• Tidak ada hasil yang ditemukan

Parwoto

I. PENDAHULUAN

1 Sadar tidak sadar proses pembangunan yang dilaksanakan sampai saat ini telah membentuk pola-pola kemasyarakatan yang cenderung terkotak-kotak baik berdasarkan penghasilan, suku/ras, agama, politik, dsb. Situasi ini sebenarnya sangat tidak kondusif untuk pembangunan itu sendiri yang pada hakekatnya menuntut adanya kesatuan dan persatuan berdasarkan kewargaan. Lebih lanjut situasi ini juga memudarkan kepemimpinan yang berakar pada masyarakat, sehingga sulit sekali ditemukan pemimpin masyarakat yang sejati, yang banyak muncul adalah pemimpin golongan/kelompok yang justeru secara konseptional memperkuat polarisasi masyarakat dan menghasilkan keputusan-keputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai moral yang universal, hal ini terlihat dimana keputusan yang dihasilkan lebih untuk kepentingan kelompok tertentu saja yang pada akhir menyebabkan terjadinya bias pembangunan dengan korbannya adalah rakyat kecil.

2. PNPM Mandiri Perkotaan sebagai suatu program penanggulangan kemiskinan yang dalam konsepsinya dilandasi oleh keyakinan bahwa :

• kemiskinan adalah suatu produk atau hasil dari keputusan-keputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai luhur (membela yg lemah, adil, jujur, kesetaraan, dsb).

• perbaikan nasib kaum miskin hanya dapat dilakukan melalui perbuatan baik yang murni

• manusia pada dasarnya baik dan suka memberi

Ditambah dengan kesadaran akan memudarnya kebersamaan dan kemampuan bertindak secara moral (moral capability) di berbagai tataran, maka PNPM Mandiri Perkotaan telah mencoba memperkenalkan pola kepemimpinan masyarakat melalui konsep BKM (Badan Keswadayaan Masyarakat)/ LKM (Lembaga Keswadayaan Masyarakat) sebagai suatu pimpinan kolektif masyarakat warga.

II. MASYARAKAT WARGA

2.1. Apakah Masyarakat Warga

3. Yang dimaksud dengan masyarakat warga dalam hal ini adalah terjemahan umum dari civil society yang secara konsepsional dapat diuraikan sebagai berikut di bawah ini.

4. Civil society adalah himpunan masyarakat warga yang diprakarsai dan dikelola secara mandiri oleh warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan bersama, memecahkan persoalan bersama dan atau menyatakan

kepedulian bersama dengan tetap menghargai hak orang lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (otonomi) terhadap institusi negara, keluarga, agama dan pasar.

Civil Society is totally of self initiating and self regulating organizations, peacefully pursuing a common interest, advocating a common cause, or expressing a common passion;

respecting the right of others to do the same, and maintaining their relative autonomy vis-à-vis the state, the family, the temple and the market

(Saad Eddin Ibrahim, Nurturing Civil Society at the World Bank, Dec 1996)

5. Secara singkat sering kali masyarakat warga dirumuskan sebagai ; Organisasi-organisasi warga yang diprakarsai dan dikelola oleh warga masyarakat yang posisinya berada diantara keluarga dan negara

Civil society is generally defined as the self initiating and self regulating organizations that are situated between the household and the state

2.2. Ciri Utama Masyarakat Warga

6. Ciri utama suatu masyarakat warga atau civil society adalah sebagai berikut.

ƒ Adanya kesetaraan, dimana masyarakat terbentuk sebagai himpunan warga yang setara

ƒ Tiap anggota atau warga berhimpun secara proaktif, yaitu telah mempertimbangkan berbagai aspek sebelum bertindak, karena adanya ikatan kesamaan (common bond) seperti antara laín kepentingan, persoalan, tujuan, dsb.

ƒ Tiap anggota atau warga berhimpun secara suka rela dan bukan karena karena adanya paksaan

ƒ Membangun semangat saling percaya

ƒ Bekerja sama dalam kemitraan

ƒ Secara damai memperjuangkan berbagai hal termasuk dalam hal ini menanggulangi kemiskinan

ƒ Selalu bersikap menghargai keragaman dan hak azasi manusia sebagai dasar membangun sinergi

ƒ Menjunjung nilai-nilai demokrasi, dalam konsep musyawarah, dalam setiap keputusan yang diambil

ƒ Selalu mempertahankan otonomi atau kemerdekaan dari berbagai pengaruh kepentingan.

ƒ Mampu bekerja secara mandiri

2.3. Posisi Masyarakat Warga

7. Secara tegas dapat dikatakan bahwa masyarakat warga ini adalah himpunan warga yang posisinya :

• di luar institusi pemerintah

• di luar institusi militer

• di luar institusi agama

• di luar institusi pekerjaan atau usaha

• di luar institusi keluarga

8. Jadi tidak ada yang diwakili, dalam hal ini semua orang sebagai warga mewakili diri sendiri jadi semua dalam kesetaraan, meskipun mungkin saja kedudukan sehari-hari seseorang adalah kepala sekolah, yang lain tukang sapu dinas kebersihan, yang lain lagi tukang pos, guru, direktur suatu perusahaan, dokter, komandan kodim, pendeta, dsb dalam himpunan masyarakat warga berkedudukan mereka setara yaitu sesama warga. Oleh sebab itu masyarakat warga baik secara keseluruhan maupun dalam arti himpunan atau paguyuban warga setempat selalu memiliki kemerdekaan sendiri.

III. BADAN KESWADAYAAN MASYARAKAT

3.1. Pengertian BKM/LKM

9. Pedoman Umum PNPM Mandiri Perkotaan menguraikan tentang BKM/LKM sebagai berikut : Untuk memimpin organisasi masyarakat warga ini dipilih pimpinan kolektif yang terdiri dari pribadi-pribadi yang dipercaya warga berdasarkan kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama dan dapat mewakili warga dalam berbagai kepentingan. Pimpinan kolektif warga ini kemudian secara jenerik disebut BKM/LKM. Tidak ada satupun anggota BKM/LKM yang memiliki hak istimewa dan semua keputusan BKM/LKM dilaksanakan secara kolektif melalui mekanisme Rapat Anggota BKM/LKM . Musyawarah menjadi norma utama yang mendasari semua pengambilan keputusan.

10. Sebagai pimpinan kolektif dari suatu himpunan masyarakat warga setempat BKM/LKM merupakan bagian organik dari himpunan masyarakat warga tersebut sehingga haruslah memiliki ciri-ciri yang sama dan posisinya pun sama seperti layaknya masyarakat warga itu sendiri, yaitu :

ƒ di luar institusi pemerintah

ƒ di luar institusi militer

ƒ di luar institusi agama

ƒ di luar institusi pekerjaan atau usaha

ƒ di luar institusi keluarga

11. Jadi jelaslah bahwa BKM/LKM adalah suatu lembaga pimpinan kolektif dari himpunan masyarakat warga setempat (suatu kelurahan) yang anggota-anggotanya dipilih berdasarkan kriteria kemanusiaan bukan perwakilan golongan sehingga memungkinkan berperan secara penuh sebagai pemimpin masyarakat warga dan menghindarkan kecenderungan menjadi partisan.

12. Kolektifitas kepemimpinan ini penting dalam rangka memperkuat kemampuan individu untuk dapat menghasilkan dan mengambil keputusan yang lebih adil dan bijaksana oleh sebab terjadinya proses saling asuh, saling asah dan saling asih antar anggota kepemimpinan yang pada akhirnya akan menjamin terjadinya demokrasi, tanggung gugat dan transparansi. Disamping itu pola kepemimpinan kolektif ini juga merupakan disinsentif bagi para pemimpin yang justeru ingin mendapatkan kekuataan absolut di satu tangan yang pada gilirannnya akan melahirkan anarki dan tirani yang mementingkan diri sendiri sehingga memperkuat ketidakadilan.

13. BKM/LKM ini menjadi unsur strategik dalam himpunan masyarakat warga setempat yang selalu peka terhadap berbagai perubahan khususnya yang terkait dengan kemiskinan dan merumuskan jawaban-jawabannya dalam bentuk kebijakan-kebijakan yang dilandasi oleh nilai-nilai luhur dan

merencanakan perbuatan-perbuatan baik yang murni untuk dilaksanakan oleh UP – UP (unit pengelola)

14. Sebagai lembaga pimpinan BKM/LKM juga menjadi sumber energi dan inspirasi untuk

membangun prakarsa dan kemandirian warga, yang secara damai berupaya memenuhi kebutuhan atau kepentingan warga bersama, memecahkan persoalan bersama dan atau menyatakan

kepedulian bersama khususnya dikaitkan dengan kemiskinan dengan tetap menghargai hak pihak lain untuk berbuat yang sama dan tetap mempertahankan kemerdekaannya (otonomi) terhadap berbagai dominansi pengaruh.

15. BKM/LKM dalam posisinya sebagai pimpinan kolektif himpunan warga yang juga merupakan representasi warga yang sah dapat menjalin hubungan kerjasama dengan berbagai organisasi dan lembaga lain baik setempat atau di tingkat yang lebih tinggi untuk mencapai tujuan yang

diharapkan oleh himpunan masyarakat warga setempat dengan lebih mudah dan efektif.

16. Berdasarkan keyakinan bahwa kemiskinan adalah suatu produk atau hasil dari keputusan-keputusan yang tidak dilandasi oleh nilai-nilai luhur (membela yg lemah, adil, jujur, kesetaraan, dsb). perbaikan nasib kaum miskin hanya dapat dilakukan melalui perbuatan baik yang murni dan benar yang dimungkinkan karena manusia pada dasarnya baik dan suka memberi. Oleh sebab itu anggota BKM/LKM haruslah pejuang-pejuang nilai untuk memulihkan nilai-nilai luhur kemanusia yang sempat luntur dan membangun kembali kapital sosial di masyarakat sehingga tidak mungkin terdiri dari orang-orang bayaran (yang menerima honor untuk melakukan sesuatu) yang dalam hidupnya sehari-hari di lingkungan masyarakat tidak menerapkan nilai-nilai luhur tersebut. Umumnya bayaran justru akan melemahkan kekuatan pribadi mereka dalam upaya membangun nilai-nilai dan mempengaruhi masyarakat. Pengorbanan waktu dan pikiran justru ádalah kekuatan andalan. Oleh sebab itu anggota BKM/LKM adalah relawan-relawan sejati yang akan tetap konsisten memperjuangkan nilai-nilai luhur tersebut, ada atau tidak ada PNPM Mandiri Perkotaan, karena masing-masing anggota BKM/LKM adalah tauladan pelaku nilai. Mereka bukanlah wakil dari kelompok tetapi justru mereka adalah wakil dari nilai-nilai luhur dan bertanggung jawab kepada nilai-nilai luhur yang diyakini dan dipegangnya. Dengan kata lain untuk itulah mereka dipilih, jadi mereka dipilih karena mereka reprensentasi dari nilai-nilai luhur tersebut (jujur, dapat dipercaya, rendah hati, penuh dedikasi, adil, dsb), sehingga kalau pada saatnya mereka tidak lagi mewakili sifat-sifat/nilai-nilai luhur tersebut maka mereka sudah seharusnya turun dan diganti.

BKM/LKM dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan bagi siapapun untuk terpilih dan memilih asal mau berkorban untuk sesamanya serta menerapkan nilai nilai luhur dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi anggota BKM/LKM bukan suatu profesi pekerjaan, tetapi justru merupakan aktualisasi diri untuk pengabdian yang tulus dari seorang manusia sejati kepada sesamanya yang kurang beruntung. Kegagalan mendapatkan orang-orang dengan perbuatan relatif paling baik dan murni di kelurahan sudah pasti akan membuat program ini gagal.

3.2. Bagaimana Anggota BKM/LKM Dipilih

17. Anggota BKM/LKM dipilih dari dan oleh warga masyarakat di kelurahan bersangkutan yang memenuhi kriteria kemanusiaan yang disepakati bersama (jujur, rendah hati, tanpa pamrih, misalnya) yang ditunjukkannya dalam hidupnya sehari-hari. Kriteria dasar ini harus disepakati terlebih dahulu oleh para calon pemilih (warga) dan ditetapkan sebagai aturan main dalam membentukan BKM/LKM. Konsep dasar yang dianut dalam memilih pemimpin adalah : “Lebih baik mendapat pilihan pemimpin yang paling buruk dari kumpulan orang-orang baik dari pada mendapat pilihan pemimpin yang terbaik dari dari kumpulan orang-orang buruk”.

Dengan dasar pemikiran ini maka pemilihan anggota BKM/LKM sejak awal dilakukan melalui proses

kemanusiaan, yang biasanya orang tersebut rendah hati, tidak suka menyombongkan diri dan tidak suka mengumbar janji-janji. Sehingga menyaring orang-orang seperti ini tentu saja tidak dapat dilakukan dengan cara KAMPANYE, tetapi harus dilakukan melalui proses konfirmasi nama-nama orang yang dapat dipercayai memiliki ciri-ciri kemanusiaan semacam itu langsung dari masyarakat. Oleh sebab itu proses pemilihan dilakukan secara khusus sebagai diuraikan di bawah.

18. Pemilihan dilakukan tanpa pencalonan dan tiap pemilih harus menulis 3 s/d 5 nama (sesuai kesepakatan warga) yang dianggap memenuhi kriteria tersebut di atas secara rahasia, dikumpulkan dan dihitung. Kemudian dipilih 9 s/d 13 nama yang mendapat perolehan suara terbanyak sebagai anggota BKMLKM/. Para anggota BKM/LKM tersebut kemudian memilih siapa diantara mereka yang akan menjabat koordinator, wakil, sekretaris. Sesuai dengan kemampuan mereka dsb.

19. Pemilihan atau penjaringan utusan dilakukan berjenjang dari mulai tingkat RT, RW, Dusun, dst. Yang penting pemilihan utusan harus dilakukan di tingkat dimana antar warga saling mengenal (komunitas terkecil seperti RT misalnya) karena pemilihan didasarkan atas rekam jejak (track record). Bila jumlah RT sedikit maka semua utusan yang terpilih di tingkat RT, yang jumlahnya telah disepakati sebelumnya misalnya 3 s/d 5 orang, kemudian pada hari yang telah ditentukan langsung berkumpul di kelurahan/desa untuk memilih anggota BKM/LKM yang jumlahnya 9 s/d 13 orang dari antara utusan. Jadi para utusan memiliki hak untuk memilih dan dipilih. Bila jumlah RTnya terlalu banyak maka para utusan RT dapat melakukan pemilihan di tingkat RW untuk menetapkan utusan RW yang jumlahnya juga telah disepakati sebelumnya di tingkat kelurahan/desa, baru kemudian utusan RW, pada hari yang telah ditetapkan berkumpul di kelurahan/desa untuk memilih anggota BKM/LKM dari antara mereka.

20. Tidak adanya pencalonan memungkinkan anggota masyarakat memilih tanpa paksaan siapapun yang mereka anggap bisa mewakili sifat-sifat baik kemanusiaan tersebut, sesuai pengalaman interaksi mereka dalam kehidupan sehari-hari. Tidak adanya kampanye; karena yang dipilih adalah orang yang perbuatan sehari-harinya saat ini sesuai dengan kriteria tersebut di atas (rekam jejak), bukan perkataan (janji) tentang masa depan yang belum pasti. Jadi konsepnya adalah membandingkan dan mengkonfirmasikan perbuatan/perilaku sehari-hari orang yang akan dipilih (rekam jejak) dan bukan perkataan (janji).

Modul 4

Dokumen terkait