• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biru Laut Bunaken Yang Dibawahnya Menyimpan Panorama Karang Mempesona

RAGAM/PLURALIS

Selanjutnya, daging ‘haram’ itu diperjual belikan dengan takaran

kilogram atau per ekor. Daging ular pi-

ton (sawah) dijual Rp45 ribu/kg. Tikus

hutan, dijual Rp60 ribu/kg dan kucing

Rp65 ribu/kg. Demikian pula dengan berbagai daging hewan lainnya. Kian

membuat bulu kuduk meremang, karena lantai pasar itu dipenuhi darah dengan aroma anyir yang menyesakkan penciu-

man. Sedangkan para penjualnya terlihat

enjoy dengan kondisi terasa mengerikan

itu. Masyarakat setempat menyebut dag-

ing-daging ekstrim itu sebagai tola-tola. Tomohon, hampir mirip dengan Brastagi

dari sudut ketersediaan aneka ragam tan-

aman hias dataran tinggi. Juga buah-bua- han yang bisa dinikmati sepanjang tahun,

seperti jeruk, ubi jalar dan sebagainya. Kota itu berjarak 30 menit dari Manado.

Jika ingin melanjutkan perjala- nan sekira 1 jam lagi, Anda akan sampai

di danau Tondano dengan keunikan suku Jawa Tondanonya. Tapi tunggu dulu,

sebelum memasuki kota Minahasa di tepian danau itu, mata kita akan dijejali dengan rumah-rumah unik di sepanjang

pinggiran lintasan. Kabarnya, rumah itu

merupakan milik orang-orang Belanda yang sudah berusia sekira 150 tahun

lebih. Hingga memasuki Minahasa dan areal danau Tondano, arsitektur rumah

semakin unik dan menarik. Rumah beru-

sia ratusan tahun itu, masih tetap terjaga. Salah satu lauk khas dana Ton- dano adalah ikan kecil-kecil yang dis-

ebut dengan nike. Nike mirip dengan ‘rinyuak’ danau Maninjau, Sumbar. Nike

merupakan ikan kecil yang jadi cam-

puran membuat kerupuk atau peyek.

Di ibu kota Kabupaten Minaha- sa itu, ada sebuah perkampungan orang- orang buangan dari era perjuangan me- nentang penjajahan Belanda di masa

lalu. Kampung Jawa Tondano, begitu orang luar menyebutnya. Kampung itu

menjadi contoh menarik tentang proses asimilasi dan akulturasi budaya imigran dan penduduk asli, tanpa harus ke-

hilangan keistimewaan masing-masing.

Di tengah kampung itu, ada masjid Al Hidayah Kyai Maja serta lima masjid lainnya diberbagai sudut kota

Minahasa. Pada bagian dalam masjid,

masih ada tonggak tinggi berasal dari kayu serta rabung atap yang juga dari

kayu seusia masjid itu. Berhadapan

dengan masjid berusia ratusan tahun itu, terdapat satu unit rumah asli Mina-

hasa yang artisitik, terbuat dari kayu.

Salah seorang tokoh masyarakat

Jaton Husnan Kyai Demak, saudara

sepupu mantan politisi PPP Ali Hardi Kyai Demak, mengatakan hingga kini

keberadaan suku Jaton tidak dapat

dipisahkan dari masyarakat Minaha-

sa. Hal itu, disebabkan terjadi asimi- lasi dan akulturasi antar kedua belah

pihak. Misalnya, warga Jaton mengambil

tradisi Minahasa yang memakai marga di belakang nama masing-masing, un- tuk menunjukkan garis keturunan dan

asal muasal keturunan. Misalnya, ketu- runan Kyai Maja menggunakan marga

(fam) Pulukadang, Modjo, Baderan, Zes,

Kyai Demak, Suratinoyo, Nurhamidin,

Djoyosuroto, Sutaruno, dan lain-lain.

Di antara sekian banyak objek

wisata alam dan laut di Manado, Tomo- hon, Minahasa dan sekitar Sulut, siapa yang menyadari, daerah itu juga meny- impan banyak kisah tentang heroisme

masa lalu. Di bumi Kawanua itu, ban- yak jasad para combatan (pejuang) ke- merdekaan yang berkubur dalam pem-

buangan, tersebar di berbagai daerah. Tercatat, misalnya Tuanku

Imam Bonjol, pemimpin Perang Paderi

di Minangkabau (1821-1837). Pejuang

nasional itu berkubur di Kampung Pine-

leng, sekira 7 km dari inti kota Manado.

Komplek pemakamannya merupakan bangunan rumah gadang Minangka-

bau di perkampungan warga asli. Bah- kan, juru kunci makam itu, merupa-

kan penduduk asli beragama Katholik.

Salah Satu Sisi Danau Tondano Dengan Nike Sebagai Panganan Khas Daerah

RAGAM/PLURALIS

Selanjutnya, Kyai Maja salah seorang panglima perang Pangeran Di- ponegoro dalam Perang Diponegoro (1825-1830) bersama 63 prajuritnya

serta KH Ahmad Rifa’i (1861) ulama thariqat yang melakukan perlawanan intelektual atas Hindia Belanda. Ter- catat pula sejumlah pejuangan dari ber- bagai daerah di Nusantara, yakni Kyai Hasan Maulani (1846) ulama pejuang asal Cirebon, Pangeran Ronggo Danu- poyo (1848), pejuang asal Surakarta,

Jawa Tengah, Sayyid Abdullah Assagaf (1880), ulama perjuang asal Palembang.

Ada pula Gusti (Pangeran) Per- batasari (1880), pejuang asal Banjar-

masin, Kalsel. Kelompok ulama pejuang asal Banten (1889) yakni, H. Abdul Ka-

rim, H. Mhd Asnawi, H. Jakfar dan H.

Mardjaya yang dikenal sebagai pejuang

‘Geger Cilegon.’ Selanjutnya, ada pejuang asal Aceh bernama Tengku Muhammad (Umar) (1895) dan pejuang asal Maluku Haji Saparua (1900). Mereka semua,

berkubur di komplek pemakaman per-

bukitan di Kampung Jaton, Minahasa.

Sebahagian besar makam para combatan itu dimakamkan di komplek pemakaman Kayai Modjo di perbuki-

tan Kampung Jawa Tondano. Komplek

pemakaman itu, berada di sekira 3 km

dari masjid Kyai Modjo. Di sana ada kubur

Kyai Modjo serta 63 anak buahnya, ditam- bah sejumlah pejuang yang belakangan dibuang ke daerah itu, di antaranya KH

Ahmad Rifa’i (belakang diangkat seba-

gai pahlawan nasional). Kemudian Kyai

Hasan Maulani, Pangeran Ronggodan-

upoyo dan Sayydi Abdullah Assagaf. Berbeda lokasi, makam Tu- anku Imam Bonjol terletak di Kampung

Lotak Pineleng, Kec. Pineleng, sekira 20 km dari Manado. Peto Syarif alias Tuanku Imam Bonjol wafat pada 6 No-

vember 1864. Beberapa pengikutnya, menikah dengan wanita Jawa Tondano

yang kemudian melahirkan keturunan

bermarga (fam) Baginda di daerah itu

Makam Imam Bonjol berada di

lahan 75 m x 20 m. Suasana di makam ini

sejuk, sebab terlindung oleh pohon rim-

bun. Pusara Imam Bonjol berada dalam

bangunan berbentuk rumah adat Mi-

nangkabau, berukuran 15 meter x 7 meter. Tempat ini tak pernah sepi dari peziarah.

Di bagian belakang bangunan

makam, mengalir Sungai Malalayang.

Menuruni tangga, di tepian sungai ini, ada batu kali yang dipakai Imam Bon- jol sebagai tempat melaksanakan sha-

lat selama di pengasingan. Batu kali itu berukuran 2 m x 0,5 m dengan tinggi sekira 0,5 meter. Terdapat beberapa cekungan pada bagian batu itu. Antara

lain, bekas kening Imam Bonjol saat

bersujud. Juga ada bekas dua tapak tangan dan bekas tempat duduknya.

Banyak hal yang bisa dinikmati

di bumi nyiur melambai itu. Terutama

bagi para peminat sejarah yang meny- enangi kehidupan dan perjuangan masa lalu, Sulut semestinya memang men-

jadi pilihan untuk eksplorasi masa lalu.

Dokumen terkait