM. Noer Admadibrata untuk mempelajari dan mengembangkan kesenian masayarakat Jambi.

Website Taman Budaya Jambi menulis, kehadiran Taralamsyah Saragih sejak tahun 1971 telah menambah kasanah bagi perkembangan dunia kesenian Jambi. Menurut Tamjid Wijaya (Komponis Jambi), salah seorang sahabat dan murid terdekatnya (Majalah Sauhur, edisi agustus 2009) mengatakan, Taralamsyah Saragih dapat diumpamakan sebagai ‘besi berani’ yang mengumpulkan dan menyatukan serbuk-serbuk besi yang berserakan di sekitarnya. Beliau juga merupakan figur seorang guru dan sekaligus bapak yang mampu meletakkan porsinya dalam mendidik

murid-muridnya, mereka semua dianggap seperti anak sendiri. Sehingga tidak hanya mengajarkan ilmu keseniannya, tetapi juga memberikan bekal hidup bagi diri saya secara pribadi.

Pada tahun 1978 , Gubernur Provinsi Jambi pada maasa itu dijabat oleh Jamaluddin Tambunan, pernah menginstruksikan untuk melaksanakan penelitian dan pencatatan seni musik dan tari daerah Jambi yang langsung dipercayakan pada Taralamsyah Saragih sebagai ketua tim yang beranggotakan:

 Surya Dharma

 Tamjid Wijaya

 OK. Hundrick

 Marzuki Liazimdan dan M. Syafei Ade

Yang kemudian diterbitkan menjadi sebuah buku dengan judul, “Ensiklopedi Musik dan Tari Jambi”.

Saat sebelum revolusi sosoial tahun1946, Taralamsyah Saragih pernah menjelaskan bahwa masih banyak jenis atau ciri khas lagu/musik Simalungun yang dahulu mereka pelajari, namun pada saat revolusi sosial tersebut, sekian banyak peralatan musik Simalungun yang kini tidak ditemukan lagi karena turut terbakar di dalam Istana Kerajaan Raya di Simalungun.

Dalam bidang tari, taralmsyah Saragih banyak menciptakan dan menggubah tari Simalungun antara lain: Tari Sitalasari (1946), Pamuhun, Simodak-odak, haro- haro (1952), Sombah (merupakan penyelarasan atau gubahan dari Tortor Sombah yang telah lahir dari akar budaya leluhur, 1953), Runten Tolo(1954), Makail,

Manduda (1957), . Demikian halnya, dengan seni musik, Taralamsyah Saragih banyak menggubah serta menciptakan lagu-lagu rakyat simalungun, dimana hasil gubahan dan ciptaannya tersebut ditulis secara manual dengan tulisan tangan.Sebut saja:

 Lagu Eta Mangalop Boru lawei,

 Parmaluan,

 Hiranan,

 Inggou Paralajang,

 Tarluda,

 Parsonduk Dua,

 Padan Naso Suhun,

 Tading Maetek,  Pamuhunan,  Paima Na So Saud,  Sihala Sitarontom,  Sanggulung Balunbalun,  Ririd Panonggor,  Marsialop Ari,  Mungutni Namatua,  Pindah-Pindah,  Inggou Mariah,  Uhur Marsirahutan,

 Bujur Jehan,

 Simodak-odak (ciptaan bersama dengan Tuan Jan Kaduk Saragih), serta yang lainnya.

Ada juga beberapa lagu tradisi Simalungun yang ia di gubah kembali, seperti:

 Parsirangan,

 Doding Manduda (ilah tradisi dari ilah i losung),

 Ilah Nasiholan(gubah bersama Jan Kaduk Saragih),

 Marsigumbangi dan

 Ilah Bolon (Na Majetter) (ilah tradisi dari ilah bolon).

Gambar 2.2

Dalam perkawinannya, Taralamsyah Saragih menikah saat berusia 26 tahun pada sabtu, 25 November 1944 dengan Siti Manyun br. Siregar. Taralamsyah Saragih memiliki 12 orang anak diantaranya 3 laki-laki dan 9 wanita. Pada tahun 1980 Taralamsyah Saragih menyusun buku berjudul, Musik Gondrang, Struktur dan fungsinya di Simalungun, kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Arlin Dietrich Jansen dalam rangka mendapat gelar Doktor di University of Washington Amerika.

Tepat pada hari Senin, 01 Maret 1993 di Jambi, Taralamsyah Saragih menghembuskan nafas terakhir, disaat sedang menyusun dan ingin merampungkan Kamus Simalungun yang ia susun dari tahun 1960-an dan hingga kini belum diterbitkan.

Dokumen terkait