• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bioremediation of mercury using indigenous bacteria with bioreactor and artificial wetland systems

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bioremediation of mercury using indigenous bacteria with bioreactor and artificial wetland systems"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

BIOREMEDIASI LIMBAH MENGANDUNG MERKURI

MENGGUNAKAN BAKTERI TEMPATAN DENGAN

SISTEM BIOREAKTOR DAN LAHAN BASAH BUATAN

SENDY BEATRIX RONDONUWU

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Dengan ini saya menyatakan dengan benar bahwa disertasi “Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri menggunakan Bakteri Indigenous dengan Sistem Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Sendy B. Rondonuwu

(3)

ABSTRACT

SENDY BEATRIX RONDONUWU. Bioremediation of Mercury using Indigenous Bacteria with Bioreactor and Artificial Wetland Systems. Under supervision of DWI ANDREAS SANTOSA, BIBIANA W. LAY and SUPRIHATIN.

Small scale gold mining (SSGM) Talawaan-Tatelu, North Minahasa District, North Sulawesi Province, operated since 1998, utilizes mercury in processing gold material and creates mercury waste that pollutes rivers, soil, plants, and air in the area. Sample data of 2002 to 2006 showed that there were mercury pollution in the area. Bioremediation using microbe is a more effective and efficient technology for cleaning of mercury contaminated environment. This experiment was aimed to: (1) identify, characterize and test the mercury-reducing bacteria from SSGM Talawaan-Tatelu; (2) study the ability of bioreactor and artificial wetland using the mercury-reducing bacteria from SSGM, active carbon, aquatic plant (Typha sp. and Eichornia crassipes) in reducing mercury during 6 days biofilm formation. The experiment was carried out in Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB) Laboratory, Bogor. Soil sample was taken collected from SSGM Manado. The results of the experiments revealed that there were 10 superior isolates of mercury -reducing bacteria that were able to grow in Luria Bertani medium containing 500 ppm HgCl2. Those identified as Bacillus sp. group were ICBB 9116, ICBB 9118, ICBB 9121, and ICBB 9122. There were two isolates of Brevibacillus sp. group, namely ICBB 9123 and ICBB 9124; and one isolate for each of Micrococcos luteus, Pseudomonas sp, Morganella morganii, Eschericia coli were ICBB 9120, ICBB 9115, ICBB 9119, ICBB 9117, respectively. The top four highest capability of isolates in reducing mercury, are as follows i.e. ICBB 9120 can reduce 79.42% - 98.65%, ICBB 9119 (80.10% - 97.06%), ICBB 9118 (80.60% - 98.62%), and ICBB 9121 (79.15% - 98.50%). Mercury reduction capability in bioreactor using isolate ICBB 9118 was 98.89%, ICBB 9119 was 98.73%, ICBB 9120 was 99.12%, and ICBB 9121 was 99.33%. The observation results showed that Bacillus sp. ICBB 9121 had the highest capacity in reducing mercury. Typha plant, carbon active, and water hyacinth were used simultaneously with microbes within bioreactor showed their ability in reducing mercury with the level of 98.50%, 97.96%, and 96.73, respectively. The experiment results of artificial wetland reactor demonstrated that the capacity of active carbon, typha plant, and water hyacinth, in reducing mercury without microbes were 85.34%, 82.18%, and 44.25%, respectively.

(4)

RINGKASAN

SENDY BEATRIX RONDONUWU. Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri Menggunakan Bakteri Tempatan dengan Sistem Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan. Dibawah bimbingan : DWI ANDREAS SANTOSA, BIBIANA W. LAY dan SUPRIHATIN.

Pertambangan Emas Skala Kecil (PESK) di Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara yang mulai beroperasi 1998 menggunakan merkuri dalam memproses produk emas menghasilkan limbah merkuri yang mencemari sungai, sumur, tanah, tanaman, dan udara yang ada dilokasi dan sekitarnya. Hasil penelitian menyatakan bahwa telah terjadi pencemaran merkuri di lokasi tersebut berdasarkan data sampel tahun 2002 s/d 2006. Bioremediasi dengan menggunakan bakteri merupakan suatu teknik pembersihan lingkungan tercemar merkuri yang efektif dan efisien.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengisolasi dan mengkarakteristik serta menguji aktivitas bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu; (2) mengkaji kemampuan bakteri pereduksi merkuri, arang aktif, tanaman typha dan tanaman eceng gondok menggunakan bioreaktor dalam mereduksi merkuri; (3) mengkaji kemampuan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif menggunakan reaktor lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor.

(5)

morfologi dan diidentifikasi sampai tingkat genus serta diuji aktivitas bakteri tersebut dalam mereduksi merkuri.

Penelitian ini memperoleh 10 isolat bakteri pereduksi merkuri yang mampu tumbuh pada 500 ppm HgCl2 yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115, Bacillus sp. ICBB 9116, Eschericia coli ICBB 9117, Bacillus sp. ICBB 9118, Morganella morganii ICBB 9119, Micrococcos luteus ICBB 9120, Bacillus sp. ICBB 9121, Bacillus sp. ICBB 9122, Brevibacillus sp. ICBB 9123, dan Brevibacillus sp. ICBB 9124.

Reduksi merkuri kelompok bakteri gram positif berbentuk batang berspora adalah Bacillus sp. ICBB 9116 sebesar 77.79% - 96.00%; Bacillus sp. ICBB 9118 sebesar 80.60% - 98.62%; Bacillus sp. ICBB 9121 sebesar 79.15% - 98.18%; dan Bacillus sp. ICBB 9122 sebesar 52.65% - 96.46%. Hasil reduksi merkuri dari kelompok bakteri gram positif berbentuk batang dan bulat berturut-turut yaitu: Brevibacillus sp. ICBB 9123 sebesar 63.75% - 94.91%; Brevibacillus sp. ICBB 9124 sebesar 69.27% - 96.40%; dan Micrococcos luteus ICBB 9120 sebesar 79.42% - 98.65%. Hasil reduksi merkuri kelompok bakteri gram negatif berbentuk batang yaitu: Pseudomonas sp. ICBB 9115 sebesar 59.69% - 96.20%; Morganella morganii ICBB 9119 sebesar 80.10% - 98.50%; dan isolat Eschericia coli ICBB 9117 sebesar 53.76% - 95.19%.

(6)

©

Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepenttingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi Institut Pertanian Bogor

(7)

BIOREMEDIASI LIMBAH MENGANDUNG MERKURI

MENGGUNAKAN BAKTERI TEMPATAN DENGAN

SISTEM BIOREAKTOR DAN LAHAN BASAH BUATAN

SENDY BEATRIX RONDONUWU

Disertasi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Judul : Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri

Tempat : Ruang Riau 1, Lt 1 Sekolah Pascasarjana IPB

Baranang Siang, Bogor

Tempat : Ruang Sidang III Departemen AGH

Wing 8 Level 5 Kampus Darmaga IPB, Bogor

Penguji Luar : Dr. Ir. M. Yusron, MSc

Kepala Bidang Program dan Evaluasi Pusat

Pusat Penelitian dan Pengembangan

Perkebunan, Departemen Pertanian RI

Dr. Ir. Untung Sudadi, MSc

(9)
(10)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan kasih dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan disertasi dengan judul “Bioremediasi Limbah Mengandung Merkuri

Menggunakan Bakteri Tempatan dan Tanaman dengan Sistem Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan”. Disertasi ini merupakan salah satu syarat penyelesaian pendidikan program Doktor (S3) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa MS, Prof. Dr. drh. Bibiana W. Lay, MSc. dan Prof. Dr.-Ing. Ir. Suprihatin selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan sejak penyusunan proposal, pelaksanan penelitian hingga selesainya penyusunan disertasi ini.

2. Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan yang telah banyak memberikan arahan, dorongan dan motivasi selama masa studi sampai penyusunan disertasi ini.

3. Ucapan terima kasih penulis sampaikan secara khusus kepada Dr. Ir. Dwi Andreas Santosa yang telah menyediakan bahan penelitian dan peralatan laboratorium sehingga penulis dapat menyelesaikan keseluruhan tahapan penelitian.

4. Rektor Universitas Sam Ratulangi dan Dekan Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi, yang telah memberikan kesempatan dan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(11)

6. Pimpinan Dikti Mendiknas yang telah memberikan beasiswa program doktor kepada penulis sehingga dapat melanjutkan studi S3.

Akhirnya penulis berharap agar karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan membutuhkan informasi yang berkaitan dengan disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Manado, Sulawesi Utara pada tanggal 30 Mei 1964, merupakan anak kelima dari lima bersaudara dari pasangan Abo Denatos Rondonuwu (almarhum) dan Amelia Sumual (almarhumah). Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Manado, lulus pada tahun 1989. Pada tahun 1992, penulis diterima di Program Studi Agronomi pada Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1995. Kesempatan untuk melanjutkan studi ke program doktor pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) IPB pada tahun 2006. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….……… xiv

DAFTAR GAMBAR………... xv

DAFTAR LAMPIRAN………. xvi

1. PENDAHULUAN……… 1

1.1. Latar Belakang………... 1

1.2. Kerangka Pemikiran………... 3

1.3. Perumusan Masalah………... 4

1.4. Pertanyaan Penelitian………... 6

1.5. Tujuan Penelitian………... 6

1.6. Hipotesis………... 6

1.7. Manfaat Penelitian………... 7

1.8. Kebaharuan………... 7

2. TINJAUAN PUSTAKA………... 9

2.1. Keadaan di Lokasi PESK Talawaan-Tatelu………... 9

2.2. Karakteristik Merkuri………... 11

2.3. Bioremediasi Menggunakan Bakteri………... 14

2.4. Bioremediasi Menggunakan Bioreaktor……… 19

2.5. Bioremediasi Menggunakan Tanaman………... 22

2.6. Lahan Basah Buatan………... 27

3. METODE PENELITIAN……….. 29

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………. 29

3.2. Bahan dan Alat Penelitian……….. 29

3.3. Pelaksanaan Penelitian………... 30

3.3.1. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri………... 30

3.3.2. Pengujian Aktifitas Bakteri Pereduksi Merkuri……….. 35

(14)

3.3.4. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Bioreaktor Biofilm BPM…… 36

3.3.5. Pengolahan Limbah Merkuri dengan Lahan Basah Buatan……….. 38

3.4. Metode Analisa………. 39

3.5. Penyimpanan Biakan Bakteri Pereduksi Merkuri………. 40

4. HASIL DAN PEMBAHASAN……… 41

4.1. Isolasi Bakteri Pereduksi Merkuri……….. 41

4.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri……… 42

4.3. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri……….. 43

4.4. Pertumbuhan BPM pada Berbagai Kondisi Lingkungan………... 50

4.5. Uji Aktivitas Bakteri Pereduksi Merkuri………... 54

4.6. Pengolahan Limbah Menggunakan Bioreaktor dan Lahan Basah Buatan… 60 4.6.1. Kemampuan Mereduksi Hg dalam Bioreaktor………... 61

4.6.2. Kemampuan Mereduksi Hg dalam Lahan Basah Buatan………... 64

5. SIMPULAN DAN SARAN……….. 66

6. DAFTAR PUSTAKA………... 68

(15)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Hasil uji 31 isolat dengan media LB dari berbagai lokasi sampling……... 41

2 Kemampuan tumbuh isolat dari PESK Talawaan-Tatelu……… 42

3 Uji morfologi dan fisiologi kesepuluh BPM……… 49

4 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan sepuluh isolat BPM……… 50

5 Pertumbuhan sepuluh isolat BPM pada berbagai nilai pH……….. 54

(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Bagan alir kerangka berpikir………... 4

2 Bagan alir perumusan masalah………. 5

3 Jenis-jenis Tanaman Lahan Basah (Khiatuddin, 2003)……… 25

4 Tanaman Eceng gondok (a) dan tanaman Typha (b)………... 26

5 Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan bioreaktor biofilm bpm… 38 6 Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan reaktor lahan basah…….. 39

7 Bentuk Koloni ke-10 bakteri pereduksi merkuri……….. 47

8 Bentuk Sel ke-10 bakteri pereduksi merkuri……….……... 48

9 Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9123………..……… 51

10 Kurva standar isolat Brevibacillus sp. ICBB 9124………..……… 51

11 Kurva pertumbuhan isolat Morganella sp. dan Micrococcos sp….……… 52

12 Kurva pertumbuhan kedelapan isolat bpm….……….. 53

13 Hasil reduksi pada berbagai konsentrasi merkuri (kontrol)………. 56

14 Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram positif batang berspora…... 58

15 Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram positif batang dan bulat...…. 59

16 Prosentase reduksi merkuri bakteri Gram negatif batang………... 59

17 Pertumbuhan isolat bpm terpilih pada uji bioreaktor……… 60 18 Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor berisi batuan

Vulkanik………

63

19 Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok, dan arang aktif menggunakan bioreaktor berisi bpm………...

64

20 Prosentase reduksi merkuri tanaman typha, eceng gondok, dan arang aktif

menggunakan bioreaktor berisi bpm……….

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Peta Lokasi PESK Talawaan-Tatelu……… 76

2 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk batang berspora……….. 77 3 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram positif bentuk batang dan bulat tidak berspora……….……….. 78 4 Prosentase reduksi merkuri isolat bakteri Gram negatif bentuk batang……….... 79 5 Prosentase reduksi merkuri isolat bpm dalam bioreaktor bpm……… 80

6 Hasil reduksi merkuri menggunakan bakteri………... 81

7 Hasil reduksi merkuri dalam reaktor Lahan Basah Buatan………. 83

8 Pengolahan limbah merkuri menggunakan bioreaktor……….. 84

(18)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sulawesi Utara adalah daerah di bagian utara dari pulau Sulawesi yang dikenal dengan pulau Celebes, terletak pada 0°30' - 4°30' LU dan 124°-127°BT. Manado adalah ibukota provinsi yang terletak di Teluk Manado dikelilingi oleh beberapa pulau, salah satunya pulau Bunaken yang memiliki Taman Laut Nasional dengan bukit karang yang indah tempat rekreasi para turis baik turis domestik maupun turis mancanegara. Terdapat 3 sungai kecil yang mengalir masuk ke Teluk Manado, salah satunya ke muara Talawaan dengan jarak 20-30 km dari Manado yang melewati tempat penambangan emas skala kecil di Talawaan-Tatelu. Aktivitas penambangan emas dialiri air yang berasal dari puncak Gunung Klabat ( 1995 meter) dengan luas area kurang lebih 34.400 ha.

Pertambangan di Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara merupakan salah satu lokasi pertambangan emas skala kecil (PESK) di Sulawesi Utara. Pertambangan emas rakyat ini memiliki produk limbah yang mengandung logam-logam berat yang dapat membawa efek buruk bagi lingkungan karena adanya elemen toksik yang digunakan dalam proses ekstraksi logam mulia (emas). Pertambangan rakyat ini dilakukan sejak tahun 1997 dan melibatkan 262 sampai dengan 3289 penambang. Limbah hasil pengolahan emas dibuang di sekitar daerah pengolahan yang biasanya berada di sekitar daerah aliran sungai, sehingga limbah yang mengandung merkuri akan mengkontaminasi sepanjang aliran sungai dan lingkungan sekitarnya. Jika alam telah tercemar maka makhluk hidup juga akan turut tercemar pula, dan pencemaran yang masuk melalui jalur makanan, dampaknya akan sampai pada manusia. Sampai saat ini penanganan limbah merkuri di PESK Talawaan-Tatelu belum dilakukan secara serius.

(19)

2004 berdasarkan kurang lebih 250 sampel di akhir tahun 2003, menunjukkan bahwa kandungan rata-rata merkuri pada moluska di bagian hilir dari tempat operasi tambang sebesar 2.6 ppm, pada tanah sepanjang sungai Talawaan sebesar 91 ppm, pada tanaman mulai dari lokasi tambang menuju hilir sungai sebesar 317 ppm, dan di lokasi pertambangan sebesar 317.6 ppm. Data penelitian menunjukkan bahwa air limbah tambang emas rakyat mengandung merkuri sebesar 9.03 mg/l dan tumbuhan air yang paling efektif sebagai agen bioremediasi adalah teratai (Nelumbium nelumbo) dengan biomassa 15 kg mampu menurunkan kadar merkuri air limbah hingga 0.02 mg/1 dengan Indeks Bioremediasi (IBR) 99 % terjadi pada hari ke-15 (Palapa, 2009).

Kandungan merkuri di lokasi PESK Talawaan-Tatelu berdasarkan hasil penelitian telah melewati baku mutu lingkungan. Baku mutu adalah batas / kadar maksimum suatu zat atau komponen dari kegiatan manusia atau proses alam yang diperbolehkan berada pada suatu lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif. Standar baku mutu kelimpahan logam berat merkuri pada tanah berkisar 300 ppm, pada air berkisar 0.01-0.05 ppm, dan pada sedimen sungai berkisar <10-100 ppm (Stwertka, 1998).

Merkuri merupakan logam berat yang sangat toksik terhadap organisme. Semua bentuk merkuri, baik dalam bentuk unsur, gas maupun dalam bentuk garam merkuri organik adalah beracun. Merkuri memiliki waktu tinggal (residence time) ribuan tahun yang akan mengendap pada sedimen dan masuk serta terakumulasi dalam tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan yaitu: melalui pernapasan, saluran pencernaan dan kulit sehingga dapat menimbulkan kematian (Wardhana, 2004).

(20)

secara biologis terhadap komponen lingkungan, tanah dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia (Said dan Fauzi, 1996).

Dengan demikian jelaslah bahwa lokasi PESK di Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Sulawesi Utara telah mengandung logam berbahaya merkuri yang sangat mengkhawatirkan karena telah melebihi ambang batas baku mutu lingkungan. Untuk itu perlu dilakukan penelitian dalam masalah penanganan limbah merkuri akibat aktivitas penambangan emas rakyat. Bioremediasi adalah salah satu teknik penyehatan lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran yang telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. Teknik bioremediasi sangat efektif dan murah dari sisi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh senyawa-senyawa kimia toksik atau beracun.

1.2. Kerangka Penelitian

Pertambangan emas skala kecil (PESK) di lokasi Talawaan-Tatelu telah beroperasi mulai tahun 1997 dengan menggunakan merkuri dalam memproses produk emas. Pertambangan ini menghasilkan limbah cair, limbah padat, dan uap merkuri yang mencemari sungai, sumur, tanah, tanaman, dan udara yang ada di lokasi pertambangan dan sekitarnya. Data penelitian menunjukkan telah terjadi pencemaran merkuri di lokasi tersebut, namun belum ada upaya penanganan limbah dan penyehatan lingkungan disekitarnya. PESK di lokasi Talawaan-Tatelu memberikan dampak positif dan negatif terhadap aspek sosial, ekonomi, dan ekologi. Dampak positif dari aspek sosial seperti perbaikan sarana transportasi, dan dari aspek ekonomi menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan. Sedangkan dampak negatif yang dirasakan dari aspek sosial yaitu terciptanya kesenjangan sosial, dan dari aspek ekonomi mengakibatkan perubahan pola hidup, serta dari aspek ekologi menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.

(21)

kuat dibandingkan dengan logam berat lainnya. Merkuri dapat terakumulasi dan tetap tinggal dalam tubuh makhluk hidup dengan jangka waktu yang lama sebagai racun.

Gambar 1. Kerangka berpikir

Adanya berbagai kepentingan, memperlihatkan bahwa lokasi PESK di Talawaan-Tatelu harus segera dibenahi yaitu dengan cara mencegah pencemaran yang semakin meningkat dan menanggulangi dampak akibat pencemaran, serta

DAMPAK POSITIF DAMPAK NEGATIF

KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

LIMBAH MERKURI

PENCEMARAN Hg

MASALAH LINGKUNGAN

MASALAH KESEHATAN MASYARAKAT

MASALAH SOSEK

PENANGGULANGAN LIMBAH MERKURI

TEKNOLOGI EKOLOGI

TAMBANG EMAS RAKYAT

PENGOLAHAN LIMBAH RAMAH LINGKUNGAN

(22)

memperbaiki kerusakan alam di lokasi tersebut dan sekitarnya dengan teknik bioremediasi yang menggunakan mikrob dan tanaman dalam strategi pengelolaan limbah ramah lingkungan menuju pembangunan berkelanjutan (Gambar 1).

1.3. Perumusan masalah

Skema perumusan masalah disajikan pada Gambar 2. Kegiatan PESK di Talawaan-Tatelu masih menggunakan merkuri sebagai bahan pengikat emas (amalgam) sampai saat ini. Data penelitian menunjukkan kandungan merkuri di lokasi pertambangan dan sekitarnya telah melewati ambang batas baku mutu lingkungan. Untuk itu diperlukan upaya penanganan limbah yang dapat menurunkan kandungan merkuri.

Gambar 2. Perumusan masalah

LIMBAH MERKURI

BIOREMEDIASI TAMBANG EMAS

(PESK) (PESK)

LIMBAH RAMAH LINGKUNGAN BIOREAKTOR

BAKTERI TEMPATAN

BAKTERI PEREDUKSI

MERKURI

TANAMAN

(23)

Bioremediasi merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran. Bioremediasi adalah proses penyehatan (remediasi) secara biologis terhadap komponen lingkungan, tanah dan air yang telah tercemar oleh kegiatan manusia. Bioremediasi bukanlah konsep baru dalam mikrobiologi terapan, karena bakteri telah banyak digunakan selama bertahun-tahun dalam mengurangi senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga maupun dari industri. (Munir, 2006). Bioremediasi dengan mikroorganisme dan tanaman merupakan salah satu teknologi penyehatan lingkungan yang efektif dan murah dari sisi ekonomi. Bakteri dapat digunakan untuk mereduksi logam merkuri dengan cara mentransformasikan logam berat tersebut melalui proses oksidasi, reduksi, metilasi, dan dimetilasi. Sifat kontinyu dari bakteri yang tahan Hg2+ yaitu yang dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan merkuri reduktase dari limbah yang terkontaminasi (Gadd, 1992; Misra, 1992). Bioremediasi tidak hanya terbatas pada pemanfaatan aktifitas bakteri, tetapi juga menggunakan tanaman yang disebut fitoremediasi. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al. 1998).

1.4. Pertanyaan Penelitian

1. Bagaimana kemampuan bakteri pereduksi asal PESK Talawaan-Tatelu dalam mereduksi merkuri?

2. Bagaimana kemampuan tanaman typha dan tanaman eceng gondok dalam mereduksi merkuri?

3. Bagaimana kemampuan bioreaktor dan lahan basah buatan dalam mengolah limbah merkuri?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

(24)

2. Mengkaji kemampuan bakteri pereduksi merkuri, arang aktif, tanaman typha dan tanaman eceng gondok menggunakan bioreaktor dalam mereduksi merkuri;

3. Mengkaji kemampuan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif menggunakan reaktor lahan basah buatan dalam mereduksi merkuri.

1.6. Hipotesa

1. Bakteri pereduksi merkuri asal PESK Talawaan-Tatelu mampu mereduksi merkuri;

2. Bioreaktor dengan tanaman typha, tanaman eceng gondok, arang aktif, menggunakan bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu memiliki kemampuan mereduksi merkuri;

3. Reaktor bahan basah buatan menggunakan tanaman typha, tanaman eceng gondok, dan arang aktif memiliki kemampuan mereduksi merkuri.

1.7. Manfaat Penelitian

1. Memberikan tambahan pengetahuan mengenai teknik bioremediasi dengan menggunakan bakteri pereduksi merkuri tempatan asal PESK Talawaan-Tatelu yang menggunakan sistem bioreaktor dalam upaya penanganan limbah merkuri;

2. Memberikan tambahan pengetahuan tentang lahan basah buatan dengan menggunakan tanaman typha dan tanaman eceng gondok, dan arang aktif; 3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan untuk

pengambilan keputusan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi limbah berbahaya dan kerusakan lingkungan yang diakibatkan pencemaran merkuri.

1.8. Kebaharuan

(25)
(26)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keadaan di Lokasi PESK Talawaan-Tatelu

Lokasi pertambangan emas skala kecil (PESK) di Kecamatan Talawaan-Tatelu tersebar terutama di Desa Talawaan-Tatelu, Talawaan-Tatelu Rondor, Wasian, Warukapas dan Talawaan yang semuanya berada di Kabupaten Minahasa Utara, termasuk dalam DAS Talawaan yang mempunyai luas sekitar 34.000 ha dan membentang mulai dari Gunung Klabat sebagai bagian hulu dan bermuara di Talawaan Bantik / Talawaan Bajo Kecamatan Wori di depan garis pantai kawasan Taman Nasional Laut Bunaken. Wilayah PESK Talawaan-Tatelu tersebar pada tanah-tanah Pasini seluas 822 ha terutama di lokasi yang disebut Bukit Batu Api dan Lempaoi, berada pada bagian hulu Sungai Talawaan, sehingga pengaruhnya kebagian hilir sangat besar. Jumlah masyarakat yang ikut aktif dalam penambangan sekitar 3.000 s/d 5.000 orang.

Kegiatan PESK Talawaan-Tatelu ini telah berlangsung sejak tahun 1997, berawal informasi dari calon pekerja PT. Tambang Tondano Nusa Jaya yang melakukan penelitian bahwa di daerah ini terdapat deposit emas. Kegiatan ini juga dipicu oleh kondisi perekonomian bangsa kita yang sulit waktu itu akibat krisis. Tahun 1999 semakin berkembang karena ternyata batuan emas yang ditambang di daerah ini mengandung kadar emas yang cukup tinggi, disamping lokasinya yang dekat dengan pemukiman penduduk serta aksesibilitas yang begitu mudah ke lokasi galian. Saat ini, meskipun PESK Talawaan-Tatelu dikategorikan ilegal namun operasinya tetap berlangsung bahkan bahan merkuri yang sangat ketat pemasarannya dapat diperoleh dengan mudah oleh masyarakat.

(27)

setengah jam untuk memungkinkan terjadinya amalgamasi unsur emas dengan merkuri, 4) Isi tromol dikeluarkan dan dilakukan pemisahan antara batuan rep yang telah halus dari amalgam dengan bantuan aliran air. Rep halus disimpan dalam karung menjadi limbah padat, sedangkan amalgam dibakar untuk memisahkan merkuri dan emas berdasarkan titip uap karena merkuri lebih dulu menguap dan terlepas dari emas, 5) Pembakaran secara sederhana dengan kompor gas pada sebuah pinggan tanah liat secara langsung di udara terbuka sehingga uap merkuri yang berwarna kebiru-biruan tersebar di lingkungan sekitar. Ada yang menggunakan retort untuk mengumpulkan kembali merkuri, tapi umumnya perlengkapan keselamatan pekerja seperti sarung tangan dan arah angin masih kurang diperhatikan, 6) Aliran air yang digunakan memisahkan merkuri amalgam dan rep halus ini dialirkan ke kolam, namun ada juga yang melalui saluran kecil langsung ke selokan yang pada akhirnya menuju ke Sungai Talawaan. Meskipun ada yang menggunakan kolam tetapi karena air yang diperlukan sangat banyak sehingga kolam menjadi penuh dan tidak mampu menampung semua air yang mengalir masuk. Apalagi bila musim hujan tiba, kolam yang ada sama sekali hampir tidak ada manfaatnya, 7) Limbah dalam bentuk lumpur rep di buang ke tempat penimbunan yang nantinya pada saat penghujan mengalir dalam bentuk suspensi ke sungai Talawaan.

Data pemantauan yang dilakukan sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2003 oleh Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup (BPLH) Provinsi Sulawesi Utara kerjasama dengan Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (BAPEDAL) Regional III Makassar, The Canada Education for Peace Initiative (CEPI) Kanada, Natural Resource Management (NRM) Sulut, The United Nations Industrial Development

Organization- Global Mercury Project (UNIDO – GMP) Phase I menunjukkan selang

(28)

bagi kesehatan mereka. Kebijakan penanggulangan harus segera diupayakan untuk mencegah terjadinya keadaan yang lebih buruk.

2.2. Karakteristik Merkuri

Merkuri adalah salah satu unsur logam penting dalam teknologi saat ini, memiliki nomor atom (NA=80) dan massa molekul relatif (MR=200,59). Memiliki simbol kimia Hg yang merupakan singkatan dari bahasa Yunani Hydrargyrum yang berarti cairan perak, dan masyarakat umum mengenal dengan nama merkuri yang berarti mudah menguap. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang berbentuk cair dalam temperatur kamar (250C) dengan titik beku paling rendah (-390C), memiliki kecenderungan menguap lebih besar, mudah bercampur dengan logam-logam lain menjadi logam campuran (Amalgam/Alloi), dan dapat mengalirkan arus listrik sebagai konduktor baik tegangan arus listrik tinggi maupun tegangan arus listrik rendah, serta dapat menghambat kerja enzim dan protein (Alfian, 2006).

(29)

Menurut WHO (2000) secara umum merkuri memiliki 3 bentuk kimia yang berpengaruh pada pengendapannya, yaitu: (1) Merkuri metal atau unsur merkuri (Hg0) merupakan logam berwarna putih, berkilau dan pada suhu kamar berada dalam bentuk cairan. (2) Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan dengan elemen lain seperti klorin (Cl), sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa ini biasa disebut garam-garam merkuri. Senyawa merkuri anorganik berbentuk bubuk putih atau kristal, kecuali merkuri sulfida (HgS) yang biasa disebut Sinabar adalah berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar matahari. (3) Senyawa merkuri organik terjadi ketika merkuri bertemu dengan karbon atau organomerkuri. Banyak jenis organomerkuri, tetapi yang paling populer adalah metilmerkuri (dikenal dengan monometilmercuri) CH3-Hg-COOH. Pada waktu yang lampau, senyawa organomerkuri yang dikenal adalah fenilmerkuri yang digunakan dalam beberapa produk komersial. Organomerkuri lainnya adalah dimetilmerkuri (CH3-Hg-CH3) yang juga digunakan sebagai standar referensi tes kimia.

(30)

Dampak positif merkuri adalah: (1) Merkuri metal atau unsur merkuri (Hg0) dapat digunakan untuk bahan pembuat themometer, barometer. Merkuri metal banyak digunakan untuk produksi gas khlorin dan kaustik soda serta pemurnian emas. Juga digunakan untuk pembuatan baterai, dan saklar listrik. Untuk bahan penambal gigi biasanya mengandung merkuri metal 50%. Estimasi yang dilakukan oleh WHO menyatakan bahwa sekitar 3% dari total konsumsi merkuri digunakan untuk dental amalgam. (2) Senyawa merkuri anorganik digunakan sebagai fungisida. Garam-garam merkuri anorganik termasuk amoniak merkurik klorida dan merkuri iodide digunakan untuk cream pemutih kulit. Merkuri chlorida (HgCl2) adalah sebagai antiseptik atau disinfektan. Merkuri klorida digunakan sebagai katalis, industri baterai kering, dan fungisida dalam pengawetan kayu. Merkuri asetat digunakan untuk sintesa senyawa organomerkuri, sebagai katalis dalam reaksi-reaksi polimerisasi organik dan sebagai reagen dalam kimia analisa. Senyawa-senyawanya banyak digunakan sebagai disinfektan, pestisida, bahan cat, antiseptik, baterai kering, photografi, di pabrik kayu dan pabrik tekstil. (3) Senyawa merkuri organik, metil merkuri dan fenil merkuri ada dalam bentuk garam-garamnya seperti metal merkuri klorida dan fenil merkuri asetat. Sampai tahun 1970-an metil merkuri dan etil merkuri digunakan untuk mengawetkan biji-bijian dan infeksi fungi. Ketika diketahui adanya efek negatif terhadap kesehatan dari bahan berbahaya metil merkuri dan etil merkuri, maka penggunaan selanjutnya sebagai fungisida biji-bijian dilarang. Sabun dan krem yang mengandung merkuri telah digunakan dalam waktu yang lama oleh masyarakat kulit hitam di beberapa wilayah untuk pemutih kulit (WHO, 2000).

(31)

makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Berdasarkan penelitian, konsentrasi merkuri yang terakumulasi dalam tubuh ikan diperkirakan 40-50 ribu kali lipat dibandingkan konsentrasi merkuri dalam air yang terkontaminasi (Stwertka, 1998).

Pengaruh toksisitas merkuri terhadap ikan dan biota perairan dapat bersifat lethal dan sublethal. Pengaruh lethal menyebabkan gangguan pada saraf pusat sehingga ikan tidak bergerak atau bernapasakibatnya cepat mati. Pengaruh sub lethal terjadi pada organ-organ tubuh, menyebabkan kerusakan pada hati, mengurangi potensi untuk berkembangbiak, pertumbuhan dan sebagainya. Selain itu pencemaran perairan oleh merkuri mempunyai pengaruh terhadap ekosistem setempat yang disebabkan oleh sifatnya yang stabil dalam sedimen, kelarutannya yang rendah dalam air dan kemudahannya diserap serta terakumulasi dalam jaringan tubuh organisme air (Alfian, 2006).

Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak, logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003). Oleh karena itu usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri tidak boleh membuang limbahnya ke dalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi pada lingkungan disekitarnya, dan limbah yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus serta ditangani secara hati-hati (Darmono, 2006).

2.3. Bioremediasi Menggunakan Bakteri

(32)

bahan beracun. Pada lingkungan tercemar merkuri banyak ditemukan komunitas bakteri pereduksi merkuri.

Bakteri dapat digunakan untuk mereduksi logam merkuri dengan cara mentransformasikan logam berat tersebut melalui proses oksidasi, reduksi, metilasi, dan dimetilasi. Sifat kontinyu dari bakteri yang tahan Hg2+ yaitu yang dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan merkuri reduktase serta menguapkan Hg0 dari limbah yang terkontaminasi (Gadd, 1992; Misra, 1992).

Nakamura et al. (1990) menemukan bakteri aerob dan aerob fakultatif yang dapat mereduksi Hg2+ menjadi Hg0 dengan mekanisme detoksifikasi antara lain: Bacillus sp., Pseudomonas sp., Corynebacterium sp., Micrococcus sp. dan Vibrio sp. dari pantai Minamata, Jepang. Beberapa bakteri aerobik dan fakultatif dapat mengkatalisasi proses reduksi Hg2+ menjadi Hg0 seperti Bacillus, Pseudomonas, Corynebacterium, Micrococcus dan Vibrio (Blake et al., 1993). Sadhukhan et al. (1997) menemukan bakteri resisten merkuri dari genus Bacillus, Escherichia, Klebsiella, Micrococcus, Pseudomonas, Salmonella, Streptococcus, Staphylococcus,

Shigella, and Sarcina yang diisolasi dari tambak ikan di Calcutta, India. Handayani (2001) menemukan bakteri pereduksi merkuri Pseudomonas sp. dan Flavobacterium sp. asal Pongkor dan Ekosistem Air Hitam Kalimantan Tengah. Petrova et al. (2002) menemukan bakteri Gram positif (Micrococcos, Exiguobacterium, Arthrobacter dan Bacillus) dan bakteri Gram negatif (Pseudomonas, Acinotobacter, Myxobacteriales, dan Plesiomonas) yang diisolasi dari sedimen permafrost di Kolyma dan Canada. Sulastri (2002) menemukan bakteri pereduksi merkuri yaitu Escherichia coli, Aeromonas cavidae, Hafnia alvei, Citrobacter frundii, Pseudomonas psedomallei,

(33)

Enterobacter cloacae dan E. hafniae dari daerah bekas penambangan emas tanpa izin (PETI) yang berumur 6 tahun di daerah Mandor, Kalimantan Barat. Media seleksi yang digunakan isolasi bakteri resisten merkuri adalah media seleksi padat Canstein yang mengandung HgCl2 10 g/ml. Menurut Green-Ruiz (2005) dengan menggunakan isolat Bacillus sp. dan pemberian pH optimal antara 4.5 – 7.0 pada 25 °C, kebanyakan adsorpsi merkuri terjadi pada 20 menit pertama. Madigan (2006) menemukan bakteri yang tahan terhadap merkuri dan menurunkan pencemaran merkuri, seperti Pseudomonas, Bacillus, Serratia, dan Enterobacter karena mempunyai operan gen mer yang menyandi enzim merkuri reduktase yang terkait dengan NADPH. Enzim ini mereduksi ion merkuri yang bersifat racun Hg2+ menjadi ion Hg0 yang tidak berbahaya. Jaysankar (2008) menemukan beberapa bakteri resistan merkuri dari laut yang mampu tumbuh sampai 25 ppm (mg/l) yaitu: Alcaligenes faecalis (tujuh isolat), Bacillus pumilus (tiga isolat), Bacillus sp. (satu isolat), Pseudomonas aeruginosa (satu isolat), and Brevibacterium iodinium (satu isolat). Suheryanto et al., (2008) menemukan 6 isolat yang mampu tumbuh pada media LB dengan konsentrasi antara 1.0 ppm sampai 2.5 ppm MeHg (metil merkuri) dari Sungai Sangon, Yogyakarta. Santi (2009) menemukan bahwa Pseudomonas fluorescens strain KTSS yang diisolasi dari tambang batu bara wilayah penambangan PT Tambang Batu Bara Bukit Asam, Sumatera Selatan memiliki potensi mereduksi logam merkuri dalam tanah. Shovitri et al., (2010) menemukan 17 isolat bakteri tahan merkuri dari Kali Mas Surabaya dan berdasarkan karakter biokimia ke-17 isolat tersebut masuk ke dalam tujuh genus yang berbeda, yaitu ada kecenderungan masuk ke genus Providencia, Neisseria, Shigella, Lampropedia, Serratia, Enterobacter dan Bacillus. Ketujuh belas isolat tersebut secara individu mampu hidup pada 10 ppm HgCl2 dan mereduksi 43%-75% ion Hg2+ menjadi ion Hg0.

Mekanisme Transformasi Merkuri

(34)

Selain menghasilkan enzim merkuri reduktase, bakteri resisten merkuri juga menghasilkan enzim organomerkuri liase yaitu: enzim yang memotong ikatan karbon merkuri dalam senyawa seperti metal merkuri dan fenil merkuri, sehingga Hg2+ yang dilepas dan secara bertahap direduksi oleh merkuri reduktase (Misra, 1992).

Proses detoksifikasi merkuri secara umum terdiri dari dua tahap. Tahap pertama, senyawa organomerkuri didegradasi melalui pemecahan secara katalis ikatan C-Hg oleh organomerkuri liase, yang merupakan produk dari gen mer B. Pada tahap kedua, ion merkuri hasil tahap pertama direduksi secara enzimatik dengan menggunakan enzim merkuri reduktase (hasil dari mer A) dan mengkonsumsi NADPH, selanjutnya menghasilkan produk akhir logam merkuri (Hg0) yang dilepaskan keluar sel (Misra, 1992). Menurut Wagner-Dobler (2003) bakteri memiliki mekanisme untuk mendetoksifikasi merkuri [operon resisten merkuri (mer)] berdasarkan pada mekanisme reduksi intraselular Hg2+ menjadi bentuk non-toksik Hg0 oleh enzim merkuri reduktase. Aktivitas merkuri reduktase dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: konsentrasi Hg2+, pH, dan redoks potensial (Barkay et al., 1991). Aktivitas maksimal merkuri reduktase adalah 1.2 nmol mg-1 terjadi pada konsentrasi awal Hg2+ 50 mol dm-3 dan pH optimum 7.0 (Chang et al., 1999).

(35)

Detoksifikasi merkuri oleh bakteri resisten merkuri terjadi karena bakteri resisten merkuri memiliki gen resisten merkuri, mer operon. Struktur mer operon berbeda untuk tiap jenis bakteri. Umumnya struktur mer operon terdiri dari gen metaloregulator (merR), gen transpor merkuri (merT, merP, merC), gen merkuri reduktase (merA) dan organomerkuri liase (merB) (Silver, 1998; Nascimento, 2003). Yamaguchi et al., (2007) mengidentifikasi 3 tipe transport dalam bakteri yaitu gen mer C, gen mer F and gen mer T untuk mereduksi ion (Hg2+) dan metil merkuri menjadi elemen merkuri (Hg0) yang volatil dan tidak toksik.

Menurut Tedja (2009) bahwa suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang sangat menentukan kehidupan bakteri. Suhu yang rendah dapat menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat mendenaturasi protein enzim. Pada suhu optimum pertumbuhan bakteri berlangsung dengan cepat. Diluar kisaran suhu optimum pertumbuhan bakteri menjadi lambat atau tidak ada pertumbuhan. Suhu optimum untuk pertumbuhan bakteri dapat dikelompokkan menjadi 3 yaitu : (1) psikrofil (0-200C), (2) mesofil (20-500C), dan (3) termofil (50-1000C), sedangkan pH mempengaruhi metabolisme bakteri. Pada umumnya bakteri tumbuh dengan baik pada pH netral (7.0). Berdasarkan nilai pH yang dibutuhkan untuk kehidupannya dikenal 3 kelompok: (1) Acidofilik/ acidotoleran (asam), (2) Mesofilik/ mesotoleran (netral), dan (3) Basofilik/ basotoleran (basa).

Pertumbuhan sel dicirikan dengan waktu yang dibutuhkan untuk menggandakan massa atau jumlah sel. Umumnya pertumbuhan sel dinyatakan melalui massa sel, karena lebih mudah, cepat dan sederhana. Massa sel dalam penelitian dapat dianalisa melalui kerapatan optik/kekeruhan cairan media kultivasi dan bobot biomassa kering. Kurva kerapatan optik (OD) memiliki 3 fase yaitu: fase adaptasi, fase eksponensial, dan fase stasioner (Laily, 2004).

(36)

24-48 jam untuk mendapatkan hasil yang baik terutama pada bakteri Gram positif, jika digunakan biakan tua maka banyak sel mengalami kerusakan pada dindingnya sehingga zat warna dapat keluar sewaktu dicuci dengan larutan pemucat. Ini berarti bahwa bakteri Gram positif dengan dinding yang rusak tidak lagi dapat mempertahankan kompleks warna kristal violet-yodium sehingga terlihat sebagai bakteri gram negatif (Bibiana, 1994).

Perbedaan antara bakteri Gram positif dan Gram negatif terletak pada dinding selnya. Pada bakteri Gram positif dinding sel tersusun atas peptidoglikan dan komponen khusus berupa asam-asam teikhoat dan teikhuronat serta polisakarida; sedangkan dinding sel bakteri Gram negatif tersusun atas peptidoglikan dengan komponen-komponen khusus berupa lipoprotein, selaput luar dan lipopolisakarida (Tedja, 2009). Kemampuan bakteri menghasilkan polisakarida ekstraselular dapat melindungi sel dari pengaruh toksik logam berat (Ahmad et al., 2005).

2.4. Bioremediasi Menggunakan Bioreaktor

Bioremediasi adalah upaya penanganan masalah limbah dan pencemaran lingkungan dengan menggunakan bakteri untuk membersihkan senyawa pencemar dari lingkungan. Pada proses ini terjadi biotransformasi atau biodetoksifikasi senyawa toksik menjadi senyawa yang kurang toksik atau tidak toksik. Bioremediasi dengan bakteri merupakan salah satu dari beberapa teknologi penyehatan lingkungan yang ekonomis dimana 1/400 lebih murah dibanding teknologi resin. Bioremediasi dapat membersihkan polutan yang ada dalam tanah dan air (Crawford, 2005). Bakteri resistan merkuri mampu membersihkan limbah industri mengandung merkuri secara sederhana, ramah lingkungan, dan merupakan salah satu teknologi alternatif yang efektif (Wagner, 2003).

(37)

pertumbuhan bakteri, (3) kondisi lingkungan yang kondusif untuk hidup dan tumbuh, serta menunjang aktivitas transformatif bakteri dengan laju yang optimal.

Bioreaktor atau reaktor biologis adalah tempat berlangsungnya perubahan suatu zat akibat adanya reaksi kimia dalam proses tangki fermentasi yang dikendalikan (Hartoto dan Sailah, 1992). Menurut Machfud et al.(1989), fermentasi memiliki pengertian sebagai suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktifitas enzim yang dihasilkan oleh bakteri. Menurut Tjokrokusumo (1998) pada dasarnya reaktor pengolahan secara biologis dapat dibedakan atas 2 jenis yaitu: reaktor pertumbuhan tersuspensi dan reaktor ertumbuhan melekat. Pada reaktor pertumbuhan tersuspensi, mikrob tumbuh dan berkembang dalam keadaan tersuspensi; sedangkan pada reaktor pertumbuhan melekat, bakteri tumbuh pada media pendukung dengan membentuk lapisan film atau biofilm untuk melekatkan dirinya. Pertumbuhan bakteri akan melekat bila tumbuh pada medium padat sebagai pendukung dan aliran limbah kontak dengan organisme.

Media pendukung dapat berupa batuan vulkanik, batu-batu besar karang, lembaran plastik bergelombang atau cakram yang berputar. Batuan vulkanik yang berperan sebagai media pendukung dimana bakteri pereduksi merkuri tumbuh diatas media tersebut membentuk lapisan biofilm untuk melekatkan diri pada permukaan batu (Tjokrokusumo, 1998). Menurut Barus (2007), dari hasil foto scanning electron micrograph (SEM) memperlihatkan morfologi batu vulkanik yang tidak teratur dan memiliki banyak rongga-rongga didalamnya. Rongga-rongga tersebut berfungsi sebagai tempat melekat bagi bakteri, membentuk koloni (pertumbuhan biofilm), dan memberikan perlindungan terhadap abrasi aliran limbah cair dalam bioreaktor (Elfrida, 1999).

(38)

benang-benang bersilang satu sama lain yang dapat berupa perekat bagi biofilm. Biofilm terbentuk karena adanya interaksi antara bakteri dan permukaan yang ditempeli. Interaksi ini terjadi dengan adanya faktor-faktor yang meliputi kelembaban permukaan, makanan yang tersedia, pembentukan matrik ekstraseluller (exopolimer) yang terdiri dari polisakarida, faktor-faktor fisikokimia seperti interaksi muatan permukaan dan bakteri, ikatan ion, ikatan Van Der Waals, pH dan tegangan permukaan serta pengkondisian permukaan. Dengan kata lain terbentuknya biofilm adalah karena adanya daya tarik antara kedua permukaan (psikokimia) dan adanya alat yang menjembatani pelekatan (matrik eksopolisakarida). Odergaard et al. (1994) menyatakan bahwa keuntungan reaktor biofilm dalam menangani limbah industri yaitu: (1) perlakuan yang diterapkan dapat dibuat lebih kompak karena membutuhkan tempat yang relatif sedikit, (2) hasil perlakuan tidak terikat oleh pemisahan slugde pada akhir proses, dan (3) biomassa yang terjerat dapat digunakan dengan cara lain yang lebih khusus karena tidak tercampur dengan sludge.

Menurut Barus (2007) pengolahan limbah cair dengan menggunakan sistem bioreaktor mempunyai kemampuan yang tinggi untuk mereduksi merkuri dalam waktu yang relatif singkat. Pembentukan biofilm 6 hari merupakan kondisi paling optimum untuk mereduksi merkuri. Pada perlakuan tersebut menggunakan bakteri Pseudomonas pseudomallei ICBB 1512 yang mampu hidup pada 6 ppm HgCl2 dan dapat menurunkan merkuri sebesar 98.54 % (dari 6.53 menjadi 0.10 ppm). Pengoperasian bioreaktor menggunakan kultur tunggal bakteri pereduksi merkuri lebih efisien daripada penggunaan kultur campuran karena memiliki aktivitas yang tinggi sehingga dapat digunakan dalam pengolahan limbah tercemar merkuri (Zulkifli, 2002).

(39)

pengolahan air minum yaitu: bentuk bubuk dan bentuk butiran (granular). Karbon aktif selain dapat menghilangkan zat -zat organik, juga digunakan untuk menjerap bahan-bahan anorganik seperti Fe, Pb, Ag, Cd, Hg dan sebagainya dalam jumlah tertentu. Menurut Gluszcz et al. (2008) penggunaan karbon aktif dengan a fixed-bed bioreaktor dapat digunakan dalam proses bioreduksi ion merkuri karena dapat menurunkan konsentrasi merkuri sekitar 50%.

Suhu berperan penting dalam mengatur jalannya reaksi metabolisme bagi semua makhluk hidup. Khususnya bagi bakteri, suhu lingkungan yang berada lebih tinggi dari suhu yang dapat ditoleransi akan menyebabkan denaturasi protein dan komponen sel esensial lainnya sehingga sel akan mati. Demikian pula bila suhu lingkungannya berada di bawah batas toleransi, membran sitoplasma tidak akan berwujud cair sehingga transportasi nutrisi akan terhambat dan proses kehidupan sel akan terhenti.

Power of Hidrogen yang lazimnya disingkat pH (derajat keasaman) untuk menyatakan tingkat keasaman dan atau kebasaan yang dimiliki oleh suatu larutan.

Yang dimaksudkan “keasaman” adalah konsentrasi ion hydrogen (H+) dalam pelarut

air, sedangkan “kebasaan” adalah konsentrasi ion OH

dalam pelarut air. Suatu larutan dikatakan netral apabila memiliki nilai pH=7, nilai pH>7 menunjukkan larutan memiliki sifat basa, dan nilai pH<7 menunjukan keasaman (Bibiana, 1994). Pertumbuhan dan kemampuan hidup bakteri sangat dipengaruhi sangat dipengaruhi oleh pH lingkungan dan tiap bakteri menunjukkan kebutuhan yang berbeda. Tiap mikrob memiliki kemampuan tumbuh dalam kisaran pH yang spesifik yang mungkin lebar atau sempit dengan laju pertumbuhan yang cepat dalam kisaran optimum yang sempit.

2.5. Bioremediasi Menggunakan Tanaman

(40)

berasal dari kata Latin remedium "menyembuhkan", dalam hal ini berarti juga "menyelesaikan masalah dengan cara memperbaiki kesalahan atau kekurangan". Dengan demikian fitoremediasi dapat didefinisikan: penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan, memindahkan, menstabilkan, atau menghancurkan bahan pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik. Fitoremediasi dapat diaplikasikan pada limbah organik maupun anorganik dalam bentuk padat, cair, dan gas (Salt et al., 1998).

Fitoremediasi adalah salah satu teknologi yang bersahabat dengan lingkungan yang tidak mahal dan efektif. Tanaman-tanaman hiperakumulator logam dapat digunakan untuk mengubah logam baik yang berasal dari daratan maupun lautan (Shah, 2007). Menurut Suthersan (2001) bahwa proses dalam fitoremediasi berlangsung secara alami dengan enam tahap proses secara serial yang dilakukan tumbuhan terhadap zat kontaminan/ pencemar yang berada disekitarnya, yaitu:

1. Phytoacumulation adalah proses tumbuhan menarik zat kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar akar tumbuhan, proses ini disebut juga Hyperacumulation.

2. Rhizofiltration adalah proses adsorpsi atau pengendapan zat kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar.

3. Phytostabilization adalah penempelan zat-zat contaminan tertentu pada akar yang tidak mungkin terserap kedalam batang tumbuhan. Zat-zat tersebut menempel erat (stabil ) pada akar sehingga tidak akan terbawa oleh aliran air dalam media.

4. Rhyzodegradation adalah penguraian zat-zat kontaminan oleh aktivitas mikrob yang berada disekitar akar tumbuhan. Misalnya ragi, fungi dan bakteri.

(41)

enzym yang dikeluarkan oleh tumbuhan itu sendiri. Beberapa tumbuhan mengeluarkan enzym berupa bahan kimia yang mempercepat proses degradasi.

6. Phytovolatization yaitu proses menarik dan transpirasi zat contaminan oleh tumbuhan dalam bentuk yang telah menjadi larutan terurai sebagai bahan yang tidak berbahaya lagi untuk selanjutnya di uapkan ke atmosfir. Beberapa tumbuhan dapat menguapkan air 200 sampai dengan 1000 liter perhari untuk setiap batang.

Laporan pertama mengenai adanya tumbuhan hiperakumulator muncul pada tahun 1948 oleh Minguzzi dan Vergnano, yang menemukan kadar nikel sebesar 1.2% dalam daun Alyssum bertolonii. Tumbuhan hiperakumulator logam adalah tumbuhan yang mempunyai kemampuan untuk mengkonsentrasikan logam di dalam biomassanya dalam kadar yang luar biasa tinggi. Kriteria tanaman hipertoleran (Chaney et al., 1995) adalah sebagai berikut: (1) Tumbuhan harus bersifat hipertoleran agar dapat mengakumulasi sejumlah besar logam berat di dalam batang serta daun, (2) tumbuhan harus mampu menyerap logam berat dari dalam larutan tanah dengan laju penyerapan yang tinggi, dan (3) tumbuhan harus mempunyai kemampuan untuk mentranslokasi logam berat yang diserap akar ke bagian batang serta daun.

(42)

Menurut Khiatuddin (2003) jenis-jenis tanaman yang dapat digunakan pada lahan basah buatan yaitu: 1) tanaman yang mencuat di permukaan air seperti: Andropogon virginianus, Polygonum spp., Alternanthera spp; Phalaris arundinacea, Thypa domingensis, Thypa latifolia, Thypa orientalis, Canna flaccid; 2) tanaman yang mengambang dalam air seperti: Potamogeton spp., Egeria densa, Ceratophyllum demersum, Elodea nuttallii, Myriophyllum aquaticum, Algae; dan 3) tanaman yang mengapung di permukaan air seperti: Lagorosiphon major, Salvinia rotundifolia, Spirodela polyrhiza, Pistia stratoites, Lemna minor, Eichornia

crassipes, Lemna gibba.

Gambar 3. Jenis-jenis Tanaman Lahan Basah (Khiatuddin, 2003)

Proses pengolahan limbah cair dalam kolam yang menggunakan tanaman air terjadi proses penyaringan dan penyerapan oleh akar dan batang tanaman air, proses pertukaran dan penyerapan ion, dan tanaman air juga berperan dalam menstabilkan pengaruh iklim, angin, cahaya matahari dan suhu (Reed, 2005).

(43)

Keunggulan pengolahan air limbah dengan sistem ini selain kualitas hasil air pengolahan yang sesuai baku mutu air limbah domestik juga dapat meningkatkan kualitas tanah. Hibrid dari tanaman Typha angustifolia and Typha latifolia dapat digunakan sebagai tanaman lahan basah buatan (Selbo, 2004).

Sedangkan tanaman Eceng gondok termasuk Kingdom: Plantae, Divisi: Magnoliophyta, Kelas: Liliopsida, Ordo: Commelinales, Famili: Pontederiaceae, Genus: Eichhornia Kunth, dan Spesies: E. crassipes. Eceng gondok atau enceng gondok adalah salah satu jenis tumbuhan air mengapung. Eceng gondok pertama kali ditemukan secara tidak sengaja oleh seorang ilmuwan bernama Carl Friedrich Philipp von Martius, seorang ahli botani berkebangsaan Jerman pada tahun 1824 ketika sedang melakukan ekspedisi di Sungai Amazon Brasil. Eceng gondok hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0.4 – 0.8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Bijinya berbentuk bulat dan berwarna hitam. Buahnya kotak beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Eichhornia crassipes merupakan tumbuhan air yang dapat menyerap hara dan logam berat dalam jumlah yang cukup signifikan. Zat hara yang terserap oleh akar tanaman akan ditranslokasikan di dalam tubuh tanaman. Hasil penelitian yang telah dilakukan di bak percobaan menunjukkan bahwa penggunaan eceng gondok dengan penutupan 50% dari luas area percobaan pengolahan limbah cair tahu dapat menurunkan residu

a b

(44)

2.6. Lahan Basah Buatan

Istilah “Lahan Basah”, sebagai terjemahan “wetland” baru dikenal di

Indonesia sekitar tahun 1990. Sebelumnya masyarakat Indonesia menyebut kawasan lahan basah berdasarkan bentuk/nama fisik masing-masing tipe seperti: rawa, danau, sawah, tambak, dan sebagainya. Pengertian fisik lahan basah yang digunakan untuk menyamakan persepsi semua pihak mulai dikenal secara baku sejak diratifikasinya Konvensi Ramsar tahun 1991 yaitu: “Daerah-daerah rawa, payau, lahan gambut, dan perairan; tetap atau sementara; dengan air yang tergenang atau mengalir;

tawar, payau, atau asin; termasuk wilayah perairan laut yang kedalamannya tidak

lebih dari enam meter pada waktu surut.” Salah satu upaya minimalisasi limbah secara efektif dan efisien adalah menggunakan sistem lahan basah buatan.

Lahan basah buatan adalah semua lahan basah yang secara sengaja diciptakan untuk menggantikan habitat alam sebagai suatu keharusan dalam rangka menurunkan tekanan limbah yang begitu besar dilepaskan ke perairan alam. Lahan basah buatan harus direncanakan, didisain, dikontruksi dan di monitor secara hati-hati. Komponen yang harus diperhatikan dalam lahan basah buatan adalah air, tanah, dan tanaman (Sabaruddin, 2006).

Menurut Wang et al. (2010) Sistem Lahan Basah Buatan diklasifikasikan ke dalam 2 tipe yaitu sistem aliran horizontal (HFS) dan system aliran vertikal (VFS). Dalam sistem aliran horizontal dikenal 2 tipe yaitu: sistem aliran permukaan (surface flow = SF) dan sistem aliran bawah permukaan (subsurface flow = SSF). Klasifikasi Lahan Basah Buatan berdasarkan jenis tanaman yaitu : 1) sistem yang menggunakan tanaman makrophyta mengambang (floating), 2) sistem yang menggunakan tanaman makrophyta dalam air (submerged) dan umumnya digunakan pada sistem Lahan Basah Buatan tipe Aliran Permukaan (Surface Flow Wetlands), dan 3) sistem yang menggunakan tanaman makrophyta yang akarnya tenggelam (amphibiuos) dan biasanya digunakan untuk Lahan Basah Buatan tipe Aliran Bawah Permukaan (Subsurface Flow Wetlands) SSF-Wetlands.

(45)

30 cm karena sel yang dangkal dipercaya memiliki aerasi limbah yang lebih baik daripada sel yang dalam. Selain itu, akar akan lebih banyak berada di bagian atas substrat dimana oksigen tersedia lebih banyak.

(46)

3. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi pengambilan sampel tanah adalah pertambangan emas skala kecil (PESK) Talawaan-Tatelu terletak di Kabupaten Minahasa Utara, arah utara dari pulau Sulawesi (001° 31' 51,2" LU - 124° 58' 53,2"BT). Tahapan penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Pengambilan sampel tanah di lokasi PESK Talawaan-Tatelu, (2) Isolasi, seleksi, identifikasi, dan uji aktivitas bakteri pereduksi merkuri (BPM), (3) Pengolahan limbah mengandung merkuri dalam bioreaktor biofilm BPM, dan reaktor lahan basah buatan. Tahap (2) dan (3) dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan, Indonesian Center for Biodiversity and Biotechnology (ICBB), Bogor mulai April 2009 sampai dengan Oktober 2010.

3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Sampel berasal dari tanah sekitar lokasi di PESK Talawaan-Tatelu, Kabupaten Minahasa Utara, Provinsi Sulawesi Utara. Tanaman Typha dan Eceng gondok diambil dari Laboratorium ICBB, Bogor. Bahan-bahan yang digunakan untuk isolasi, seleksi, identifikasi, dan uji aktivitas bakteri yaitu : tryptone, yeast ekstrak, sukrosa, nutrient agar NA, NaCl, HgCl2, NaOH 0,1N dan HCl 0,1N (Bibiana, 1994). Bahan media pendukung yang digunakan yaitu: batu vulkanik berdiameter 0.5 – 1.0 cm sebanyak 1 kg dan arang aktif berbentuk granula dengan diameter 0.1 – 0.2 cm sebanyak 1 kg.

(47)

(OD) dengan menggunakan spektrophotometer Bio Rad Smart Spec. TM. 300. Peralatan yang digunakan untuk analisis merkuri adalah tabung erlenmeyer dengan berbagai ukuran, pipet, buret, gelas ukur dan Cold Vapour Atomic Absorption Spektrofotometer (CV-AAS).

3.3. Pelaksanaan Penelitian

3.3. 1. Identifikasi Bakteri Pereduksi Merkuri

Tahapan penelitian yang dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan ICBB Bogor terdiri atas: (1) isolasi, (2) seleksi, (3) identifikasi bakteri pereduksi merkuri. Analisis merkuri menggunakan AAS. Identifikasi dan karakteristik yang dilaksanakan meliputi morfologi dan fisiologi berpedoman pada Analisis Mikroba di Laboratorium (Bibiana, 1994) dan Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium (Tedja, 2007). Uji morfologi meliputi: bentuk sel, pewarnaan gram dan spora, serta koloni (bentuk, diameter, warna, elevasi, tepian, permukaan, dan motilitas). Uji fisiologis meliputi fermentasi karbohidrat (uji gula: glukosa, fruktosa, mannitol, xylose, sukrosa, laktosa, inositol, sorbitol, arabinosa, galaktosa, maltosa, dan dulsitol), respirasi karbohidrat (uji oksidase, uji katalase, reduksi nitrat), uji sitrat, uji lisin, uji urease, uji indol, uji metil red, uji voges proskauer, dan uji hidrogen sulfida. Identifikasi dikerjakan hingga tingkat genus dengan berpedoman pada buku Bergey’s Mannual of Determinative Bacteriology (Holt et al., 1994). 3.3.1.1. Isolasi

(48)

berisi media agar Luria Bertani (LB) dengan komposisi 10 g tryptone, 5 g yeast ekstrak, 5 g NaCl, 15 g agar per liter, dan mengandung 10 ppm dan 25 ppm HgCl2. Kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama 3 hari.

Bakteri yang telah diperoleh kemudian dimurnikan sehingga diperoleh koloni bakteri yang murni. Pemurnian isolat bakteri dilakukan dengan mengambil koloni yang terpisah dan tampak jelas berbeda dengan jarum ose dan digoreskan pada cawan petri berisi media agar LB, kemudian diinkubasi pada suhu 27oC selama 3 hari. 3.3.1.2. Seleksi Bakteri Pereduksi Merkuri

Seleksi bakteri didasarkan pada kemampuan isolat tumbuh dalam media dengan berbagai konsentrasi HgCl2. Isolat bakteri ditumbuhkan dengan metode gores pada media agar LB yang ditambahkan dengan 25 ppm HgCl2. Jika isolat tumbuh, maka isolat bakteri tersebut ditumbuhkan dengan metode gores pada media agar LB yang telah ditambahkan HgCl2 dengan konsentrasi yang lebih tinggi yaitu 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm, 400 ppm, 500 ppm sehingga diperoleh isolat unggul yang mampu hidup pada konsentrasi HgCl2 yang tertinggi. Isolat hasil pemurnian disimpan dalam gliserol 20% dan kompos pada suhu -20oC serta agar miring berisi media Luria Bertani (per liter medium): 1.0 g tripton, 0.5 g ekstrak khamir, 0.5 g NaCl, 1.5 g bacto agar, pH 7.2 pada suhu 8-10oC.

3.3.1.3. Karakteristik Bakteri Pereduksi Merkuri

(49)

Ke-14 uji morfologi dan uji fisiologi yang dilakukan mengikuti petunjuk buku Analisis Mikroba di Laboratorium (Bibiana, 1994) dan Eksperimen Mikrobiologi dalam Laboratorium (Tedja, 2007).

1. Uji Pewarnaan Gram

Isolat ditumbuhkan pada media agar LB. Setelah berumur 18-20 jam dibuat olesan isolat di atas kaca obyek dengan cara satu ose isolat diletakkan pada kaca objek yang telah ditetesi aquades, kemudian difiksasi di atas bunsen 2 -3 kali dengan cepat supaya isolat melekat pada kaca obyek. Pewarnan Gram dilakukan terhadap hasil olesan isolat bakteri dengan cara olesan digenangi dengan ungu kristal selama satu menit, kemudian dicuci dengan air dan dibiarkan kering udara. Selanjutnya olesan digenangi dengan iodium selama dua menit, dicuci dengan air, dan setelah kering udara kemudian ditetesi dengan alkohol 95% selama 30 detik. Terakhir olesan digenangi dengan pewarna tandingan safranin selama 30 detik, dicuci dengan air dan dikeringkan dengan kertas penghisap. Bila isolat berwarna ungu termasuk Gram positif namun bila berwarna merah termasuk Gram negatif.

2. Uji Pewarnaan Spora

(50)

3. Uji Motilitas

Isolat ditanam pada media NA tegak dengan cara tusuk sedalam + 5 mm. Selanjutnya di inkubasi pada suhu 370 C selama 24 jam. Hasil positif (motil) jika bakteri tumbuh pada seluruh permukaan media, hasil negatif menunjukan bakteri hanya tumbuh pada daerah tusukan saja. Bakteri motil akan bermigrasi ke seluruh permukaan agar dan bekas tusukan.

4. Uji Fermentasi Karbohidrat

Untuk mempelajari kemampuan bakteri dalam mendegradasi dan memfermentasikan karbohidrat yang disertai produksi asam atau asam dan gas. Terdiri dari Uji Glukosa, Uji Fruktosa, Uji Mannitol, Uji Xylose, Uji Sukrosa, Uji Laktosa, Uji Inositol, Uji Sorbitol, Uji Arabinosa, Uji Galaktosa, Uji Maltosa, dan Uji Dulsitol. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung karbohidrat. Uji positif ditandai dengan warna kuning. Khusus pada uji glukosa ditambahkan tabung Durham untuk pengamatan pembentukan gas.

5. Uji Aerob dan Anaerob Fakultatif

Isolat ditumbuhkan dalam media padat atau media cair Luria Bertani yang ditambah dengan agar bakto (Oxoid) pada tabung reaksi. Bila isolat tumbuh pada permukaan media berarti aerob dan bila pertumbuhannya menyebar berarti anaerob fakultatif.

6. Uji Katalase

Untuk menguji kemampuan bakteri penghasil enzim katalase dalam mendegradasi hydrogen peroksida. Isolat ditumbuhkan pada media LB. Hidrogen peroksida 3% diteteskan pada kaca obyek kemudian ditambahkan satu ose isolat dari media NA tersebut. Uji positif ditandai oleh terbentuknya gelembung oksigen.

7. Uji Oksidase

(51)

berubahnya warna koloni menjadi merah muda, lalu merah tua, merah gelap dan akhirnya hitam.

8. Uji Reduksi Nitrat

Untuk menguji kemampuan bakteri mereduksi nitrat (NO3) menjadi nitrit (NO2)Isolat ditumbuhkan dalam media mengandung KNO3 diinkubasi pada suhu 37oC selama 24-48 jam selanjutnya ditambahkan larutan A (asam sulfanilat) dan larutan B ( alfa-naftilamin). Uji positif ditandai perubahan warna merah atau merah muda dimana nitrit dalam media akan bereaksi dengan larutan A dan B.

9. Uji Sitrat

Untuk membedakan bakteri enterik yang mampu memfermentasi sitrat sebagai sumber karbon satu-satunya. Isolat ditumbuhkan pada media padat Sitrat-Simmon yang merupakan media sintetik dengan Na-sitrat sebagai sumber karbon, NH4 sebagai sumber nitrogen, dan brom thymol blue sebagai indikator pH. Uji positif ditandai dengan warna media berubah dari hijau menjadi hitam dimana mikroorganisme mampu menggunakan sitrat sebagai satu-satunya sumber karbon. 10. Uji Urease

Untuk menguji kemampuan bakteri yang dapat mendegradasi urea dengan enzim urease. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung urea. Beberapa mikroorganisme mampu menghasilkan enzim urease yang dapat menguraikan urea menjadi amonium dan CO2. Uji positif ditandai perubahan warna dari merah jingga menjadi merah ungu merupakan petunjuk terjadinya hidrolisis urea.

11. Uji Indol

(52)

12. Uji Metil Red

Untuk menentukan kemampuan bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan menghasilkan asam sebagai produk akhir dan berkonsentrasi tinggi. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa, diinkubasi dan setelah itu ditambahkan reagen metil red. Uji positif ditandai warna merah karena terjadi fermentasi asam campuran.

13. Uji Voges Proskauer

Untuk membedakan bakteri enterik antara Eschericia coli, E. aerogenes, dan E. pneumonieae. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa dan diinkubasi. Selanjutnya ditambahkan reagen KOH 40% serta 15 tetes larutan alpha naphtol. Uji positif ditandai perubahan menjadi warna merah.

14. Uji Hidrogen sulfida

Untuk menguji kemampuan bakteri dalam menghasilkan H2S. Produksi H2S dapat terlihat dengan menggunakan media mengandung polipeptida dan kaya akan asam amino yang mengandung sulfur dan ion Fe2+ . Isolat ditumbuhkan pada media TSIA (Triple Sugar Iron Agar), uji positif ditandai dengan reaksi Fe menjadi FeS yang berwarna hitam.

14. Uji Metil Red

Untuk menentukan kemampuan bakteri dalam mengoksidasi glukosa dengan menghasilkan asam sebagai produk akhir dan berkonsentrasi tinggi. Isolat ditumbuhkan pada media yang mengandung glukosa, diinkubasi dan setelah itu ditambahkan reagen metil red. Uji positif ditandai warna merah karena terjadi fermentasi asam campuran.

3.3.2. Pengujian Aktifitas Bakteri Pereduksi Merkuri

Gambar

Gambar 2. Perumusan masalah
Gambar 5. Rancangan pengolahan limbah merkuri dengan bioreaktor biofilm bpm
Tabel 1. Hasil uji 31 isolat dengan media Luria Bertani dari berbagai lokasi sampling
Gambar 7. Koloni ke-10 bakteri pereduksi merkuri isolat Bacillus sp. ICBB 9115 (a), Bacillus sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Responden yang mempunyai status gizi normal (77,0%) lebih banyak dibandingkan status gizi kategori kurus (6,8%) dan kategori gemuk (9,5%).Hasil uji pearson product momen

Sistem modul pada bangunan menggunakan sistem grid yang disesuaikan dengan kebutuhan ruang. Beberapa factor yang mempengaruhi terbentuknya modul bangunan,

Identitas ini tidak hanya berurusan dengan kedirian (agennya), tapi juga merupakan benang kusut antara relasi kuasa yang terjadi di ruang-ruang politik, ekonomi, sosial, dan

Berdasarkan nilai indikator kelayakan ekonomi pada Tabel 6 dan nilai indikator kelayakan finansial pada Tabel 7 diatas, disimpulkan bahwa dilihat dari sudut pandang

Berdasarkan data angket tingkat partisipasi responden melakukan kegiatan memajang sakaki di rumah pada Shogatsu, terdapat 46 persen responden tidak pernah melakukan kegiatan itu,

Persembahan (shinsen) sebagai unsur kedua dalam pemujaan Shinto merupakan ritual yang tidak boleh diabaikan karena hal ini dipercaya dapat membuat kami terutama nenek moyang

Tingginya indeks puru pada akar tanaman kedelai tanpa pemberian pupuk kandang disebabkan karena pada akar yang tidak diberi pupuk kandang mengalami defisiensi unsur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor latar be- lakang mempunyai pengaruh terhadap sikap, norma subjektif dan percieved behavior control dengan nilai t-statis- tik sebesar