• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. PENDAHULUAN

2.5. Bioremediasi Menggunakan Tanaman

Bioremediasi tidak hanya terbatas pada pemanfaatan aktifitas mikrob, tetapi juga menggunakan tanaman yang disebut fitoremediasi. Istilah fitoremediasi berasal dari kata Inggris „phytoremediation‟; kata ini sendiri tersusun atas dua kata, yaitu phyto yang berasal dari kata Yunani phyton "tumbuhan" dan remediation yang

berasal dari kata Latin remedium "menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan". Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al., 1998).

Fitoremediasi adalah salah satu teknologi yang bersahabat dengan lingkungan yang tidak mahal dan efektif. Tanaman-tanaman hiperakumulator logam dapat digunakan untuk mengubah logam baik yang berasal dari daratan maupun lautan (Shah, 2007). Menurut Suthersan (2001) bahwa proses dalam fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya, yaitu:

1. Phytoacumulation adalah proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperacumulation.

2. Rhizofiltration adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar.

3. Phytostabilization adalah penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

4. Rhyzodegradation adalah penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikrob yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bakteri.

5. Phytodegradation adalah proses yang dilakukan tumbuhan menguraikan zat kontaminan yang mempunyai rantai molekul yang kompleks menjadi bahan yang tidak berbahaya dengan dengan susunan molekul yang lebih sederhana yang dapat berguna bagi pertumbuhan tumbuhan itu sendiri. Proses ini dapat berlangsung pada daun, batang, akar atau di luar sekitar akar dengan bantuan

enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi.

6. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.

Laporan pertama mengenai adanya tumbuhan hiperakumulator muncul pada tahun 1948 oleh Minguzzi dan Vergnano, yang menemukan kadar nikel sebesar 1.2% dalam daun Alyssum bertolonii. Tumbuhan hiperakumulator logam adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kriteria tanaman hipertoleran (Chaney et al., 1995) adalah sebagai berikut: (1) Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang serta daun, (2) tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah dengan laju penyerapan yang tinggi, dan (3) tumbuhan harus mempunyai kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta daun.

Hasil penelitian Syafrani (2007) bahwa tumbuhan wlingen (Scirpus grossus), melati air(Echinodorus paleafolius), genjer (Limnocharis flava), kiapu atau apu-apu (Pistia stratiotes) dapat digunakan untuk pengendalian limbah cair dari sub-DAS Tapung Kiri, Propinsi Riau. Menurut Guntur (2008) bahwa kualitas limbah rumah tangga yang telah melalui proses bioremediasi dengan simulasi tanaman air yaitu: Mendong (Iris sibirica), Teratai (Nymphaea firecrest), Kiambang (Spirodella polyrrhiza) dan Hidrilla (Hydrilla verticillata) pada umumnya telah memenuhi syarat untuk dilepas ke lingkungan, baik ditinjau dari kualitas fisik dan kimia, maupun kualitas mikrobiologis. Menurut Supradata (2005) bahwa tanaman hias jenis Cyperus alternifolius memiliki kinerja yang cukup baik dalam pengolahan air limbah rumah tangga dengan system lahan basah buatan aliran bawah permukaan (SSF-Wetlands).

Menurut Khiatuddin (2003) jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan pada lahan basah buatan yaitu: 1) tanaman yang mencuat di permukaan air seperti: Andropogon virginianus, Polygonum spp., Alternanthera spp; Phalaris arundinacea, Thypa domingensis, Thypa latifolia, Thypa orientalis, Canna flaccid; 2) tanaman yang mengambang dalam air seperti: Potamogeton spp., Egeria densa, Ceratophyllum demersum, Elodea nuttallii, Myriophyllum aquaticum, Algae; dan 3) tanaman yang mengapung di permukaan air seperti: Lagorosiphon major, Salvinia rotundifolia, Spirodela polyrhiza, Pistia stratoites, Lemna minor, Eichornia crassipes, Lemna gibba.

Gambar 3. Jenis-jenis Tanaman Lahan Basah (Khiatuddin, 2003)

Proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu (Reed, 2005).

Tanaman Typha sp. termasuk Kingdom: Plantae, (unranked): Angiosperms, (unranked): Monocots, (unranked): Commelinales, Ordo: Poales, Family: Typhaceae, Genus: Typha L. Tanaman Typha sp. sering digunakan sebagai bahan kerajinan atau tali. Menurut Hidayah (2010) tanaman Cattail (Typha Angustifolia) dalam sistem lahan basah buatan pengolahan air limbah domestik dapat menurunkan kandungan pencemar dalam air limbah dengan waktu tinggal 3 sampai dengan 15 hari, efisiensi penyisihan COD 77.6% - 91.8%, BOD 47.4% – 91.6% dan TSS 33.3% – 83.3%.

Keunggulan pengolahan air limbah dengan sistem ini selain kualitas hasil air pengolahan yang sesuai baku mutu air limbah domestik juga dapat meningkatkan kualitas tanah. Hibrid dari tanaman Typha angustifolia and Typha latifolia dapat digunakan sebagai tanaman lahan basah buatan (Selbo, 2004).

Sedangkan tanaman Eceng gondok termasuk Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Liliopsida, Ordo: Commelinales, Famili: Pontederiaceae, Genus: Eichhornia Kunth, dan Spesies: E. crassipes. Eceng gondok atau enceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0.4 – 0.8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Eichhornia crassipes merupakan tumbuhan air yang dapat menyerap hara dan logam berat dalam jumlah yang cukup signifikan. Zat hara yang terserap oleh akar tanaman akan ditranslokasikan di dalam tubuh tanaman. Hasil penelitian yang telah dilakukan di bak percobaan menunjukkan bahwa penggunaan eceng gondok dengan penutupan 50% dari luas area percobaan pengolahan limbah cair tahu dapat menurunkan residu

a b

Dokumen terkait