• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2.2 Analgesia regional

2.2.2.4 Blok paraservikal

Walaupun blok paraservikal efektif dalam menghilangkan nyeri selama persalinan kala I, teknik ini sekarang jarang digunakan di Amerika Serikat karena berkaitan dengan tingginya insiden asfiksia yang terjadi pada fetus dan memberikan efek buruk pada neonates, khususnya dengan menggunakan bupivakain. Dekatnya tempat injeksi (pleksus paraservikal atau ganglia Frankenhauser) dengan arteri uterinalis secara anatomik dapat menyebabkan vasokonstriksi arteri uterinalis, insufisiensi uteroplasenta, dan meningkatnya kadar anestesi lokal pada sirkulasi janin.28,29

Blok paraservikal, menyuntikkan 6 sampai 8 ml zat analgetik lokal (lidokain 1 % atau bupivakain 0,25 %) bilateral, transvaginal ke dalam pleksus frakenhauser. Teknik ini diindikasikan untuk menghilangkan nyeri persalinan kala I akhir atau kala II awal. Kontraindikasi pada kasus plasenta letak rendah, ketuban pecah dini, gawat janin, janin prematur atau pertumbuhan yang tidak sesuai dengan umur kehamilan. Blok paraservikal digunakan untuk menghilangkan nyeri pada kontraksi uterus, namun oleh karena nervus pudendus tidak diblok diperlukan analgesia tambahan dalam persalinan. Dalam hal ini lidokain biasa diinjeksikan pada daerah paraservikal pukul 4 dan 8. Karena jenis obat anestesi ini memiliki waktu kerja yang relatif singkat, blok paraservikal perlu diulang selama

37 proses persalinan. Teknik ini telah ditinggalkan karena angka insiden bradikardi pada fetus serta depresi neonatal yang tinggi (Gambar 2.9).31,32,33

Gambar 2.9 Blok paraservikal32,33

2.2.2.5 Blok saraf pudendalis

Nervus pudendalis berasal dari root saraf sakral bawah (S2-S4) dan menginervasi vagina, perineum, rectum dan bagian blader. Saraf ini mudah di blok secara transvaginal. Blok nervus pudendalis dapat dikombinasikan dengan infiltrasi perineal anestesi lokal untuk menyediakan anestesi perineal selama persalinan kala II ketika jenis anestesi lain tidak adekuat.2,17,14

Selama blok nervus pudendalis, jarum khusus (Koback) atau pemandu (Iowa trumpet) digunakan untuk mengarahkan jarum secara transvaginal dibawah spina iskiadika pada tiap sisi. Jarum lalu dimasukkan 1 sampai 1,5 cm melalui ligamen sakrospinosus. Selanjutnya, lidokain 1% 10 ml atau klorprokain 2% diinjeksikan. Jarum pemandu digunakan untuk membatasi kedalaman injeksi dan melindungi janin dan vagina dari jarum. Komplikasi yang dapat muncul dari

38 penggunaan blok nervus pudendalis ialah injeksi intravaskular, hematom retroperitoneal, dan abses retropsoas atau subgluteal.2,30,31

Blok pudendus merupakan metode yang relatif sederhana, aman dan efektif dalam memberikan efek analgesia pada proses kelahiran normal, serta biasa dilakukan oleh ahli obstetri. Blok pudendus tidak memberikan efek analgesia yang adekuat pada proses pada persalinan dengan bantuan forceps atau pada proses kelahiran yang memerlukan manipulasi yang luas. 10 ml larutan anestesi lokal yang mengandung adrenalin diinjeksikan setelah dilakukan aspirasi dengan baik (Gambar 2.10).33,35

Gambar 2.10 Blok saraf pudendalis35

2.2.2.6 Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)

Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS) merupakan suatu

cara penggunaan energi listrik yang berguna untuk merangsang sistem saraf melalui permukaan kulit yang dapat secara efektif menghilangkan rasa nyeri. TENS mampu mengaktivasi baik serabut saraf berdiameter besar maupun berdiameter kecil yang akan menyampaikan berbagai informasi sensoris ke sistem

39 saraf pusat (Gambar 2.11). Lewat stimulasi antidromik TENS dapat mengahambat hantaran rangsang dari nociceptor atau resptor nyeri ke medulla spinalis. Stimulasi antidromik dapat mengakibatkan terlepasnya materi P dari neuron sensoris yang akan berakibat terjadinya vasodilatasi arteriole yang merupakan dasar bagi terjadinya triple responses.37,38 Mekanisme lain yang dapat dicapai oleh TENS ialah mengaktivasi system saraf otonom yang akan menimbulkan tanggap rangsang vasomotor yang dapat mengubah kimiawi jaringan ada pula yang berpendapat TENS dapat mengurangi nyeri melalui pelepasan opioid endogen di Sistem Saraf Pusat (SSP). TENS juga dapat menimbulkan efek analgetik lewat sistem inhibisi opioid endogen dengan cara mengaktivasi batang otak. Stimulasi listrik yang diberikan cukup jauh dari jaringan yang mengalami kerusakan, sehingga jaringan yang menimbulkan nyeri tetap efektif untuk memodulasi nyeri.37

TENS merupakan salah satu teknik elektroanalgesia non-invasif yang telah digunakan secara luas diberbagai kalangan medis khusus nydalam persalinan. TENS melibatkan aliran listrik lemah melalui elektroda yang ditempelkan pada permukaan kulit. Elektroda ditempatkan pada beberapa tempat ditubuh, kemudian arus dialirkan melalui kabel dengan frekuensi dan intensitas yang disesuaikan untuk mendapatkan efek optimal selama dan setelah stimulasi.38

40 Gambar 2.11 Alat Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation (TENS)37

Mekanisme kerja TENS dalam menghilangkan nyeri diduga melalui beberapa mekansime, antara lain: inhibisi presinaptik pada kornu dorsal medula spinalis, pengontrolan nyeri secara endogen melalui endorphin, enkhepalin dan dynorphin, inhibisi langsung serabut saraf yang tereksitasi abnormal, dan restorasi input aferen.38

Penelitian menunjukkan bahwa stimulasi listrik oleh TENS mengurangi nyeri melalui hambatan nosiseptif pada tingkat presinaptik pada kornu bagian dorsal sehingga akan menghambat transmisi impusl nyeri ke sentral. Rangsangan listrik pada kulit mengaktifasi ambang rendah serabut saraf bermyelin. Input aferen dari serabut ini menghambat propagasi nosiseptif yang dibawa oleh serabut-serabut C kecil tak bermyelin dengan menghambat transmisi sepanjang serabut saraf ini ke target sel (sel-T) yang terdapat pada substansia gelatinosa kornu dorsal.3,37,38

Mekanisme analgesia yang dihasilkan oleh TENS dapat dijelaskan dengan teori pengontrolan gerbang atau Gate Control Theory oleh Melzack dan Wall. Teori ini menjelaskan bahwa serabut syaraf dengan diameter kecil yang membawa stimulus nyeri akan melaui pintu yang sama dengan serabut yang memiliki

41 diameter lebih besar yang membawa impul raba (mekanoreseptor), apabila kedua serabut saraf tersebut secara bersama-sama melewati pintu yang sama, maka serabut yang lebih besar akan menghambat hantaran impuls dari serabut yang lebih kecil.34 Gerbang biasanya tertutup, menghalangi secara konstan transmisi nosiseptif melalui serabut C dari sel perifer ke sel-T. Jika timbul rangsangan nyeri perifer, informasi dibawa oleh serabut C mencapai sel-T dan gerbang akan terbuka, menyebabkan transmisi sentral ke Thalamus dan korteks dimana impuls akan diinterpretasikan sebagai nyeri. TENS berperan dalam mekanisme tertutupnya gerbang dengan menghambat nosiseptif serabut C dengan memberikan impuls pada serabut bermyelin yang teraktifasi (Gambar 2.12).34,35

TENS yang berfrekuensi rendah bekerja terutama dengan menghasilkan senyawa kimia opiod endogens dan efeknya dapat berkurang atau hilang dengan pemberian antagonis reseptor opioid. b endorfin akan meningkat konsentrasinya

42 pada aliran dan cairan spinal setelah penggunaan TENS baik yang berfrekuensi rendah ataupun tinggi. Senyawa ini akan menginhibisi sinyal nyeri di medulla spinalis. Senyawa kimia lainnya yang dikeluarkan susunan saraf pusat sebagai respon dari TENS adalah opioids endogens yang menghambat transmisi nyeri pada substansia gelatinosa di medulla spinalis. Terdapat tiga pilihan metode terapi dengan TENS yaitu:37,38

1. Konvensional TENS

Konvensional TENS menggunakan frekuensi tinggi (40-150 Hz) dan intensitas rendah, pengaturan arus antara 10-30 mA, durasinya pendek (diatas 50 mikrodetik). Onset analgesia pada metode ini bersifat sedang. Nyeri hilang bila alat dihidupkan dan biasanya kembali lagi bila alat dimatikan. Setiap harinya pasien memasang elektroda sepanjang hari, stimulus diberikan dengan interval 30 menit. Pada individu yang merespon baik, akan didapatkan efek analgetik sampai beberapa lama setelah penggunaan alat dihentikan.

2. Acupuncture Like TENS (AL-TENS)

Pada metode ini digunakan stimulus dengan frekuensi rendah dimulai dengan 1-10 Hz, intensitas tinggi. Metode ini lebih efektif dari pada konvensional TENS, Metode ini biasanya digunakan untuk pasien yang tidak respon terhadap konvensional TENS.

3. Intense TENS

Menggunakan stimulus dengan intensitas tinggi dan frekuensi tinggi. Cetusan arus dilepaskan 1-2 Hz, dengan frekuensi masing-masing cetusan

43 100 Hz. Tidak ada keuntungan khusus metode ini dibandingkan dengan konvensional TENS.

TENS digunakan untuk secara selektif mengaktifkan saraf aferen Aβ yang menyebabkan inhibisi transmisi nosiseptif di medula spinalis. Dinyatakan bahwa mekanisme kerja dan profil analgesik AL-TENS dan intense-TENS berbeda dari TENS konvensional dan metode tersebut lebih berguna dibanding konvensional TENS, karena TENS konvensional hanya memberikan sedikit keuntungan. Ada beberapa penelitian yang melaporkan bahwa terdapat bukti yang tidak begitu kuat yang mendukung penggunaan TENS dalam manajemen nyeri post operasi dan nyeri persalinan. Tetapi, temuan ini telah dipertanyakan karena bertolak belakang sekali dengan pengalaman klinis dan akan sangat tidak tepat untuk menolak penggunaan TENS pada nyeri akut sampai terdapat bukti atau alasan yang menerangkan perbedaan antara pengalaman klinis dengan penelitian klinis di eksplorasi lebih lanjut. Review sistematik menunjukan hasil yang lebih positif mengenai penggunaan TENS pada nyeri kronis. Sehingga dibutuhkan penelitian yang lebih baik untuk menentukan perbedaan efektifitas antara berbagai tipe TENS, dan untuk membandingkan cost-effectiveness (efektivitas biaya) TENS dengan intervensi analgesik konvensional dan eletrokterapi lainnya.37,38

Stimulasi TENS sebagai penghilang nyeri persalinan dilakukan dengan mengirimkan impuls bifasik, panjang impuls 0,25 m/dtk, frekuensi dan amplitudo disesuaikan. Rentang amplitudo yang digunakan adalah 0-200 volt sedangkan rentang frekuensi 10-150 Hz. Elektroda dibuat dari metal dengan area aktif 30 x 80 mm dan diletakkan pada punggung pasien secara simetris sesuai dengan jaras

44 nyeri pada persalinan kala I (T10-L1) dan pada persalinan kala II (S2-S3). Untuk mendapatkan efek analgesia optimal, amplitudo stimulus ditingkatkan sampai level dimana terjadi fasikulasi otot disekeliling elektroda. Stimulasi intensitas tinggi digunakan selama kontraksi uterus pada puncak nyeri selama 1 menit dan stimulasi dengan intensitas rendah digunakan selama persalinan kala I. Kondisi ibu dan janin harus dimonitor selama proses persalinan.3,34,37

Penggunaan alat ini untuk mengurangi rasa nyeri akibat persalinan masih jarang diteliti. Beberapa survey menyebutkan bahwa banyak ibu hamil tertarik menggunakan alat ini pada persalinan mereka. Popularitas penggunaan TENS untuk meredakan nyeri saat persalinan meningkat akibat adanya laporan dan penelitian yang menyatakan kepuasan pasien dengan penggunaan TENS tanpa harus ada kelompok kontrol.34,37,38

Augustinsson et al menjadi pionir penggunaan TENS di kebidanan dengan menempatkan TENS pada vertebre yang bersesuaian dengan saraf eferen nosiseptif yang berhubungan dengan nyeri saat kala I dan kala II persalinan (Th10-L1 dan S2-S4) (Gambar 2.13).37,38

Penelitian Kaplan B dkk juga menyatakan keefektifan TENS dalam mengatasi nyeri persalinan. Sampel yang digunakan pada penelitiannya adalah 104 wanita dengan 46 nullipara dan 58 multipara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 72% nullipara dan 69% multipara menyatakan TENS efektif terhadap nyeri persalinan dengan 65% multipara menyatakan TENS sama efektifnya dengan metode penghilang nyeri yang pernah digunakan pada persalinan sebelumnya.38

45 Gambar 2.13 Prosedur TENS pada persalinan37,38

Pengujian efektifitas TENS sebagai analgesia nyeri persalinan pada 100 wanita di Mumbai oleh Pandole dkk. Dalam penelitian ini digunakan TENS dengan amplitudo antara 0 sampai 200 volts dan frekuensi berkisar antara 10-150 herzt. Elektroda logam ditempatkan pada T10-L1 pada kala I dan S2-S3 selama kala II. Rangsangan dengan intesitas tinggi diberikan saat kontraksi dan ransangan dengan intesitas rendah saat tidak kontraksi. Cara ini memberikan hasil 74% pasien menyatakan TENS dapat menghilangkan nyeri dengan baik, 24% menyatakan efek yang biasa dan hanya 2% yang tidak merasakan efek TENS sebagai penghilang nyeri persalinan dan sebagian besar menyatakan keinginan untuk menggunakan TENS pada persalinan berikutnya.37,38

Kaplan.B dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa para pasien yang telah menggunakan TENS untuk mengurangi rasa nyeri selama masa persalinan dan tidak menimbulkan kelainan pada fetal heart rate atau efek samping lain pada bayi. Hal serupa didapatkan pada penelitian Pandole dkk, penelitian tersebut

46 menyimpulkan bahwa TENS lebih efektif pada persalinan kala I dari pada kala II dan tidak ada pengaruh durasi pemakaian TENS dengan APGAR skor janin. 34

Kaplan.B menguji keampuhan dari alat TENS baru yang telah didesain dan dibuat di Israel menurut pada spesifikasi tertentu. Dalam penelitian disimpulkan bahwa TENS efektif untuk mengontrol nyeri pada persalinan dikatakan juga bahwa nyeri persalinan sangat hebat pada kala II, sehingga TENS tidak cukup efektif. Oleh karena itu penggunaan TENS yang diberikan pada awal kala I, akan memerlukan tambahan analgetik pada akhir kala I sesuai dengan tingkat dilatasi servik, walaupun dosis yang diperlukan lebih kecil.34,37,38

Dokumen terkait